Selasa, 20 September 2016

4 Hearts & A Fool [A Story by Nijyuuichi] .... Part 3

CHARACTERS



Indah Prastiwi



Reni Arisandi



Mr. Robert Warr




Hari ini aku sibuk merapihkan rumahku, yang 2 hari lalu di pakai kami ber-empat untuk berpesta liar lagi. Kali ini bahkan bertambah anggota baru, yaitu pak Jono, seorang security di komplek kami. Namun sejujurnya, hati kecilku mulai menolak ini semua, dan merasa ada sesuatu yang salah.

Sebelumnya aku tidak pernah merasakan gairah ku begitu meluap-luap hingga membuat aku sering kehilangan diri sendiri, dan bersikap binal dan liar. Aku sendiri bahkan bingung dengan segala perubahan di dalam diriku ini. Apa yang sebenarnya terjadi dengan tubuhku ini.

Aku sudah menolak usul Reni yang ingin mengadakan pesta liar di rumah ini, saat mas Hari sedang berada di Anyer. Di ranjang pengantin ku. Aku tidak mau mengkhianati mas Hari sejauh itu. Bagiku, mengkhianati nya dengan bersikap serong dan binal, benar-benar sudah tidak termaafkan. Tapi entah kenapa aku selalu tidak sanggup menahan gairah ku yang selalu tiba-tiba meluap-luap.

Sama seperti usul Reni ini. Aku awalnya sudah menolaknya. Namun lama kelamaan saat Reni terus mengajakku untuk mengobrol sambil minum teh, gairah ku tiba-tiba mulai bangkit lagi. Aku pun sendiri tidak menyadari mengapa aku bisa tiba-tiba menjadi horny sekali. Dada ku rasanya keras sekali. Nafasku pun semakin tidak beraturan.

Obrolan ku dengan Reni pun semakin aku tanggapi asal-asalan. Duhh...kok jadi begini sih ya.

“Oya Ndah, gw mao ke WC dulu nih.” Ujar Reni mengejutkan ku.

“Ohh...lu ke belakang aja Ndah, ada di sebelah kiri, di samping dapur.” Jawabku menunjukan arah ke Reni.

Aku yang terasa haus sekali, langsung menghabiskan saja teh ku. Fuuhhh...kok aku jadi pengen banget sih nih. Gara-gara ngomongin pesta seks kemarin sih di rumah Mr. Robert, aku jadi kepingin lagi nih.

TING NONG! TING NONG! Tiba-tiba ada yang mengebel rumah ku. Aku bingung siapa yang datang malam-malam seperti ini yah.

Aku pun segera keluar dan membuka pintu pagar rumah ku. “Mr. Robert? What? Why are you here?” Aku begitu terkejut melihat Mr. Robert berdiri di depan pintu rumahku. Seumur-umur, Mr. Robert tidak pernah sekalipun berkunjung ke dalam rumah ku. (Apa? Kenapa kamu ada disini?)

May I come in?” Tanya Mr. Robert yang langsung menyadarkan ku dari keterkejutanku tadi. (Boleh aku masuk?)

“Oh..yes of course, sir. Of course. Come on in. Reni is here too, you know.” Ujar ku mempersilahkan Mr. Robert untuk masuk. (Tentu pak, silahkan masuk. Reni ada di sini juga lho.)

Oh I know, that’s why I’m here, I know you were alone now in your house. And I know you’re gonna need someone to accompany you, and give you some pleasure.” Ujar Mr. Robert yang langsung memeluk ku dari belakang, hingga mengejutkan ku. Tangan Mr. Robert dengan gesit langsung menyelip masuk melalui bawah kaus tangan panjang, yang aku kenakan, dan langsung menyusupi ke dalam bra ku, dan meremasi sambil memainkan puting susu ku, yang sudah mengeras sejak tadi. (Oh saya tau, itulah mengapa saya disini. Saya tau kamu sedang sendirian aja di rumah kamu. Dan saya tau kamu akan butuh seseorang untuk menemani kamu, dan memberikan kamu sebuah kesenangan.)

“Awwww...ssiirrr...ssshhhh...ooohhhhh...nooo...you can’t do this...in my houseee..please stopp...pleasseeee...aaahhhhh...Goddd...squeeze it hard Robert...harder” Aku yang tadinya menolak, langsung lupa diri, saat tangan Mr. Robert meremas-remas payudara ku dengan kuat. Bahkan aku meminta meremasnya semakin keras. Rasanya gatal dan pegal sekali, membuatku merasa nyaman dan enak, semakin keras remasan tangannya di payudaraku.

Kepalaku langsung menoleh ke belakang, mencari-cari bibir Mr. Robert. Kami langsung berciuman penuh gairah. Namun aku sadar, aku belum menutup pintu depan rumah ku, pas Mr. Robert masuk.

“Oohhh...Robertt...stopp...just stop it first. I haven’t close the door yet. I don’t wanna my neighbour found out about us like this.” Ujar ku mendorong Mr. Robert yang sedang terus mencumbu ku. Aku sudah memanggilnya Robert tanpa embel-embel “Mr.” lagi. (Hentikan dulu. Aku belum menutup pintunya. Aku gak mau ada tetangga ku yang memergoki kita lagi seperti ini.)

Let it be, I don’t care” Ujar Mr. Robert kembali menciumi leher ku, yang kembali langsung kudorong tubuhnya. (Biarkan aja. Saya gak perduli.)

But I do...” Aku langsung menutup pintu rumahku, sebelum Mr. Robert langsung menarik ku ke atas pangkuannya. Dan langsung mencium bibir ku lagi, dan melumatnya. Aku benar-benar sudah lupa diri lagi saat gairah ku begitu meluap-luap bagaikan air bah. (Tapi saya perduli)

Tanganku bahkan langsung membuka kancing kemeja Mr. Robert, sambil kami terus berciuman. Kemudian, gantian Mr. Robert yang mengangkat ke atas kaus ku, dan membuka ke atas bra ku, hingga memamerkan payudaraku di hadapan wajah Mr. Robert.

“Oooohhhh....twist it my nipple sir...oouuuchhhh...sshhhhhh....aahhhhh” Aku langsung merintih-rintih, saat bibir Mr. Robert langsung mengulum dan menghisap payudaraku, sambil sesekali menggigit dan mengemut puting susu ku. Aku langsung menekan kepala Mr. Robert untuk semakin menekan payudara ku, karena rasa geli yang amat sangat, mendera tubuhku ini.

“Hmm...siapa ya yang tadi katanya gak mau ML di sini?” Ujer Reni sambil berdiri memperhatikan kami.

“Ehh...aduuhhh...gw tiba-tiba jadi pengen Ren...uuuhhhh....aahhhhhh” Jawab ku di sela-sela rintihan ku. Sambil menoleh ke arah Reni, yang sedang tersenyum mesum kepada ku.

Mr. Robert kemudian menariku hingga aku rebahan di sofa ruang tamu. Dia langsung menarik turun rok panjang ku beserta celana dalam ku. Mr. Robert langsung mengangkat kedua paha ku dan dilebarkan, sehingga vagina ku langsung merekah.

Mr. Robert mendekatkan wajahnya dan langsung menjilati bibir vagina ku, hingga membuatku langsung merintih-rintih penuh kenikmatan. “Ooooohhhh....oooooohhh... sirr...lickk it harder sirr....aahhhhh” Rintihku, dimana tubuhku benar-benar seperti cacing kepanasan, selalu bergerak kesana kemari.

Aku melihat Reni rupanya tidak tahan lagi dan segera membuka seluruh bajunya. Dia kemudian mengangkangi wajahku, dan mendekatkan pangkal kemaluannya ke wajah ku. “Ndah, tolong jilatin dong, gw juga pengen nih.” Pintanya. Bau khas vagina wanita langsung tercium hidungku.

Aku lalu menjulurkan lidahku, dan menyentuh pelan bibir vagina-nya Reni. Aku mulai menjilati sepanjang garis bibir kemaluannya, membuat Reni pun merintih-rintih nikmat.

Adegan erotis ini berlangsung beberapa lama. Aku bahkan mulai merasakan getaran-getaran akan mendapatkan orgasme ku. Pantat ku bergerak-gerak semakin liar, mengikuti gerakan lidahnya Mr. Robert, yang mengaduk-aduk labia mayora ku. Begitu juga dengan lidahku yang terus menjelajahi vaginanya Reni.

Aku merasakan sebentar lagi akan mendapatkan orgasme ku, saat tiba-tiba acara kami, terpotong oleh suara...

TING NONG! TING NONGG!

Arrgghhhh! Siapa lagi sih yang dateng, pikirku kesal sekali. Saat kita hampir mendapatkan orgasme ku terus kepotong, rasanya rungsing sekali dan membuat kita menjadi ingin marah saja rasanya.

“Ren...who else is coming?” Tanya ku ke Reni. (Siapa lagi yang datang, Ren?)

No one. I only ask Robert to come here. There’s no one else.” Jawab Reni yang juga keliatan kesal sekali terganggu. (Tidak ada lagi. Aku hanya meminta Robert untuk datang kesini. Gak ada orang lain lagi.)

Better you check itu out first Ndah.” Ujar Mr. Robert yang langsung duduk, dan merapihkan pakaiannya. Arrghhh! Sialaannnn! Maki ku dalam hati. (Lebih baik kamu periksa dulu.)

Namun saat aku hendak memakai lagi rok panjang ku dan baju ku, baik Mr. Robert dan Reni menahan ku.

Oh please don’t wear your skirt again Ndah. Are you dare enough to do the exhib like we did yesterday? Just a shirt and your hijab. No skirt nor underwear.” Perintah Reni. (Tolong jangan pake lagi rok kamu, Ndah. Apa kamu cukup berani ber-eksib lagi seperti yang kita lakuin kemaren? Cukup kaus dan jilbab kamu aja. Gak pake rok maupun celana dalam.)

Aku yang sedang kesal, menjadi malas untuk mendebatnya, dan langsung memakai kaos tangan panjang dan jilbab ku, tanpa memakai rok atau pun celana dalam. Sehingga vagina ku ter-ekspos dengan bebasnya. Untungnya pagar ku cukup tertutup, dan pondasi rumah ku cukup tinggi, jadi orang luar tidak bisa melihat ke dalam rumahku. Sedangkan aku dapat dengan mudahnya melihat ke bawah melalui atas pagar.

Aku dengan santainya membuka pintu rumah ku dan menghampiri pagar rumahku. “Siapa” Tanyaku dari dalam halaman rumahku.

“Saya bu Indah, pak Jono, security.” Hatiku langsung tercekat. Apa dia mendengar suara rintihan kami? Dan hendak menegur kami? Pikirku ketakutan.

“Hmm...a-ada apa ya pak?” Tanyaku.

“Ini bu, biasa, iuran keamanan aja kok bu.” Jawab pak Jono, security komplek kami.

“Oh..hmm..bentar deh ya pak” Ujarku kemudian. Aku kesal sekali rasanya. Dan aku segera masuk ke dalam rumah, dan melihat Mr. Robert sedang memangku Reni, dimana batang kemaluan Mr. Robert telah menancap dalam di vaginanya Reni, membuatku semakin kesal saja. Mereka meredam rintihan, dengan berciuman.

“Siapa Ndah?”Tanya Reni sambil meringis, saat batang kemaluan Mr. Robert sedang mengocok vaginanya.

“Iuran keamanan” Jawabku dengan nada bete.

Tidak berapa lama kemudian aku keluar membawa uang di tanganku. Dan langsung menyerahkan ke pak Jono dari atas pagar.

“Oh ya makasih yah bu.” Ujar pak Jono, sambil mencatat di buku nya.

“Oh bu, maaf, saya boleh numpang cuci tangan ga bu? Tadi kena minyak gorengnya si tukang nasi goreng tuh.” Tanya pak Jono, membuatku bingung karena keadaanku yang telanjang bagian bawah ku.

“Ehh...emm...eee...i-iyaa...bentar” Jawabku sambil mataku mencari sana sini, untuk mencari sesuatu agar bisa menutupi bagian bawahku. Mataku segera menangkap sebuah kain bali yang sedang aku jemur. Langsung aja aku tarik dan aku lilit menjadi sebuah rok panjang.

Aku segera masuk ke dalam rumah, dan meminta Mr. Robert dan Reni untuk tidak bersuara sama sekali, yang bisa menimbulkan kecurigaan.

He wants to come in to wash his hand. Just be quiet, and please dont’ embarass me in my neighbourhood by making any noise that can become a suspission.” Ujar ku ke mereka berdua. Mr. Robert hanya tersenyum sambil mengangguk pelan. (Dia mau masuk ke dalam but cuci tangan. Jangan berisik, dan tolong jangan bikin malu saya di lingkungan ini dengan membuat suara-suara yang mencurigakan.)

Aku lalu segera membuka kunci pintu pagar ku. Untungnya keran air lokasinya tidak jauh dari pintu pagar. Pak Jono segera masuk ke dalam untuk mencuci tangannya. Pak Jono ini merupakan kepala security di komplek kami. Orangnya baik, namun punya 2 istri.

“Yah terima kasih ya bu.” Ujar pak Jono, setelah selesai mencuci tangannya. Namun saat akan melangkah dan mengambil buku catatan yang ia selipkan di pinggang belakang, pak Jono sedikit terpeleset terkena aliran air, bekas ia cuci tangan tadi, sehingga buku yang dipegangnya terlempar ke atas.

Aku reflek segera berusaha menangkap buku itu sambil sedikit melompat. Aku mendapatkan buku itu, namun pak Jono rupanya mendapatkan hal yang lain, saat aku tidak menyadari bahwa ikatan kain bali ku kurang kuat, sehingga saat aku melompat tadi, kain bali nya langsung terlepas dan jatuh di bawah kaki ku.

Pak Jono dengan pandangan mata tidak berkedip, memandang vagina ku yang berbulu lebat itu tanpa adanya halangan apa pun. Aku yang tidak menyadarinya, segera menyerahkan bukunya kepada pak Jono.

Pak Jono tidak merespon uluran tanganku, dan terus memandangi bagian bawah tubuhku. Membuat ku melihat ke bawah juga.

“Astaga!” Aku langsung berjongkok, untuk menutupi bagian bawah tubuhku.

“Pak Jono, maaf, tolong segera keluar pak.” Ujar ku meminta nya keluar pagar. Namun pak Jono malah tersenyum mesum ke arah ku.

“Bu Indah, rupanya gak pake celana dalam, dan pake kain asal aja. Di luar ada mobil, artinya ada tamu di dalam rumah. Sebagai security, saya berhak untuk menggeledah rumah yang dicurigai digunakan untuk berbuat mesum. Apalagi, pak Hari sedang keluar kota sampai hari minggu.” Ujar pak Jono membuat wajahku pucat sekali, dan menebak-nebak apa maunya.

Pak Jono kemudian berjalan mendekati ku. “Ada siapa aja di dalam rumah bu Indah ya?” Tanya pak Jono.

“Ha-hanya ada teman-teman saya aja. Kita gak-gak ngapa-ngapain kok pak.” Jawabku berusaha menghentikan pak Jono sambil berjongkok.

Excuse me, what is goin on here? What are you doing to Indah?” Mr. Robert tiba-tiba keluar dari rumah ku. (Permisi, ada apa ini? apa yang kamu lakukan ke Indah?)

“Wah, orang bule. Ibu Indah selingkuhannya orang bule? Dia bilang apa bu? Hehehe. Tapi, apa jadinya ya kalo pak Hari ampe tau ada orang bule di rumah ini ya? Hmm” Pak Jono mulai melancarkan serangan liciknya, hendak memeras ku. Persis seperti yang dulu Agus hendak lakukan kepadaku, kalo aja gak di tolong ama Reni.

Perasaan kesal karena nanggung tadi, ditambah perasaan tertekan karena hendak di peras oleh pak Jono, membuatku benar-benar marah dan mencari akal. Aku akhirnya berdiri, tidak lagi perduli akan ketelanjangan tubuh bagian bawahku ini.

“Pak Jono emang bener. Mr. Robert ini emang selingkuhan saya pak. Dan bukan cuma saya, di dalam ada rekan kerja wanita saya, yang lagi telanjang bulat. Kami sedang asik bercumbu, sampai akhirnya pak Jono datang untuk mengganggu.” Ujar ku sambil menghampirinya.

“Pak Jono tertarik melihat saya telanjang? Apa pak Jono terangsang melihat kemaluan saya ini? Saya akan kasih ke pak Jono, tapi dengan syarat, jangan kasih tau orang lain mengenai kejadian ini” Tanyaku sambil mengelus batang kemaluannya dari luar celana. Kemudian aku menyusupkan tanganku ke dalam celana panjang dan celana dalamnya, dan langsung meraih batang kemaluannya yang mulai menegang.

“Gimana pak?” Tanyaku lagi, sambil menciumi telinganya. Sementara Mr. Robert melihatku sambil tersenyum, begitu juga Reni yang mengintip dari balik pintu.

Dan saat melihat Reni aku memberi tanda kepada Reni seperti orang sedang mengambil foto dari ponsel. Reni sedikit mengangguk, mungkin mengerti maksud ku.

“Hohoho...kalo bu Indah berkenan, saya gak bakal bilang-bilang lah bu. Wong rejeki kaya gini, rugi saya kalo di bagi-bagi.” Jawab pak Jono sambil menyeringai mesum.

“Tapi ada syaratnya pak. Tolong perkosa saya pak. Saya punya khayalan saya lagi diperkosa pria kekar seperti bapak. Gimana pak?” Tanya ku sambil terus merangsang pak Jono.

“Siap kalo itu mau ibu. Bu Indah siap-siap aja saya perkosa ya” Ujar nya langsung menggendong ku masuk ke dalam rumah. Dan saat masuk ke dalam rumah, mata pak Jono kembali terbelalak melihat Reni sedang telanjang bulat sambil memainkan ponselnya.

“Ren, you can continue with Mr. Robert, while I’m getting fucked by him. Ren, get ready for Agus plan to get rid of him.” Ujarku dalam bahasa Inggris, karena pak Jono tidak mengerti bahasa Inggris. (Ren, Kamu bisa lanjutin ama Mr. Robert, sementara aku di setubuhi olehnya. Ren, siap-siap rencana Agus, buat menyingkirkannya.)

“Eh? Bu Indah ngomong apa ama temennya?” Tanya pak Jono curiga.

“Saya bilang dia silahkan lanjutin selama saya melayani pak Jono. Ayo pak, cepet robek kaus saya, perkosa saya pak. Tapi kalo saya teriak nolak-nolak, jangan di anggep serius ya, saya lagi akting aja biar makin enak pak” Ujarku merengek kepada pak Jono, sehingga membuatnya tertawa dan langsung beringas.

“Hehehe...siap dah, mao gaya apaan juga, abang temenin” Jawab pak Jono.

BRETTT! Kaosku langsung di sobeknya, sehingga payudaraku langsung terpampang dengan indahnya. Dan aku pun langsung pura-pura berteriak, “AAAAHHHH JANGANN PAK! LEPASIN SAYA! SAYA GAK MAUUU!”

“Hahahah...tetek yang indah, sesuai namanya. Bu Indah gak bisa lari kemana-mana” Ujar pak Jono terpancing mengikuti sandiwara ku. BREKKK! Kali ini seluruh bajuku telah robek bagian depannya.

Pak Jono langsung mengulum puting payudaraku. “OOHHHHH...AMPUN PAKKK!...HUUUU....JANGAN PERKOSA SAYAA...HUUUUU” Aku bahkan pura-pura menangis dan berontak. Sementara aku lihat Reni sudah beraksi merekam adegan “perkosaan” ini.

Pak Jono pun, langsung menurunkan celananya dengan mudah, karena aku telah membantunya tadi, untuk melepaskan kancing celananya. Batang kemaluan pak Jono langsung di arahkan ke vaginaku, yang sudah basah sekali, karena tadi hampir saja mendapatkan orgasme ku.

“PAKK! TOLONG JANGAN PAK! SAYA GAK MAU DIPERKOSAA PAKK! HUUU...PAK JONO...AMPUNI SAYA!” Aku terus memberontak berusaha melawan pak Jono, yang sedang berusaha memasukan batang kemaluannya.

BLESSS! “OOOHHHHHH...” Tanpa dapat aku cegah, aku memekik panjang, saat batang kemaluan pak Jono berhasil menembus masuk ke dalam liang vagina ku.

Pak Jono langsung mengayuh tubuhku dengan cepat, sambil meremasi kedua payudaraku. Sementara aku terus “menangis” saat sedang “diperkosa” oleh pak Jono.

“Ohhhh...memek bu Indah enak banget. Jauh lebih enak dari memek istri saya. Saya gak tahaan buu...saya keluaaarr” Pekik pak Jono sambil menekankan batang kemaluannya sedalam-dalam nya ke dalam liang rahim ku. Aku merasakan hangatnya disiram oleh sperma seorang security di komplek ku ini.

Aku bahkan belum merasakan apa-apa. Terlihat pak Jono begitu bernafsu untuk menyetubuhi ku, sehingga hanya bertahan selama 2 menit saja. Mr. Robert hanya tersenyum-senyum saja melihat ku. Reni segera mematikan rekaman kameranya.

“Gimana Pak Jono? Enak?” Seru Rani, membuat pak Jono menoleh ke arahnya.

“Hehehe...enak banget lah bu...siapa namanya?” Jawab pak Jono sambil menanyakan nama si Reni.

“Saya Reni pak. Saya...punya satu perjanjian ama bapak. Gimana pak, tertarik?” Tanya Reni dengan senyum dingin.

“Tawaran apa bu Reni?” Tanya pak Jono.

“Kalo bapak mao, bapak juga boleh ngewe ama saya, sekaligus bergabung dengan kita-kita. Kita pesta sampai pagi. Tapi, syaratnya ini adalah yang pertama, bapak gak boleh bilang ke siapa-siapa kita berpesta seks disini ataupun mengenai bu Indah, bagaimanapun cara penyampaiannya ke orang-orang. Yang kedua, bapak tidak boleh mendekati bu Indah, dan bersikap macam-macam kepada bu Indah, selama belum ada panggilan dari kami. Jadi bapak gak boleh deket-deket bu Indah dan bersikap tidak pantas terhadap bu Indah, kecuali ada panggilan pesta lagi dari kami. Kalo ampe bapak macem-macem ke depannya, atau memberi tahu orang lain, siapa pun itu, saya akan menyerahkan rekaman bapak sedang memperkosa bu Indah ke polisi.” Ujar Reni dengan senyum licik.

“Tapi...tadi kan bu Indah sendiri yang meminta saya perkosa. Hehehe. Mana bisa saya di tangkap kalo suka sama suka, bu Reni.” Jawab pak Jono sambil tersenyum mesum.

“Mungkin, tapi saat polisi yang melihatnya, tentu yang ada di benak mereka bukan lah kejadian yang terjadi atas dasar suka sama suka, tapi sudah masuk ke ranah perkosaan. Dan saya akan memastikan bapak akan di tangkap dan dipenjara lama. Membuat bapak akan menelantarkan keluarga bapak nantinya.” Jawab Reni, yang membuat pucat wajah pak Jono.

“Tenang aja pak, ini hanya sebagai jaminan saja, kalo pak Jono itu gak akan macam-macam ke depannya. Selama bapak bergabung dan loyal kepada kami, justru keuntungan yang di dapat akan jauh lebih banyak, daripada pak Jono hanya ngewe ama Indah aja. Gimana pak?” Tanya Reni.

“Hehehe...saya setuju-setuju aja bu Reni. Saya janji, saya gak akan pernah nyeritain masalah ini. Kan saya bilang tadi, ini rejeki yang gak boleh di bagi-bagi. Saya yang rugi.”Jawab pak Jono.

Dan akhirnya, kami pun berpesta seks gila-gilaan, di hampir seluruh penjuru rumah ku. Di ruang tamu, ruang makan, meja makan, kamar mandi, dan terakhir di ranjang pengantin ku. Kami saling berganti-ganti pasangan. Dan pak Jono kali ini lebih bisa tahan lama dalam bercinta dibanging pertama tadi.

Aku benar-benar puas sekali saat itu, saat tubuhku sudah banyak menampung spermanya pak Jono dan Mr. Robert. Namun, saat pagi hampir menjelang, dan mereka semua meninggalkan ku. Kesadaran dan hati nurani ku mulai pulih kembali.

Aku melhat ranjang pengantin kami, penuh dengan bercak sperma, yang meluap dari vagina ku, maupun Reni. Hati ku sakit sekali, menyadari aku telah mengkhianati cintanya mas Hari. Aku pun menangis atas segala penyesalanku. Aku merasa sangat kotor untuk mas Hari sekarang.

Keesokan harinya, aku menyuci pakaian kami, sekaligus seprai yang habis di pakai oleh ku untuk bercinta gila-gilaan kemarin. Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa aku selalu bergairah tidak tertahankan apabila Reni mengajakku untuk kembali berpesta liat, walau kadang aku menolak, tapi pasti ujung-ujungnya aku menerima tawarannya lagi.

Dan hari ini, aku sedang membersihkan perabotan rumahku, sebelum kepulangan mas Hari beberapa jam lagi. Aku sempat BBM dia menyakan keberadaannya. Mas Hari bilang baru jalan dari lokasi Anyernya, menuju Jakarta.

Aku bahkan masak makanan kesukaan mas Hari, demi untuk membuat mas Hari merasa senang. Yah ini sebagai sedikit penebusan kesalahanku kepadanya.

Beberapa jam kemudian, mas Hari pun tiba. Dan aku memeluknya dengan erat sekali, merasa bersyukut banget, aku memiliki suami yang baik hati seperti mas Hari.

“Gimana Yang, di Anyer? Kamu genit gak mas, ama cewe-cewe lain?” Tanyaku manja kepada suamiku.

“Oh...biasa aja sih Ndah” Jawab mas Hari ambil tersenyum.

“Kangen gak ama aku?” Aku rasanya ingin bermanja-manjaan deh ama mas Hari, suamiku.

“Kamu sendiri, kangen gak ama aku?” Tanya balik mas Hari.

“Ya kangen banget lah mas. Aku nungguin mas Hari terus loh di rumah. Aku gak kemana-mana.” Jawabku.

“Masa sih? Palingan juga kamu ngundang temen-temen kamu dateng ke sini kan?” Tanya mas Hari lagi, sambil rebahan di tempat tidur. Saat mas Hari hendak berbaring di tempat tidur, aku melihat mas Hari seperti jijik akan sesuatu, dan naik ke tempat tidur agak hati-hati. Hmm...kok aneh sih suasananya. Pikirku.

“Ihh...gak kok, aku di rumah sendirian aja.” Jawabku sedikit berbohong.

“Oya Ndah, aku mao ngomong sesuatu. Aku dapet oleh-oleh di Anyer. Tapi aku gak mau kasih sekarang ya. Berhubung ulang tahun kamu uda deket, aku kasih oleh-olehnya nanti aja yah pas kamu ulang tahun. Aku punya kejutan yang romantis banget deh pokoknya.” Ujar mas Hari benar-benar membuatku senang sekali mendengarnya.

“Ha? Beneran mas? Hihihi...aku mau sayang. Hehehe. Mmmuuaaahhh” Aku langsung melompat ke atas tempat tidur, dan mencium pipi nya. Aku memeluk erat tubuh suami ku, mas Hari. Entah kenapa, aku merasa kangen sekali akan pelukan hangat mas Hari.

“Makasih ya sayang. Aku seneng banget.” Ujarku lagi sambil mulai menciumi wajah mas Hari. Dan saat aku hendak melumat bibirnya, mas Hari sedikit menolak ku. “ Hmm...maaf ya Ndah, aku pengen istirahat dulu ya.” Ujar mas Hari.

“Aku kangen mas. Kita kan uda lama gak ngelakuin itu. Uda sebulanan kali, mas gak nengokin aku lho.” Ujarku sedikit merajuk. Aku benar-benar rindu dan ingin sekali bercinta dengannya. Dan perasaan ini sungguh berbeda apa bila aku bersama Reni.

Saat bersama Reni, aku merasakan gairah yang begitu menggebu-gebu, hingga membuatku menjadi liar dan binal. Tapi saat bersama mas Hari, rasanya selalu rindu akan belaian mas Hari. Bukan hanya gairah, tapi rasa sayang ku begitu meluap-luap saat bersama mas Hari. Apalagi sudah sebulan terakhir ini, mas Hari gak pernah mengajak ku untuk melakukan hubungan intim lagi.

“Yah...yang sabar dulu yah Ndah. Aku bener-bener cape lho.” Ujar mas Hari pelan, berusaha memberikan pengertian. Walau kecewa, namun aku bisa menerima alasan mas Hari. Yah memang sih dia kan baru juga pulang. Pikirku.

Saat melihat wajah mas Hari. Aku bertekad akan meninggalkan kehidupan liar ku, yang baru saja kujalani. Aku merasa itu semua bukanlah diriku sendiri. Aku selalu tergerak oleh hawa nafsu birahi yang begitu menggebu-gebu.

Aku ingin menjadi seorang istri yang pantas untuk mas Hari. Karena aku mencintai mu mas. Aku memeluknya erat dari belakang.


================================================== ========

CHARACTERS


Fadli Rangga Putra



Olivia Khumaira Putri



Prayoga Surya Sasono (Papa Olivia)




“Ga, pulang langsung ke rumah lu ya, jangan ke hotel lagi ama Oli. Hahaha” Seru si Ringgo sialan. Dari tadi dia terus ngegodain gw mulu.

“Hehehe...rese lu, sirik aja. Uda pergi sana, hush! Hush!” Usir gw sambil mengusirnya, dengan gerakan seperti sedang mengusir kucing.

Gw kemudian melihat berkeliling di antara banyak orang yang baru turun dari bis. Gw mencari keberadaan Rani. Gw bingung, tadi di bis si Rani gak ada. Pas gw tanya Hari, dia jawab gak tau. Padahal bukannya mereka berdua lagi mesra-mesraan dari kemarin. Tapi gs gak menanyakan lebih jauh, mengingat masalah gw ama Hari kemarin. Lagian mba Liana juga gak nyariin sih, anak buahnya gak ada satu orang.

Gak mungkin kan Rani ketinggalan di Anyer. Gw uda sempet BBM Rani, menanyakan dia dimana, kok gak ada di bis divisi Finance-Accounting. Tapi tampaknya ponselnya dimatikan olehnya. Hanya tanda centang aja yang tertera di layar display ponsel gw.

“Kamu nyariin siapa yang?” Tanya Oli setelah selesai mengambil tasnya dari bagasi bis.

“Oh...gak kok yang. Kamu beneran gak mau aku anterin?” Tanya gw ke Oli.

“Gak sayang. Kamu kan cape, kalo musti nganterin aku. Belum besok jemput lagi, karena mobil aku ato motor kamu pasti nginep lagi disini, kalo kamu anterin aku.” Jawab Oli.

“Aku juga gak mao ah pake acara jemput-jemputan. Kalo kamu jemput aku, kamu kan musti bangun pagian. Aku gak mau ah. Tar kamu yang ada kurang istirahat.” Jelas Oli lagi, membuat gw tersenyum, dan langsung memeluknya.

Gw sempat bertatapan mata dengan mba Liana, yang menatap gw dengan pandangan sayu sambil tersenyum lemah. Dan saat gw hendak mendekatinya, dia langsung menggelengkan kepalanya, dan langsung pergi meninggalkan gw.

Tar malem gw BBM dia deh, kalo lagi aman dari laki nya. Pikir gw.

Sampai saat nya gw harus mengantar Oli ke mobil nya yang diparkirnya di parkiran atas, gw tetap saja gak menemukan keberadaan Rani. Kemana sih si Rani itu?

“Kamu ati-ati yah sayang tar di jalan.” Ujar Oli dari dalam mobil.

“Kamu yang lebih ati-ati yang, di jalan. Tar di rumah kamu istirahat yah. Kemaren kan abis kejang-kejang geli gitu, pasti masih cape deh sekarang.” Jawab gw sambil tersenyum dan menggodanya.

“Ihh...apaan sih. Nyebelin. Aku malu tau” Jawabnya dengan bibir manyunnya.

“Hahaha...ya uda, ati-ati di jalan sayang. Mmuuaahhh” Ujar gw sambil mengecup bibirnya lembut. Oli langsung mengecup bibir gw juga, sebelum ia pergi meninggalkan gw.

Saat Oli sudah keluar dari gedung dan sudah berada di jalan raya, gw turun lagi sambil mencari keberadaan Rani. Entah kenapa, gw pengen banget ketemu dia. Dari tadi di bis, perasaan gw kaga enak banget soalnya. Terus kepikiran si Rani.

Kemarin kan dia ke sini aku jemput, sekarang dia pulang ama siapa ya? Mana uda malem gini lagi. Apa ama si Hari lagi?

Gw coba menghampiri Hari yang lagi siap-siap sambil memanaskan motornya. “Har, si Rani mana? kok gak pulang bareng lu?” Tanya gw.

“Hmm...gak tau gw, dia dimana. Kenapa sih lu dari tadi nanyain dia mulu? Uda ada Oli juga lu?” Jawab dia santai, namun wajahnya menunjukan rasa ketidak senangan ama gw. Apa dia cemburu gw nanya-nanya Rani, yang lagi “deket” ama dia, atao masih kebawa-bawa masalah Indah ya? Pikir gw.

“Ga sih. Sori deh kalo lu cemburu Har. Hehe. Cuma nanya aja, karena dia tadi gak ada di bis.” Jawab gw sambil berlalu ke arah motor gw.

“Ha? Cemburu kenapa gw?” Tanya Hari.

“Hehehe...yah lu...kan bukannya uda lagi hmm...deket-deketan ama dia. Gw liat lu ampe betah bener pelukan mesra di tepi pantai waktu di Anyer itu. Hehehe. Gw kira lu lagi jadian ama Rani ” Jawab gw sambil memaksakan diri untuk tersenyum.

Namun, Hari justru sama sekali tidak tertawa, dan malah turun dari motornya dan menghampiri gw.

“Lu...ngira gw lagi pacaran ama si Rani, cuma karena gw lagi pelukan doang ama si Rani, Ga?” Tanya dia, tapi...wajahnya kok pake wajah galak lagi sih.

“Eh..lu..kenapa jadi sewot gini lagi Har. Yah sori deh Har, kalo gw nyinggung lu.” Ujar gw berusaha menghindari masalah.

“Bukan itu. Jawab dulu tolong, pertanyaan gw tadi. Lu beneran ngira gw lagi pacaran ama Rani, gara-gara pelukan itu?” Tanya Hari lagi dengan wajah yang sangat serius.

“Ya...bukannya biasanya gitu kan? Kalo uda pelukan mesra gitu, bukannya uda saling hmm...berbagi hati ya?” Gw coba mengalihkan.

“Jadi karena lu ngira gw lagi pacaran ama Rani, lu mutusin buat jadian ama Oli, Ga?” Tanya Hari kali ini mengejutkan gw.

“Eh? Apa hubungannya ama si Oli nih Har?” Gw menjadi bingung sendiri.

“Tolong Ga. Kalo lu masih anggep gw sahabat lu, lu jawab pertanyaan gw. Lu mutusin buat jadian ama Oli, setelah lu nyangka gw ama Rani jadian? Bener kaya gitu?” Tanya Hari benar-benar serius.

Gw hanya menatap wajah Hari, menilai seberapa serius dan maksud pertanyaanny itu.

“Ga juga Har. Gw ambil keputusan buat jadian ama Oli, karena emang gw sayang ama dia, Har. Gw akuin itu keputusan yang sulit buat gw saat ini. Karena yang ada di hati gw saat ini bukan hanya Oli, saat Oli meminta gw untuk jadian. Tapi ya, dengan mengetahui bahwa lu lagi hmm “deket” ama Rani, yang tadinya gw sempet berharap ke dia. Gw jadi sedikit lebih mudah untuk mengambil keputusan buat jadian ama Oli.” Jelas gw.

Hari gw lihat terdiam sambil mengepalkan tangannya.

“Lu...kenapa Har? Lu...marah ama gw?” Tanya gw melihat Hari seperti orang marah.

Hari mengambil nafas panjang sebelum membuka matanya dan menatap gw. “Gw kasih tau lu hal yang sangat penting Ga. Lu inget baik-baik omongan gw ini. Gw gak bakalan mungkin jadian ama Rani, karena Rani itu uda gw anggep kaya adik sendiri. Karena dia bener-bener mirip ama adik gw di Jogja sana. Jadian ama Rani, sama aja gw nidurin adek gw sendiri.” Ujar Hari mengejutkan gw.

“Dan lu INGET satu hal Ga. Rani itu, cinta mati ama lo. Gw gak tau lu tuh goblok ato tolol, kalo ampe gak bisa ngeliat itu. Dia itu cuma cinta ama lu doang. Dan lu tau? Dengan melihat lu lagi mesra-mesraan kaya tadi di bis, lu tuh sama aja uda nusuk dia pake pisau berkarat Ga. Lu udah nyakitin perasaan dia. Padahal menurut dia, lu sempat ngasih harapan ke dia, sebelum ke Anyer, dimana lu ama dia sempet ampir...ngelakuin itu.” Gw...benar-benar speechless mendengar penjelasan Hari.

“Lu tau? Rani ampir aja nyemplungin diri ke laut tadi siang pas tau lu jadian ama Oli, kalo aja gak di tolongin ama Cherllyne. Lu tuh sebenernya mau nya ama siapa sih? Ama Oli? Ato ama Rani? Jangan lu tebar pesona ke sana sini dong. Rani dan Oli itu cewe baik-baik Ga. Lu inget itu. Lu sadar gak sih seberapa sakitnya yang dirasain Rani tadi?” Tanya Hari. Penjelasasan Hari, benar-benar membuat gw mati kutu dan tidak bisa membantah sama sekali.

“Kebiasaan lu, maen cewe sana sini. Make cewe sana sini. Lu bangga dengan status playboy lu? Lu bangga dengan ketampanan lu, bisa ngegaet cewe manapun? Sekarang gw tanya ini ke lu. Lu tuh punya hati nurani gak sih? Ato hati nurani lu uda pindah ke kontol lu sekarang?” Hari mulai ketus kepada gw.

“Lu inget kejadian Indah? Lu inget lu uda khianatin gw, sahabat lu sendiri. Sekarang lu uda hancurin perasaannya Rani. Bravo Ga! Well done! Lu emang sahabat yang terbaik. Thanks Ga, uda jadi sahabat terbaik buat kita-kita.” Ujar Hari sinis. Emang gw sahabat terbaik, buat membuat sakit hati para sahabat gw. Belum lagi kalo si Edi tau, gw pernah ML ama cewenya, si Dyana.

“Urusan Indah...udah gw anggep selesai. Karena gw liat, lu juga uda nyeselin masalah itu bisa kejadian. Dan itu juga bukan mau nya lu. Gw masih maklumin. Tapi untuk Rani dan Oli, gw minta lu hati-hati banget ama perasaan mereka Ga. Mereka terlalu bagus buat lu sebenernya. Kalo lu masih mao anggep gw sahabat lu, lu musti cari cara buat jaga perasaan Rani, adek gw, ama Oli, sahabat gw. Kalo emang lu cowo sejati, lu pasti bisa nyari solusi yang terbaik Ga.” Ujarnya kali ini melembut, sambil menepuk pundak gw.

“Lu pikirin omongan gw, sebagai sahabat. Lu...ati-ati tar pulang bro. Gw cabut dulu.” Ujar Hari kemudian. Gw hanya mengangguk pelan.

Gw...benar-benar gak nyangka, Rani akan menjadi seperti itu, saat melihat gw dan Oli jadian. Ya Allahhh, kenapa jadi ribet gini sih? Padahal kalo jadian ama Oli sebulan yang lalu, pasti gak akan kaya gini masalahnya.

Omongan gw ke Oli dulu, tentang nemplok sana sini tebar pesona, benar-benar berbalik ke diri gw sendiri. Haahhh...Rangga. Lu bangga uda jadi playboy Ga? Lu bangga bisa gaet banyak cewe? Jawabannya sebenarnya simple, gak sama sekali, dan gak perduli sama sekali. Tapi, gw hanya terlibat terlalu jauh dengan perasaan gw aja.

Setelah beberapa lama gw melamun di parkiran motor. Akhirnya gw memutuskan untuk kembali ke rumah saja, dan memikirkannya di kamar gw. Pantesan gw gak liat Rani di bis tadi. Tapi dia dimana dunk? Apa ama Cherllyne, yang uda nolongin dia? Maafin aku yah Ran. Aku akan mencoba memperbaiki ini, gimana pun caranya Ran. Maafin aku.

“Assalamualaikum” Sapa gw saat baru masuk rumah, hampir satu jam kemudian.

“Wa alikum salam. Uda pulang kamu Ga. Uda makan blum?” Jawab mama.

“Uda ma tadi sebelum berangkat. Aku mo istirahat dulu ya ma” Jawabku.

“Ka Rangga, sini, gw mao ngomong ama lu.” Si Karin entah dari mana, tiba-tiba langsung menarik tangan gw dan masuk ke kamar gw.

“Woy...kenapa lu? Maen tarik tangan gw aja” Ujar gw sambil meletakan ransel gw di lantai.

“Kak...sini gw mao ngomong penting ama lu.” Ujarnya sambil menyuruh gw untuk duduk di tempat tidur.

“Paan sih? Lu...mao ngasih tau abis kejedot tembok?” Tanya gw asal.

“Bawel lu ah. Diem sini. Kak, gw ketemu ama cowo nya kak Oli, kemaren itu.” Ujar Karin, namun gw menanggapinya biasa aja, karena gw emang uda tau si Gery maen cewe laen, dan sekarang pun Oli uda resmi jadi cewe gw juga.

“Lu ngeliat si Gery ama cewe laen? Iya gw dah tau. Si Oli bahkan uda nge-gap langsung. Mereka uda bubaran kok.” Jawab gw santai.

“Ha? Jadi kak Oli uda tau juga? Uda bubar juga? Hahaha...barti lu bisa dong kak, maju deketin kak Oli?” Tanya Karin dengan mata berbinar-binar.

“Bawel luh. Dia uda jadian lagi di Anyer, gimana gw mao deketin.” Ujar gw niat mao nge-godain adek gw yang bawel.

“HAH??? Cepet amat sih? Jadian ama siapa sekarang kak Oli? Ahh lu mah lelet sih kak. Payah luh jadi cowo, gak gesit.” Ujar si Karin dengan wajah kecewa. Hehehehe.

“Ama temen kantor juga. Nih ampe gw poto tuh” Ujar gw sambil menyerahkan ponsel gw, yang menunjukan Oli sedang mencium pipi seorang pria dengan mesra.

“Mana...mana??...i-i-i....KAK RANGGAAAAA...hihhhh! punya abang nyebelin banget sih. Ini kan elo sendiri, rese ah! Bikin gw panik aja.” Karin langsung cembetut gw kerjain, sementara gw tertawa terbahak-bahak.

“Eh...jadi...lu uda jadian beneran ama kak Oli, kak?” Tanya Karin yang wajah nya langsung berbinar-binar. Sumpe nih anak, kadang-kadang nyeremin kalo jadi cewenya. Ekspresinya bisa berubah dengan amat cepat. Dah kaya psikopat aja. Hahaha.

“Hehehe...iye nenek bawel, gw uda jadian ama Oli. Puas?” Jawab gw sambil rebahan di tempat tidur.

“Hahayyy...asik..asiikk...asiiikkk...kak Oli bisa sering-sering nginep lagi deh di sini. Sekarang tidur nya ama lu barengan kali ya?” Hahaha...nih anak emang polos, ato blo’on gw gak ngerti deh.

“Mao di bacok si babeh lu, tidur bareng gw belum kawin.” Ujar gw sambil mengeplak kepalanya.

“Hehehe...eh...gimana ceritanya lu bisa nembak kak Oli?” Tanya Karin bersemangat sekali sambil duduk di samping gw.

“Hmm...dia yang nembak gw, Rin. Hehehe.” Jawab gw datar, karena jadi kepikiran lagi ama Rani.

“Hah? Kak Oli yang nembak lu? Hahahaha...uda gak tahan juga kak Oli. Tapi lu gimana sih kak? Masa cewe sih yang nembak cowo.” Lagi-lagi ekspresi wajahnya bisa berubah dengan cepat, dari wajah ceria, langsung cemberut gak jelas.

“Lu...jangan bilang-bilang Oli dulu ya gw mao ngomong ini. Gw pengen sharing aja nih, Rin. Bisa jaga mulut gak lu?” Ujar gw kemudian dengan wajah serius. Rasanya gak kuat menahan pikiran ini seorang diri. Gw butuh pemikiran fresh lainnya.

“He? Hmm...iya, gw janji gak bilang ke siapa-siapa lagi. Termasuk kak Oli, kecuali uda dapet ijin dari lu.” Jawab Oli sambil mengankat dua jari hingga membentuk huruf “V”.

“Jujur...gw gak nyangka malah jadian ama Oli, Rin. Tadinya malah awalnya pas pergi, gw kira uda jadian ama temen kantor gw, namanya Rani. Dia, sahabat Oli juga. Yah kan waktu itu gw belom tau Oli uda putus, trus gw deket banget ama si Rani, ampe uda cipokan.” Gw mulai menjelaskan ke Rani.

“Tapi pas di Anyer, hmm...yah gw gak bisa nemenin dia, karena yah..ada kegiatan lain deh di sana. Pas malemnya, gw liat si Rani ini lagi pelukan mesra banget ama temen gw, si Hari. Sahabatan juga ama gw ama Oli. Ya udah dong, kalo lu ngeliat gitu gimana Rin? Pasti mundur dong?” Karin hanya menganggukan kepalanya.

“Ya uda gw mundur, ngeliat dua sahabat gw lagi deket gitu. Gw jadi hopeless deh ama dia. Besok malemnya, Oli ngajakin dinner romantis, pake candle light dinner, banyak tebaran bunga mawar, ama dansa romantis gitu....”

“Ihhh...ya ampuunnn...kak Oli romantis banget sihhh...mau dung, si Gara gitu juga” Potong Karin mengejutkan gw. Gara? Siapa Gara?

“Siapa Gara? Cowo lu?” Tanya gw mengejutkan dia, hingga dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

“Hehehehe...baru jalan sekali doang. Itu yang gw ketemu ama mantannya kak Oli, tuh pas lagi jalan ama dia.” Jawab Karin.

“Uda tar gw ceritain. Lu lanjutin dulu cerita lu, yang lagi dansa romantis.” Cetus Karin meminta gw melanjutkan cerita gw.

“Yah di situ Oli nembak gw Rin. Kalo dulu, mungkin gw langsung terima banget Rin. Tapi...sekarang gw...rada bingung. Bukan artinya gw gak mau lho. Gw mau banget masih. Gw sayang banget ama Oli. Tapi...selama Oli jadian ama Gery, yang bikin gw kecewa, gw sempet..hmm...terlibat urusan perasaan juga ama beberapa cewe, Rin. Salah satunya yang lu liat gw dulu, yang anterin gw pulang naek mobil itu. Itu namanya Liana. Ada lagi namanya Cherllyne. Dan termasuk juga si Rani itu” Jelas gw, membuat Oli kembali menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

“Gw...kepikiran gimana gw bisa ninggalin mereka gitu aja, buat jadian ama Oli. Tapi, gw tetap harus memilih juga. Apalagi dua wanita yang terlibat perasaan ama gw, Liana ama Cherllyne justru yang ikut ngebantu mengatur acara dinner gw ama Oli. Bingung kan lu? Gw aja bingung.” Ujar gw.

“Mengenai si Rani, karena gw pikir dia uda jadian ama si Hari, jadi ya uda, gw terima lamaran si Oli. Resmi jadian. Tapi, gw juga baru tau barusan nih sebelum pulang, pas lagi di motor. Gw ketemu si Hari. Di situ si Hari ngomong, kalo si Rani tuh ampir bunuh diri gara-gara ngeliat gw jadian ama Oli, Rin. Kalo aja gak keburu di tolong ama Cherllyne.” Karin sampai memekik kaget dengan mata terbelalak.

“Serius lu kak? Kak Rani ampe segitu nya?” Pekik Karin.

“Iya Rin, gw aja kaget setengah mati. Gw argumen ke si Hari dong, kan gw ngeliat lu lagi pelukan mesra ama si Rani. Jadi gw pikir lu berdua jadian. Tapi si Hari bilang, cuma anggep Rani sebagai adik, gak lebih. Karena hampir sama persis ama adiknya di Jogja sana. Si Hari juga bilang, kalo Rani itu cinta mati ama gw, Rin.” Ujar gw lagi.

“Gw bingung Rin. Kalo lu jadi gw, gimana cara lu nyelesain masalah ini, biar semua bisa senang. Gimana win-win solution-nya?” Tanya gw ke Karin. Sementara Karin hanya menghela nafas aja.

“Haahhh. Kak. Gak nyangka lu ampe terlibat sejauh itu. Lu juga sih pake tebar pesona kemana-mana” Ujar Karin sewot.

“Yah namanya juga jomblo. Wajar dong, gw nyari cewe yang perhatian ama gw. Tapi gak nyangka aja, bisa barengan gini semua nya ngasih perhatian ke gw. Gw bingung ama si Rani ini, Rin.” Ujar gw dengan pandangan menerawang ke langit-langit.

“Aduuhh..mana Rani itu sahabat kak Oli juga lagi yah. Kalo ampe kak Oli tau, kak Rani hampir bunuh diri gitu, gara-gara ngeliat lu berdua jadian, juga pasti kak Oli ngerasa nyesel banget tuh. Apalagi sifat kak Oli kan gak tegaan mulu orangnya.” Jawab Karin.

“Tapi gimana perasaannya kak Oli tuh kak? Pas tau mantannya itu ternyata jalan bareng mama tirinya kak Oli?” Gw benar-benar terkejut mendengar ucapan Karin, sampai gw terduduk.

“Apa lu bilang Rin? Si Gery...jalan bareng ama mama tirinya Oli?” Tanya gw berusaha memastikan.

“Loh...kata lu kak Oli uda nge-gap langsung. Emang gak tau?” Tanya Karin sama bingungnya.

“Bukan ama mama tirinya, Rin. Tapi pas lagi ama cewe laen aja. Lu ketemu Gery dimana emang, dia lagi jalan ama mama tirinya Oli?” Tanya gw lagi.

TRING! TRING! TRING! TRING! TRING! Tiba-tiba panggilan telepon masuk menyela pertanyaan gw ke Karin. Gw lihat nama Olivia serta foto dia di display ponsel gw.

“Ya Ol?” Jawab gw, menjawab panggilan teleponnya.

“Sayang...papa yang...papa masuk rumah sakit kemarin. Aku baru di kasih tau ama bi Asih nih. Papa bilang jangan bilang aku dulu sebelum aku pulang ke rumah. Aduuhhh..ngapain sih pake diem-dieman gitu..” Ujar Oli kembali membuat gw terkejut setengah mati. Mendengar nama Shinta, jadi kembali kepikiran kata-kata Karin tadi. Tante Shinta, jalan ama Gery? Selingkuh gitu? Ataukah ada hal lain?

“Astaghfirullah! Ya uda aku ke rumah kamu deh ya yang.” Ujar ku.

“Iya sayang...huuuuu” Oli mulai menangis di telepon.

“Tunggu aku yang.” Ujarku kemudian mematikan telepon ku.

“Kenapa kak Oli, kak?” Tanya Karin, melihat gw langsung berdiri dan membereskan tas gw. Gw bawa baju bersih dan peralatan mandi seadanya. Karena ada kemungkinan gw nginep nemenin Oli.

“Papa Yoga masuk rumah sakit Rin.” Jawabku.

“Hah? Gw ikut kak.” Ujar Karin hendak berlari ke kamarnya.

“Jangan, lu tar ama bokap nyokap aja Rin. Biar gw dulu yang ke sana.” Ujar gw, sementara Karin hanya mengangguk saja.

“Rin...tar gw perlu detil lebih lengkap tentang si Gery yang lu liat itu ya. “ Ujar gw ke Karin, sebelum pergi keluar kamar.

Gw mengabari ke bokap ama nyokap gw, mengenai papa Yoga yang masuk rumah sakit. Mereka pun terkejut. Dan berkata akan segera menjenguknya segera. Dan gw pun langsung cabut lagi menuju rumah Oli.

Untungnya hari Minggu, jadi jalanan agak senggang. Gw bisa memacu motor gw hampir maksimal. Dan tiba di rumah Oli hanya dalam waktu setengah jam saja.

Oli sudah siap menunggu. Dan kami berdua pun langsung meluncur ke rumah sakit. Aku yang menyetir mobilnya Oli. Sementara Oli rebahan di paha gw, sambil menangis. Gw berusaha menenangkannya sambil mengusap-usap kepalanya.

Setengah jam kemudian, baru kami tiba di rumah sakit tempat papa Yoga di rawat. Kami segera menuju tempat kamar perawatannya.

Pada saat masuk ke dalam kamar perawatan VIP, gw melihat papa Yoga terbaring begitu lemah. Di sana juga ada tante Shinta. Dia terlihat terkejut melihat kedatangan gw ke sini. Gw kembali keingetan ama kata-kata Karin tadi, kalo dia ngeliat tante Shinta jalan ama Gery. Sayangnya gw belum sempat menanyakan lebih detil mengenai kejadian itu, karena Oli sudah keburu mengabari berita ini.

“Papa...” Ujar Oli langsung menghampiri papa Yoga yang sedang memejamkan matanya, saat kami datang. Gw pun berdiri di samping Oli, sambil menggenggam tangannya. Gw liat tante Shinta datang menghampiri kami. Oli dan gw pun mencium tangan tante Shinta. Walau gw liat, Oli tampaknya cukup enggan melakukannya.

Papa Yoga membuka matanya perlahan dan melihat ke arah kami berdua. Lalu tersenyum lemah ke arah kami berdua.

“Oli...anak papa, sayang. Kamu uda selesai liburan ke Anyernya?” Tanya papa Yoga.

“Uda pa. Oli baru aja pulang, waktu dikasih tau bi Asih. Papa kenapa sih gak kasih tau aja Oli, kemarin? Kenapa musti nunggu Oli pulang sih?” Ujar Oli dengan bibir manyun imutnya itu.

“Mungkin papa kamu gak mau kamu kuatir pas lagi liburan di sana, Ol” Jawab tante Shinta mencoba membaur. Namun Oli tampaknya benar-benar tidak suka. Terlihat jelas Oli sedang berusaha menahan diri, sambil memejamkan mata.

Kemudian, papa Yoga meminta Shinta untuk menjauh sejenak dengan anggukan kepalanya. Pasti papa Yoga gak mau merusak mood anak semata wayangnya ini.

“Yah kamu kan lagi liburan, papa gak mau ganggu liburan kamu, sayang.” Jawab papa Yoga sambil tersenyum lemah kemudian, setelah Shinta sudah duduk kembali.

“Tapi kan pa...” Oli masih berusaha menyanggah, namun, tangan papa Yoga langsung memegang tangannya Oli.

“Gapapa sayang. Papa cuma kecapean aja kok. Gak kenapa-kenapa.” Jawab papa Yoga lembut.

“Rangga, apa kabar kamu? Papa uda lama gak pernah ngeliat kamu lagi. Gimana kabar kamu? Gimana kabar papa mama kamu? Oya si kecil Karin mana? Papa gak bisa lupa ama si bawel satu itu. Hehehe.” Ujar papa Yoga kemudian saat ia melihat gw.

“Alhamdulillah baik semuanya kok pa. Karin tadi pengen ikut aku, mao langsung kesini, cuma aku bilang mending barengan ama papa mama aja kesininya. Biar aku bisa cepet-cepet nemenin Oli ke sini pa.” Jawabku.

“Papa gimana keadaannya sekarang?” Tanya gw. Ini adalah pria yang gw hormatin banget, yang gw anggep papa ke-2 gw. Baik banget orangnya.

“Uda mendingan kok Ga. Papa kayanya cuma kecapean aja kok.” Jawab papa. Kemudian papa sedikit melihat ke tangan gw ama Oli yang saling bergandengan. Lalu kembali menatap kearah gw, membuat gw sedikit salah tingkah jadinya. Namun di luar dugaan, papa justru tersenyum cerah.

“Sini Ga, papa uda lama gak ngobrol ama kamu. Kamu geseran dulu Ol” Ujar papa, yang langsung disambut bibir manyunnya Oli.

“Dihhh...papa, masa anak sendiri malah di suruh minggir sih.” Walau manyun, Oli tetap saja menggeser duduknya.

“Ayo, papa pengen denger cerita kamu Ga. Gimana kamu selama ini? Uda dapet berapa cewe sekarang?” Tanya papa, yang kembali membuat Oli sewot. “Hush...apaan sih berapa cewe”

Aku hendak tertawa melihat bapak-anak bertengkar kecil, namun tiba-tiba gw dikejutkan oleh ketukan-ketukan kecil di lengan gw. Gw...kenal ketukan ini. Dulu waktu kecil, waktu masih ikut Pramuka, gw sering main ini ama papa Yoga dan Oli juga. Ini ketukan sandi morse. Gw masih inget dengan jelas ketukan-ketukannya.

“Km...pcrn...dg...oli...Kamu pcrn??? Apa pacaran dengan Oli, maksudnya?” Gw terkejut dengan pertanyaan papa, namun sambil senyum-senyum kecil, gw balas ketukan di tangannya, tanpa terlihat Oli. “iy...maaf” Balas gw.

“Yah kehidupan Rangga yah gini-gini aja sih pa. Masih gak jelas juntrungannya. Hehehe. Kalo cewe, alhamdulillah bejibun yang antri pa. Hehehe...aww...aaawwww..sakit tau.” Saat gw sedang menjawab pertanyaan verbal papa Yoga, Oli tiba-tiba mencubit pinggang gw, saat gw menjawab banyak cewe yang antri.

Papa kemudian senyum-senyum, sambil kembali memberikan ketukan kecil. “Pp...sng...km...dg...oli...skrg. Papa senang, kamu dengan Oli sekarang.” Makasih pa, jawaban gw dalam hati sambil tersenyum ke arah papa.

“Hehehe...anak papa emang musti punya banyak cewe, biar jantan” Jawaban papa kembali membuat Oli sewot. “Idihh...aturan dari mana tuh. Itu mah aturan cowo mesum ajah kalih. Huh.” Bibir Oli sampai termanyun-manyun, sedangkan papa hanya terkekeh melihat Oli.

“Papa ko gak nanya Oli gimana keadaannya sih?” Tanya Oli protes.

“Hmm...kamu sehat-sehat aja kan?” Papa malah bersikap belaga bodoh. Hahaha.

“Ya ampunn...papa emang ya. Seneng banget godain Oli mulu. Huh.” Cemberutnya Oli. Benar-benar imut. Hehehe.

Tiba-tiba gw merasakan lagi ketukan di tangan gw. “Pp...mo...ngmng...jgn...ktwan...shnta. Papa mao ngomong, jangan ketauan Shinta.” Gw langsung terkejut. Ada apa ini sebenarnya.

“Hehehe...haahhh...Oli sayang, papa mao tidur sebentar yah. Kepala papa agak pening. Kamu ama Rangga tungguin papa dulu sebentar yah di sini, di samping ranjang. Jadi papa gampang nyari kalian kalo papa bangun.” Ujar papa kepada Oli.

“Iya pa, aku ama Rangga tungguin kok disini.” Jawab Oli. Gw penasaran apa yang ingin papa katakan sebenarnya. Gw lalu kembali meletakan tangan gw di tempat tidur papa, sambil berlagak memainkan ponselku.

Dan, tangan papa mulai mengetuk lagi tanganku, saat matanya mulai terpejam. Oli sempat melihat gerakan tangan papa, namun gw langsung mengedipkan matanya, sambil memonyongkan mulut gw sedikit ke arah tante Shinta, yang sedang membaca majalah. Lalu gw menggeleng-gelengkan kepala gw sedikit tidak kentara. Dan Oli yang mengerti langsung berlagak memainkan ponselnya juga.

“Ht2...dgn...shnta...jahat...licik” Gw sedikit berpikir mengartikan ketukan papa. Hati-hati dengan Shinta, Shinta jahat dan licik. What? Apa yang terjadi ini. Pikiran gw langsung benar-benar fokus mendengarkan ketukan papa.

“Ambl...psan...pp...titip...km” Artinya, Ambil pesan? Pesan dari papa, yang dititipkan ke gw?

“Ingat...jgn...lupa”. Insya Allah akan aku ingat pa. Tekad gw.

“Alm...Ndah...N...8...no...18” Alm Ndah?? N 8?? Apa maksudnya perumahan Alam Indah di blok N 8 No. 18?? Rumah siapa itu??

“Knci...srng...pnah...arjun” Knci? Kunci? Srng?? Pnah?? Arjun?? Gw...rada gak paham nih. Gw kembali berpikir ulang pesan papa. Perumahan Alam Indah, blok N8 no. 18...ohhh...paham gw. Kunci rumah maksudnya. Lalu Srng pnah Arjun. Arjun pandawa lima? Arjuna? Sarung panah Arjuna? Apa hubungannya kunci dengan sarung panah Arjuna.?

“Di...dlm...rmh...di...blkg...poto...mama” Di belakang foto mama, di dalam rumah. Pesannya ada di belakang foto mama. Got it.

“Tlg...pp...tlg...Oli” Tolong papa, tolong Oli. Iya lah pa, pasti aku tolong.

“Km...plg...ati...2...bdgart...shnta...cindy...mnt n...merc” Kamu pulang ati-ati, bdgart itu...hmm...bodyguard kah? Bodyguard tante Shinta, namanya Cindy...hmm...lalu, mntn itu menonton, ataukah mantan? Merc? Apa ini merc? Merc...kayanya pernah denger merc ini. Apa yah...mercon? merchendise? Mantan merc...DEGGG! tiba-tiba jantung gw berdebar keras menyadari arti sesungguhnya kata itu. Merc...Mercenary...tentara bayaran.

Bodyguard nya mantan tentara bayaran? Buat melindungi atau buat mengancam orang? Ato bahkan lebih dari sekedar mengancam?

Keringat dingin ku benar-benar membasahi kepala gw. Ini artinya, yang gw hadapin ini bukan main-main. Gila. Salah sedikit, nyawa melayang urusannya ini. Pikir gw.

“Km...bs...ga...tlg...pp” Gw kemudian melihat wajah papa yang pucat. Papa Yoga dalam bahaya. Artinya Oli juga dalam bahaya. Gw musti berpikir serius, buat nolong papa Yoga. Yang terpenting sekarang, mendapatkan pesan papa Yoga dulu, di perumahan Alam Indah blok N 8 no. 18.

“Bs...pa...tng...aj...pp...istrhat...aj” Jawab gw dengan mengetukan jemari gw.

Papa Yoga terlihat tersenyum pelan sambil memejamkan matanya. Mungkin merasa lega, gw berjanji untuk membantu nya.

Gak perlu diminta, juga gw bakalan ngelindungin papa Yoga ama Oli. Dan musuh gw sekarang adalah tante Shinta. Yang gw masih belum tau apa motifnya. Pertama, gw musti dapetin pesan papa Yoga dulu.



CHARACTERS


Karina Nayla Putri



Gara



Ike



Tanty



Gery Anggoro




34 | A Fight Club




“Ehem..ehem...ciee yang lagi kasmaran, ampir tiar ari dijemput yayang nih. Gara-gara kecantol “anu”nya Gara sih dulu yah. Hahahaha.” Seperti biasa, si Tanty selalu saja usil mulutnya, menggoda ku terus.

“Hmm...iya dong, jadi kan kalo kangen ada yang bisa di peluk, dari pada lu Tan, dari dulu kalo kangen cuma melukin guling di kasih wig, biar berasa lagi melukin cowo, kan?” Jawabku membalasnya.

“Ehhh...enak aja luh, sembarangan guling di pakein wig, guling di iketin gagang sapu, biar ada yang nusuk-nusuk dikit di selangkangan gw. Hwakakakak” Aku pun langsung ikut tertawa keras mendengar gurauan di Tanty sableng. Ada yah cewe sableng kaya dia gini. Jangan-jangan tar kawinnya ama cowo sableng juga lagi. Hahahaha.

“Hwahahaha....gila luh Tan...yang bagusan dikit kek, pakein dildo kek, masa gagang sapu. Hahahaha.” Seru ku sambil terbahak-bahak.

“Dildo mahal cin, kan murahan gagang sapu, gampang lagi. Apalagi kalo kena ijuk nya. Berasa geli-geli gimanaa gituh. Hwahahaha” Ya ampunnn...temen gw emang sarap banget satu ini. Aku benar-benar tertawa terpingkal-pingkal jadinya.

“Adduuhhh...cape gw, ketawa mulu. Hehehe” Ujarku sambil membungkuk dan memegangi perut yang seperti keram, karena kebanyakan ketawa.

“Eh si Ike nunggu dimana sih? Katanya di sekitaran sini Tan?” Tanya ku kepada Tanty yang juga ngos-ngosa kebanyakan ketawa.

“Ga tau juga ya. Tadi dia bilang nya di deket hall lapangan basket kan?” Jawab si Tanty.

“Ya uda lu tungguin dulu bentar, gw mao kencing nih. kebelet pipis gara-gara ketawa mulu. Hihihi.” Ujar ku kepada Tanty.

“Kebelet pipis ato kebelet pengen nyobain dicolok gagang sapu. Hahahaa” Hwaahaaha...parah nih anak. Ampun deh. Bisa beneran keram perut nih aku. Mana toiletnya lumayan jauh lagi. Ada di belakang hall, karena bergabung dengan ruang ganti pakaian.

Saat aku hendak masuk ke dalam ruang ganti wanita, aku mendengar pekikan kecil, dari ruang ganti pria. Membuatku langsung merinding bulu kuduk ku. Karena tempat ini begitu sepi, kalo tidak ada kegiatan olah raga.

“....mmmmfff..................sssshhhhh........... .......aaahhhhhh.....” Eh, malah seperti ada suara wanita yang lagi...mendesis dan mengerang pelan. Aduhhh...jangan-jangan ada si tante kunti lagi. Ihhh...takut ahhhh.

Aku yang ketakutan hendak segera meninggalkan kamar ganti, gak jadi buang air kecil disini, tapi langkahku langsung terhenti saat mendengar suara cowo. “Aahhhh...Ke...enak Ke goyangan lu. Cepetin lagi.”

Aku malah jadi curiga dan penasaran, setelah mendengar suara tadi. Aku lalu pelan-pelan berjalan mendekati ruang ganti pria. Aku melihat pintunya tidak tertutup rapat. Aku lalu mencoba membuka pelan pintunya dan mengintip apa yang ada di dalam.

Aku langsung terkejut sambil menutup mulutku, saat aku melihat ada dua orang di ujung ruangan, pria dan wanita, apabila melihat postur tubuhnya. Yang pria sedang berdiri, dengan celana panjangnya yang melorot hingga mata kaki, dan pinggulnya terus bergerak maju mundur, menekan pantat sang wanita, yang sedang menungging sambil berpegangan kepada sebuah meja. Celana panjang wanita itu pun sudah melorot hingga mata kaki juga. Bajunya terangkat sebatas atas dada, sehingga payudaranya yang menggantung, bergerak liar, seiring sodokan yang dilakukan sang pria. Hanya jilbabnya saja yang masih utuh tidak tersentuh kelihatannya.

Tangan sang pria pun terkadang meremasi payudara menggantung sang wanita itu. Mereka sama-sama mendedis-desis ataupun merintih-rintih penuh kenikmatan.

Tapi yang paling membuatku terkejut, adalah sang wanita itu. Sang wanita itu adalah sahabatku, si Ike, yang janjian ketemuan di dekat hall. Sedangkan yang pria itu, aku lupa namanya. Tapi kami pernah beberapa kali sekelas.

Aku benar-benar gak habis pikir, bagaimana bisa si Ike sedang berhubungan intim dengan dia? Sejak kapan Ike pacaran dengannya? Kok aku bisa sampai gak tau sama sekali. Sudah berapa lama mereka berhubungan seperti ini? Banyak pertanyaan yang timbul di pikiran ku.

Si cowo itu kemudian menghentikan gerakannya, dan menarik keluar batang kemaluannya dari dalam vagina si Ike. Dia kemudian menarik tubuh si Ike ke bawah hingga berlutut dan berbalik ke arahnya. Cowo itu kemudian menyodorkan batang kemaluannya yang basah oleh cairan vaginannya si Ike, ke mulutnya Ike. Ike langsung melumat dan mengulum batang kemaluan cowo itu, sambil tangannya membantu mengocok batang cowo itu..

Astagaaa...aku benar-benar gak menyangka, si Ike yang sehari-harinya aku kira alim, dengan pakaian tertutup hingga kepala, ternyata memiliki sisi liar yang gak pernah aku ketahui sebelumnya. Ike terlihat sangat mahir memainkan batang kemaluan pria itu.

“Ausshhhh....aaahhh...enak banget Ke...aaahhhhh...yang daleman lagi Ke” Ujar cowo itu sambil memgangi belakang kepala Ike, membantu memaju mundurkan kepala si Ike. Sedangkan si Ike hanya bergumam saja, karena berusaha menelan batang kemaluan cowo itu, hingga hampir tertelan semua di dalam mulut si Ike.

Si Ike pun sempat terbatuk-batuk beberapa kali, karena batang kemaluan cowo itu masuk terlalu dalam ke dalam mulut si Ike. Aku yang sedang mengintip kegiatan mereka pun, membuat saya menjadi panas dingin.

Pangkal kemaluanku terasa berdenyut-denyut melihat percintaan mereka. Badanku mulai terasa hangat, dan jantung ku mulai berdebar-debar. Aku pun malah menjadi bergairah, melihat si Ike lagi bercinta gitu. Tapi, bukannya si Ike itu uda punya cowo yah, di daerah kampung halamannya? Apa si Ike selingkuh?

Cowo itu kemudian menarik lagi tubuh si Ike ke atas, setelah puas di kulum habis-habisan oleh si Ike. Cowo itu menaikan tubuh si Ike ke atas meja, lalu langsung mengenyotin kedua payudara si Ike, sambil diremas-remas begitu kuat, aku lihat.

“Ooohhhhh...aaahhhhhh.....ooooohhhhh....enak Yo...aahhhh...isep yang kenceng Yo...aahhhh” Rintih si Ike. Oh ya, aku baru inget nama cowo itu. Yonathan. Kita biasa manggilnya Yo aja. Kok bisa pacaran ama si Yo sih, si Ike ini? Sejak kapan?

Si Yo lalu mendorong tubuh Ike sehingga Ike rebahan di atas meja, dengan kedua kaki menjuntai. Si Yo lalu mengangkat kedua kaki Ike setelah melepaskan celana panjangnya, yang tersangkut di mata kaki Ike. Kedua kakinya itu kemudian di dorong sambil di lebarkan, hingga memamerkan lubang vagina Ike, yang menganga dan basah kuyup, hingga membasahi hampir seluruh rambut kemaluannya yang lebat.

“AAAAAHHHHH....sakit Yooo...pelaaannn....aahhhh...aahhhhh” Ike langsung berteriak kesakitan, saat Yo dengan kasar menusukan batang kemaluannya ke dalam vagina si Ike. Dan langsung mengocoknya dengan kuat, membuat Ike langsung merintih-rintih keenakan.

Crokk! Crokk! Crokk! Crokk! Bunyi benturan kemaluan Yo dan Ike terdengar begitu nyaring, bagaikan menggema di ruangan luas yang sepi ini. Ditambah dengan rintihan-rintihan halus Ike, membuat gairah ku benar-benar meluap-luap.

Aku ingin sekali meninggalkan tempat ini, sebelum aku menjadi tidak terkendali saking bergairahnya, namun kaki ku, seolah tidak mau beranjak dari tempat ini, dan mata ku seolah tidak mau berpaling dari pemandangan erotis di hadapan ku ini.

Si Yo sampai mendengus kencang, setiap kali ia menyodokan pantatnya dengan kuat, dengan cepat. Mereka bercinta penuh gairah. Dengan sodokan kuat yang dilakukan Yo, payudara si Ike pun sampai terlempar-lempar ke sana kemari dengan liar.

“Hooohhh...Keeee...anjinggg...enak banget KEEE...GW KELUAAARRR....AAAHHHHH” Si Yo langsung berteriak, saat dia menekan pinggulnya dengan kuat ke depan, berusaha memasukan batang kemaluannya sedalam-dalamnya ke dalam liang rahim si Ike. Tampaknya si Yo mendapatkan orgasmenya.

Aku pun melihat tubuh Ike melengkung ke belakang, sehingga seperti orang sedang melakukan gerakan kayang dalam olah raga senam, dan pantat yang berkejat-kejat. Ike pun tampaknya sedang menikmati orgasmenya.

Mereka berdua terus terdiam dalam posisi ini, berusaha meresapi getaran-getaran nikmat orgasme mereka berdua, hingga kemudian Ike menyadari sesuatu. “Ehh...kamu keluarin di dalem Yo?” si Ike langsung panik, dan langsung duduk. Aku langsung melihat tetesan cairan kental berjatuhan dari dalam vagina nya si Ike.

“Aduuhhh...Yooo...kok lu buang di dalem sih? Kan gw dah bilang, gw lagi gak pake pengaman. Tar gw hamil deh nih.” Protes si Ike.

“Haahhh...lupa gw Ke. Abis memek lu enak banget buat gw genjot abis-abisan.” Jawab si Yo santai.

“Tar kalo gw hamil gimana? Palingan juga lu kabur kalo tau gw hamil” Ujar Ike langsung cemberut.

“Kalo hamil ya bagus dong, jadi kan lu bisa mutusin cowo lu yang di kampung, Ke. Biar gw kawinin lu.” Jawab si Yo sambil memeluk tubuh Ike yang setengah telanjang itu.

“Awas lo ya kalo ampe kabur gak mau nikahin gw, kalo gw hamil” Rajuk si Ike.

Aku pun langsung meninggalkan mereka berdua, dan gak jadi buang air kecil. Jantungku masih berdetak dengan cepat. Keringat mulai membasahi kening ku. Dan aku bisa merasakan licinnya vagina ku sekarang. Pasti uda basah banget nih, pikir ku.

“Eh gilaaa...lu tuh kencing ato berak sih? Gila lama buanget lu?” Ujar Tanty yang sedang duduk menunggu ku, langsung sewot dan marah-marah karena aku lama meninggalkannya.

“Eh...emm...gw...emm...gw...ketemu Ike, Tan” Jawabku ragu-ragu. Tapi gak enak juga diem-diem ama sahabat.

“Ketemu dimana? Trus mana si Ike?” Tanya Tanty lagi.

“Hmm...dia...hmmm...abis...itu Tan” Jawab ku dengan wajah merah.

“Abis apaan sih maksud lu?” Tanya Tanty kebingungan.

“Ini nihh...” Jawabku sambil menyelipkan jempol tangan ku, di antara kepalan jari telunjuk dan jari tengah. Hingga membuat Tanty benar-benar terkejut.

“HAA???? SERIUSSS LU RIN??” Tanya nya sambil mencengkram kedua lengan gw. Tampaknya Tanty benar-benar kaget mengetahuinya.

“Ayo kita ngumpet Tan, di dalam Hall ini, tar lu liat, dia pasti keluar ama cowo itu deh.” Ujar ku sambil menarik tangan Tanty, untuk masuk ke dalam Hall.

Benar saja, tidak berapa lama kemudian, kita berdua melihat Ike sedang berjalan sambil bergandengan tangan dengan Yonathan, dengan wajah cerah. Rupanya Ike sempat dandan lagi setelah bertempur tadi, pikirku.

Saat sudah di depan hall, Yonathan pergi meninggalkan Ike sambil mengecup bibirnya, dan sedikit meremas payudaranya dari luar baju. Sedangkan si Ike langsung duduk, untuk menunggu kami.

Tanty langsung menarik tangan ku dan keluar dari persembunyian kami. “Cieeee yang abis olah raga di siang hari. Cape gak Ke? Mao gw pijitin gak? Eh..iya...lu kan tadi abis di pijitin ama si Yo yah di dalem. Pijit enak. Hahahaha” Celetuk Tanty, membuat Ike sampai melompat saking terkejutnya, lalu wajah nya langsung merah habis, menyadari ternyata aksinya ketahuan oleh kami. Hmm...oleh ku sih lebih tepatnya.

“Eh..a-a-apa m-mak-maksud lu, T-Tan? S-siapa...siapa yang di pijitin?” Ike terlihat gelagapan dengan wajah yang merah banget bagaikan kepiting rebus.

“Udah lah Ke, ama sahabat sendiri, gak usah pake malu-malu. Uda pada dewasa ini kan. Hehehe. Yuk jalan kalo kaki lu uda gak gemeteran lagi. Abis di ulek-ulek pake ulekan item dekilnya si Yo. Hahahaha” Ujar Tanty terus menggoda Ike, sambil menarik tangannya untuk berjalan. Aku juga ikut tertawa terpingkal-pingkal, sedangkan Ike menutup wajahnya yang malu banget.

“Ike yah..diem-diem ternyata hmm...menggairahkan juga. Hahaha” Ujar Tanty terus menggodanya.

“Ihhh...apaan sih lu Tan. Uda ah gw cabut aja ah” Ujar Ike langsung lari menginggalkan kami. Dan kami berdua pun langsung mengejarnya sambil tertawa.

“Lu...udah jadian ama si Yo, Ke?” Tanya Tanty, setelah kami berhasil mengejarnya. Tanty segera meminta maaf apabila kelewatan becandanya. Kami pun akhirnya duduk nongkrong bersama.

“Udah kek jangan ngomongin dia lagi ihhh” Jawab Ike sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Kita kan bestfriend lu Ke, gapapa dong sharing cerita ama kita. Lagian, kita ngedukung kok kalo emang lu jadian ama si Yo.” Ujar Tanty, yang di amini oleh ku.

“Tapi, trus gimana nasibnya, ama cowo lu yang di kampung lu?” Tanya Tanty lagi.

Si Ike malah hanya menerawang saja, mendapat pertanyaan dari Tanty. “Gak tau Tan...” Jawab Ike datar dan tanpa ekspresi.

“Gimana cerita awalnya sih, kok lu bisa jadian ama si Yo?” Tanya ku kali ini.

“Kita tuh cuma temen ngobrol aja. Kita kan beberapa kali sekelas waktu itu. Gw sempet tuker-tukeran pin BB ama dia dulu. Belakangan kita sering ngobrol di BBM. Karena ternyata dia orangnya enak buat ngobrol, yah kita milih ngobrol langsung biar lebih seru. Yah awalnya emang gak ada feeling apa-apa sih, cuma temen ngobrol aja. Secara kosan dia juga deket kosan gw.” Ike mulai menjelaskan dan menceritakan kisahnya kepada kami. Aku dan Tanty pun serius mendengarkan cerita Ike.

“Waktu itu aku ama cowo ku kan LDR, jadi kadang suka salah paham trus ribut. Pas ribut itu, gw lagi jalan ama dia. Gw kesel aja sih awalnya ama cowo gw. Gw cuma minta dateng ke Jakarta sebulan sekali aja langsung marah-marah, banyak kerjaan lah. Trus...hmmm...ga tau gimana, mungkin terlalu nyaman ngobrol ama si Yo, kita lanjut di kamar gw ngobrolnya.”

“Ga tau juga siapa yang mulai, kita malah jadi...yah...cipokan gitu deh. Gw yang kesel sekaligus kangen ama cowo gw, sempet berpikir gw lagi bercumbu ama cowo gw itu. Ampe..kita berdua uda bugil, gw gak sadar. Gw nyadarnya pas itu dia uda nembus perawan gw. Sakit banget waktu itu, makanya gw sadar. Tapi udah terlambat. Semua uda kejadian. Perawan gw ilang di ambil si Yo.” Jelasnya lebih lanjut.

“Gw ya awalnya marah ama dia, nangis terus. Tapi dia terus baekin gw, ampe bilang dia jatuh cinta ama gw.” Aku dan Tanty terkejut sambil menutup mulut.

“Gw...bimbang banget. Gw sayang banget ama cowo gw di sana, tapi gw juga mulai sayang ama si Yo ini. Sejak itu, sebenarnya gw uda bertekad untuk terus melanjutkan hubungan gw ama cowo gw, tapi setiap kali gw barengan ama Yo, pasti ujung-ujungnya jadi ML lagi.” Lanjut Ike.

“Makin lama gw makin cinta ama Yo. Makanya gw bingung nih, gimana ama cowo gw nasibnya. Gw juga uda kangen mulu rasanya kalo gak ketemu si Yo sehari aja.” Ike kembali menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Aku dan Tanty pun langsung sama-sama memeluk tubuhnya. Kami saling berpelukan bertiga. “Kalo emang lu lebih nyaman ama si Yo, yah lu kasih kepastian ama cowo lu di kampung lu Ke. Jangan lu biarin berlarut-larut. Yang ada malah makin pusing lu tar.” Ujar si Tanty. Tumben nih anak kaga nyela, pikirku.

“Tapi gw gak tega ama cowo gw disana. Dia...uda nungguin gw kuliah buat nikahin gw. Masa, gw tiba-tiba mutusin dia gitu.” Ujar Ike lagi berargumen. Kita berdua pun juga paham sih, maksud dan perasaan Ike. Rasanya, terlalu kejam dan egois, apabila kita hanya memikirkan kebahagiaan kita saja, tanpa memikirkan perasaan orang yang sudah berkorban untuk kita.

Hasilnya, walau pun kami bahas bertiga, masalah Ike, belum juga bisa kami pecahkan, bagaiman solusinya, agar Ike bisa menggapai kebahagiaannya, tanpa harus menyakiti pihak lagi yang perduli dengan nya. Rasa-rasanya, aku jadi mengerti perasaan kak Oli dulu deh, waktu masih jalan ama mantannya itu.

Tidak berapa lama kemudian, aku pun yang sudah di jemput oleh Gara, akhirnya meninggalkan mereka berdua, untuk menemui Gara di tempat parkir motor. Belakangan ini, Gara memang sering menjemputku, saat aku pulang kuliah. Kadang-kadang kita jalan-jalan dulu, sambil ngobrol bersama, sebelum pulang.

“Hai cowo...” Sapa ku sambil tersenyum ke arahnya.

“Hai...” Jawab Gara singkat.

“Ihhh...singkat amat sih jawabnya. Yang romantis dikit kek. ‘Hai cewe manis’, “Hai cewe cantik”. Jangan cuma ‘Hai...’, dah. Payah!” Ujar ku sambil sewot kepadanya.

“Hai cewe cantik” Ujar Gara berusaha menyenangkan aku.

“Udah lewaaaat...ah” Jawab ku sambil cemberut.

Gara kemudian menarik tanganku, dan mengecupnya. “Maafin aku yah. Jangan marah, nona cantik.” Ughhh...gayanya cool banget sih si Gara. Aku kan jadi gak kuat. Hehehehe.

Aku pun langsung tersenyum malu-malu, sambil menggigit rambutku sendiri.

“Yuk, kita jalan sekarang biar gak kemaleman kamunya.” Ajak Gara sambil menarik tanganku sambil berjalan ke arah motornya.

Aku, seperti biasa, langsung memeluk tubuh Gara. Kami memang belum saling mengatakan cinta satu sama lain, tapi semenjak ciuman pertama di depan rumah ku waktu Gara mengantar ku pulang, rasa-rasanya kami tidak lagi membutuhkan kalimat itu untuk mengetahui isi hati kami berdua satu sama lain.

Hanya dengan sebuah ciuman, aku bisa mengatakan bahwa dia lah cinta dalam hidupku saat ini, begitu pun dirinya yang menumpahkan segala kerinduannya kepadaku, hanya dari sebuah ciuman. Dan kami pun semakin sering berciuman. Hihihi. Walau belum ampe sejauh yang Ike lakukan dengan Yonathan tadi sih.

CIIIITTTTT! Tiba-tiba Gara mengerem motornya mendadak, dan membuatku terdorong ke depan, saat sebuah mobil tiba-tiba menghadang kami. Lalu dari mobil tersebut turun lah 4 orang pria. Dan salah satunya adalah...kak Gery!

“Akhirnya ketemu juga gw. Lu, Karin kan adeknya si Rangga?” Tanya ka Gery sambil menunjuk ke arah ku. “Dan lu, lu punya utang tendangan ama gw” Ujar kak Gery kepada Gara. Kami berdua terlihat tegang melihat kami dikepung seperti ini.

“Gw, mao nanya sesuatu ama lo, Rin. Apa yang lu liat waktu ketemu gw di mall kemaren? Lu ngerekam gw pake HP lu?” Tanya kak Gery. Jantungku berdebar-debar kencang karena ketakutan. Kami tidak akan bisa lolos lagi kali ini, pikirku.

“EH! GW TANYA JAWAB CEPET...” Saat kak Gery langsung marah dan menunjuk wajahku dari jarak dekat, tangan Gara langsung menangkap tangannya, kemudian menendang lutut kak Gery, hingga limbung, lalu dengan secepat kilat, tangan Gara bergerak cepat mengibaskan tangannya...

BLETAKKK! Helm yang berada di tangan Gara mendarat telak di pipi kak Gery, hingga ia terpelanting dan terjatuh menimpa salah seorang temannya. Kesempatan itu digunakan Gara, untuk langsung mundur sedikit dan memutar motornya.

Kaki nya langsung menendang dengan cepat, saat seorang yang lain hendak menarik tubuh Gara. Walau tendangan Gara tidak mengenai sasaran, tapi setidaknya membuatnya tidak jadi menangkap tubuh Gara.

Gara langsung memacu motornya dengan cepat untuk kabur dari mereka. Aku memeluk tubuh Gara seerat-eratnya. Tapi tidak lama mobil mereka terlihat mengejar kami. Saat itu jalanan tidak terlampau ramai, jadi kami bisa berkelit-kelit melaju di jalan raya. Tapi sayangnya mobil mereka pun mampu berkelit-kelit demi mengejar kami berdua.

Namun sayangnya, di depan sana terlihat suasana jalan raya yang macet parah, membuat Gara mengambil keputusan untuk masuk ke dalam gang, walau belum tau dimana ujung gang ini berakhir.

Mobil kak Gery pun sialnya juga muat masuk ke dalam gang yang kami masuki ini. Setelah berkelok-kelok, untungnya gang ini tidak buntu, dan menembus ke jalan raya lagi. Gara, kembali memacu motornya, berusaha meninggalkan mobil kak Gery.

Namun kak Gery juga nampaknya gigih untuk mengejar kami. Kami tidak pernah benar-benar bisa kabur dari nya. Mobil kak Gery selalu aja ada di belakang kami. Dan nasib sial kembali menghadang kami berdua, saat jalanan kembali macet parah.

Bila kami memaksakan melewati jalanan macet, mareka pasti akan bisa mengejar kami, hanya dengan berlari saja. Walau pun banyak orang, tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi dengan kami, apa bila mereka berhasil mengejar kami berdua.

Dan rupanya itu juga yang ada di benak Gara, saat dia lebih memilih untuk menjauhi jalanan macet itu dan masuk ke jalanan berbatuan yang mengarah ke sebuah rumah susun, yang tampaknya tidak berpenghuni, walau masih cukup bagus bangunannya. Gara mungkin berharap ada sebuah jalanan lagi yang menembus jalan lain.

Namun kali ini keberuntungan kami tampaknya selesai, saat tidak ada jalan lain lagi. Semua buntu. Gara menghentikan motornya sambil berpikir keras. Gara kemudian mengarahkan motornya ke balik semak-semak, dia segera menarik ku untuk berlari masuk ke dalam rumah susun itu.

Pintu luar terkunci, namun Gara langsung menendang dengan kuat pintu tersebut hingga jebol. Kami pun segera masuk ke dalam rumah susun itu. Gara mengajak ku untuk naik ke beberapa lantai ke atas. Walau pun siang hari, tapi karena kosong, suasana temaram pun langsung terasa di lantai atas. Gara mencari tempat persembunyian di beberapa kamar, yang kira-kira bisa dijadikan tempat persembunyian.

Kami melihat dari jendela, mobil kak Gery telah masuk ke dalam area rumah susun ini. Bukan hanya satu mobil, tapi dua mobil. Dan dari dalam mobil, turun ada sekitar 10 orang. Dengan di koordinir oleh kak Gery itu, mereka menyusuri semak-semak. Tidak lama pasti motor Gara akan ditemukan mereka, pikirku. Dan mereka pasti akan langsung tau kami ada di dalam gedung ini.

Aku menjadi panik sekali. Badan ku gemetaran dengan hebat. Gara langsung memeluk ku dengan erat. “Tenang aja Karin, sayang. Aku pasti akan ngelindungin kamu, gimana pun caranya. Aku sayang ama kamu, Rin. Terlalu sayang. Aku gak mungkin ngebiarin kamu terluka atau kenapa-kenapa. Aku pasti jagain kamu.” Ucapan Gara, benar-benar membautku merasa bahagia, sehingga aku pun langsung memeluknya semakin erat.

“Aku juga sayang banget ama kamu, Gar. Aku takut Gar....huuuuuuu...kenapa sih tuh orang ngejar-ngejar kita kaya gini mulu. Huuu....” Aku menangis di pelukannya.

“Oke, sekarang kamu telepon kakak kamu, minta bantuan kakak kamu. Aku juga akan menelpon si Gilang buat nolongin kita, oke? Cuma ini kesempatan kita Karin sayang. Cepetan telepon kakak kamu.” Ujar Gara. Dan aku pun langsung mencoba menghubungi kak Rangga, dengan tangan gemetaran. Sementara di tempat lain, Gara juga tampak sedang mencoba untuk menghubungi kakaknya, si Gilang, untuk meminta bantuannya juga.

Aduuhhh...kak Rangga kemana sih? Kok gak diangkat-angkat. Aku sudah 3 kali mencoba menelepon kak Rangga, namun belum di angkat-angkat juga. Sementara Gara aku lihat sudah berhasil menghubungi kakaknya, dan sedang berbicara sambil memberi tahu situasi kami dan keadaan kami sekarang.

Aku kemudian mencoba menghubungi kak Oli. Aku semakin panik, setelah kak Oli pun tidak jua mengangkat panggilan telepon ku. “Halo Karin jeleekkk” Tiba-tiba kak Oli menjawab panggilan telepon ku, membuat ku sedikit lega.

“Kak Oliiii...ada kak Rangga gak? Tolongin aku kak Oli. Aku dikejar-kejar ama kak Gery nih. Dia ampe bawa 10 orang buat ngejar aku. Tolongin aku kak. Aku takut kak.” Ujarku kepada kak Oli sambil menangis.

“Karin, kamu lagi dimana sekarang? Bentar aku panggilin Rangga, kamu kasih tau aku kamu lagi dimana sekarang.” Tanya kak Oli terdengar panik.

“Aku...aku lagi di gedung kosong kak, kaya rusun gak kepake. Di sekitaran kampus aku kak. Kak Gery nyegat aku di dekat kampus aku kak.” Jawabku. Gara masih terlihat berbicara juga dengan Gilang, kakak nya.

“Oke, ini Rangga, Rin. Bentar...” Ujar kak Oli yang tampaknya menyerahkan teleponnya ke kak Rangga.

“Rangga, ini Karin Ga, dia dikejar-kejar ama si Gery gak tau kenapa, ampe bawa banyak orang. Ini kamu cepetan ngomong ama dia biar kita bisa tolongin dia” Aku mendengar kak Oli sedang berbicara ke kak Rangga.

“Karin? Lu dimana sekarang posisi nya?” Tanya kak Rangga.

“Gw di gedung rusun kosong nih kak, sekitaran kampus. Lokasi tepatnya gak tau, karena gw tadi kabur ama cowo gw. Tapi belum terlalu jauh dari kampus kok.” Jawab ku sambil menangis.

“Oke, tenang dulu Rin, jangan nangis dulu. Trus sekarang kondisi lu gimana? Lu bisa telepon gini, gak ketauan mereka?” Tanya kak Rangga.

“Gw ama cowo gw lagi ngumpet di bagian atas rusun, kak. Si kak Gery belum tau kita orang lagi di atas. Tapi pasti bentar lagi ketauan kalo ampe motor cowo gw ketauan lagi parkir di balik semak-semak.” Jelas ku kemudian

“Oke-oke, lu coba cari tempat buat ngumpet dulu Rin. Sebisa mungkin lu ngumpet dulu. HP lu, lu geterin aja, ama lightnya lu turunin biar gak terlalu terang. Gw nyusul lu sekarang Rin. Tunggu gw. Gw jalan sekarang. Kabarin gw kalo ada apa-apa.” Ujar kak Rangga sebelum menutup teleponnya.

“Gimana Rin? Kakak lu bisa bantu kita?” Tanya Gara kemudian.

“Iya Gar, dia lagi kesini sekarang. Gimana kakak lu?” Jawabku sebelum bertanya balik.

“Sama, dia juga lagi nyusul ke sini. Oke, sekarang kita perlu nyari tempat persembunyian yang tepat sebelum bantuan kita datang.” Ujar Gara.

Kami pun kemudian segera mencari tempat-tempat yang bisa kami jadikan tempat persembunyian. Dan tiba-tiba, kami mendengar suara gaduh dari bawah. Aku dan Gara segera melihat ke bawah.

Degg! Apa yang aku takutkan akhirnya kejadian. Mereka menemukan motor Gara, terparkir di balik semak-semak. Kak Gery kemudian langsung memerintahkan semuanya untuk masuk ke dalam rusun. Ya Allaahhh! Aku takut banget. Badanku pun semakin gemetaran.

“Ayo, kita musti cepet dapetin tempat buat ngumpet dulu.” Gara langsung menarik tanganku, untuk berlari dengan cepat.

Gara kemudian menarik ke arah ujung gedung. Dia melihat sebuah tangga. Tadinya Gara hendak mengajakku turun melalui tangga itu, namun dari bawah terdengar suara langkah kaki menuju ke atas, membuat Gara mengurungkan niatnya untuk turun.

Gara melihat ke sekeliling untuk mencari tempat bersembunyi. “Oke, ini rencana Rin. Dengerin baik-baik ya. Lu ngumpet di dalam kamar ini. Biarin pintu kamarnya kebuka. Ini pertaruhan. Lu tar ngumpet di kolong tempat tidur. Jadi lu bisa ngawasin situasi.” Ujar Gara kemudian.

“Nanti biar gw pancing mereka semua, dan waktu mereka semua uda pada naik ke atas, lu keluar trus turun buat nemuin Gilang ama kakak lo. Paham?” Ujar Gara. Tapi rencana itu kan...

“Tapi lu tar gimana Gar? Gw gak mau ninggalin lu Gara. Gw gak mau lu kenapa-kenapa” Ujar ku sambil menangis.

“Gw gak akan kenapa-kenapa. Justru gw lebih mudah buat kabur kalo sendiri, Rin. Lu ikutin cara gw ini ya. Lu bawa ini buat jaga-jaga” Jawab Gara sambil memeluk ku erat, sebelum menyerahkan sepotong bambu ke tanganku.

“Inget...tunggu mereka semua naik ke atas, baru lu keluar. Jangan bersuara atau bergerak. Hati-hati ama HP lu jangan ampe sinar lampunya keliatan dari luar. Mmuuuaahhh. I love you.” Ujar Rangga dan mencium bibir ku sebelum pergi menjauh.

Aku dengan tubuh gemetaran, lalu segera masuk ke bawah tempat tidur. Walau belum ada penghuninya, tapi masih banyak barang-barang yang mengisi tiap ruangan, hanya saja banyak yang tidak utuh lagi kondisinya.

Lantai itu kotor dan berdebu sekali, namun aku tidak memperdulikannya. Aku bersembunyi di tempat tergelap pada kolong tempat tidurnya. Pintu aku biarkan terbuka seperti yang Rangga bilang. Untuk membuat lengah mereka, dengan mengira kami tidak akan bersembunyi di ruangan dengan pintu terbuka seperti ini.

Jantung ku berdebar-debar kencang. Aku bahkan rasanya ingin buang air kecil di celana, saking takut dan saking deg-degannya. Tapi aku tetap bertahan menunggu di bawah tempat tidur rusak ini.

Suasana begitu hening hingga beberapa lama. Membuat bulu kuduk ku menjadi merinding. Aku sedang mengira-ngira bagaimana keadaan Gara sekarang. Apa dia juga sedang bersembunyi.

TAP! TAP! TAP! Saat aku sedang memikirkan keadaan Gaara, tiba-tiba aku di kejutkan oleh suara langkah kaki. Bukan satu orang, tapi lebih. Badanku semakin gemetaran saja jadinya. Mata ku terus mengawasi di sela-sela papan triplek yang menutupi sebagian bawah tempat tidur.

Aku terus memperhatikan suara mereka yang semakin mendekat, dari arah tangga.

TEK! TEK! TEK! Aku sedikit terkejut saat mendengar suara kayu yang di bentur-bentur kan ke tembok. Ini dia! Mereka datang! Ujar ku dalam hati, melihat bayangan tubuh mereka.

Jantungku semakin berdebar-debar, dan tangan serta tubuhku semakin gemetaran. Aku bahkan sampai menahan nafasku, agar tidak mengeluarkan suara.

Dan akhirnya kaki mereka pun nampak sedang berjalan pelan sambil memeriksa keadaan sekitar. 1 orang aku lihat masuk ke kamar seberang, sementara 1 orang masuk ke kamar ku! Dan 1 orang lagi menunggu di lorong. Aduuhh! Gawatt ini! Pikir ku kalut sekali. Aku menggenggam kuat-kuat batang bambu di tanganku, walau aku tau, tidak akan banyak berguna apabila melawan mereka bertiga. Melawan 1 orang aja aku tidak mampu.

Namun pria yang masuk ke kamar ku ini hanya berdiri sedikit masuk ke dalam, dan hanya melihat sekeliling saja. Aku terus menahan nafasku. Keringatku sudah bercucuran.

Kemudian pria itu mengendus sesuatu di udara. Dia terlihat sedang mengendus-endus sesuatu. “Ada bau parfum nih samar-samar” Ujar pria itu, membuatku benar-benar terkejut. Itu parfum ku. Aduuhhh matii aku! Pikirku.

“Kayanya mereka pernah ngelewatin ato masuk ke sini” Ujar pria itu. Jantungku rasanya uda mao meledak saking berdebar-debar nya.

“Berarti mereka gak jauh lagi. Ayo sisir ruangan secepatnya.” Ujar pria yang menunggu di lorong itu.

BRAK! ARRGHHHH!

“ITU DIA...KEPUUNGGG!” Tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar sana. Tampaknya Gara ketauan tempat persembunyiannya. Atau dia benar-benar menarik perhatian mereka semua, agar aku bisa kabur?

Tapi yang jelas, tiga orang di dekat ku ini langsung pergi mengejar arah suara gaduh tersebut. Suara gaduh tersebut aku dengar bergerak semakin naik dan menjauh. Aku masih tetap diam untuk sementara waktu. Takut ada orang yang tertinggal di belakang mereka.

Setelah beberapa saat, barulah aku berani keluar dengan perlahan-lahan. Aku berjalan mengendap-endap dan mengintip ke luar. Kosong. Suara gaduh semakin riuh di atas. Aku melanjutkan gerakanku menuju tangga darurat di samping gedung.

Aku mengintip ke luar, sambil memperhatikan keadaan luar hingga bawah tangga. Kosong, tidak kelihatan ataupun kedengaran suara seseorang. Aku pun langsung segera berlari turun ke bawah untuk mencari pertolongan.

“Gara...aku mohon, kamu jangan ampe kenapa-kenapa ya sayang” Pintaku dalam hati sambil menangis. Aku terus berlari turun dari lantai 5 tempat ku bersembunyi tadi. Tapi setiap lantai aku selalu berhenti untuk melihat apakah kosong atau ada orang yang menjaga per lantai.

Dan sejauh ini sudah 3 lantai, masih aman. Aku terus melangkahkan kaki ku dan memaksakan diriku untuk turun, dan bukannya naik untuk menolong Gara. Aku sadar yang bisa menolong Gara hanya kakak ku atau kakak nya Gara. Tapi aku gak tau berapa lama lagi mereka sampai di sini. Semoga saja belum terlambat. Pikirku. Namun begitu di lantai 2, ternyata ada 3 orang yang menjaga, dan apesnya, ada satu orang yang tiba-tiba keluar ke arah tangga, hingga berpapasan dengan ku.

Tubuh ku langsung kaku dan gemetaran, dan dia pun saking terkejutnya juga terlihat kaku tubuhnya. Kami hanya saling berpandangan satu sama lain hingga beberapa saat, sebelum orang itu akhirnya menoleh ke dalam dan berteriak. “Ini cewenya ada disin...”

Bletakkk! Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, aku reflek langsung menghantam kan batang bambu di tangan ku ke belakang kepalanya, hingga batang bambu yang ku ayunkan menjadi patah dua. Sedangkan orang yang ku pukul itu langsung tersungkur jatuh. Tapi sayang nya dua orang di dalam sudah keburu mendengar seruan pria itu.

Mereka berdua melihat ke arah ku, dan langsung mengejar ku. Aku pun reflek langsung berlari turun lari dari mereka. Aku sudah tidak punya senjata lagi yang bisa aku gunakan untuk melakukan perlawanan.

Ada satu orang yang berlari sangat cepat. Dia mampu segera menyusul ku dan menangkap pinggang ku saat aku baru meletawi lantai satu. Aku pun berusaha memberontak sekuat tenaga ku, namun tetap tidak mampu kulepaskan pelukannya di pinggang ku.

Aku punya akal, aku lalu menghentakan kaki ku ke pegangan tangga, ke belakang. Sehingga tubuh ku dan tubuhnya terhempas ke belakang dan membentur tembok tubuh nya. Cengkeramannya di pinggang ku mulai melemah. Aku pergunakan kesempatan itu untuk berbalik sambil menyikut kepalanya. DUAKK! Orang itu sempat goyah ke samping, tapi yang lebih penting, aku berhasil melepaskan pelukan dia. Dan aku pun langsung segera berlari.

Namun dia langsung mendorong tubuhku, hingga terpental jatuh bergulingan sepanjang tangga turun. Kepalaku langsung terasa pusing sekali, sementara sekujur tubuhku terasa remuk semua. Masih untung kepala ku tidak membentur lantai beton atau pun sandaran tangga.

Mata ku berkunang-kunang dan semakin gelap. “Maaf Gara, aku gak berhasil jabur dari mereka.”

BUGG! “AARRRGHHHH” Aku masih sempat mendengar dan melihat bayangan sekilas, menedang orang yang mengejar ku itu.

Itu Gilang...dia keburu datang....Lalu pandanganku benar-benar langsung gelap dan tidak ingat apa pun juga!




================================================== ========


CHARACTERS



Fadli Rangga Putra



Olivia Khumaira Putri



Gilang Rizky Akbar



Karina Nayla Putri



Hari Suprianto



Edi




Segera setelah gw menutup telepon, gw langsung bergegas ke ruangan Liana, untuk meminta ijin darinya. Biar bagaimana pun, dia tetap atasan gw di kantor.

“Li..emm..mba Liana, sori mendadak. Saya mau ijin keluar kantor, adik saya si Karin lagi dalam bahaya mba. Ada yang mao nyulik dia. Saya mao pergi sekarang ya mba” Ujar gw pamit kepada Liana.

Liana yang terkejut langsung berdiri, dan mengangguk. “Rangga!” Panggilnya saat gw hendak bergegas, hingga kembali menoleh ke arahnya. “Hati-hati kamu ya. Jangan gegabah. Dan nanti di jalan tolong kasih tau aku alamat lokasi Karin dalam bahayanya. Biar aku bisa telepon polisi secepatnya. Hati-hati yah yang.” Ujar dia dengan wajah penuh kekuatiran. Dan gw kembali hanya mengangguk sambil tersenyum lembut ke arahnya.

“Ga, kenapa si Karin?” Tanya Hari. Sementara Rani, gw lihat tidak masuk kerja hari ini. Membuat hati gw menjadi sakit, melihatnya tersiksa seperti ini.

“Adek gw ada yang mao nyulik Har. Gw mao ke sana sekarang.” Jawab gw, dan langsung hendak bergegas.

“Gw ikut Ga.” Seru Hari mengejutkan gw.

“Jangan gila, kantor yang ada kosong, uda Rani gak masuk, Oli juga maksa ikut, trus lu juga mao ikut. Lu gak kasian ama si Rika?” Ujar gw.

“Gw gapapa Ga. Har, lu bantuin Rangga aja.” Ujar Rika kemudian.

“Iya Har, biar saya yang bantu Rika. Kamu tolong bantuin Rangga di sana. Tapi kalian berdua harus ekstra hati-hati ya. Saya gak mau ada yang kenapa-kenapa.” Ujar Liana juga dari belakang gw.

Dan akhirnya gw kalah debat, sehingga Hari pun ikut menemani gw. Tapi rupanya bukan hanya Hari yang maksa ikut. Tapi si Edi juga sama. Dan demi mempersingkat waktu agar tidak kelamaan berargumen, gw terima aja lah usulan mereka semua.

Gw yang menyetir mobilnya Oli. Edi dan Hari di belakang, sambil memegang pentungan satpam yang mereka pinjam dari security kami.

Untung lokasi kampus Karin, gak terlalu jauh dari kantor gw. Dan yang lebih untungnya lagi jalanan gak terlalu macet. Gw sambil membahas lokasi yang diberitahu oleh Karin ke Oli, Hari dan Edi, alamat pastinya.

Edi mengenali gedung yang dimaksud Karin. Itu adalah sebuar rusun yang rencanan nya digunakan untuk menampung warga yang terkena penggusuran, namun entah kenapa batal terlaksana, sehingga gedung rusun itu terlihat kosong dalam jangka waktu lama.

Sialaann! Mao ngapain si Gery ama adek gw. Bangsattt! Kalo ampe adek gw kenapa-kenapa, gw bunuh lu Ger! Maki gw dalam hati.

Apa ini...ada hubungannya dengan waktu si Karin ngeliat dia lagi ama tante Shinta ya? Pikir gw lagi. Gw liat Oli terlihat panik sekali dan kuatir sekali akan Karin.

Setelah sekitar 20 menitan, gw uda melihat gedung yang dimaksud si Karin. Gw langsung masuk ke area parkir gedung yang keliatan tidak terawat itu. Gw melihat ada 2 mobil di bagian dalam, dan 1 motor di bagian luar.

“RANGGA! Itu Karin! Itu Karin lagi di gendong cowo gondrong itu masuk ke dalam gedung” Ujar Oli panik saat melihat Karin, yang entah pingsan atau....ahhh...jangan berpikiran buruk dulu.

Gw langsung parkir mobil, dan langsung keluar mengejar orang itu, sambil melemparkan kunci mobil ke Oli. “Ol, kamu tolong panggil polisi kesini, sekalian kasih tau mba Liana lokasi ama keadaan kita sementara disini.” Ujar gw ke Oli. Oli langsung pergi lagi untuk memanggil polisi. Sedangkan Hari dan Edi ikut gw mengejar orang itu juga.

Di dalam gedung, gw melihat orang itu membawa Karin ke salah satu kamar. Bangsat, dia mao macem-macem ama si Karin. Rutuk gw dalam hati. Gw langsung berlari sekencangnya untuk menolong adek gw.

Pas gw uda di depan kamarnya, orang berambut gondrong itu langsung menoleh ke arah gw. Gw lihat Karin ada di sebuah tempat tidur yang sudah hampir rusak. “BANGSATT!” Gw langsung menyerangnya dengan sebuah pukulan ke arah wajahnya.

Tapi dalam sekejap, orang itu hanya memutarkan sedikit badannya ke samping kanan, kemudian dengan tangan kanan, menepis tangan gw yang gw pake buat mukul, lalu menangkap tangan gw dengan gerakan sangat cepat, lalu di hentakan ke bawah dengan gerakan memutar, membuat badan gw tertarik ke bawah, dan terlempar hingga punggung gw jatuh berdebum di lantai kotor. BUM!

Anjrittt! Sakit banget pinggang gw. Maki gw dalam hati. Gw lalu segera bangun. Dan kembali menyerang orang itu membabi buta. Namun seperti tadi, dengan mudah tangan gw di tangkap nya lalu kali ini tubuh gw dihempaskan hingga menabrak dinding. BUK!

Anjritt! Kali ini dada gw yang sakit banget. Nih orang, bukan orang sembarangan, gw pikir. Tenang Rangga, tenang. Analisis setiap gerakannya. Baca gerakannya. Pikiran gw mulai fokus.

Edi dan Hari ikut menyerang dia untuk membantu gw. Orang itu terus berkelit, hingga keluar kamar. Edi mengejarnya dan langsung melompat sambil menendang.

Wuuutt! Bukk! Sebuah tendangan tiba-tiba melesat menghantam selangkangan Edi yang sedang melompat, hingga ia langsung jatuh berdebum, sambil memegangi selangkangannya dengan muka pucar. “Anjing! Pecah peler gw. Anjingggg!” Maki Edi sambil kesakitan.

Sedangkan Hari berusaha menabrak orang itu dengan berlari cepat menerjang. Namun orang itu dengan mudahnya tiba-tiba menjatuhkan diri ke belakang, sambil kedua tangannya menangkap dan menarik kedua tangan Hari. Lalu dia menghentakan dan mendorong kakinya di perut Hari, hingga Hari terbang terpental dan jatuh berdebum dengan punggung menghantam lantai. DBUMMM! ARRGHHHH! Teriak Hari.

Hari pun roboh sambil memegangi pinggangnya. Wajahnya benar-benar pucat sekali. Namun masih terus mencoba bangkit kembali, walau dengan bersusah payah. Orang itu berjalan santai mendekati Hari.

Gila! Pikir gw. Baru satu orang aja kita semua uda babak belur. Padahal kata Karin tadi ada 10 orang yang datang. Sial bener nih! Musti pake otak nih! Pikir gw.

Tenang Rangga, pikir dulu. Analisis gerakan dia selanjutnya, agar bisa memberikan serangan balasan. Tenang Ga! Gw lalu merangsek untuk menolong Hari. Gw mengambil sebuah potongan plastik, yang sepertinya bekas pengki, dan gw langsung lempar ke arah dia.

Dalam sekejap, mata gw bisa menangkap gerakan dia selanjutnya. Apabila dia menghindar ke samping, saat itu lah gerakannya tertahan, sehingga saat gw menerjangnya dia tidak akan sempat bereaksi, dan kemudian melempar tubuhnya.

Apabila dia menangkis atau menepisnya, gw tendang kaki nya biar sedikit lumpuh, lalu dengan gerakan cepat berpindah ke belakangnya, menangkap tubuh nya dan melemparnya.

Begitulah sususan gerakan yang ada dalam pikiran gw. Dan sesaat sebelum patahan pengki itu menghantam tubuhnya, gw memperhatikan gerakannya dengan seksama, gerakan apa yang akan di ambilnya. Yang mana pun itu, ini waktunya gw berlari menerjang.

TAKK! Pria itu menepisnya, sesuai dugaan gw, gw sudah berada di hadapan nya, dan langsung menendang kakinya.

WUUTTT! Sialll! Kaki gw hanya menghantam angin, saat dia melompat dan berputar. Gerakan itu???! Pasti akan menendang muka gw, dan yang harus gw lakukan adalah dengan sedikit merunduk dan menerjang tubuhnya yang melayang di udara.

Gw langsung bersiap, dan begitu kaki kirinya seperti akan melayang dan menendang, gw langsung meruntuk dan....Eh??? kaki kirinya tidak menendang, dan hanya berputar...WUUSHH! BUKKKK!

Sialll! Rupanya yang dipakai untuk menendang itu kaki kanannya. Membuat gw terpental ke belakang walaupun untungnya masih sempat ketahan tangan gw. Gw benar-benar gak nyangka kaki kirinya itu hanya dijadikan pemberat agar bisa berputar lebih kuat.

Orang ini...gerakannya benar-benar gak seperti orang lain. Sial! Secolek pun gw gak mampu nyentuh dia. Bangsat banget nih! Maki gw dalam hati. Gak pernah kejadian kaya gini, seumur-umur gw berantem.

Dia kemudian bergerak maju dan menghentakan kaki kanannya ke lantai, BUMM! Tanpa gw duga dan gak sempat gw analisis, bahunya menghantam telak dada gw, hingga gw terpental jauh.

Anjritt! Sakit banget dada gw. Bagaikan dihantam oleh sebuah truk. Gw terus mengusap-usap dada gw, yang terasa nyut-nyutan. Gak bisa begini nih. Semua daya pengamatan gw gak ada yang berguna. Gw bahkan gak bisa nyentuh dia sedikitpun.

“Hmm...jadi kurang lebih kaya gitu ya, Sin Yi Ba itu. Hmm...suhu Chen baru ngajarin gw singkat, tapi not bad lah. Hehehe. Masih kuat gak lu? Itu gw belum pake tenaga murni gw lho. C’mon, let’s have some fun. Sekalian lu kasih tau gw, dimana adek gw sekarang.” Ujar orang itu. Hmm?? Adek gw? Apa maksudnya dari omongannya itu?

Bagaimana cara menghadapinya. Gak bisa pake kekuatan. Gw musti ngatasi dia pake akal. Trus apa akal gw buat hadapin dia sekarang. Gw lalu memejamkan mata gw, dan berpikir keras untuk mencari berbagai cara untuk mengatasi dia. Gw gak mungkin mengalahkannya. Dia terlalu tangguh.

“Hmm...dia nanya adeknya? Artinya dia akan terus ngejar gw kan? Well that’s was a bit of my advantage. Only if I can find the right place and tools to trap him well enough.” Pikir gw lanjut. Dia terus berjalan mendekati gw, sementara gw terus berjalan mundur sambil mata gw melirik kiri kanan.

Pertama, tempat! Gw perlu sebuah tempat buat lokasi penjebakan. Lalu alat-alat buat melumpuhkan dia. Terakhir sebuah rencana pengalih perhatian, agar jebakan bisa berjalan mulus. So, pertama gw musti nyari tempat yang tepat dulu. Gw melihat-lihat sekelilng, mencari sesuatu untuk gw gunakan sebagai tempat yang guna melumpuhkan dia. Si monster keparat ini. Dia kuat banget! Pikir gw lagi.

Hey! Itu kan..That’s it! Itu dia...itu bisa gw pake buat ngejebak dia. Asalkan ada sesuatu buat....yah, itu cukup. Lalu buat pengalih perhatiannya...hmm...yah ini juga bisa. Oke, gw tau caranya ngatasin dia. Semoga kali ini rencana gw berhasil.

Gw lalu langsung masuk ke dalam satu kamar yang gw liat ini. Dengan cepat gw terus melakukan persiapan dengan cepat sebelum dia datang. Oke ini cukup. Ini pasti bisa ngelumpuhin dia. Pikir gw sambil bersembunyi di balik lemari.

“Yuhuu...lu...mao maen petak umpet sekarang? Hehehe...here’s come the daddy!” Ujar dia mulai memasuki kamar ini. Sementara gw terus menunggu dengan sabar dan penuh konsentrasi.

Gw uda melihat bayangan dirinya. “Here’s kitty...kitty...kitty...where are you?...here’s kitty...kitty...kitty” Bisiknya pelan sambil berjalan pelan dan hati-hati.

SEKARANGG! Seru gw dalam hati, sambil mendorong kuat-kuat lemari di hadapan gw, hingga jatuh dan akan menimpanya.

GDEBUMM! Orang itu berhasil menghindar, sesuai dugaan gw. Rencana ke dua. Gw melemparkan kuat-kuat sebuah kuali karatan ke arahnya yang sedang berada di udara saat melompat menghindari lemari itu. Belum sampai kuali itu ke sasaran, gw langsung bergerak berlari sambil menaiki lemari dan melompat ke arahnya. Rencana ke tiga. Gw berhasil!

DONGG! KLONTANG! Orang itu masih bisa menendang kuali tersebut hingga mencelat mental ke samping. Pengalih perhatian berhasil, tinggal melumpuhkan. Pasti berhasil. Gw sudah hampir menabrak dirinya.

Tapi dengan gerakan secepat kilat, dia menangkap tangan gw, dan melakukan gerakan seperti dia melemparkan Hari. Kaki dia sudah berada di perut gw. Dan gw pun langsung bersiap-siap menahan benturan.

WUSSSHHHH! GDEBUKKK! BRAKK! Tubuh gw terbanting cukup keras ke dinding ruangan. Dan jatuh berdebum lagi ke lantai. Walau gw tahan, tapi tetap aja rasanya sakit banget. Bangsat!

Gw lalu memaksa untuk terus berdiri, dan mengambil kuali yang tadi di tendangnya. Gw berjalan tertatih-tatih menuju dirinya.

“Hehehe...rencana gw, sukses!” Ujar gw kepada orang itu, yang sekarang tubuhnya terjebak di sebuah lubang di lantai, yang tadi sempat gw tutupin ama seprai bekas.

Lubangnya tidak besar, tapi cukup untuk membuat pantatnya terperosok masuk ke dalam lubang cukup dalam, karena melakukan gerakan melempar gw barusan. Hingga dia benar-benar terperangkap dalam posisi lucu, hampir mirip seperi di film-film kartun, dimana pantatnya masuk ke dalam tempat sampah hingga tidak bisa bangun lagi. Hanya menyisakan kepala, tangan dan kaki, dan hanya bisa menggapai-gapai sia-sia.

“BANGSATT!” Maki dia, sambil berusaha meronta-ronta tanpa bisa berbuat apa-apa lagi, karena tubuh dan pantatnya terperosok masuk ke dalam lubang.

“Sekarang giliran gw nanya ama lu. Apa tujuan si Gery mao nyulik adek gw?” Tanya gw sambil menyiapkan kuali di tangan gw untuk menghantamnya yang sudah tidak berdaya.

“Heh! Ngomong apa lu jing? Sini ngomong deketan, biar gw tampol dulu muke lu.” Ujar dia sambil tetap menyeringai sombong, dalam situasi seperti ini juga. But, dia bukan omong kosong. Gw gak boleh sembarangan mendekat.

Satu-satunya cara adalah gw harus melumpuhkannya dulu, baru nyari si Gery, sebelum dia berhasil keluar dan mejadi masalah besar. Gw langsung mengangkat kuali di tangan gw, dan langsung gw hantam ke arah kepalanya.

“KAK RANGGA JANGAAANNN!” Gw langsung menghentikan gerakan gw, saat gw liat adek gw, si Karin masuk sambil berlari.

“Ini Gilang, kak. Yang nolongin aku tadi sebelum pingsan. Dia kakak nya Gara.” Ujar Karin langsung berlari mendekati orang itu. Sedangkan gw hanya kebingungan sendiri. Hari dan Edi menyusul tidak lama kemudian. Edi masih sedikit memegangi selangkangannya.

“Ayo kak, bantuin gw nolongin Gilang.” Ujar Karin yang sedang berusaha menarik tubuh Gilan keluar dari lubang itu. Gw sempet celingukan, sebelum akhirnya gw mutusin buat bantuin si Karin narik orang itu.

“Oh? Jadi ini kakak lu Rin?” Tanya orang itu setelah berhasil gw tarik keluar.

“Eh..emm...sori banget. Gw kira, lu salah satu orang yang mao nyulik adek gw.” Jawab gw merasa gak enak hati. Untung aja gak sempet ke hantem ama kuali, kepalanya. Tapi...kita orang uda keburu babak belur duluan nih ama dia.

“Iya ini kakak gw, Lang. Rangga” Ujar Karin juga.

“Hahhh...alhamdulillah deh” Ujar gw spontan mengejutkan yang laen.

“Alhamdulillah kenapa lu? Adek lu selamet? Belom saat nya kali. Adek gw masih belom tau dimana nih.” Seru Gilang terdengar sewot dan emosi.

“Bukan itu men...alhamdulillah lu itu bukan lawan kita. Soalnya tadi Karin bilang ada sekitar 10 orang yang ngejar dia. Anjrit, lu kuat banget Lang. Tadinya gw pikir kalo 10 orang itu kaya lu semua. Mati aja gw mendingan, gak bakal bisa nolongin adek gw.” Jelas gw agar dia tidak salah paham.

“Lu liat tuh Rin si Edi, si Hari, ama gw sendiri nih, kita bertiga uda bonyok babak belur cuma lawan dia doang. Secuil pun gak pernah berhasil nyolek dia. Gila. Makanya gw bilang alhamdulillah” Lanjut gw. Sementara Gilang dan Karin menjadi tersenyum melihat ceplas ceplos gw. Hari dan Edi pun terlihat lega sekali.

“Tapi lu hebat brur. Lu bisa ngejebak gw kaya gitu tadi. Cuma dalam waktu singkat, tapi lu bisa nyusun strategi lu dengan cepat buat ngatasin musuh lu. Salut gw. Mana posisi gw jatoh malu-maluin banget lagi tadi. Hahaha. Anjritt!” Ujar orang yang bernama Gilang itu sambil tertawa.

Dan alhamdulillah, orang sekuat dia, justru ada di pihak kami.

“WOY, SUARANYA DARI SINI. CEPETAN LU ORANG!” Tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara teriakan seseorang, dan suara langkah kaki yang berlarian ke arah sini. Pasti mereka mendengar suara gaduh saat gw bertempur dengan si Gilang tadi deh, pikir gw.


================================================== ========

CHARACTERS



Olivia Khumaira Putri



Fadli Rangga Putra



Gilang Rizky Akbar



Gery Anggoro



Karina Nayla Putri



Hari Suprianto



Edi




Aku berusaha mencari polisi di segala tempat. Aku tidak tau dimana lokasi kantor polisi. Cara yang tercepat adalah dengan mencari bantuan polisi lalu lintas dulu, biar mereka yang meminta bantuan polisi lainnya. Begitu kurang lebih yang ada di pikiranku.

Namun saat sedang dibutuhkan, polisi itu tidak kutemukan sama sekali di sekitar sini. Hiihhhh! Sebel banget. Pasti begitu deh. Tiap ada sesuatu yang kita butuhkan dengan cepat, pasti barang atau orang yang biasanya gampang ketemu, bisa tiba-tiba anehnya langsung menghilang semua. Membuat ku menjadi semakin senewen saja.

Aku juga telah menelepon mba Liana untuk mengabarkan lokasi kami, dan keadaannya saat aku tinggal tadi. Mba Liana pun terdengar sangat kuatir sekali. Aku juga mendengar suara Cherllyne di dekatnya. Mba Liana mengatakan akan segera menelepon polisi untuk meminta bantuan setelah mendapatkan lokasi nya dari ku tadi.

Walau begitu aku terus mencari keberadaan polisi lalu lintas ini, sebagai pertolongan pertama dulu. Dan setelah beberapa lama mencari, aku akhirnya menemukan seorang polisi patroli yang menaiki sebuah motor besar. Aku langsung membunyikan klakson dan memintanya untuk menepi.

Aku segera turun dan menghampirinya saat kami berdua sudah menepi. “Siang pak, maaf pak sebelumnya, tapi saya mao minta tolong banget ama bapak. Tolong selamatin adek saya pak yang mao di culik beberapa orang pak. Please pak ikut saya nolongin adek saya.” Ujar ku memohon kepadanya.

“Dimana bu lokasi kejadiannya?” Tanya pak polisi itu.

“DI gedung kosong bekas rusun gak kepake di sebelah sana pak. Ayo pak buruan, sekalian minta bantuan pak ama bapak polisi lainnya. Karena ada sekitar 10 orang yang sedang mengejar-ngejar adik saya. Buruan yuk pak sebelum terlambat.

“Baik bu, siap membantu. Silahkan tunjukan arahnya bu, saya akan bantu buka jalan.” Ujar bapak polisi yang baik hati itu. Lalu kami pun segera menuju lokasi tempat Rangga dan Karin berada. Apakah Rangga berhasil menyelamatkan Karin? Bagaimana keadaan Rangga sekarang ya? Aku begitu kalut dan panik jadinya.

Dengan bantuan bapak polisi yang membunyikan sirinenya, membuat kami bisa kembali ke gedung tadi dengan cukup cepat. Aku segera berlari ke arah Rangga tadi masuk. Aku tidak melihat siapa-siapa di sekitar sini. Apa aku terlambat? Pikir ku.

“Dimana bu?” Tanya pak polisi tadi, membuatku bingung harus menjawab apa.

BRUAKK! Tiba-tiba terdengar suara keras mengejutkan ku dan pak polisi. Aku melihat seseorang tergeletak di lorong ujung.

“Disana pak!” Ujar ku kepada pak polisi yang langsung bergerak ke sana. Aku pun segera mengikutinya.

Suara gaduh pun semakin terdengar jelas. Dan sebelum kami sampai, tiba-tiba kembali ada tubuh yang terlempar menabrak dinding dan jatuh tidak bisa bangun lagi.

“JANGAN BERGERAK!” Seru pak Polisi sambil mengacungkan sebuah pistol ke dalam sebuah kamar. Aku segera menyusul dan melihat dari bahu pak polisi itu.

“Rangga!” Aku berseru keras saat melihatnya sedang berada di dalam, bersama Karin, Edi, Hari dan seorang pria berambut gondrong.

“Pak mereka temen saya pak. Yang cewe itu yang tadinya mao di culik, ama orang-orang yang pingsan ini, ama yang pingsan di dalem kamar.” Aku menjelaskan kepada pak polisi. Aku melihat ada 2 orang lagi yang pingsan di dalam kamar. Jadi total ada 4 orang. Artinya tinggal sisa 6 orang saja. Pikirku. Dan Karin, sudah aman. Hati ku lega sekali rasanya.

Aku langsung berlari dan memeluk Karin. Aku kuatir banget ama dia. “Kamu gak papa Rin? Aku kuatir banget tau, kamu kenapa-kenapa” Ujar ku sambil memeluk erat dirinya.

“Hehehe...aku gak papa kok kak. Tapi cowo ku masih di atas kak. Kita musti nolongin dia kak.” Ujar Karin dengan wajah yang terlihat sangat kuatir.

“Cowok ku?” Ujar kami, aku, Rangga dan pria berambut gondrong itu hampir bersamaan, membuat wajah Karin langsung bersemu merah.

“Oh ya, tadi di telepon lu emang bilang cowo lu juga ya, gw inget. Hmm...lu...gw...need to talk later.” Ujar Rangga kepada Karin. Namun Rangga langsung berbalik ke arah pria gondrong itu.

“Kita musti secepetnya nyari lokasi adek lu, Lang. Tadinya gw mao interogasi salah satu dari mereka, makanya gw bilang jangan keburu nafsu. Lu nya uda nyamber duluan ngamuk. Sekarang mereka semua pingsan deh.” Ujar Rangga kepada pria gondorng itu.

“Yah...gw emosi aja adek gw belom ketauan dimana nya.” Jawab si rambut gondrong itu.

“Rin, menurut perkiraan lu, mereka ada di lantai berapa kira-kira? Lu terakhir bareng ama cowo lu di lantai berapa?” Tanya Rangga kepada Karin.

“Gw...ngumpet di lantai 5. Gara bilang mao alihin perhatian mereka, biar gw bisa turun buat nyari bantuan. Pas turun tetep aja ketemu dua orang. Untung sempet di tolong ama Gilang. Gw sempet ngeliat sebelum pingsan.” Jelas Karin.

“Berarti kita musti naek ke lantai 5 sebagai permulaan. Ayo kita bergerak.” Ujar gw kemudian. Pak polisi yang tadi datang bersamaku telah mengikat tangan dan kaki 4 orang yang dilumpuhkan si Gilang. Hmm...Gilang, ternyata jago juga yah bisa ngalahin 4 orang sendirian gitu. Pikirku.

Pada saat kami baru sampai di lantai 4, terdengar bunyi rem berdecit di luar sana. Rangga dan pria gondrong itu sempat melihat ke arah bawah. “Lu kenal mereka Lang?” Tanya Rangga, yang dijawab gelengan kepala nya.

“Shit! Berarti bala bantuan mereka. Ada dua mobil. Kira-kira isinya 8 sampai 10 orang jadinya. Well, nothing is that easy I suppose.” Ujar Rangga.

“Pak, maaf, bapak sudah meminta bantuan kan pak?” Tanya Rangga kepada pak polisi itu.

“Sudah, tapi pasti butuh waktu untuk bisa sampai kesini. Mungkin sekitar 15 sampai 20 menit lagi.” Jawab pak polisi itu.

“Ayo cepet, kita jangan buang-buang waktu disini.” Ujar pria gondrong itu yang langsung bergegas naik lagi. Namun di lantai 5 tidak ada tanda-tanda keberadaan cowo nya Karin.

Dan saat kami hendak menaiki tangga menuju lantai 6, tiba-tiba terdengar suara seseorang. “Coba pereksa, dapet gak sih tuh cewe? Masa cuma 1 orang cewe aja 6 orang gak ada yang balik ke atas. Sekalian jemput yang pada baru dateng tuh. Tadi gw liat ada polisi ama beberapa orang yang dateng. Mungkin temennya nih bocah.” Itu suara Gery. Aku mengenali suara itu.

Hmm...berarti cowo nya Karin ada di atas. Tapi bagaimana kondisinya saat ini? Aku melihat Karin begitu kuatir dan gelisah. Aku kemudian menggenggam tangannya sambil tersenyum ke arahnya.

Pria gondrong itu pun segera naik ke atas, dan diikuti oleh kami semua. Kami semua berlari ke arah suara Gery tadi berasal. Ternyata di lantai 6 ini ada sebuah ruangan yang lebih besar seperti sebuah hall pertemuan gitu. Dan kami segera menuju ke sana.

“Gimana? Uda dapet?” Tanya Gery tanpa melihat ke arah kami semua, saat kami masuk ke ruangan itu. Aku melihat seorang pemuda sedang meringkuk di lantai, dengan wajah yang penuh lebam dan darah. Karin langsung menarik nafas sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya, lalu mulai menangis tanpa suara. Aku segera memeluknya erat untuk menenangkannya

Rangga dan pria gondrong itu terlihat sangat geram sekali melihat keadaan cowonya Karin yang terkapar seperti itu.

“Bos....” Ujar anak buahnya bersiaga melihat kami memasuki ruangan ini.

Gery pun akhirnya menoleh ke arah kami, dan terkejut melihat kedatangan kami semua. Dan dia juga tampak terkejut sekali melihat keberadaan ku. “O-oli? Kamu ngapain disini yang?”

Mendengar dia menyebutku dengan panggilan ‘sayang’, membuat Rangga semakin marah rupanya, dan langsung maju mendekat. Namun di tahan oleh tangan pria berambut gondrong itu. “Sori bro, ini...urusan gw. Gw gak tau adek gw masih idup ato kaga. Gw musti mastiin dulu.” Ujarnya, yang membuat Karin langsung menangis di pelukan ku.

Sementara Gery langsung bergerak ke samping cowonya Karin, yang lagi tergeletak di lantai. “Lu deket-deket, gw bunuh nih orang!” Ujar si Gery, sambil menahan pisau di leher cowonya Karin itu.

“Tenang dulu Lang. Ati-ati. Prioritas utama keselamatan adek lu dulu” Ujar Rangga. Rangga kemudian aku lihat sedang membisiki sesuatu ke telinga pria gondrong itu. Mereka berdua terlihat serius membahas sesuatu hal.

“Tujuan lu apa sih Ger? Mau lu apaan sih?” Aku bertanya kepadanya dengan perasaan marah dan kesal.

“Seharusnya lu gak ke sini Ol.” Jawab si Gery.

Kemudian aku melihat anak buahnya membisiki sesuatu kepada Gery. Dan Gery pun tersenyum.

“Gw gak tau apa tujuan lu ngelakuin ini Ger. Tapi yang pasti semua rencana lu uda pasti gagal. Lu uda di kepung ama kita-kita. Mending lu lepasin temen gw itu, Ger. Lu uda gak bisa lari lagi. Disini juga ada polisi yang siap buat nangkep lu” Ujar si Hari.

“Oh ya? Kita liat sebentar lagi, siapa yang bakal terkepung” Jawab si Gery sambil tersenyum licik.

“Har...di bawah ada dua mobil kawanan mereka yang baru dateng, dan pasti lagi naek ke atas sekarang.” Bisik ku ke Hari, yang langsung terkejut.

“Serius lu Ol? Gawat. Kacau nih yang ada urusannya.” Jawab Hari dengan rada panik.

“Har, Ed, ama pak polisi. Gw mao minta tolong bantuin gw. Gw ada rencana. Dengerin gw baek-baek ya” Bisik Rangga kepada Hari, Edi dan pak polisi itu. Aku pun langsung mendekat ingin tahu apa rencana Rangga.

“Keadaan kita cukup gawat. Temen-temen mereka sekitar 10 orangan lagi naek ke sini. Kita musti gerak cepet ngelumpuhin yang di sini dulu, sebelum kita terkepung mereka. Gini rencana gw. Pak, bapak bawa pistol kan? Bisa bapak tolong tembak kaca di belakang orang yang lagi ngancem temen saya itu? Buat mengalihkan perhatian mereka sejenak, dan sekaligus untuk melihat respon temen saya itu. Apakah pingsan, atau lebih parah lagi.” Jelas Rangga dengan suara pelan.

“Dan lu Har, ama Edi. Begitu bapak ini menembakan pistolnya, lu orang langsung nyerbu tiga orang itu, sementara si Gilang akan berusaha menolong adiknya. Tapi lu jangan melakukan kontak fisik dulu, karena itu cuma pengalih perhatian lagi. Sementara gw dengan cepat langsung bergerak menjauhi, dan memutar tanpa sepenglihatan dan langsung nyerang si Gery, buat nyelametin adek nya si Rangga dulu, yang penting. Nah, begitu adeknya aman, baru kita lumpuhin mereka semua. Bapak setelah menembak tolong bantu kedua teman saya ini ya, buat ngelumpuhin mereka bertiga. Oke semuanya? Ayo kita segera mulai. Kita gak punya banyak waktu lagi. Apalagi setelah bapak ini menembakan pistolnya. Pasti akan langsung mengundang perhatian mereka yang di bawah. Pak. Laksanakan kapan aja bapak siap.” Ujar Rangga menjelaskan strategi yang dia punya.

Pak polisi itu mengangguk dan mulai mengambil pistol di pinggangnya. Sejenis revolver, aku lihat. Dan mulai membidikan pistolnya. Rupanya gerakan polisi mengarahkan pistolnya membuat mereka semua begitu terkejut dan bersiap.

DORRR! PRANGG! Bunyi letusan pistol itu begitu nyaring dan menggema. Dan kami semua melihat cowonya Karin, adiknya pria gondrong yang ternyata bernama Gilang itu, memberikan respon dengan menggerakan kepalanya. Artinya dia masih hidup.

Gilang, Hari dan Edi langsung menyerbu begitu bunyi letusan terdengar, seperti sedang perlombaan balap lari. Sementara Rangga berjalan mundur menjauh sambil memperhatikan gerakan Gery.

Pada saat perhatian Gery terpaku kepada Gilang yang mendekatinya, Rangga dengan cepat langsung berlari ke samping, berusaha memutarinya agar bisa berada di belakang Gery.

“JANGAN DEKET-DEKET KALO GAK MAU MAMPUS NIH ORANG!” Bentak Gery. Sementara Hari dan Edi terlihat menggertak ke tiga orang kawannya Gery itu, sehingga perhatian mereka pun terpaku kepada Hari dan Edi. Apalagi pak polisi juga langsung mendekati mereka dengan pistol di tangan.

Gerakan Rangga sama sekali luput dari perhatian mereka. Aku begitu senang melihat Rangga dengan cepat sudah tiba di belakang Gery, dan langsung menerjang tubuh si Gery.

BRUKKK! Gery yang terkejut, tidak sempat bereaksi apa-apa, saat tubuhnya di terjang oleh Rangga dari belakang, hingga terjatuh dan terseret menjauh dari tubuh cowo nya Karin. Dan Gilang pun langsung mendekati adeknya itu, dan melihat keadaan adeknya.

“BANGSATT!” Maki Gery melihat sandera nya telah di rebut oleh cowo ku. Aku begitu bangga kepada cowo tercinta ku ini. Dia terlihat gagah sekali rasanya dimataku.

“Heh! Apa pun rencana lu. Lu tuh uda skak mat Ger. Lu mao bunuh kita orang semua disini, bau busuk lu tetep kecium di luar sana. Lu tuh uda mampus. Mending lu nyerah aja.” Seru Rangga sambil tersenyum mengejek.

“Gilang! Sekarang!” Tiba-tiba Rangga berteriak kepada Gilang. Dan Gilang pun dengan secepat kilat, langsung merangsek ke arah ketiga orang itu sambil berlari kencang dan kemudian Gilang melompat ke atas sambil memutar badan nya.

Wuuuuttt! BLETAKKK! Tendangan melompat Gilang menghantam telak di dagu orang yang terdekat dengan nya, hingga tubuhnya mencelat mental berputar di udara, sebelum jatuh berdebum di lantai. Belum selesai, saat kedua orang itu masih terpaku, Gilang dengan cepat bergerak mendekati mereka berdua.

Salah seorang dari mereka langsung memukul ke arah Gilang. Gilang dengan cepat menunduk ke bawah, sehingga pukulan orang itu melesat di atas kepalanya, lalu dengan cepat Gilang menangkap tangan orang itu, yang tadi digunakan untuk memukulnya. Lalu dengan gerakan sedikit berputar sehingga Gilang dengan cepat berada di bawah orang itu, seperti sedang di peluk dari belakang, tapi tiba-tiba sikut kiri Gilang merangsek ke belakang, dan menghantam wajah orang tersebut.

DUAKK! Darah langsung bermuncratan dari hidung dan mulutnya yang terkena hantaman sikut si Gilang. Gerakan Gilang masih belum selesai, dengan cepat Gilang langsung mendorong tubuh orang yang baru disikutnya itu, ke arah orang dibelakangnya.

Saat perhatian Gery tertuju kepada pertarungan Gilang, Rangga tiba-tiba langsung menyerang Gery dan menendang wajahnya dengan telak sekali. BLETAKK! Gery langsung tersungkur pingsan, dengan darah mengalir dari dalam hidungnya.

Kembali ke Gilang. orang di belakangnya ternyata bisa menghindar ke samping, saat Gilang mendorong orang yang di sikutnya tadi itu, ke arah orang di belakangnya. Tapi rupanya itulah rencana Gilang, karena tiba-tiba Gilang sudah berada di sampingnya. Dengan pukulan super cepat, Gilang langsung memberikan banyak tinju dengan cepat, menghantam paha kiri orang tersebut beberapa kali, lanjut ke pinggang dan rusuk, terakhir Gilang melompat sambil berputar.

DUAKKK! Tendangan putarnya kembali memakan korban, dimana orang tersebut langsung mencelat mental dan jatuh berdebum. Kami semua begitu terkejut dan terpana melihat Gilang, seorang diri mampu melumpuhkan tiga orang gak sampai 1 menit. Astaga, pikir ku.

“Suit...suittt! Gila lu Lang, salut banget gw.” Ujar Rangga memuji kehebatan Gilang.

“Ini kan dari strategi lu juga, bisa ngalihin perhatian mereka. Gw jadi gampang aja nyerang mereka. Otak lu manteb tuh. Daya pengamatan lu kayanya lebih gila dari si Robi, temen gw, Ga.” Ujar Gilang memuji balik kepada Rangga. Yah memang itu semua bisa terjadi begitu mulus, karena rencana dari Rangga, cowo tercintaku. Hihihi.

“Oke people, great job. Tapi urusan kita belum kelar. Hari, Edi, lu ambil tali panjang itu. Pak, kita ambil potongan bambu itu buat senjata kita. Pistol bapak, disimpen aja kalo lagi genting.” Ujar Rangga kemudian.

Edi dan Hari langsung mengambil tali yang diminta oleh Rangga. Sementara Rangga sendiri mengambil potongan bambu bersama pak polisi itu.

“Ol, kamu ama Karin tolong jagain adiknya Gilang, sekalian tolong bantu dia sebisa nya.” Ujar Rangga kepada ku. Aku dan Karin pun langsung berlari ke arah cowo nya Karin. Lukanya cukup parah, dengan memar dan lebam di sekujur tubuhnya. Karin langsung menangis dan memeluk tubuhnya. Aku hanya bisa mengelus punggung Karin, untuk menghiburnya.

“Oke, Ed, lu ama Hari nunggu di balik tembok di ujung pintu masuk itu sambil berjongkok. Nanti pada saat mereka hampir masuk, lu bentangin tuh tali. Nanti yang pada nyangkut dan kesandung tali itu, serahin ke Gilang. Dan kita pak. Kita adalah serangan gelombang kedua setelah tali. Kita hantam pake bambu ini, begitu orang-orang di belakang maju ke depan. Oke, ayo kita bersiap!” Jelas Rangga dengan cepat.

Gilang berjalan ke arah kami, dan menepuk pundak Karin. “Rin...gw titip si Gara ya. Gara beruntung dapet cewe kaya lu Rin. Hehe.”

“Lu...cewenya Rangga ya?” Tanya Gilang tiba-tiba ke arah ku.

“Eh? Iya” Jawabku singkat karena terkejut.

“Cowo lu emang gak punya ilmu bela diri walau bisa bertarung, tapi otak cowo lu itu luar biasa kalo bikin strategi. Salut gw ama dia. Gw yang uda puluhan tahun latihan bela diri, bisa dengan gampangnya bisa gak berdaya ama dia. Bangsat emang cowo lu tuh. Hehehe” Ujarnya sambil tersenyum geli sendiri. Tapi pujiannya benar-benar membuat ku senang, haru dan bangga kepada Rangga. Ihh...aku pengen peluk Rangga deh jadinya.

“Oke, gw titip Gara bentar ya ama lu berdua.” Ujar Gilang sebelum dia bersiap dengan berdiri di depan pintu masuk sambil berpangku tangan. Sementara Rangga, pak polisi, Hari dan Edi sudah bersiap juga di samping kiri dan kanan pintu masuk. Bersiap untuk pertempuran berikutnya.


CHARACTERS


Fadli Rangga Putra



Olivia Khumaira Putri



Gilang Rizky Akbar



Gery Anggoro



Hari Suprianto



Edi



Karina Nayla Putri


Gara



Robi


Sandi Adytia Yanuarisman



Pandji



35 | Sudden Death



Untungnya rencana gw bisa berhasil dengan baik. Adiknya Gilang berhasil di selametin, walau dia masih belum sadar. Gw...berhutang banyak ke dia sebenarnya. Karena pengorbanan dia, adek gw si Karin bisa selamat. Juga karena pertolongan Gilang. Si monster biadab yang jago banget. Hahaha. Untung dia ada di pihak gw, bukan dipihak Gery. Kalo ga bisa berabe punya urusan.

Bayangin aja, uda dikerubutin barengan ama gw, Hari ama Edi, malah kita bertiga yang babak belur. Si Edi malah lebih parah. Gw gak tau dia jadi impoten ato kaga tuh, biji nya kena hantem kaki nya si Gilang. Kasian aja si Dyana kalo si Edi ampe impo.

Lihat aja cara dia ngebabat tiga orang kawanannya si Gery dengan cepat dan luar biasa. Kami semua termasuk pak polisi, yang datang barengan ama Oli, begitu terpana melihat kehebatan Gilang.

Gw benar-benar banyak berhutang budi kepada Gilang dan adiknya. Tapi pekerjaan belum usai. Masih ada sekitar 10 orang yang harus kami atasi agar kami semua bisa pulang ke rumah dengan selamat.

Gw dan pak polisi menanti dengan batang kayu maupun bambu di tangan kami berdua. Menanti kedatangan mereka semua dengan jantung yang berdebar-debar. Mungkin yang terlihat paling santai dalam situasi ini hanyalah si Gilang. Terlihat sekali perbedaan pengalaman bertempur seperti ini antara gw, Hari dan Edi yang merupakan orang kantoran biasa, dengan Gilang yang notabene lebih muda dari kita semua, namun tampak nya Gilang benar-benar terbiasa dengan berbagai jenis pertarungan. Malah kalo gw lihat, dia tampak seperti sangat menikmati pertarungan.

Cukup lama dalam suasana tegang dan penuh keheningan, akhirnya mulai terdengar suara langkah kaki yang semakin keras dan bergemuruh. Aku dan yang lain bersiap-siap sambil mengencangkan pegangan tangan kami masing-masing dan bersiap-siap.

Sementara si Gilang benar-benar santai melihat mereka semua. Atau lebih tepatnya justru terlihat begitu bergairah dan bersemangat dengan seringainya. Dia tampaknya malah mengharapkan mereka semua untuk datang secepatnya. Gila ini orang, pikir gw.

"ITU DISANA!" Seru salah seorang dari mereka saat melihat Gilang. Mereka semua pun langsung berlarian ke arah Gilang.

"Ed, Har siap-siap" Ujar gw mengingatkan Hari dan Edi yang terlihat tegang.

Mereka semakin dekat. Jantung gw rasanya semakin berdebar-debar kencang. Sebentar lagi. Hanya sedikit lagi. Pikir gw.

"SEKARANG HAR, ED!" Pekik gw saat gw lihat mereka sudah sampai di ujung pintu masuk. Hari dan Edi langsung saling menarik tali sekuatnya, hingga talinya terenggang dengan kencang.

Dua orang pertama langsung tersandung dan tersungkur jatuh ke lantai. Begitu juga dua orang di belakangnya langsung tersungkur karena tidak siap dan sedang berlari kencang.

Sementara itu Gilang langsung menghantam orang-orang yang tersungkur jatuh. Dua orang pertama malah dengan sangat mudah dilumpuhkan, karena benar-benar terpelanting jatuh ke lantai tersandung tali.

Dua orang lagi yang sempat jatuh juga, kemudian langsung berdiri dan memberikan perlawanan terhadap Gilang. Sementara itu saatnya gw dan pak polisi beraksi.

"SEKARANG PAK!" Seru ku kepada pak polisi. Kami berdua langsung menghantamkan batang bambu dan kayu yang kami pegang, saat rombongan lainnya hendak masuk.

BLETAKK! KRAKKK! Batang bambu yang gw pegang malah langsung patah dua, saat gw kira, serangan gw menghantam dengan telak wajah mereka yang hendak menerobos masuk. Ternyata mereka masih mampu bertahan walau terkena serangan gw ama pak polisi. Mereka hanya terlihat sempoyongan.

Namun serangan gw dan pak polisi itu berhasil membuat mereka menghentikan gerakannya, dan memperhatikan apabila ada jebakan lainnya. Sial! Gw kira minimal bisa ngabisin lebih dari setengah.

Sementara itu Gilang juga berhasil mengatasi dua orang yang tadi. Dengan gerakan cepat, Gilang menghindari pukulan lawan dengan sedikit merunduk, kemudian sambil merunduk si Gilang berputar dengan menaikan kakinya ke atas, hingga menghantam langsung wajah orang itu sampai terpelanting ke samping, tidak menyangka akan mendapatkan tendangan Gilang. Namun yang lebih mengejutkan, dia ternyata masih mampu untuk berusaha berdiri.

Satu orang lagi yang langsung melepaskan sebuah pukulan ke arah Gilang, saat melihat kawannya mental terkena tendangan si Gilang. Namun Gilang berhasil menangkap tangan orang itu dan membantingnyag ke lantai. Ughh...gw pernah ngerasain tuh sakitnya dibanting Gilang.

Melihat empat orang kawannya bertumbangan dengan cepat, langsung membuat mereka yang tersisa bersikap siaga. Beberapa dari mereka bahkan langsung mengeluarkan parang. Kemudian ada satu orang yang bertubuh besar menerobos dari belakang, dan maju ke arah Gilang.

Gw dan yang lainnya sudah bersiap di samping Gilang. Gilang kemudian menoleh kepada gw, dan bertanya, “Lu masih ada trik laen ga?”

“Hmm...still working on it.” Jawab gw sambil berpikir, membuat seringai Gilang malah semakin lebar.

Then it’s time for my plan.” Ujar tersenyum senang sekali.

And what exactly is your plan?” Tanya gw penasaran, sekaligus punya firasat gak enak nih.

Simple kok. Seraaaannngg!” Gilang langsung maju melesat setelah berseru keras kepada kami. Nah itu dia yang gw takutin.

“Har, Ed...hati-hati kalo berhadapan ama yang bawa parang. Sebisa mungkin menghindari jauh-jauh, dan jangan ambil resiko yang gak perlu.” Seru gw ke Edi dan Hari.

Gw, Hari dan Edi langsung bersiaga. Sementara pak polisi nya langsung mengeluarkan pistolnya.

Gilang langsung menyerang orang yang bertubuh besar itu. Tubuhnya kekar sekali, seperti seorang binaragawan. Gilang langsung melompat sambil berputar. Dia kembali mengeluarkan tendangan berputarnya, berusaha menghantam kepala orang besar tersebut.

BUKK! Namun orang berbadan besar itu mampu menahan tendangan berputarnya Gilang, yang tadi sudah memakan korban sebanyak dua orang. Setelah menangkis, orang itu langsung meninjukan tangan kirinya yang ototnya terlihat begitu besar, ke arah Gilang.

BUKK! Sesaat sebelum pukulan orang itu mengenai Gilang, Gilang telah lebih dulu menyerang belakang lutut orang itu dengan sebuah tendangan cepat, hingga orang besar itu limbung, dan menghentikan tinjunya itu.

Saat orang kekar itu limbung, Gilang sekali lagi melancarkan serangan tendangan berputarnya. Kali ini telak menghamtam kepala orang itu, hingga hampir terjerunuk ke depan. Namun dia masih mampu menahannya, dan kembali tegak dan menghadap ke arah Gilang, sambil mengusap-usap belakang kepala nya yang tertendang oleh Gilang.

Gila! Uda ketendang ama Gilang tapi orang itu tampak seperti tidak terjadi apa-apa. Artinya serangan tendangan Gilang tadi, gak ada rasanya bagi dia. Gilang pun kelihatannya menyadarinya, dan malah semakin lebar seringai nya.

“Udah? Segitu doang tendangan lu?” Ujar orang itu mengejek Gilang, dan memprovokasinya.

Gilang pun kembali melesat cepat. Sedangkan gw, Hari dan Edi sedang berhadapan dengan sisa nya. Gw sedang berusaha berkelit dari serangan orang yang menggunakan parang di tangannya. Dan setiap kali gw berkelit, Oli dan Karin selalu memekik ketakutan, justru membuat gw sedikit kehilangan konsentrasi gw.

Dalam situasi seperti ini, daya analisis dan pengamatan gw sedikit terhambat, karena perhatian gw benar-benar teralihkan dengan parang yang ada di tangannya. Selain itu, ada seorang lagi yang ikut menyerang gw, yang untungnya dengan tangan kosong.

DOR! DOR! Pak polisi itu sempat dua kali mengeluarkan tembakan saat dia akan di serang salah seorang yang menggunakan parang juga, namun sayangnya meleset dari sasaran, karena sambil menghindari serangan satu orang lagi yang juga menggunakan parang. Gw berpikir pak polisi itu dalam keadaan yang gawat sekali, walaupun dia memegang sebuah pistol. Tapi pistol revolver hanya berisi 6 butir peluru. Dan dalam situasi patroli lalu lintas, bahkan tidak terisi penuh biasanya.

Di tempat lain Hari dan Edi pun sedang berjibaku dengan lawannya masing-masing. Mereka saling memukul satu sama lain. Hari sedang bergumul di lantai, berusaha saling memiting dan membelit satu sama lain. Mereka terus bergulingan. Kadang-kadang Hari memberikan sebuah pukulan untuk membuatnya lengah. Begitu juga lawannya. Situasi masih seimbang kelihatannya.

Sedangkan Edi justru sedang bertahan habis-habisan, di serang oleh lawannya itu dengan berbagai pukulan dan tendangan. Walau belum ada satu pun serangan lawan yang mengenai tubuhnya dengan telak.

Tapi gw gak punya banyak waktu untuk memperhatikan pertarungan lain. Karena pertarungan gw pun tidak kalah gawatnya ini kalo gak segera gw atasin. Gw berusaha untuk fokus melihat arah serangan mereka berdua. Mereka ada di kiri dan kanan gw.

Orang yang memegang parang, yang ada di sebelah kanan gw, sedang membabatkan parangnya ke arah perut gw. Sementara orang di sebelah kiri gw sedang menunggu gerakan gw. Sial, pikiran gw benar-benar teralihkan oleh ketakutan akan parang itu.

Walau gw berhasil menghindari tebasan parang itu, tapi orang di sebelah kiri gw berhasil menendang gw di bagian perut. Walau berhasil gw tahan, tapi tetap aja berasa mulasnya. Oli dan Karin kembali memekik keras saat gw terkena hantaman tendangan di perut.

Orang berparang itu rupanya melihat sebuah peluang, saat perut gw terhantam tendangan temannya itu. Dan langsung berusaha membelah gw. Oli dan Karin bahkan sampai berteriak keras, saat gw hampir di bacok dari atas kepala. Dengan reflek cepat, gw langsung melompat menjauhkan diri gw dari mereka. Fiuhhh! Untuk sementara gw lolos dari bahaya.

Untuk sesaat, gw memang berhasil menghindar dari serangan mereka. Tapi gw sama sekali gak ada kesempatan buat nyerang. Ini gak bisa begini terus. Gw musti bisa memberikan serangan balik yang bisa melumpuhkan mereka, agar gw bisa membantu rekan-rekan gw yang lain.

Gw lalu membuka ikat pinggang gw, dan menariknya keluar dari celana panjang gw. Hanya ini lah yang bisa gw gunakan sebagai senjata untuk saat ini, pikir gw. Saat orang berparang itu maju dan menyerang gw lagi, otak gw reflek langsung memberikan gambaran demi gambaran bagaimana untuk melumpuhkannya.

Dilihat dari gerakan kaki dan tangan yang menyamping, gw bisa memastikan bahwa dia akan menyerang dengan membabat kan parang ke arah perut gw lagi. Sasaran paling empuk dari tubuh manusia.

Sementara itu seorang rekannya bergerak dari samping, mencoba menjepit gw dengan serangan dua arah. Dan untuk mengatasinya, gw harus melumpuhkan sasaran termudah dulu, yaitu yang tidak membawa parang di tangannya.

Gw harus berlari ke arahnya, dan sebelum dia melancarkan serangan, gw serang duluan menggunakan ikat pinggang gw ke arah wajahnya, hanya untuk menghentikan gerakannya. Kemudian gw tarik tangannya, gw paksa dia berlari berputar dengan gw sebagai poros sumbu putaran, agar bisa gw lempar ke arah orang yang memegang parang.

Saat tubuh keduanya bertabrakan, itu lah saat nya gw menghantam parang yang dipegangnya dengan menyabetkan ikat pinggang gw, ke pergelangan tangannya, langsung gw lanjutkan dengan menyabetkan lagi ikat pinggang gw, sambil berputar, untuk mengincar wajahnya.

That’s it! Sesuai dengan image yang tergambar di otak gw tadi, badan gw reflek langsung menjalankan langkah-langkah yang uda tersusun rapi di kepala gw. Gw menyerang lebih dulu orang yang tidak membawa parang itu. Dan sesuai gambaran tadi, gw berhasil melumpuhkannya, dan berhasil memutar serta melemparkan tubuhnya ke arah orang yang memegang parang. Sejauh ini masih sesuai gambaran tadi, pikir gw.

Gw lanjutin dengan gerakan selanjutnya dengan menyabetkan ikat pinggang gw ke pergelangan orang yang memegang parang itu, dimana saat ini tubuhnya terjatuh akibat terhantam tubuh orang yang gw lempar tadi.

BLETAK! TRANGG! Tangannya langsung melepaskan parang dari tangannya, saat pergelangan tangannya sukses kena hantam ujung besi ikat pinggang gw, hingga ia mengaduh kesakitan. Belum selesai, serangan pamungkas. Gw langsung berputar kembali menyabetkan ikat pinggang gw ke wajahnya.

BLETAKKK! Kepala orang tersebut terpelanting ke samping saat terkena dengan telak sabetan ikat pinggang gw itu. Sukses! Pikir gw senang sekali.

“Arrgghhh!” Tiba-tiba gw di kejutkan oleh teriakan dari samping gw, membuat gw menoleh dengan cepat. Dan melihat pak polisi yang sedang memegangi tangannya yang tersabet parang. Darah mengucur derah dari tangannya. Tapi masih untuk pistolnya tidak sampai terlepas dari tangannya.

Pak polisi itu segera mengambil jarak, namun segera di kejar oleh orang yang satu lagi, dan segera membabatkan parangnya ke arah pak polisi itu, tanpa dapat menghindar lagi.

Di tempat lain, Gilang yang sedang bertarung dengan orang kekar tersebut terlihat di atas angin saat tendangan Gilang berhasil menghantam perut orang kekar tersebut, kemudian dilanjutkan dengan sebuah serangan lutut sambil melompat ke atas.

Orang kekar tersebut sedikit terpental ke belakang terhantam lutut Gilang. Kemudian Gilang terlihat sedang dalam posisi kuda-kuda, lalu dengan secepat kilat bergerak maju mengejar orang kekar tersebut. Dengan menghentakan kaki dengan keras, BLAM! Dan di ikuti oleh sepasang tinju Gilang merengsek ke depan, dan menghantam telak dada orang kekar tersebut.

Yang benar-benar membuatku tidak percaya saat melihatnya. Tubuh kekar tersebut melayang terbang, hingga mendarat jatuh di depan orang yang hendak menyerang pak polisi tadi.

Entah disengaja atau tidak, tapi Gilang telah menyelamatkan hidup polisi itu, saat menghentikan serangan orang itu, disaat pak polisi sudah tidak bisa menghindar lagi. Melihat satu kesempatan itu, pak polisi itu langsung mengangkat pistolnya dan mengarahkan ke pria yang membawa parang tersebut.

DOORR! “AAAAAARGGHHH!” Tembakannya kali ini tepat mengenai tempurung lutut orang tersebut hingga ia terjatuh dan melepaskan parangnya, diiringi sebuah teriakan keras sambil memegangi lututnya, yang tertembak.

“Lumayan tahan juga lu, ampe bikin gw ngeluarin ‘Sepasang Harimau Menerjang’ gw. Ck..ck...ck...salut gw.” Ujar Gilang santai sambil berjalan ke arah orang kekar yang tergeletak tidak sadarkan diri itu.

Suara tembakan yang diiringi oleh teriakan membahana, rupanya turut membuat pertarungan Hari dan Edi dengan kedua lawannya pun ikut terhenti. Saat itu Hari gw lihat masih terus bertarung sengit. Hari berhasil melayangkan satu pukulan telak yang menghantam bibir lawannya itu, walau lawannya itu berhasil menendang rusuk Hari, dan membuatnya berteriak kesakitan sambil memegangi pinggangnya.

Saat tembakan yang ketiga itu terdengar, mereka memang sedang sama-sama mengambil jarak dan beristirahat sambil memperhatikan gerakan masing-masing.

Di tempat lain, bibir Edi yang gw lihat berdarah masih mampu membalas serangan lawannya dengan lebih telak, saat Edi berhasil membenturkan kepala lawannya itu ke dinding. Walau sempoyongan, tapi lawannya itu masih mampu untuk berdiri. Edi pun tampak ngos-ngosan sekali gw lihat. Saat tembakan itu terdengar, dan diiringi oleh teriakan kesakitan, keduanya langsung sama-sama menoleh ke asal suara terdengar.

Dengan tumbangnya 3 orang yang menjadi andalan mereka, rupanya sedikit membuat nyali mereka ciut. Apa lagi tidak ada yang tumbang di antara kami. Jumlah musuh sekarang seimbang dengan jumlah kami.

Nafas Edi dan Hari sudah memburu, dan terlihat keletihan sekali. Begitu juga gw, walau gak separah mereka berdua. Pak polisi, terluka cukup parah di tangannya. Hanya Gilang seorang yang masih tampak segar bugar. Emang luar biasa si Gilang ini, pikir gw. Sekali lagi gw bersyukur Gilang ada di pihak kami, bukan di pihak Gery.

“KAK RANGGAA!” Tiba-tiba terdengar pekikan Karin. Gw dan yang lain langsung menoleh, dan melihat Gery yang sudah bangun dari pingsannya, terlihat mendorong Karin hingga terpelanting ke belakang, dan langsung menindih tubuh Olivia, kekasih gw itu.

“BANGSAATTT!” Teriak gw sambil berlari kencang ke arahnya. Begitu juga Gilang gw lihat berlari ke arah Gery, yang sepertinya hendak berbuat kurang ajar kepada Oli, disaat kami semua lengah.

“JANGAN MAJU ATAU GW GOROK LEHER NIH LONTE SIALAN!” Teriak Gery, sambil kembali mengarahkan pisaunya ke leher Oli, sementara tangan satunya dengan sialan dan kurang ajar-nya sedang meremasi payudara Oli. Oli pun tidak bisa berbuat banyak karena pisau yang menempel di lehernya. Dia hanya menatap gw dan menangis.

Bangsat! Tolol gw! Mustinya tadi abis gw tendang langsung gw iket dulu si bangsat pengecut ini. Maki gw ke diri gw sendiri. Posisi ini kembali seperti pertama tadi saat dia menyandera adiknya Gilang.

Gw dan Gilang menghentikan langkah kami, demi melihat keselamatan Oli yang terancam. Sementara itu 5 orang yang tadi sempat mundur, mulai maju lagi perlahan ke arah Edi, Hari dan pak polisi. Siall! Apa taktik gw kali ini nih. Gw berusaha memikirkan taktik untuk mengatasi ini lagi. Taktik pertama jelas takkan berhasil lagi kali ini.

“Lu ada ide apa kali ini Ga?” Tanya Gilang saat ia mendekati gw. Dan untuk sesaat, gw benar-benar tidak tau harus berbuat apa pun. Hingga tiba-tiba gw terpikirkan sebuah ide.

Sebuah serangan yang gw bakal aplikasikan berdasarkan komik yang dulu pernah gw baca. Dan hanya Gilang yang mampu melakukan ini, pikir gw, dengan kemampuan bela diri dan gerakannya yang lincah.

“Lang, gw punya ide. Gini, lu bisa ga tar...........” Gw membisikan sebuah rencana kepada Gilang. Dia hanya mengangguk-angguk saat mendengar penjelasan rencana gw ini ke dia.

“Oke sip. Ini beresiko, tapi worth to try” Ujar Gilang. Gw melihat keadaan Hari dan kawan-kawan yang mulai terkepung oleh mereka. Gawat! Gw musti cepet selsain ini. Pikir gw.

“Lang, kita harus cepet selsain ini, dan langsung ngebantuin yang disana.” Ujar gw ke Gilang, yang juga terlihat kuatir melihat keadaan mereka.

“Pasti. Kita mulai sekarang Ga.” Jawab Gilang.

Gw kemudian tiba-tiba langsung berlari kencang ke arah Gery, dan Gilang mengikuti berlari kencang di belakang gw. Gery yang sedang meremasi payudara Oli, kaget melihat sikap gw, dan langsung bersiaga sekaligus mengancam lagi. “LU MAO NIH LONTE MATI HAH?”

“OLI GIGIT TANGAN DIA SEKARANG!” Perintah gw ke Oli tiba-tiba, membuatnya tersadar dari sikap pasrah dan menangisnya, dan langsung menggigit tangan Gery yang mengarahkan pisau ke lehernya.

“AWWWW...DASAR LONTEE!” Si Gery berteriak kesakitan dan memaki Oli, tapi dia juga melepaskan Oli sesaat dari ancaman pisau di tangannya. Ini kesempatan gw.

“SEKARANG LANG.” Ujar gw sambil menghentikan lari gw dan membungkuk. Sementara Gilang semakin kencang berlari, dan melompat menjadikan punggung gw pijakan untuk melompat tinggi hingga mendarat tepat di belakang Gery.

Gery yang terkejut langsung berbalik ke arah Gilang sambil bersiaga, sementara gw setelah menjadi pijakan Gilang, langsung kembali berlari ke samping Gery dan langsung menangkap dan menggendong tubuh Oli untuk menjauh.

Gery yang menyadari gerakan gw, kembali menghadap ke arah Oli, namun sudah terlambat bajingan tengik. Lihat ke arah Gilang! Ujar gw dalam hati.

“HOI!” Teriak Gilang lantang, mengejutkan Gery dan....gw!

What??? Kenapa lu malah teriak, bukannya nendang si Gery waktu dia lengah saat perhatiannya teralihkan gw??? Tanya gw dalam hati. Ini gak sesuai rencana gw.

“Lang?? lu ngapain? Kita musti nyelametin yang laen sekarang!” Ujar gw ke arah Gilang.

“Tenang aja bro. Mereka uda ada yang nyelametin. Lu liat sendiri. Temen-temen gw pada dateng tuh.” Ujar si Gilang sambil menganggukan kepala ke arah Hari dan kawan-kawan sedang di kepung.

Gw langsung melihat ke arah Hari. Gw melihat ada tiga orang yang sedang bertarung menghadapi mereka berlima. Gerakan dua orang dari tiga orang itu gw lihat, juga sama gesitnya dengan si Gilang.

Salah satu orang itu dengan santai dan cepat menghabisi tiga orang sekaligus. Pertama, dia berlari ke arah orang terakhir yang memegang parang. Saat orang tersebut membabatkan parangnya, tanpa rasa takut dia malah menendang tangan yang sedang mengayunkan parang, hingga justru membuat parang itu terlepas, lalu dengan cepat dia masuk ke depan orang itu, dan entah berapa kali pukulan super cepat yang masuk ke seluruh tubuh orang itu yang jelas sebuah hentakan keras dan hantaman bahu membuat orang tersebut mencelat mental jauh hingga menghantam dinding, dan jatuh berdebum.

Orang itu terlihat tidak bangun lagi. Entah mati atau hanya pingsan, gw gak tau pasti. Belum selesai dengan orang itu, kawan Gilang itu langsung dengan cepat berputar dan menyapu kaki lawan lainnya, hingga terpelanting jatuh. Dan dalam secepat kilat, dia sudah ada di atas tubuh lawannya dan menghantamkan tinjunya ke wajahnya hingga darah segar muncrat dari hidungnya.

Selesai dengan dua orang, tidak membuat kawan Gilang itu berhenti. Dia terus merangsek lawan berikutnya. Pukulan lawannya di tepis ke bawah dengan mudah, dan serangan sikut kawan si Gilang langsung menghantam tepat ke bahu lawannya. Dan sama seperti tadi, dia pun langsung mengeluarkan pukulan super cepatnya lagi dalam jarak dekat. Benar-benar cepat, hingga gw gak mampu melihat dengan jelas gerakannya. Yang gw liat, cuma pukulan terakhirnya dengan menghantam menggunakan kedua tapak tangannya, tapi lawannya itu kembali mencelat mental.

Luar biasa gw liatnya. Benar-benar luar biasa. Sementara kawan Gilang yang lain, juga dengan mudah menghantam lawannya dengan menggunakan hantaman siku di sekujur tubuh lawannya, mulai dari lutur, paha, pinggang, bahu, leher, hingga batang hidung lawannya, semua kena hantam sikunya.

Dan yang terakhir, bergaya seperti seorang petinju, dengan langkah ringan, tapi cepat mampu menghantamkan sebuah upper cut-nya ke rahang lawannya tanpa lawannya bisa memberikan serang ke tubuh kawannya Gilang itu.

Hanya dalam waktu kurang dari satu menit, mereka berlima roboh semua. Membuat takjub kita semua. Yah kecuali Gilang mungkin. Tapi mereka benar-benar luar biasa tangguh sekali. Sebenarnya, si Gilang ini masuk perkumpulan apa sih? Tanya gw dalam hati.

Gery yang melihatnya pun, benar-benar membuatnya seperti orang ling lung. Dan celingukan ke sana kemari. Wajah nya terlihat rasa takut, saat melihat seluruh teman-temannya bertumbangan disana sini.

“Cuma segini aja Lang sisanya?” Seru seseorang yang tadi dengan cepat menghabisi tiga orang itu.

“Yah, yang nyuruh lu dateng juga siapa San?” Ujar Gilang sambil tersenyum lebar.

“Bini lu lah. Dia bilang adek lu, si Gara lagi dikerubutin. Ada pesta gini, ya gw dateng lah Lang.” Kali ini temannya yang lain yang berbicara.

“Heheheh...cuma pesta kecil-kecilan doang lah. Jauh dibanding pesta besar kita waktu dulu.” Jawab Gilang membuat gw terkejut. Kaya begini di bilang pesta kecil-kecilan? Gimana pesta besarnya? Pake bom gitu? Sinting emang mereka ini. Pikir gw geleng-geleng kepala.

“Kamu gapapa sayang?” Tanya gw ke Oli, yang sedang memeluk gw erat sambil menangis.

“Gapapa yang.” Jawab Oli. Gw kemudian menarik Oli ke arah Karin, yang tadi di dorong ama si Gery.

“Lu gapapa Rin?” Tanya gw.

“Gapapa kak. Gimana kak Oli?” Tanya Karin balik.

“Gapapa juga Rin aku” Jawab Oli juga.

“Ga, boleh gak, lu serahin nih bangsat ke gw. Dia uda bikin adek gw babak belur. Setidaknya, sebagai kakak, gw harus memberinya sebuah tanda terima kasih ke dia.” Ujar Gilang ke gw.

Be my guess, my friend. And please, send him my regards too.” Jawab gw sambil tersenyum.

Oh I Will. Tolong jagain adek gw, si Gara sebentar ya Ga” Ujar Gilang kemudian.

Gw, Oli dan Karin pun kembali ke sisi Gara untuk menjaganya. Dia masih belum sadar tadinya. Tapi pada saat Karin mengusap wajahnya, dia langsung memberikan respon dengan membuka matanya.

“Gara? Gara? Maafin aku yah sayang” Ujar Karin menangis di dadanya, saat melihat Gara membuka matanya.

“....awww...sa-kit...Rin...” Ujar Gara lemah, yang membuat Karin terkejut dan segera bangun.

“kamu...gapapa Rin?” Tanya Gara sambil tersenyum lemah.

“Aku gapapa sayang. Gilang, ama kak Rangga dateng nyelametin kita, sayang. Bukan cuma mereka, ada kak Hari, kak Edi, temennya kakak aku, juga ada Sandi, Robi juga, ama satu lagi aku gak kenal.” Jawab Karin tersenyum lega. Oli langsung memeluk Karin.

“Lu...Gara ya? Maafin gw yah. Gara-gara urusan gw, ampe jadi bikin lu celaka buat nyelametin adek gw si Karin. Thanks ya...Gara.” Ujar gw.

“Ohh...lu...kakak nya Karin ya? Gw Gara. Sama-sama lah. Lagian, Karin emang pantas diperjuangin dan dilindungin.” Ujarnya membuat Karin tersenyum lembut menatap nya sambil menyandarkan kepalanya di bahu Oli. Heh, kayanya, adek gw dapetin cowo yang hmm...boleh lah. Asal dia gak ngapa-ngapain aja ama Karin.

“Nyali lu uda ciut blom nyet? Kalo belom ayo temenin gw maen gebuk-gebukan bentar. Tenang aja, gw gak kaya lu perlu banyak orang cuma buat gebukin satu orang aja.” Ujar Gilang yang maju ke arah Gery. Wajahnya jelas-jelas menunjukan ketakutan, karena tidak memiliki dukungan siapa-siapa lagi.

“Udah, lu gak perlu ngeliat kesana kemari. Lu liat ke arah gw sekarang, nyet. Lu...gak lagi ketakutan kan ama gw? Ato lu mao pipis di celana dulu?” Ujar Gilang mengejek si Gery.

Gery masih terlihat ragu-ragu untuk melayani tantangan Gilang, yang terus berjalan mengitarinya, sambil memancing emosinya.

“Ayo lah, lu punya kontol kan di selangkangan lu? Ato uda lu potong kontol lu itu, biar bisa jadi banci tulen?” Ujar Gilang terus memancing emosi Gery.

“Bangsat bacot lu” Gery pun mulai terpancing emosi.

“Owhh...ya gw lupa. Sori, lu bukannya motong kontol lu buat jadi banci tulen. Lu dari lahir emang uda gak punya kontol, emang uda banci tulen dari lahir. Makanya lu bisa punya banyak temen disini. Karena gw yakin lu pasti rajin ngocokin kontol mereka semua pake bool lu kan?” Ujar Gilang sambil cengengesan.

Gery mulai mendengus emosi mendengar celotehan Gilang.

“Lu tetep gak berani nemenin gw maen gebuk-gebukan? Ato lu perlu ini?” Tanya Gilang sambil menendang sebuah parang ke arahnya.

“Serius? Lu tetep gak berani biar uda gw kasih parang? Ato lu mao nya gw kasih dildo? Buat ngocokin bool lu itu?” Ejek Gilang.

“Anjing lu...mampus luhh” Kali ini Gery terpancing emosinya, dan mengambil parang itu, lalu menyabetkannya ke arah Gilang.

“Wow...that a boy!” Serunya sambil menghindar. Gery kembali menyabetkan parang itu ke belakang, saat Gilang menghindari serangan pertamanya.

“Oppss...masih jauh jing. C’moonn! Pake tenaga lu, jangan pake bool lu” Ujar Gilang terlihat mempermainkan Gery, dengan terus menghindari serangan demi serangan Gery, yang terlihat sporadis.

“GARA!” Bentak Gilang tiba-tiba ke arah Gara.

“Lu...gw...jam 5 pagi, latihan di kosan gw. Ama orang cemen kaya gini aja lu bisa babak belur.” Ujar Gilang kepada Gara, bisa sambil berbicara kepada Gara, sambil terus menghindari serangan Gery.

Gery terlihat kesal sekali diremehkan seperti ini. Dia pun menyerang Gilang dengan membabi buta.

“Bangun lu! Jangan manja tiduran di paha Karin mulu. Lu tuh cowo, bangun sekarang juga. Jangan malu-maluin abang lu, pake berlindung di paha cewe. Kalo lu gak bisa ngelindungin Karin, artinya lu gak pantes jadi cowonya Karin!” Bentak Gilang kepada Gara. Gila apa nih abangnya? Uda babak belur gini, malah di suruh berdiri. Karin pun terlihat kuatir dengan perintah Gilang.

Tapi sepertinya bagi Gara, perintah Gilang, adalah sebuah titah kaisar yang harus dijalani dan dilaksanakan. Dengan sekuat tenaga, Gara mencoba bangkit berdiri. Karin ingin membantunya, namun dicegah oleh Gara sambil tersenyum. Dan Gara pun akhirnya mampu berdiri.

Sementara itu Hari, Edi, pak polisi, serta ketiga kawan Gilang sudah mendekat ke arah kami, sambil melihat Gilang hanya terus menghindari serangan Gery.

Tiba-tiba terdengar bunyi sebuah sirine polisi yang cukup banyak, masuk ke area ini. Tampaknya bala bantuan polisi pun sudah tiba. Dan ini membuat Gery menghentikan serangannya, dan ketakutan karena sudah tidak bisa lari kemana-mana.

Gilang kemudian menghampiri Gara, dan seperti sedang memijit-mijit bagian tubuh Gara. Gara pun sesekali mengernyit kesakitan, membuat Karin pun mengernyit juga.

“Gak ada yang retak ato patah. Cuma memar biasa. Oke, kita mulai training kita di sini. Kebetulan ada lawan. Ayo buruan lu hadepin dia.” Ujar Gilang mengejutkan kami semua.

“Lang, adek lu kan uda babak belur gitu. Dia musti di rawat dulu kali?” Ujar gw mencoba mencegah Gilang.

“Nah, dia oke-oke aja kok Ga. Lu liat tar aja bro. Lu liat dia butuh perawatan rumah sakit ato gak.” Ujar Gilang santai.

Karin sempat menahan tangan Gara, saat Gara hendak maju menghadapi Gery. Tapi Gara berhasil meyakinkan Karin sambil mengecup keningnya.

“Sodara, gak perlu seperti ini. Bantuan sudah tiba di bawah. Biar kita ringkus dia, jangan sampe malah makin terluka.” Ujar pak polisi itu.

“Ini...hanya proses pendewasaan aja kok pak. Gak lebih.” Ujar Gilang lagi. Gara pun sudah berada di hadapan Gery, yang terlihat semakin ciut.

“Bangsat, lu...ngeremehin gw banget ya. Biar gw mampusin dulu adek lu ini” Ujar Gery yang emosi diremehkan oleh Gilang, dengan meminta adeknya yang babak belur untuk melawan Gery.

Gery pun langsung menyabetkan parangnya ke arah Gara. Gara terlihat dalam kondisi yang lemah sekali gw lihat. Gw dan semuanya gw yakin, begitu kuatir kepada Gara. Karin bahkan sampai memekik kuatir.

Namun sesaat sebelum parang itu menebas tubuh Gara, dengan cepat Gara merunduk sambil berputar menyapukan kakinya dan menghantam kaki Gery, hingga ia terjatuh.

“BANGSAATT!” Maki Gery, yang kemudian segera berdiri lagi, dan kembali menyerang Gara, yang terlihat sedang memegangi rusuknya setelah melakukan gerakan sapuan tadi.

Gara mundur setengah langkah untuk menghindari sabetan Gery. “SEKARANG MAJU!” Teriak Gilang kepada Gara. Gara pun langsung melesat mendekati Gery, yang pertahanan punggungnya terlihat kosong, setelah menyabetkan parangnya dengan sepenuh tenaga.

Namun Gery mengubah pegangan parangnya, dan dalam posisi membelakangi Gara, Gery langsung menusuk ke belakang dengan gerakan sabetan samping.

Tab! Gara menahan siku Gery, yang sedang menyabet ke belakang, menangkapnya dan menarik tangan Gery hingga membuat dia berputar mengikut arah tarikan Gara. Gara langsung melempar Gery ke arah dinding, dan membuat Gery menabrak dinding dengan cukup keras kepalanya.

Gery terlihat terhuyung-huyung, namun dengan cepat walau masih sempoyongan segera berdiri, dan mencoba menyerang lagi Gara. Serangan yang terburu-buru, pikir gw. Dan benar saja. Gara kembali menahan tangan Gery yang hendak menyabetkan parang lagi, dengan tangan kirinya, lalu dengan gerakan berputar hingga Gara membelakangi Gery, Gara lalu menarik tangan Gery ke depan, membuat tubuh Gery menjadi terangkat, dan jatuh berdebum, saat Gara membantingnya. Parangnya terlepas dari tangan Gery, yang kesakitan sambil memegangi punggungnya.

“Hmm...yah lumayan lah. Tapi gerakan lu masih kurang efektif. Masih perlu banyak latihan lagi.” Ujar Gilang kemudian. Gila, kaya gitu di bilang lumayan? Hahaha...dasar keluarga maniak semua, pikir gw geli sekaligus menakutkan melihat mereka berdua.

Tidak lama kemudian serombongan polisi bersenjatakan lengkap memasuki ruangan. Pak polisi yang bersama kami, menjelaskan segala situasinya kepada komandan yang bertugas. Komandan itu pun bertindak cepat dengan meminta bantuan medis untuk mengobati luka-luka kami. Terutama luka di tangan pak polisi yang tadi tersabet parang, dan luka memarnya Gara.

Komandan itu juga meminta kami semua untuk ikut ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Gw kemudian melihat ke sekeliling gw. Berbagai kekacauan dan banyak orang bergelimpangan di lantai. Gw lega semua sudah berakhir. Gw lega adek gw Karin baik-baik aja.

Gw juga sempat berpesan kepada Karin, untuk merahasiakan kejadian ini kepada kedua orang tua kami. Gw gak mau nyokap kuatir yang berlebihan juga. Begitu juga Karin. Dan yang lebih melegakan lagi, adalah mendapatkan kehangatan sebuah pelukan dari wanita cantik yang begitu mempesona gw dari kecil, serta sebuah kecupan ringan di pipi gw.

Yah...it’s worth fighting for, pikir gw.

Gw pun dikenalkan oleh Gilang kepada para sabahabatnya, yang tadi telah menolong Hari dan Edi saat dikepung tadi.

Yang mengalahkan tiga orang, seorang diri itu, namanya Sandi. Sedangkan yang seperti petinju itu, merupakan calon kakak iparnya Sandi, namanya Pandji. Dan yang terakhir itu namanya adalah....

“Oli? Lu...Oli anaknya om Yoga bukan?” Tanya orang itu mengenali Oli. Membuat Oli terkejut.

“He? Lu..siapa ya?” Tanya Oli bingung.

“Gw Robi, anaknya pak Chandra, dari Boro Boro Property, masih inget?” Jawab pria yang bernama Robi itu. Eh? Kok dia bisa kenal Oli?

“Ohhh...yaa gw inget. Aduuhh...jadi pangling gw Rob. Gw uda gak kenalin lu lagi” Jawab Oli kemudian. He? Kok gw bisa gak tau ya, Oli punya temen si Robi ini.

“Iya lah. Gw aja sempet ragu-ragu tadi. Tapi wajah lu emang gak beda jauh sih. Oh iya, bi Asih masih ada gak sih?” Ujar si Robi. Dia bahkan mengenal bi Asih juga. Hmm...kok gw bisa jadi kaya...hmm...kuper gini sih.

“Masih kok, dia masih kerja di rumah gw. Sempet brenti waktu kawin, tapi cuma beberapa tahun, lalu balik lagi ke rumah gw.” Jawab Oli lagi.

“Iya ya. Kalo inget kata dia dulu, dia katanya sering mandiin gw ya, gara-gara lu maksa pengen mandiin gw” WHAT???? WHAT THE F*#$?! MAKSUDNYA APAAN OLI AMPE MAKSA PENGEN MANDIIN SI ROBI???! Mata gw ampe melotot saking terkejutnya. Yang lain pun juga pada terkejut, membuat Oli pun menjadi salah tingkah atas ucapan si Robi.

“Waktu gw masih bocah, sob. Jangan melotot dulu. Hahaha. Kata bi Asih tuh, Oli pengen banget punya adek cowo, tapi belom kesampean. Jadilah pas bokap gw maen ke rumah Oli, gw yang waktu pertama dateng itu masih umur setaonan, dijadiin boneka-bonekaan ama si Olivia ini. Hahaha.” Ujar Robi sambil tertawa, berusaha menjelaskan maksudnya saat melihat mata gw melotot. Hahaha...sialan, gw uda cembokur ajah.

“Eh...San, Lang, Ndji...awas lu jangan ketawa, dan jangan ngebacot ama cewe-cewe ya, gw hajar lu. Hahaha” Ujar si Robi mengancam sahabat-sahabatnya yang sedang menertawakan dirinya. Oli pun menjadi tertawa kecil sambil merebahkan kepalanya di bahu gw.

“Eh Rob, kali ini otak lu tuh punya saingan brur. Nih otak si Rangga, asli encer banget kalo uda urusan nyusun strategi perang ama daya pengamatan.” Ujar si Rangga tiba-tiba memuji gw. Membuat gw menjadi salah tingkah jadinya.

“Ha? Serius lu? Kaya gimana emang?” Tanya Robi terlihat tertarik.

“Awalnya ada salah paham antara gw ama dia, karena kita gak saling kenal, dan gw kebetulan pas lagi gendong adeknya yang pingsan, si Karin.” Jelas Gilang.

“Kita sempet fight. Yah dia emang gak mendalami bela diri apa pun. Jujur waktu itu gw merasa akan menang mudah lah ama dia. Tapi sue-nya dia pinter bikin trik ternyata, dengan berbagai rencana, dia akhirnya malah bisa bikin gw bener-bener gak bisa berdaya. Anjrit! Gw sempet ngerasa sia-sia gw belajar silat puluhan tahun, kalo ampe keok di tangan dia” Lanjutnya sambil menepuk pundak gw.

“Tapi lu gila bro, nyolek lu sedikit aja kaga bisa gw. Malah gw ama si Hari ma Edi yang babak belur. Hahaha. Padahal kalo orang laen bisa gw analisis ama perkirain gerakannya. Tapi lu, walaupun uda gw perkirain tetep aja lu malah balik counter gw mulu.” Jelas gw balik memujinya.

“Hehe...itu cuma karena reflek aja brur. Hasil latihan silat bertahun-tahun, akhirnya bikin body gw punya reflek sendiri, saat di serang. Sedangkan lu, yang gak ada dasar bela diri, jadi agak susah ngikutin gerakan orang yang terlatih. Yang terlatih dari lu cuma mata lu doang. Jadi walau mata lu bisa ngikutin gerakan gw, tapi body lu gak bisa ngasih respon yang tepat, karena body lu belum terlatih brur. Apalagi lu kalo lawan si Sandi ngehe ini, lebih gila lagi dia.” Ujar Gilang menjelaskan beberapa hal mengenai penyebab gw gak bisa membalas serangannya. Emang sih, gw gak pernah ikut-ikutan latihan bela diri gitu.

“Woii sopan amat lu, baru dateng uda lu ngehe-ngehein. Dasar monyet gondrong sableng lu.” Ujar Sandi sewot, sementara si Gilang hanya tertawa.

“Eh iya, Ed...burung lu gimana nasibnya? Uda terbang blum ketendang ama si Gilang tadi? Kasihan Dy..cewe lu kalo lu ampe impo. Hahaha” Hampir aja gw keceplosan ngomong Dyana. Bisa berabe punya urusan deh.

“Hahahaha...sialan luh. Masih aman, tenang aja.” Jawab si Edi sambil tertawa.

“Oh iya, sori banget yah gw..mm...sempet nendang itu lu, ama lu juga Har, sempet ngebanting lu gitu.” Ujar si Gilang sambil berusaha menyalami mereka berdua.

“Iya lah, santai aja brur” Jawab Hari, begitu juga Edi.

“Eh..emm...bay de wey, lu...jangan ampe cerita-cerita gimana gw bisa gak berdaya ama lu ye. Ama pose memalukan itu, jangan lu ceritain juga. Hwahaahaha” Ujar Gilang ke gw sambil tertawa keras.

“Eh...Rangga...Rangga...lu bukan anak angkat om Yoga kan ya kalo gak salah inget gw?” Tanya Robi tiba-tiba.

“Em...yah gw emang manggil dia papa sih, karena emang uda gw anggep bokap sendiri. Kenapa emang Rob?” Tanya gw lagi.

“Om Yoga tuh belom lama ini pernah nyinggung nama lu. Tentang lu punya daya pengamatan yang kuat. Dan dia punya rencana sendiri buat lo. Tapi dia belum cerita banyak juga sih apa rencana yang dia maksud itu.” Jawaban Robi membuat gw dan Oli terkejut.

Gw jadi teringat akan pesan yang diberikan oleh om Yoga, serta lawan yang harus gw hadapin nantinya. Apa ini kah rencana yang dimaksud om Yoga itu? Pikiran gw kembali berkecamuk. Gw belum menjalankan amanat om Yoga kepada gw.

Kemudian kami semua mulai bergerak untuk ikut ke kantor polisi, untuk dimintai keterangannya. Sedangkan Gery dan kawanannya yang cukup banyak itu, langsung di borgol ataupun di ikat tangannya, dan di giring untuk masuk ke dalam truk polisi. Kecuali Gery, yang merupakan pimpinan mereka semua, dan yang paling bertanggung jawab atas semua kekacauan ini, digiring masuk ke dalam mobil polisi.

Beberapa polisi banyak yang heran melihat banyaknya para penjahat yang bertumbangan, sedangkan dari pihak kami, hanya Gara dan pak polisi yang bertempur bersama kami aja, yang mendapat luka paling parah.

Tapi begitu beberapa polisi melihat wajah Gilang, Sandi dan Robi, mereka pun langsung mengenali mereka, dan malah terlihat seperti mendapat jawaban atas rasa penasaran mereka. Seolah mereka sudah begitu paham dan gak heran lagi, akan menjadi seperti ini kalo ada mereka bertiga.

Di saat kami semua sudah merasakan kelegaan dengan berpikir bahwa ini semua sudah berakhir, tiba-tiba kami dikejutkan oleh kejadian yang sangat mengerikan, yang terjadi di hadapan mata kami semua, termasuk para polisi.

Saat itu semua kawanan si Gery sudah dimasukan ke dalam sebuah truk, sedangkan barang-barang buktinya sudah diamankan oleh para polisi. Dan motor Gara yang terparkir di balik semak pun, dibawa oleh polisi ke markas untuk diperiksa.

Begitu pun dengan kami, walau kami boleh berkendara dengan mobil kami masing-masing, tapi kami dikawal oleh polisi agar tetap menuju ke kantor polisi. Sedangkan Gery, selaku orang yang paling bertanggung jawab, dibawa terpisah dengan mobil polisi.

Dan saat Gery hendak dimasukkan ke dalam mobil polisi, tiba-tiba semburan darah segar bermuncratan dari kepala Gery, dan langsung roboh. Membuat kami semua menjadi sangat terkejut akan kejadian itu.

“SEMUA TIARAP!” Seru sang komandan polisi, membuat kami semua tiarap di tanah, tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi.

“SEMUANYA BERLINDUNG. ADA PENEMBAK GELAP!” Seru sang komandan lagi, membuat kami semua sangat terkejut. Penembak gelap? Maksudnya ada yang menembak batok kepala si Gery? Anjritt! Kenapa urusannya jadi kaya gini? Pikir gw. Siapa yang nembak dia? dan apa motifnya? Padahal lagi di tengah-tengah polisi, tapi penembak itu berani menembak Gery juga. Artinya dia tidak takut terhadap polisi-polisi ini. Artinya dia yakin kalo dia akan lolos dari kejaran polisi-polisi ini.

Gw kemudian melihat seseorang yang sedang duduk di atas motor, terlihat melipat sesuatu, yang kemungkinan besar senjata yang digunakannya untuk menembak Gery. Gw kemudian juga melihat hampir semua polisi mengeluarkan senjatanya dan mengarahkannya ke orang itu.

“TAHANN! JANGAN TEMBAK! BISA KENA PENDUDUK!” Seru komandan. Memang benar, di belakang orang di atas motor itu, banyak kendaraan lalu lalang. Salah-salah bisa terkena tembakan nyasar dan menimbulkan korban jiwa yang tidak perlu.

“KAMU! KAMU! KAMU! Kejar dia sekarang. Tangkap dia!” Seru komandan kepada beberapa orang polisi yang di tunjuknya itu, dan mereka pun segera naek ke dalam mobil dan mengejar penembak gelap tadi. Yang sudah kabur sekarang.

Walau penembak itu sudah tidak ada, tapi hampir semuanya dari kami, masih terus berlindung. Gw kembali melihat ke arah Gery. Bulu kuduk gw langsung merinding, saat melihat wajahnya dengan mata yang mendelik, mengeluarkan banyak darah.

Pertanyaan itu kembali muncul di kepala gw. Siapa penembak itu? Apa hubungannya dengan Gery, hingga membuat Gery meregang nyawa di sini? Apa ada hubungannya dengan pertemuannya dengan tante Shinta, seperti yang di kasih tau Karin? Karin pun dikejar-kejar oleh Gery, setelah dia bertemu dengannya. Apa sebenarnya yang disembunyikan oleh Gery.

Gery dengan tante Shinta....apa ada hubungannya dengan Oli? Atao papa Yoga? Ataukah ini tidak berhubungan sama sekali, dan penembak itu hanyalah salah satu musuh Gery saja. Entahlah. Gw juga baru menyadari bahwa gw sedang memeluk Oli untuk melindunginya. Berarti tadi pada saat panik, gw reflek ngelindungi Oli yah. Hehehe. Parah gw ampe gak nyadar mah.

Hmm...apa...gw di ikutin ya sejak bertemu papa Yoga kemarin.

“Hati-hati dengan Shinta, Shinta jahat dan licik.” Begitu isi ucapan papa waktu itu, gw ingat.

“Kamu pulang ati-ati, bodyguard tante Shinta, namanya Cindy itu mantan Mercenary atau tentara bayaran.” Ingat gw lagi akan segala ucapan papa.

Bodyguard nya mantan tentara bayaran. Seorang tentara bayaran, yang biasa berperang untuk uang. Seorang profesional yang ahli dalam membunuh. Seorang yang tidak takut akan keberadaan polisi.

Jadi...apakah yang membunuh Gery itu bodyguard-nya tante Shinta? Untuk apa di bunuh? Apakah ada suatu rahasia yang gak boleh diketahuin orang lain?

Tapi satu hal yang pasti. Gw benar-benar harus waspada dan harus mencari sebuah strategi khusus, untuk menghadapi tentara bayarannya itu, juga tante Shinta.

Karena kalau benar yang membunuh Gery itu bodyguard-nya tante Shinta, artinya atas perintah dari tante Shinta sendiri. Dan artinya lagi, gw berurusan dengan wanita yang kejam dan tidak pandang bulu. Oli dan papa benar-benar dalam bahaya besar. Pikir gw.

Apalagi saat dikantor polisi, gw dapet berita bahwa para polisi yang mengejar penembak gelap tadi, tidak berhasil menangkapnya, dan bahkan kehilangan jejak sama sekali. Artinya dia benar-benar orang yang sangat profesional dalam melakukan aksi seperti itu.




================================================== ========


CHARACTERS



Liana Aryanti Widjaya



Rani Raisya Ramadhani



Rika Astuti



Dyana Ratna Dewi



Urusan Rangga ini benar-benar membuatku sangat kuatir sekali akan keselamatan Rangga dan yang lainnya. Aku, Rika dan Dyana berusaha keras menutupi absennya Rangga, Hari, Edi, Oli dan Rani.

Hanya Rani yang tidak ada kabarnya. Sudah dua hari dia tidak masuk kerja, semenjak peristiwa di Anyer itu.

Aku baru tau perasaan Rani yang sesungguhnya kepada Rangga, saat melihatnya begitu terpukul, saat mengetahui Rangga sudah resmi pacaran dengan Olivia. Aku benar-benar tidak menyangka-nya, dia akan bertindak nekat seperti itu.

Tapi aku mengerti apa yang ia rasakan, kalau rasa cintanya terhadap Rangga sebesar itu. Sangat mengerti sekali. Karena aku pun juga merasakan hal yang sama, walaupun mungkin tidak lah sesakit Rani.

Bukan karena aku kurang mencintai Rangga, tapi karena aku lah yang mengatur moment agar Rangga bisa jadian ama Oli. Aku dan Cherllyne. Dan kami pun sudah saling terbuka mengenai masalah ini, jadi boleh dibilang, aku dan Cherllyne jauh lebih siap, dalam menghadapi kenyataan, dibandingkan dengan Rani.

Aku sangat kasihan dengan Rani. Melihat nya terluka seperti itu, rasanya hati ku juga merasakan luka yang sama dengannya. Aku mencoba menghubungi Rani, tapi tidak diaktifkan ponselnya.

Aku sempat kuatir dia akan bertindak nekat lagi. Rani sempat menghubungiku kemarin, untuk mengabarkan tidak masuk kerja karena sakit. Aku mengetahui dengan jelas apa yang terjadi dengan Rani, memakluminya.

Tapi hari ini, dia tidak memberikan kabar sama sekali. Membuatku kembali kuatir dia akan bertindak nekat dan sembrono. Aku pusing sekali. Aku sangat kuatir akan keadaan Rani, tapi saat ini aku juga kuatir akan keselamatan Rangga, Oli, Hari, Edi, dan Karin, adiknya Rangga. Sementara di kantor, aku harus berusaha untuk terus fokus memikirkan masalah pekerjaan yang ditinggalkan mereka berlima.

Seumur-umur aku memimpin divisi ini, baru kali ini lah divisi ini begitu kekurangan orang dalam satu hari, saat ada 5 orang yang absen. Walau kelimanya memiliki alasan yang kuat untuk itu.

Aku terus meminta kabar kepada Oli, bagaimana keadaan disana. Karena diam disini itu rasanya sangat menyiksa sekali. Oli sempat menelepon ku untuk memberi kabar lokasi usaha penculikan adeknya Rangga. Dan aku pun segera menghubungi polisi untuk membantu mereka.

Tapi, setelah itu tidak ada lagi kabar yang masuk ke dalam ponselku ini, dan itu begitu menyiksa batin ku rasanya. Aku benar-benar panik dan senewen sekali dengan keadaan tidak berdaya seperti ini.

“Mba...mba Liana?” Aku terkejut mendengar panggilan Rika. Aku saat ini duduk di mejanya Oli, sedang menghandle pekerjaan semuanya. Dyana pun aku panggil untuk duduk bersama di sini.

“Eh...iya Rik? Kenapa?” Tanyaku kepada Rika yang terlihat kuatir.

“Mba...gimana keadaan mereka sekarang mba?” Tanya Rika terlihat kuatir. Dyana pun ternyata sama gelisahnya dengan diri ku ini. Dia sampai menggigit-gigit jari nya sambil bekerja.

“Belum dapet kabar lagi nih Rik. Saya juga kuatir banget ama keadaan mereka semua. Haduuhhh...pusing saya.” Jawabku.

“Permisi mba...” Ujar seseorang memanggil ku.

“RANI??” Ujar kami bertiga hampir bersamaan, saat kami sedang melihat Rani yang sedang berdiri.

“Kok? Kamu...ada disini? Katanya kemaren kamu sakit?” Aku benar-benar speechless melihat Rani berada dihadapanku.

“Lu uda sembuh Ran?” Tanya Rika.

“Mba...saya...ingin mengajukan surat pengunduran diri saya mba, secepatnya.” Ujar Rani, tanpa menjawab pertanyaan Rika, yang bagaikan petir menyambar telinga kami bertiga.

“Apa kamu bilang Ran?” Aku tidak mempercayai pendengaran ku tadi.

“Eh...lu kesambet apaan tiba-tiba mau resign aja?” Ujar Rika.

“Ran, kita ke ruangan saya sekarang.” Ujar ku mengajak Rani untuk masuk ke dalam ruangan ku. Aku tahu pasti apa alasan Rani mengajukan surat pengunduran dirinya.

“Apa karena Rangga dan Oli? Alasan kamu meminta resign?” Tanya ku saat kami sudah berada di dalam ruangan ku.

Rani hanya terdiam saja mendengar pertanyaanku itu. “Bener? Karena Rangga dan Oli, yang jadi alasan kamu minta resign?” Ulangku menanyakan kepada Rani.

“Bukan mba, saya...dipanggil orang tua saya untuk membantu usahanya di sana.” Jawab Rani, tapi matanya terlihat hampa dan wajahnya pun pucat sekali.

“Kamu...gak akan melakukan satu hal bodoh kan Ran? Karena masalah Rangga dan Oli ini?” Tanyaku lagi.

“Mba, boleh saya minta tolong satu hal ama mba?” Tanya Rani tiba-tiba membuatku menaikan sebelah dahiku.

“Tolong...jangan sebut-sebut masalah itu lagi ama saya mba. Bisa mba?” Tanya Rani dengan tatapan mata datar dan tanpa ekspresi sama sekali. Ya ampun, ampe segitu sakitnya perasaan Rani ini. Yah pasti sakit banget sih emang.

Aku aja rasanya kecewa banget waktu pertama tau Rangga berhubungan intim dengan Cherllyne, juga pas Cherllyne mengatakan Rangga ikutan pesta seks bebas gitu. Ughh...rasanya aku benar-benar hancur semua waktu itu, kalo gak ada Cherllyne yang mencoba menjelaskan perasaan Rangga yang sebenarnya.

Aku hanya menatap wajah Rani. Aku merasa sangat kasihan dan bersimpati kepadanya. Kalo boleh dibilang, aku lah penyebab utama kesedihan Rani ini. Karena aku lah yang uda membantu merencanakan kencan Oli dan Rangga, hingga membuat mereka jadian secara resmi.

“Rani...saya minta maaf ya ama kamu.” Ujar ku menyadari semua ini karena kesalahanku, walau aku berniat baik, tapi ternyata ada satu orang yang menjadi sangat terluka akibat rencanaku menyatukan Rangga dengan Oli.

“Iya gapapa mba. Saya cuma gak mau aja mendengar saya dihubung-hubungkan lagi dengan mereka berdua.” Jawab Rani lagi. Masih tanpa ekspresi sama sekali.

“Bukan itu. Saya...mao minta maaf sudah menjadi penyebab segala kesedihan dan sakit hati kamu Ran.” Ujar ku benar-benar tulus memohon maaf kepadanya.

“Hmm...maksud mba Liana?” Tanya Rani terlihat sedikit bingung. Matanya terlihat hampa sekali aku lihat.

“Saya...benar-benar gak tau, hubungan kamu ama Rangga, ternyata sudah sedekat itu, waktu itu. Kalau saya tau, tentu akan jadi pertimbangan saya. Rangga bisa jadian dengan Oli, hmm...karena sedikit banyak ada bantuan dari saya juga.” Ujarku membuat nya terkejut.

“Bantuan...apa maksudnya?” Tanya Rani.

“Yah saya saat itu membantu Oli, untuk mempersiapkan kencannya dengan Rangga. Saat itu, saya sangat mendukung Oli untuk jalan sama Rangga, karena menganggap mereka berdua adalah pasangan yang serasi. Saya...benar-benar tidak tau, kalo ternyata justru hubungan kamu dengan Rangga yang saat itu lebih dekat.” Jelasku dengan perasaan bersalah. Dan di luar dugaan, Rani pun tetap tidak berekspresi.

“Apakah menurut mba Liana, Rangga lebih serasi dengan Oli?” Tanya Rani.

“Bukan itu Ran. Saya benar-benar tidak menganggapnya seperti itu. Sama sekali gak. Saat itu, saya hanya berpikir Rangga begitu menyayangi Oli, dan juga sebaliknya, karena mereka adalah sahabat sejak kecil Ran. Saya benar-benar gak tau gimana perasaan kamu ke Rangga yang sesungguhnya” Aku berusaha menjelaskan agar Rani tidak menjadi salah paham kepada ku, maupun Rangga dan Oli.

“Kamu pun sangat serasi dengan Rangga, Rani sayang. Maafin aku ya Ran” Aku benar-benar merasa sangat bersalah.

“Yah semua gak perlu disesalin mba. Semua uda terjadi, dan mungkin ini takdir dari Yang Maha Kuasa buat saya mba. Dan kebetulan juga orang tua saya meminta saya untuk kembali. Makanya saya ingin mengajukan resign kepada mba Liana.” Ujar Rani lagi tetap pada pendiriannya untuk resign.

“Kamu...apa mungkin, suatu saat keputusan kamu akan berubah Ran?” Tanyaku berusaha untuk menahannya.

“Maaf mba, saya hanya punya waktu 2 minggu sebelum saya kembali mba. Selama 2 minggu itu, saya akan selesaikan pekerjaan dan tanggung jawab saya mba, baru saya akan keluar dari sini.” Jawab Rani. Membuat ku semakin merasa bersalah.

“Saya sih berharapnya kamu tetap di sini Ran. Saya benar-benar gak rela kamu keluar Ran.” Ujarku lagi.

“Mungkin menurut mba begitu, tapi saya harus pergi mba. Gak bisa saya tunda-tunda lagi” Jawab Rani mantab tanpa ragu-ragu sama sekali.

“Boleh...saya tanya satu hal mba?” Tiba-tiba Rani bertanya sesuatu kepadaku.

“Tanya apa Ran?”

“Kenapa mba? Kenapa mba Liana harus membantu Oli agar bisa kencan dengan Rangga. Apa sebenarnya maksud dan tujuan mba Liana mengurusi urusan seperti ini?” Tanya Rani mengejutkanku. Apakah aku harus menjawab dengan kejujuran? Bahwa aku ada affair dengan Rangga, dan aku begitu mencintai Rangga.

“Kenapa mba? Apa sih motif mba bantuin Oli?” Rani terus mendesakku dengan pertanyaannya ini.

“Aduh, gimana ya saya harus menjawabnya. Hmm...jelasnya yah, saya sayang ama kalian semua disini Ran. Dan...dan......” Aku benar-benar tidak bisa menjawab tanpa menyakiti perasaan Rani.

Aku berniat menyatukan Rangga dengan Oli, hanya untuk membuat Rangga mendapatkan pasangan yang serasi. Dan itu aku dapatkan dengan Olivia, yang merupakan sahabat sejak mereka kecil. Tapi apakah artinya Rangga tidak bisa bahagia dengan Rani? Aku benar-benar tidak menyadari akan Rani. Dan ini merupakan kesalahan ku yang terbesar.

“Maafkan saya Ran. Saya...memang punya alasan untuk itu. Saya bisa aja menceritakan semuanya ke kamu. Tapi saya cuma takut kamu akan salah paham, dan semakin terluka nantinya. Ini memang merupakan kesalahan saya, yang tidak bisa melihat perasaan kamu, bawahan yang sudah saya anggap adik sendiri, begitu juga dengan yang lain, sehingga kamu akhirnya menjadi pihak yang paling tersakiti.” Ujar ku.

Sementara Rani hanya terdiam saja mendengar penjelasanku. Aku yakin Rani masih tidak puas akan jawaban yang aku berikan ini, aku tau itu. Tapi dalam situasi seperti ini, rasa-rasanya, apapun yang aku katakan kepada Rani, pasti tidak akan di dengarnya.

“Baiklah mba, kalo emang mba gak mao kasih tau alasannya, gak apa. Dan kalau begitu saya mao permisi pamit dulu mba. Besok saya akan segera selesain pekerjaan saya, hingga 2 minggu ke depan.” Ujar Rani. Yang kemudian langsung berdiri dan keluar dari ruangan ku. Aduuhhh...gimana yah ngebenerin masalah Rani ini. Rangga sayang, apa yang harus aku katakan yah? Pikirku kalut. Mana aku masih belum dapat kabar tentang Rangga dan yang lainnya.

“Karena saya mencintai Rangga, Ran.” Ujar ku sambil memejamkan mataku. Rani berhak tau pikir ku. Walaupun ini seperti membuka aib ku sendiri, tapi ia berhak tau. Karena kalaupun aku yang berada di pihak Rani, aku pun ingin mendapatkan sebuah kejujuran.

Ucapan ku itu membuat Rani terhenti, saat akan membuka pintu ruangan ku. Namun ia tetap menghadap ke arah pintu.

“Karena saya mencintai Rangga, dan begitu juga sebaliknya. Tapi saya sadar diri apa status saya. Walau pun rumah tangga saya berada di ujung kehancuran, tapi tetap saja tidak mengubah fakta bahwa saya istri orang lain. Itu lah alasan saya Ran. Karena saya ingin Rangga mendapatkan seorang pasangan yang...mm...sepadan dengannya. Dan saya minta maaf sekali sama kamu, Ran. Karena saya benar-benar tidak mengetahui kamu sedang dekat dengan Rangga saat itu. Kalo saya tau, tentu saja saya akan memiliki pertimbangan lain yang terbaik untuk kalian semua. Karena saya sayang kalian semua, dan saya ingin kalian semua bahagia.” Jelasku dengan bibir bergetar.

“jadi...seperti itu kah. Artinya...Rangga pun pada dasarnya memang menyetujui rencana mba Liana itu. Artinya memang dari awal itu lah keinginan Rangga. Yah Oli...emang sahabatnya dari kecil. Tentu saja Rangga akan memilih Oli, dibanding saya yang bukan siapa-siapa, dan gak berarti apa-apa baginya.” Ucapan Rani benar-benar membuatku tertegun.

“Saya yakin bukan seperti itu Ran, alasan Rangga yang sebenarnya.” Aku berusaha mencegah persepsinya yang terlalu jauh tentang Rangga. Tapi...kalau aku di posisi Rani, bukan kah memang itu lah kesimpulan yang akan aku ambil? Karena aku pun sempat mengambil kesimpulan seperti itu, saat mengetahui hubungan Rangga dengan Cherllyne.

“Terima kasih mba, atas penjelasannya. Ini...membuat saya semakin yakin bahwa langkah yang saya ambil ini merupakan jalan terbaik mba. Saya permisi mba.” Ujar Rani langsung keluar, tanpa sempat aku cegah lagi. Dan aku pun segera keluar untuk terus mencoba membujuknya.

Di luar, Rika dan Dyana pun mencoba menahan Rani. Tapi dengan tegas Rani menolaknya dan tetap pada pendiriannya untuk mengundurkan diri dari kantor ini. Membuatku merasa sedih dan kehilangan sekali.

“Hmm...Hari gak masuk Rik?” Tanya Rani melihat bangku Hari kosong.

“Itu dia Ran, disini lagi ada kejadian heboh tau. Si Hari kan ama si Edi lagi ikut buat bantuin Rangga ama Oli, lagi nolongin adeknya Rangga, yang katanya mao di culik. Kita orang lagi kuatir nih gimana keadaan mereka sekarang. Belum ada kabar lagi soalnya nih.” Jawab Rika, sedikit membuat Rani terkejut. Aku mencoba melihat bagaimana reaksi Rani. Apakah akan menjadi kuatir juga kah?

“Oh gitu. Ya uda semoga semua baik-baik aja deh. gw...balik....” Aku segera memotong ucapan Rani sebelum ia selesaiu mengucapkannya.

“Ran...saya...boleh minta tolong ga ama kamu? Saya tau kamu lagi kurang sehat. Tapi kita benar-benar sedikit keteteran disini, meng-handle kerjaan Rangga, Edi, Hari ama Oli. Kamu, bisa ga bantuin kita sampe pulang kantor?” Ujar ku memotong ucapan Rani. Kami memang benar-benar butuh bantuan nya. Lagian, aku juga rasanya ga mau membiarkan Rani sendirian di kosan nya. Sehingga aku mencoba untuk membuatnya tetap sibuk.

“Iya nih Ran, plis dong bantuin kita” Ujar Rika lagi, membuat Rani terlihat ragu-ragu. Rani rupanya juga tidak tega melihat kami pontang panting bertiga aja.

“Ayolah Ran, bantuin kita sini yuk.” Bujuk Dyana kali ini.

“Haahh...dasar lu orang yah. Orang lagi gak enak badan juga. Ya udah sini deh gw bantuin.” Jawab Rani, masih tanpa ekspresi sama sekali, benar-benar membuat ku kuatir.

“Asiiiikkkk...gitu dong Ran” Ujar Rika yang di amini oleh Dyana.

Aduuhh Rani...apa yang harus aku lakukan yah buat ngurangin beban hati kamu, biar kamu bisa ceria lagi seperti dulu? Apa aku konsultasi aja yah ama Cherllyne tentang masalah ini? Karena buat aku, malah menjadi beban tersendiri, melihat Rani seperti ini. Haahh.


CHARACTERS



Fadli Rangga Putra



Olivia Khumaira Putri



Rani Raisya Ramadhani



Liana Aryanti Widjaya



Hari Suprianto



Dyana Ratna Dewi



36 | Apa Itu Cinta?



Aduuhh...badan gw rasanya pada remuk nih. Pada sakit semua tulang-tulang gw nih. Mana kemaren gw pulang malem lagi, harus menjalani berbagai pemeriksaan di kantor polisi. Si Gara sih langsung dibawa ke rumah sakit, dan dimintain informasi disana langsung.

Karin tadinya mao nginap menemani si Gara, gw sempet ngelarang sih, yah karena adek gw gitu loh. Tapi Oli malah menahan gw. Oli bilang kalo yang masuk rumah sakit itu gw, Oli juga pasti akan memaksa untuk menginap dan menemani gw. Karena rasa sayang dan cinta dia, yang sekarang sedang dirasakan oleh Karin.

Hahh...yah emang sih. Yang bisa ngertiin adek gw, emang si Oli dari dulu juga. Makanya mereka cocok banget tuh berdua. Beneran uda kaya kakak-adek aja.

Tapi si Gilang melarang Karin, dan meminta Karin untuk beristirahat dulu, karena Karin pun butuh istirahat. Akhirnya Oli pun menginap di rumah gw, menemani Karin. Papa ama mama sempat menanyakan kenapa kami dalam kondisi kusut, dan baru pulang malam-malam.

Gw juga sempat memberi kabar ke Liana dan juga Cherllyne mengenai keadaan kami, walau kemudian Oli terlihat juga sedang menelepon Liana juga. Yah gak apalah, pikir gw. Toh mereka emang pasti lagi kuatir ama kita semua.

Akhirnya kami di interogasi untuk kedua kalinya, selaen di kantor polisi tadi. Gw yang tadinya hendak menyembunyikan kejadian ini, akhirnya malah kebongkar. Dan mereka sangat kuatir kepada Karin.

�Oli masih tidur Ga?� Tanya bokap di ruang depan.

�Ga tuh, kayanya lagi mandi pa.� Jawab gw sambil ngopi pagi-pagi.

�Kayanya, dan perasaannya sih, ada yang lagi kasmaran nih di rumah ini. Bertahun-tahun sama-sama, kenapa baru sekarang yah mesra-mesraan nya. Hmm. Kenapa tuh ya?� Ujar bokap sedikit membuat gw keselek saat sedang minum kopi.

�Ohhh...si Karin pa? emang tuh pa. kayanya emang lagi jatuh cinta tuh anak.� Jawab gw berusaha mengelak. Hehehe.

�Kamu lah semprul. Pake belaga bego lagi. Hehehe. Trus yang ngerujak bibir ama kamu dulu di mobil gimana, kamu putusin?� Tanya bokap lagi. Sialan emang nih bokap, anak sendiri dibilang semprul. Hahaha.

�Hehehe...sotoy ah beh. Yang dulu yah...dia masih baik-baik aja kok beh. Hehehe. Kenapa emang aku ama Oli, beh? Biasa aja kan?� Usaha gw masih terus mengelak sih.

�Heh! Biasa sih...biasa pake mojok-mojok di samping kulkas cuma buat nyium bibir sebelum bobo. Hehehehe...kena lagi kan kamu ama papa.� Gw benar-benar tersedak kopi gw kali ini. Sialannn! Kok bisa ke-gep bokap mulu sih tiap gw lagi cipokan ama cewe, gak beres nih. Hadeeehhh...maderodok punya urusan nih.

Gw yang gak bisa ngelak, cuma senyum-senyum pait doang. �Hmm...heran, kerjaannya ngintipin orang mulu sih. Jangan-jangan babe ngikutin aku kali yah?� Tanya gw heran bisa ketauan mulu tiap ciuman di rumah ini.

�Hehehe...kebagusan ngikutin cowo gak jelas kaya kamu.� Jawab bokap asal.

�Trus yang di mobil waktu itu beneran kamu putusin?� Tanya bokap lagi.

�Hmm...agak complicated sih beh. Justru menurut Oli, dia yang bantuin kita buat...yah gitu deh...akur-akuran sama-sama gitu sekarang.� Jawab gw sedikit terbuka dengan bokap.

�Ga...papa punya firasat gak enak, tentang kejadian kamu ama Karin kemaren. Papa punya firasat ini berhubungan ama kamu sebenarnya, atau ama Oli. Karena cowo itu, yang mati itu, kamu bilang mantannya Oli kan. Entah kenapa, papa ada firasat gak enak kali ini, Ga.� Ujar papa tiba-tiba serius sekali. Jarang-jarang papa kaya gini, pikir gw.

�Kamu, musti jagain baik-baik Oli ama adek kamu ya Ga. Mama mu bisa blingsatan gak jelas kalo ampe Karin ato Oli kenapa-kenapa nantinya.� Ujar papa lagi.

�Iya beh, aku tau beh. Aku tau. Aku pasti jagain mereka berdua.� Jawab gw sambil menerawang.

�Ga, aku udahan nih, kamu mandi gih, uda siang lho.� Ujar Oli dengan handuk membelit rambutnya, sedang membawa teh manis hangat di tangannya.

�Oh oke deh� Jawab gw, sambil menyeruput kopi panas gw.

�Papa uda sarapan? Mao Oli ambilin?� Tanya Oli ke bokap.

�Hmm...gak usah deh, tar ngerepotin calon mantu papa nih, tar siangan aja calon papa mertua sarapannya. Hehehe.� Jawaban papa kali ini membuat wajah Oli langsung memerah.

�Ihhh papa apaan sih?� Ujar si Oli malu-malu gitu.

�Hahaha...loh? emang bener kan papa ngomong? Tadi papa baru aja bilang ama Rangga, papa nemuin ada dua tikus lagi maen kucing-kucingan di samping kulkas semalem, cuma buat mao nyium-nyiuman bibir sebelom bobo. Hehehe� Oli langsung terbatuk-batuk mendengar jawaban bokap gw yang emang rada sableng. Bokap malah langsung tertawa terbahak-bahak melihat Oli benar-benar merah mukanya.

�Ihhhh...ya ampuunnn...papa tuh rese banget siihhh...au ahh.� Ujar Oli langsung masuk ke dalam rumah sambil manyun-manyun, semakin membuat bokap gw tertawa terpingkal-pingkal.

�Hahaha...dasar bokap gendeng tukang ngintip.� Ujar gw kepada bokap sableng gw sambil tertawa juga, sebelum gw masuk ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, gw kembali teringat ucapan bokap. Dan setau gw, firasat bokap emang biasanya tepat. Gw...emang musti bikin rencana khusus nih. Gak bisa maen-maen nih. Banyak nyawa yang jadi taruhannya kali ini.

�Ma, aku jalan dulu ya.� Ujar gw ke nyokap di dapur. Gw cium tangan nyokap. Oli pun pamit juga.

�Aku jalan ya ma� Ujar Oli yang juga sambil cium tangan. Mama malah langsung memeluk Oli dan mencium pipinya. �Emm..ma...tar bedak Oli luntur nih ma...hehehe� Ujar Oli saat nyokap nyiumnya dalem banget gitu di pipi Oli.

�Rangga. Jagain bener-bener yah mantu mama. Awas kamu galak-galak ama mantu mama ini.� Ujar mama kembali membuat Oli menjadi malu. Sedangkan gw hanya geleng-geleng kepala sambil senyum-senyum.

�Hihihi...bisa aja sih si mama. Dasar. Mmuuuahhh Oli jalan dulu yah ma.� Ujar Oli malu-malu sebelum mengecup pipi mama.

�Haduuuhhh...aku malu banget tau gak sih yang. Hihihi. Tapi...aku seneng sih udah di anggep mantu. Hehehe.� Ujar Oli saat kami sudah dalam perjalanan di mobil, menuju kantor. Motor gw, di tinggal di kantor. Begitu juga motor Edi dan Hari. Kami semua memilih untuk langsung pulang aja, daripada harus mengambil motor lagi di kantor.

Gw hanya menatap wajah Oli saat dia terlihat bahagia seperti ini. Wajahnya begitu cerah, begitu ceria dan cantik sekali. Dengan balutan jilbabnya menambah kecantikan alami dirinya. Dan saat lampu merah, gw reflek langsung menarik kepalanya, dan mencium lembut bibirnya. Gw...harus melindunginya dari apapun juga. Tekad gw.

Di kantor pun suasana menjadi sangat heboh, dengan peristiwa kemarin. Hari dan Edi pun bercerita sangat heboh. Hari bercerita bagaimana kami menghadapi sekitar 20-an orang. Dan diakhiri dengan kematian tragis si Gery, yang merupakan mantannya Oli.

Tidak ada sedikitpun kesedihan di mata Oli. Liana pun kali ini ikut dalam pembicaraan kami, dan mendengarkan dengan wajah penuh kekuatiran. Namun gw lihat, Liana hanya sekilas menatap wajah gw, sambil menggigit bibir bawahnya. Bahkan Rika dan Dyana pun terlihat kuatir dengan cerita yang disampaikan oleh Hari itu.

Dan entah ada yang menyadari atau tidak, Dyana bahkan sampai terlihat manja, dengan merebahkan kepalanya di pundak Edi. Membuat gw tersenyum melihat mereka. Gw menjadi ragu-ragu apakah gw harus memberitahu Edi tentang kejadian gw ama Dyana waktu di Anyer itu, atau jangan. Haruskah gw simpan rapat-rapat kejadian malam itu. Bukan karena gw pengecut atau apa. Tapi gw gak mau merusak kebahagiaan yang sedang mereka rasakan sekarang.

Dyana sedikit banyak mulai berani menunjukan kemesraannya dengan si Edi. Walau kadang gw suka memergoki Dyana sedang melihat ke arah gw sih. Tapi gak terlalu gw hiraukan lah. Mungkin dia takut gw akan kasih tau Edi mengenai apa yang terjadi malam itu. Itu benar-benar salah paham yang terjadi antara gw dan Dyana.

Tapi pada saat kami semua sedang heboh bercerita, gw memperhatikan Rani tetap sibuk dengan pekerjaannya, seolah tidak perduli apa pun. Tidak seperti biasanya, dimana ia selalu menjadi wanita yang paling mengkuatirkan kami semua.

Kali ini, Rani tampak sangat cuek sekali. Bahkan hampir tidak pernah tertawa lagi. Gw kembali mengingat apa yang Hari pernah katakan ke gw, pada saat kita baru pulang dari Anyer waktu itu.

�Dan lu INGET satu hal Ga. Rani itu, cinta mati ama lo. Gw gak tau lu tuh goblok ato tolol, kalo ampe gak bisa ngeliat itu. Dia itu cuma cinta ama lu doang. Dan lu tau? Dengan melihat lu lagi mesra-mesraan kaya tadi di bis, lu tuh sama aja uda nusuk dia pake pisau berkarat Ga. Lu udah nyakitin perasaan dia. Padahal menurut dia, lu sempat ngasih harapan ke dia, sebelum ke Anyer, dimana lu ama dia sempet ampir...ngelakuin itu.�

�Lu tau? Rani ampir aja nyemplungin diri ke laut tadi siang pas tau lu jadian ama Oli, kalo aja gak di tolongin ama Cherllyne. Lu tuh sebenernya mau nya ama siapa sih? Ama Oli? Ato ama Rani? Jangan lu tebar pesona ke sana sini dong. Rani dan Oli itu cewe baik-baik Ga. Lu inget itu. Lu sadar gak sih seberapa sakitnya yang dirasain Rani tadi?�

�Kebiasaan lu, maen cewe sana sini. Make cewe sana sini. Lu bangga dengan status playboy lu? Lu bangga dengan ketampanan lu, bisa ngegaet cewe manapun? Sekarang gw tanya ini ke lu. Lu tuh punya hati nurani gak sih? Ato hati nurani lu uda pindah ke kontol lu sekarang?�

�Lu inget kejadian Indah? Lu inget lu uda khianatin gw, sahabat lu sendiri. Sekarang lu uda hancurin perasaannya Rani. Bravo Ga! Well done! Lu emang sahabat yang terbaik. Thanks Ga, uda jadi sahabat terbaik buat kita-kita.�

�Urusan Indah...udah gw anggep selesai. Karena gw liat, lu juga uda nyeselin masalah itu bisa kejadian. Dan itu juga bukan mau nya lu. Gw masih maklumin. Tapi untuk Rani dan Oli, gw minta lu hati-hati banget ama perasaan mereka Ga. Mereka terlalu bagus buat lu sebenernya. Kalo lu masih mao anggep gw sahabat lu, lu musti cari cara buat jaga perasaan Rani, adek gw, ama Oli, sahabat gw. Kalo emang lu cowo sejati, lu pasti bisa nyari solusi yang terbaik Ga.�

�Lu pikirin omongan gw, sebagai sahabat.�

Memang, sejak kita pulang, gw...belom ada kesempatan untuk berbicara dengan Rani, karena banyaknya kejadian yang sudah terjadi, hanya dalam jangka waktu beberapa hari setelah pulang dari Anyer.

�Dan lu INGET satu hal Ga. Rani itu, cinta mati ama lo�

Kata-kata Hari ini, begitu terngiang-ngiang di pikiran gw. Di satu sisi gw merasa senang sekali mendengarnya, tapi di sisi lain gw juga merasa bersalah juga. Karena gw uda salam paham waktu itu, ampe akhirnya gw mutusin untuk pacaran ama Oli.

Kalo ampe Rani beneran nyemplungin diri ke laut kemaren itu, gw...entah apa yang terjadi ama gw. Yang pasti gw akan terus merasa bersalah sepanjang hidup gw. Gw gak mau melihat kesedihan di mata Rani. Gw gak mau melihat dia menangis. Sama seperti gw gak mau melihat Oli, Cherllyne ataupun Liana menangis karena ulah gw.

Gw sayang banget juga ama Rani. Gw pengen banget samperin dia, dan mengajak untuk berbicara dari hati ke hati. Tapi gw juga gak enak dengan Oli. Yang ada, masalah dengan Rani selesai, timbul masalah baru dengan Oli. Hadeehhh...pusing gw.

Kalo gw biarin Rani, rasa-rasanya nurani gw gak bisa nerima itu. Buat gw, sama aja gw berbahagia di atas penderitaan orang lain yang begitu tulus menyayangi kita. Apalagi, rasa kasih sayang kita sempat terjalin disaat gw sedang jomblo dan tidak terikat seperti sekarang dengan Oli.

�Iya, untungnya kita punya ahli strategi ulung. Otak si Rangga waktu bikin strategi buat nyelametin si Karin ama Gara emang top banget deh. Iya kan Ga?� Gw langsung terkejut saat Edi menepuk pundak gw.

�Eh? Hehe...iya ya. Masa sih?� Jawab gw asal. Karena di pikiran gw, terus kepikiran mengenai masalah Rani.

Gw...ingin sekali sharing ama Liana ataupun Cherllyne. Kalo bisa barengan dua-duanya. Tapi bagaimana caranya agar gw bisa sharing ama mereka berdua? Cherllyne bahkan hampir tidak pernah lagi mampir ke bagian Finance-Accounting, setelah dari Anyer itu.

Apa Cherllyne benar-benar sedang menjauhi gw, setelah gw pacaran dengan Oli? Bahkan Liana pun berbicara seperlunya saja dengan gw. Kadang justru malah membuat gw menjadi sedih dengan sikap mereka berdua. Bukan karena gw gak bahagia dengan Oli. Gw amat sangat bahagia, tapi...entah kenapa, rasanya seperti ada bagian yang hilang dari diri gw, kalo mereka menjauh seperti itu. Dan itu gak membuat gw merasa sebagai Rangga yang utuh lagi.

�Trus gimana keadaan Karin sekarang Ga?� Tanya Liana kemudian terlihat seperti sedikit gelisah.

�Hmm...kemaren sih sempet maksa pengen nemenin si Gara. Yah namanya juga pasangan baru yang lagi kasmaran mba. Tapi akhirnya bisa kita bujuk untuk pulang ke rumah. Nih Oli yang nemenin dia biar dia gak terlalu kepikiran masalah kemaren. Takut masih rada trauma juga sih.� Jawab gw sambil sesekali melihat ke arah Rani, yang masih saja terus sibuk dengan pekerjaannya.

�Hari ini sih pasti dia langsung ke rumah sakit, buat nemenin si Gara, mba.� Ujar gw lagi.

�Yah syukur deh, untung kamu semuanya selamet. Saya uda ketakutan setengah mati kemaren nungguin kabar dari kamu.� Ujar mba Liana kepada kami semua, tapi matanya sesaat tertuju ke arah gw. Matanya...seperti ingin menangis.

Dan Liana pun langsung berbalik untuk kembali ke ruangannya. Sementara semuanya kembali asik mengobrol. Sementara gw rasanya ingin sekali mendekati Rani dan...dan...entah berbicara apa saja lah. Tapi, gw takut malah jadi memperkeruh keadaan. Karena gw lihat Hari sesekali menatap ke arah gw, saat gw sedang menatap ke arah Rani. Seakan Hari ingin melihat, apa yang akan gw lakukan terhadap Rani. Tapi gw takut Rani justru semakin terluka jadinya. Arrgghhhh...kesal sekali rasanya seperti ini.

�Eh iya, ada satu lagi lho berita hebohnya. Rani mau resign lho� DUARR! Bagaikan sebuah meriam yang ditembakan langsung ke kepala gw. Dan rupanya yang terkejut bukan cuma gw, tapi semuanya tampak terkejut.

Mereka pun langsung pada mendekat ke arah Rani, dan menanyakannya langsung. Terutama Oli. Sementara gw dan Hari saling berpandang-pandangan. Perasaan gw menjadi gak karuan gini jadinya.

�Ran? Lu beneran mao resign? Kenapa tiba-tiba Ran?� Tanya Oli yang terlihat kuatir dan panik.

�Eh? Hmm...yah gw ada urusan keluarga aja sih Ol. Bokap gw minta gw pulang buat bantuin usahanya dia aja.� Jawab Rani santai tanpa ekspresi sama sekali.

�Aduh...kok jadi gini sih, Ran? Emang disana gak ada yang bantuin bokap lu?� Tanya Oli lagi.

�Gak ada kali. Kalo gak, ngapain dia minta gw pulang.� Jawab Rani sedikit ketus, mengejutkan gw. Oli mungkin tidak menyadarinya, tapi gw menyadarinya ada sebuah nada...kebencian. Apakah Rani...menjadi benci kepada Oli? Aduuhh...gw musti cepet-cepet ngomongin masalah ini nih.

Gimana yah gw bisa sharing ama Liana ama Cherllyne juga, tanpa sepengetahuan Oli. Karena gw gak mau Oli mengetahui masalah Rani yang hampir bunuh diri itu.

�Lu ampe kapan Ran disini jadinya? Lu...ga bisa batalin keputusan lu?� Tanya Oli terlihat sedih sekali.

�Hmm...buat apa yah gw ngebatalin rencana resign gw? Bukannya mendingan gw bantuin bokap gw yah, daripada disini? Rencananya sih 2 minggu lagi gw uda cabut dari sini kok.� Ujar Rani datar dan tanpa ekspresi. Membuat Oli terlihat semakin sedih.

�Tapi...kita kan uda sahabatan lama Ran, gw...jadi berasa kehilangan saudara kandung nih, kalo lu pergi gitu.� Ujar Oli.

�Kan uda ada Rangga, Ol. Jadi gw uda gak ada gunanya lagi dong buat lu kan?� Jawaban Rani kali ini membuat Oli tertegun. Begitu juga yang lain.

�Kok...lu ngomongnya gitu sih Ran?� Oli terlihat semakin sedih jadinya.

�Sori, bukan maksud apa-apa kok Ol. Cuma, lu kan uda ada Rangga yang bisa nemenin lu tiap hari.� Ujar Rani lagi masih terdengar datar dan tanpa ekspresi. Oli dan yang lainnya pun menjadi terdiam mendengar jawaban Rani.

Hari tiba-tiba menepuk pundak gw, dengan wajah yang melihat gw, seolah-olah sedang mengatakan, �Apa gw bilang�. Haah...jadi ribet gini urusannya yah. Apa cinta itu bikin ribet yah?

Gak bisa begini nih. gw harus mencoba menjelaskan segala sesuatunya ke Rani secepatnya. Persahabatan antara Rani dan Oli yang sudah terjalin bertahun-tahun, di ambang kehancuran gara-gara gw. Gw gak bisa terima kenyataan itu. Gw harus bisa membuat segalanya jadi normal kembali. Haahhh. Ranggaaa. Kenapa urusan cewe jadi puyeng begini yah.

TRING! Lamunan gw dibuyarkan oleh sebuah nada dering pesan BBM di ponsel gw.

�PING!� He??? Dyana??? Gw sempat melihat ke arahnya, yang duduknya di samping gw. Gw melihat dia pun sedang melihat ke arah gw. Gw sedikit bingung, kenapa si Dyana kirim message lewat BBM, gak ngomong langsung. Tapi Dyana dengan wajah kuatir dan memelas, meminta untuk berbicara di ponsel hanya dengan gesture tubuhnya saja, tanpa mengeluarkan suara.

TRING! �Rangga, HP lu di silent dulu.� Tulis dia lagi. Dan gw pun mengikuti kemauannya, dengan mematikan nada dering ponsel gw.

�Ada apaan sih Dy?� Balas gw.

�Ga, tentang kejadian kita gituan waktu itu, plis lu jangan bilang-bilang Edi ya Ga?� Gw terkejut melihat permohonannya itu.

�Jujur, gw kepikiran pengen ngomong sebenernya Dy. Tadinya gw mao ngomong dulu ama lu. Gw gak enak ama Edi, Dy. Dia kan sohib gw. Gw merasa bersalah kalo gak ngomong, cuma gw pendem doang gini.� Balas gw.

�Aduh Ga, Pliiisssssssss. Plis lu jangan ngomong masalah itu Ga. Itu cuma kesalahan pahaman aja Ga. Jangan karena ini, hubungan gw jadi bubar Ga. Gw uda sayang ama si Edi, Ga. Pliissss lu jangan bilang-bilang Edi ya?� Dyana sampai memohon-mohon seperti itu.

Haiyaahh...apa yang harus gw jawab nih. Kalo gw pendem terus, gw jadi terus merasa bersalah ama si Edi. Emang sih, kejadian waktu itu bukanlah kemauan gw ato pun Dyana. Kita sama-sama mengira sedang bercinta dengan pasangan yang memang sedang kita harapkan itu.

Tapi kalo gw ngomong, trus Edi marah dan mutusin Dyana, gw juga jadi merasa bersalah ama Dyana. Apakah cinta itu harus berbohong satu sama lain? Walaupun itu terjadi karena kesalahpahaman belaka?

�Ga? Mana jawaban lu? Plis dong kasih kepastian ke gw, kalo lu gak bakalan ngomong ke Edi. Minimal selama gw masih jalan ama dia deh. Gw harap sih gw ampe beneran nikah ama dia.� Dyana kembali mengirimkan pesan ke gw. Kok, gw jadi kaya ngadepin sebuah dilema gini sih?

Yah, walaupun begitu, hati kecil gw tampaknya sudah membuat keputusan sendiri mengenai masalah ini.

�Iya gw janji gw gak akan ngomong ke Edi masalah kita ML kecelakaan kemaren di Anyer.� Jawab gw dengan lengkap. Gw lakukan ini, bukan karena gw pengecut, dan takut menghadapi konsekuensi akibat perbuatan gw itu, walaupun tanpa adanya kesengajaan. Bahkan sebuah kesalahpahaman yang aneh tapi nyata sebenarnya.

Baik gw dan Dyana sudah mengatur pertemuan dengan pasangan kita masing-masing, dimana gw sedang menunggu kedatangan Cherllyne ke kamar gw, sedangkan Dyana sedang mengendap masuk untuk bertemu Edi yang dia kira juga sedang menunggu kedatangan dia. Sementara pasangan kita masing-masing itu, ternyata tertahan di acara kantor waktu itu.

�Haaahhh...makasih yah Ga. Gw gak akan lupain kebaikan lu.� Ujar Dyana.

�Iyaahh...hmm...termasuk gulet-guletan kita waktu gelap-gelapan itu juga gak lu lupain kan Dy?� Entah kenapa, gw pengen iseng aja godain Dyana.

�Udah deh ah. Gw gak bakal lupa lah. Lu gila banget, genjotin gw uda kaya orang kesurupan, ampe gemeteran banget kaki gw abis itu. Dan lu juga orang pertama yang nyemprotin pejuh ke mulut ama muka gw tau. Udah ah, jangan dibahas lagi, bisa berabe gw nya kalo kepengen. Hehehe. Thanks yah Ga. Uda bantuin gw masalah Edi, juga masalah horny gw malem-malem itu. Enak banget. ;p� Gw menjadi geli sendiri membaca jawaban Dyana itu.

�Pertama dan terakhir buat kita, Dy. Lu juga hot banget. Beruntung banget si Edi dapetin lu mah. Pasti gak nyampe 5 taon, dengkul si Edi uda keropos deh ama lu. Hehehe.� Balas gw lagi.

�Hmm...terakhir buat kita Ga. Untuk saat ini ;p Udah ah, jangan ngebahas lagi. Tar jadi kebayangan lagi ama gw nih. Hehehe. Sekali lagi, thanks yah Ga.� Balas Dyana menutup pembicaraan.

�Oh ya, chattingan kita ini lu end chat langsung yah, sebelum ketauan Oli ato siapa aja.� Tulis Dyana lagi, membuat gw sedikit tersenyum.

Cinta...cinta itu memang unik dan tidak terduga.




================================================== ========

CHARACTERS



Karina Nayla Putri



Gara



Gilang Rizky Akbar



Robi



Sandi Adytia Yanuarisman



Livia Anastasia Fitriyani



Merry Andini Putria



Selly



Fenny Handayani



Setelah bertanya sana-sini, menanyakan angkutan umum yang bisa membawaku ke rumah sakit tempat Gara di rawat, dan setelah penuh perjuangan, akhirnya aku sampai juga di rumah sakit yang kutuju.

Haahh...leganya kupikir. Aku membawakan roti dan cemilan buat Gara. Dan dengan penuh semangat melangkah kan kaki ku, ke tempat Gara di rawat semalam. Untungnya aku keburu sampai pada saat jam besuk masih di buka.

Tapi hatiku langsung mencelos saat aku melihat Gara sudah tidak ada lagi di kamar perawatan. Degg! Ya ampun, apa Gara udah pulang ya? Pikir ku. Dan aku pun segera menanyakan kepada suster jaga mengenai keberadaan Gara yang menghilang.

Rupanya tadi malam, Gara di pindahkan ke ruangan VIP di lantai 6. Haahhh...hatiku menjadi lega kembali. Hihihi. Ampir aja jantungan aku. Dan aku pun segera melangkahkan kaki ku menuju lantai 6 melalui lift.

Di lantai 6 aku kembali bertanya kepada suster jaga untuk nomor kamar pasien atas nama Gara. Dan suster jaga itu menunjuk ke arah sebuah kamar di ujung ruangan.

TOK! TOK! TOK!

Aku segera mengetuk pintu kamar ini dengan jantung yang berdebar-debar rasanya. Entah kenapa, rasanya kok aku begitu grogi sekali yah. Dan saat pintu terbuka, aku melihat Selly yang membukakan pintunya.

�Kariinnn! Duhh lu uda gak papa emangnya Rin?� Sambut Selly sambil memeluk ku erat. Dan aku pun balas memeluknya erat.

�Uda gak papa kok Sel. Thanks yah� Jawabku. Aku melihat Livia, Merry dan Fenny datang menghampiri ku juga. Dan kami pun berpelukan satu per satu, sebelum Selly mengajak aku untuk masuk.

�Mana temen lu si Tanty ama si Ike?� Tanya Selly lagi.

�Hehe...gw sendirian aja kok.� Jawab ku, yang langsung membuat Selly tersenyum-senyum penuh arti kepada ku.

�Si Gara baru aja tidur tuh abis minum obat.� Jelas Selly. Aku melihat keadaan Gara yang penuh perban untuk menutupi luka lebam di sekujur tubuhnya. Aku rasanya ingin menangis lagi begitu melihat Gara. Aku kembali teringat saat dia berkorban untuk melindungi ku.

Livia langsung memelukku saat melihat aku hampir menangis. Aku merebahkan kepala ku di bahunya. �Sshhh...iyah...gw tau banget gimana perasaan lu, Rin.� Ujar Livia saat bibir ku benar-benar bergetar hendak menangis.

�Emang yang paling paham perasaan lu itu, ya si Livia, yang pernah ngalamin apa yang lu alamin deh. Ya gak Liv?� Ujar Selly kepada Livia. Yang dijawab bibir manyun nya Livia.

�He? Pernah ngalamin juga? Emang lu pernah dirawat gini Liv?� Tanya ku.

�Bukan si Livi, Rin. Tapi si Sandi tuh. Bahkan keadaan Sandi lebih parah dari Gara, Rin.� Ujar Selly lagi.

�Hush...udah ah Sel. Orang lagi sedih juga, lu malah cerita yang aneh-aneh. Gilang, ayo ngelawak biar si Karin ketawa.� Ujar Livia yang kemudian meminta Gilang untuk melawak, membuatku sedikit tersenyum geli, dengan cara Livia memintanya itu.

�Eh buset...mang muke gw baby face, tapi gw bukan lenong bocah kali, pake di suruh ngelawak. Eh...buseetttt dah.� Dengan gaya bicara yang lucu, akhirnya malah membuat aku dan Livia tertawa.

�Hahahaha...tuh kan si Karin bisa ketawa, ngeliat lu ngelawak. Ayo buruan, cepetan.� Ujar si Livia lagi sambil tertawa.

�Hwahahaha...sialan...padahal gw ngomong serius tadi tuhh! Lu malah ketawa. Gak sopan luh emang. San, lu nemu dimana sih cewe aneh kaya Livi gini?� Ujar Gilang sambil tertawa. Sementara Sandi hanya cengengesan aja mendengar pertanyaan temannya itu.

�Udah lah Lang, lu mao kaya gimana, kodrat lu tuh emang uda kudu jadi pelawak cocoknya. Muke lu aja gak ngapa-ngapain uda bikin orang ketawa.� Ujar Selly yang membuat semuanya tertawa.

�Hahaha...sial luh Sel...lu muji ato ngehina sih? Eh daripada lu nyuruh gw ngelawak Sel, mending lu ceritain aja ke Karin, gimana caranya lu bisa dapet pisang gantung bulukan waktu di Anyer dulu.� Ujar Gilang, yang membuat semuanya kecuali aku dan Sandi menjadi tertawa terpingkal-pingkal.

�Wooyyy...dah basi kali...uda 3 taon lewat. Heran masih demen banget ama pisang gantung sih?� Ujar Sandi terlihat merah wajahnya menahan malu. Sedang kan aku hanya kebingungan saja melihat mereka semua tertawa ngebahas pisang gantung.

�Hahaha...emang basi? Coba gw tanya Livia dulu. Liv, emang pisang gantung buluk nya uda basi rasanya kalo lu lagi kemut-kemut gitu? Uda Asem-asem anyir gitu blum rasanya? Hwahahahaha� Kali ini Livia yang wajah nya langsung memerah karena candaan Gilang. Merry, Selly dan Fenny bahkan sampai terpingkal-pingkal sambil memegangi perut mereka.

�Ya ampun Gilaaannggg...maksod lo apaaan??� Teriak Livia sambil manyun.

Dan aku hanya tertawa saja melihat mereka bercanda ria seperti ini. Walau aku sama sekali tidak mengerti candaan mereka.

�Woy..Sel...si Karin gak ngerti tuh. Coba deh lu ceritain detilnya, gimana ceritanya pisang gantung bulukan itu.� Ujar Gilang lagi.

�Hahaha...Karin. Lu jangan dengerin cerita orang gila yah. Hehehe� Ujar Livia sambil tertawa geli sekali.

�He? Emang apaan sih pisang gantung?� Tanyaku bingung. Namun yang lain malah kembali tertawa.

(* Bagi yang ingin mengetahui kisah pisang gantung, bisa di baca di kisah Senandung Sang Diva, Chapter 15 � A Fool One With His Dream.)

�Rin...udah, mending lu gak usah bahas itu, sebelum nih orang-orang sarap jadi makin gila.� Ujar Sandi kali ini.

�Eh...biar buluk-buluk juga, si Livi tiap malem ngemutin loh, bisa gak bisa tidur dia sebelum ngemutin pisang gantung. Hahahahaha� Ujar Selly yang langsung disambut cubitan oleh Livia.

�Ihhhhh rese banget sih lu Sell? Kaya lu gak doyan aja pisang gantung nya si Robi. Huh.� Ujar Livia terlihat sewot tapi masih senyum-senyum. Sumpah, Livia benar-benar mirip kak Oli deh perasaan. Ato gayanya aja yah yang mirip? Pikir ku melihat Livia.

�Lah gimana Selly gak doyan Liv, orang yang diemut nya kan pisang molen. Hwahahahaha.� Ujar Gilang kembali membuat riuh semuanya. Kali ini Sandi bahkan ikut tertawa, dan Selly yang langsung sewot.

�Enak aja luh pisang molen. Pisang tanduk dong. Huh!� Ujar Selly sewot.

�iya ya, nanduk-nandukin apem bulu peot tiap malem ya? Hwahahaha.� Cela Gilang benar-benar membuat suasana menjadi gaduh. Untung di kamar VIP, pikirku.

�Hwahaha...sialaaannn...Merry, laki lu gak sopan banget tuh� Ujar si Selly sewot dan mengadu kepada Merry. Merry dan yang lainnya terus saja tertawa.

Hingga beberapa lama, semua nya akhirnya kelelahan karena tertawa terus menerus akibat lelucon mesum si Gilang. Walau sampai sekarang aku tetap belum tau apa maksudnya pisang gantung.

Tapi dari penggalan-penggalan candaan Gilang, lama-lama aku bisa menduga apa itu pisang gantung yang dimaksud mereka sebenarnya. Hihihi. Tanpa sadar aku menjadi cekikian sendiri membayangkan �pisang gantung�nya Gara. Tuing...tuing...tuing...Hahahaha.

�Wah...wah...wah...si Karin cekikikan sendiri tuh. Pasti baru nyadar apaan pisang gantung tuh. Tuh liat, pasti lagi ngebayangin pisang gantungnya si Gara tuh.� Ujar Gilang, membuat yang lain kembali tertawa.

�Ehh...apaan lo Lang. Usil deh hahaha� Ujar ku berusaha mengelak candaan si Gilang.

�Eh ngomong-ngomong lu uda makan blum Rin?� Tanya Livia kepada ku, yang duduk disampingnya.

�Eh...gampang lah, tar gw tinggal beli aja lah. Lagian gw belum laper juga kok Liv� Jawabku. Karena aku memang tidak kepikiran masalah makan sih. Aku hanya kepikiran ama Gara aja.

�Lu gak ada acara manggung Liv?� Tanya ku ke Livia.

�Hmm...ada sih jadwal manggung, tapi nanti lusa. Hehehe.� Jawab Livia.

�Eh Rin...lu...mao gabung gak? Kita orang mao makan dulu nih. Uda siang tau. Ato lu mao gw bungkusin aja?� Tanya Livia kemudian.

�Aduh, gak usah Liv, tar gampang deh, gw beli sendiri aja.� Jawabku tidak enak rasanya harus merepotkan orang lain.

�Udah, gw titip adek gw dulu ya Rin. Tar gw bawain lu makanan yang banyak deh yah� Ujar Gilang sambil menepuk pundak gw dan meremas pelan. Dan aku hanya memberikan senyuman kecil kepadanya. Aku tau mereka semua tampaknya ingin memberi ku kesempatan untuk berduaan saja ama Gara.

�Oh ya Rin...� Ujar Gilang tiba-tiba di depan pintu sambil menjulurkan kepalanya ke dalam kamar.

�Kenapa Lang?� Tanya ku.

�Kalo lu uda keburu laper, lu ngemilin pisang gantungnya si Gara aja dulu. Lu cobain dulu uda basi ato belom, kaya si Livi. Hwahahaha.�

�Ihhhh...reseeee luh� Ujar ku kesal masih terus dibecandain, orang lagi serius. Membuat yang lain pun menjadi tertawa semua. Suster pun sampai mengingatkan mereka untuk tidak berisik.

Mereka semua pun akhirnya keluar kamar, dan hanya menyisakan aku dan Gara berdua saja. Suasana menjadi terasa hening sekali jadinya.

Aku lalu mendekati tempat berbaring Gara. Aku memperhatikan banyak perban di tubuhnya, membuatku kembali ingn menangis, melihatnya seperti ini.

Aku kemudian mengusap wajahnya yang sedang tidur. Aku mengelus bibirnya. Tiba-tiba aku dikejutkan saat tanganku yang sedang mengelus bibir Gara, dipegang oleh tangannya. Gara kemudian membuka matanya dan tersenyum melihatku, sambil menciumi tanganku yang dipeganginya, membuat wajah ku langsung merona merah.

�Ihhh...dasar. Ngagetin aku aja kamu nih. Kamu bukannya lagi tidur tadi?� Tanyaku sambil membiarkan tanganku di ciuminya.

�Mana bisa tidur, tuh gorila pada berisik semua tadi.� Ujar Gara sambil tersenyum kepadaku. Sesuatu yang jarang banget dia lakukan sebenarnya.

�Hmm...sering-sering kek, kamu senyum manis kaya gini. Kan jadi ganteng tuh. Hehehe� Ujar ku sambil menggodanya.

�Kamu yang mana yang masih sakit yang?� Tanyaku kepada Gara.

�Cuma luka luar aja kok sayang. Memar doang. Gak ada luka dalam.� Jawab Gara.

�Kamu tuh ya...bikin aku kuatir banget, tau gak sih?� Ujarku kembali ingin menangis rasanya.

�Maaf ya, jadi bikin kamu kuatir. Tapi aku ngelakuin itu justru kan karena aku kuatir ama kamu. Aku mao lindungin kamu.� Jawab Gara sambil membelai rambut samping ku.

�Iyaaa...aku tau. Kenapa sih tuh orang pake ngejar-ngejar aku kaya kesurupan gitu. Untung udah mati tuh orang. Kalo gak makin nysahin aja jadinya. Sebel aku ama dia.� Ujarku kesal banget, karena aku tidak mengerti kenapa si nyebelin Gery itu ngotot ngejar-ngejar aku, cuma gara-gara kepergok lagi makan siang bareng tante Shinta.

Tapi yah sudah lah. Sekarang lebih menting mikirin Gara. Pikirku.

�Oh ya...kamu laper gak Gar? Aku bawain roti ama cemilan nih buat kamu.� Tanyaku sambil mengambil roti-rotidan cemilan kripik dan kue, yang aku beli tadi.

�Boleh Rin. Tapi suapin yah...awwww� Jawab Gara sambil mengaduh kesakitan di rusuknya saat hendak duduk lebih tegak.

�Ini ya yang sakit?� Tanyaku ke Gara.

�Iya nih, ngilu gitu kalo gerak.� Jawab Gara. Dan aku pun langsung memajukan wajahku ke pinggang Gara, yang sedang dipegang nya untuk menahan sakit. Aku mengecup dengan lembut pinggang Gara itu. Membuat Gara menjadi tertegun melihat ku. Hihihi.

�Ada lagi yang masih sakit?� Tanya ku dengan memandang lembut ke arah nya.

�Hmm...sini nih?� Gara menunjuk dada kanannya persis dibawah bahu. Dan aku pun kembali mengecup dadanya dengan lembut.

�Mana lagi?� Tanya ku dengan pandangan semakin menggoda.

�Ini?� Gara menunjuk ke arah keningnya. Membuatku tersenyum lembut, sebelum aku pun langsung mencium lembut keningnya, bahkan agak lama.

�Ada lagi?� Kali ini aku berbisik di telinganya.

Gara tidak menjawabnya, dan hanya menunjuk bibir nya dengan wajah terpesona ke arahku. Hihihi. Nakal dasar.

Aku pun kembali mendekatkan wajahku, kali ini ke arah bibirnya. Saat bibir kamu bertemu, aku hanya mengecupnya ringan tapi lama. Lama-kelamaan, bibir Gara mulai sedikit melumat bibir bawah ku.

Kami pun saling melumat bibir kami perlahan dan penuh kelembutan. Kami sedang merasakan hasrat dan kasih sayang kami berdua, yang mengalir melalui lumatan bibir ini. Rasanya begitu damai dan menyenangkan.

Entah berapa lama kami saling berciuman seperti ini, rasanya cukup lama kami beraksi saling melumat bibir kami.Saat bibir kami terlepas, aku hanya menatap lembut wajah Gara, dan begitu juga dirinya.

Perasaan cinta dan kasih sayang kami, saling berbicara hanya dengan sebuah tatapan mata kami berdua Saat ini, aku begitu mencintai dan menyayanginya. Hal yang belum pernah aku rasakan, dengan mantan-mantan ku sebelumnya. Kali ini rasanya begitu hangat, dan memberikan cetar-cetar di hati ku.

Aku pun kembali memajukan wajahku dan melumat lagi bibirnya, karena perasaan ku yang begitu meluap-luap kasih sayang ku kepadanya. Yah aku begitu amat mencintainya, walau kebersamaan kami boleh dibilang cukup singkat.

Tidak ada gairah birahi yang bermain di sini saat ini. Hanya sebuah perasaan cinta kasih yang begitu kuat dalam diri kami masing-masing. Kami terus melumat dengan perlahan dan lembut, hanya untuk mengungkapkan perasaan kami yang sesungguhnya.

Hingga beberapa lama kemudian barulah bibir kami berpisah, dengan saling meresapi rasa indah yang mengalir dalam hati kami berdua. Begitu hangat, bagaikan mentari yang bersinar menerangi dan menghangatkan jiwa kami berdua. Kami pun kembali bertatapan mata. Tangan Gara pun dengan lembut membelai pipi ku.

�Cinta...manakala hati ini tersentuh oleh satu rasa yang tak terkatakan, terasa nyata dan begitu indah dalam renungan, manakala degup jantung ini menari bersenandungkan irama kebahagiaan, membuat bibir ini berucap kata cinta...kepada wanita yang membawa kehangatan kasih, dan memberikan berjuta warna dalam hidup ku yang semu. Hanya untuk mu lah kata cinta ini terucap dari bibir ku...Karina ku. Karena kau lah cintaku, penyejuk hati dan jiwaku.� Mata ku benar-benar terasa panas sekali, tak kuat menampung derai air mata, saat kalimat indah yang terucap dari bibirnya, membuat hati ini luruh dalam sebuah pengharapan.

�Ihhhh...hikk...kamu bikin aku nangis nih...hikk...hikk� Mewek ku dalam isakan tangis kecil ku. Bukan karena kesedihan atau kekecewaan, tapi rasa haru dan bahagia yang begitu hebatnya melanda jiwaku yang sepi ini.

�Air mata seorang bidadari, adalah air mata suci yang memberikan ketulusan hati yang begitu besar. Membuat ku merasa begitu beruntung bisa memberikan sejuta pengharapan cinta kepadanya.� Aku pun langsung memeluknya erat sekali. Tidak ada pria yang bisa membuat hati ku begitu bergetar, seperti yang dilakukan Gara kepada ku ini. Dan tidak ada pria, yang begitu rela berkorban untuk ku.

Gara kemudian menarik tubuhku untuk naik ke tempat tidur juga, dan menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Aku pun dengan hati yang berbunga-bunga, merebahkan tubuh dan kepalaku di dada dan pelukannya yang kuat. Aku merasa begitu aman dalam pelukannya ini.

Saat sedang dalam pelukan Gara, aku merasakan adanya getaran kecil di saku celanaku. Ada panggilan telepon masuk untuk ku. Dan aku segera mengangkatnya, takut kak Rangga atau orang tua ku yang menelepon. Tapi ternyata Tanty yang menelepon ku.

�Halo Tan?� Sapa ku, masih dalam pelukan Gara.

�Eh lu gak masuk Rin? Kenapa lu?� Tanya Tanty.

�Gak Tan. Gw...kemaren ada musibah Tan. Sekarang gw lagi nemenin Gara di rumah sakit nih.� Jawabku mengejutkan Tanty.

�Ha? Serius lu? Lu kena musibah apa Rin? Trus lu kena luka-luka apa?� Tanty terdengar begitu kuatir sekali.

�Gw gak papa kok. Panjang ceritanya Tan. Yah intinya ada orang yang mao nyulik gw gitu deh. Untung ada Gara yang lindungin gw. Kakak gw, ama kakaknya Gara, si Gilang juga ampe turun tangan nolongin kita Tan.� Jawabku berusaha singkat.

�Astaghfirullahh! Siapa yang mao nyulik lu Tan? Trus tuh orang gimana sekarang? Uda lapor polisi blum?� Tanya Tanty lagi.

�Itu...mantannya kakak ipar gw, kak Oli. Gak tau motif dia apa, ampe ngotot mao nyulik gw gitu. Waktu kemaren juga kita langsung minta bantuan polisi kok Tan.� Jawabku lagi.

�Trus uda ditangkep kan tuh psikopat?� Tanya Tanty lagi.

�Hmm...mati Tan. Ada yang nembak kepala dia, gak tau siapa kemaren itu.� Jawabku lagi, yang kali ini menjadi hening tanpa ada respon sama sekali dari Tanty.

�Halo Tan? Lu masih disana?� Tanya ku.

�I-iyaa masih...cuma...gw shock aja lu ampe ada ngalamin kejadian mengerikan kaya gitu. Ya Allaah Karin. Lu dimana sekarang? Gw ke sana sekarang ama Ike. Cepetan kasih tau gw lu dimana? Tar gw naek taksi biar cepet.� Tanty malah menjadi terlihat panik sekali.

�Hmm...gw di rumah sakit Medika Lestari Tan. Di lantai 6 kamar nomor 604.� Jawab ku.

�Ya uda gw ke sana Rin, tungguin gw. Ya Allahh Karin...� Tanty langsung menutup teleponnya. Ternyata Tanty gak se-menyebalkan biasanya kalo kita benar-benar sedang mendapat musibah. Dia bahkan kuatirnya seperti seorang ibu kepada anaknya.

�Si Tanty, yang?� Tanya Gara.

�Iya nih. Dia...kuatir banget kedengerannya. Mao langsung dateng ke sini katanya.� Jawabku.

�Loh kan dia sahabat kamu Rin, pasti kuatir lah ama keadaan kamu.� Ujar Gara lagi.

�Iya sih. Tapi kalo inget dulu dia ngetawain aku, waktu aku jatuh di itu kamu, rasa-rasanya aku gak kebayang deh dia bisa sekuatir ini sekarang.� Jawabku malu-malu, mengingat lagi kejadian dulu itu.

�Tanty itu sahabat yang baik kok. Sama kaya abang gw, si Gilang. Cuma mulutnya aja yang sering comel. Tapi hatinya baik banget.� Jawab Gara lagi sambil mengecup keningku. Dan aku pun kembali memeluk tubuhnya erat. Yah mereka...memang sahabat sejati ku.

TOK! TOK! TOK! Tiba-tiba ada yang mengetuk pintunya. Dan aku pun segera turun dari tempat tidur, karena mengira suster jaga yang mao masuk.

TOK! TOK! TOK! Ketukan itu kembali berbunyi, membuatku berjalan untuk membuka pintunya.

Dan wajah pertama yang kulihat adalah wajah si Gilang yang terlihat seperti sedang mengamati sesuatu di wajahku. �Kenapa sih lu liatin gw kaya gitu?� Tanya ku risih.

�Gak Cuma lagi perhatiin aja, ada tanda-tanda lu abis nyobain pisang gantungnya si Gara ato belum aja kok. Hahahahaha.� Ujar si Gilang tengil, mebuat yang laen geleng-geleng kepala melihat ulah si Gilang.

�Uda buruan masuk Lang� Ujar Selly. Kali ini ada Robi disampingnya. Mungkin si Robi menyusul waktu mereka lagi makan tadi.

�Nih Karin sayang, gw beliin nasi goreng buat lu.� Ujar Merry sambil menyerahkan bungkusan ke tangan ku.

�Ya ampun Mer...jadi ngerepotin lu semua kan gw. Makasih yah semuanya.� Ujar ku berterima kasih ke semuanya.

�Ahh ama saudara, gak perlu malu-malu. Udah sekarang lu makan dulu di sini. Makanin pisang gantung mah kaga bakalan kenyang-kenyang. Biarin si Gara sendirian dulu disana. Uda makan ini dia nya tadi.� Ujar Merry lagi sambil menarik ku untuk duduk.

�Iya ya Mer gak kenyang-kenyang makanin pisang gantung nya si Gilang. Ya pisangnya pisang mas sih, yang mungil-mungil. Hahaha� Ujar si Selly berusaha membalas celaan Gilang tadi sebelumnya.

�Hwahahaha...ngebales nih ya ceritanya?� Ujar si Gilang.

�Lu tar balik ato...mao nginep Rin?� Tanya Livia.

�Mmmmm...pengennya sih nginep yah. Hihihi� Jawabku malu-malu.

�Ya gapapa sih, tapi ama bonyok emang uda dikasih ijin?� Tanya Livia lagi.

�Emm...belum sih. Hehehe� Jawab ku. Huh, papa pasti gak bakal ngijinin aku nginep deh. Pikir ku.

�Mao gw bantuin minta ijin ke bonyok lu?� Tanya Livia lagi dengan lembut. Aku kembali mengingat ucapan Selly tadi, bahwa yang paling mengerti perasaanku sekarang, ya Livia yang pernah ngalamin hal yang sama denganku, saat Sandi masuk rumah sakit juga.

Yah dia pasti mengerti, betapa kita ingin selalu ada di sisi orang yang kita cintai selama dia berbaring sakit di tempat tidur.

Thanks yah Liv. Tapi..tar biar gw ijin sendiri aja. Tapi thanks banget yah Liv.� Jawabku tulus sekali berterima kasih kepadanya.

�Ya uda sekarang lu makan dulu deh Rin.� Ujar Livia lagi.

Aku melihat ke arah Gara, yang sekarang lagi ngobrol ama Robi, Sandi dan Gilang. Sementara aku ditemani oleh Selly, Merry, Livia dan Fenny.

�Eh iya perasaan kemaren yang nolongin gw ada cowo satu lagi deh.� Ujar ku menyadari tiba-tiba.

�Oh..itu kakak gw, Rin. Kak Pandji. Dia lagi sibuk bantuin usaha bokap gw sekarang. Kecuali ada hal urgent kaya kemaren, dia baru dateng.� Jelas Livia lagi.

�Ohh..gitu�

�Oh ya Liv, emang waktu itu si Sandi kenapa ampe masuk rumah sakit juga?� Tanya ku sambil mulai makan.

�Ohh..itu...hihihi...malu ah. Lagian panjang banget tau ceritanya.� Jawab Livia malu-malu.

�Tapi romantis banget tau gak sih, Rin. Walau awalnya si Sandi itu rada bebal juga sih orangnya.� Kali ini Selly yang menjawabnya.

�Woy...orangnya masih ada nih disini.� Ujar Sandi dari arah tempat tidur, mendengar namanya di sebut.

�Ayo dong Liv, ceritain dong� Aku memintanya untuk menceritakannya, karena aku cukup penasaran.

�Ihh..uda gw bilang gw malu tau.� Livia terus mengelak karena malu, membuatku malah menjadi semakin penasaran deh.

�Ya uda sini gw yang ceritain aja� Ujar Fenny kali ini.

�Tapi karena gw gak terlibat dari awal, lu orang bantuin yah cerita awalnya.� Ujar Fenny lagi.

Aku pun menjadi ternganga, mendengar kisah Livia yang begitu penuh rintangan, hanya untuk bisa bersatu dengan Sandi. Kisah yang mengharukan sekali untuk ku. Sebuah kisah pengorbanan dan cinta sejati yang tak lekang oleh waktu. Pikirku.

Apakah itu yang dinamakan cinta? Apakah cinta itu sebenarnya? Seperti apakah cinta yang aku miliki terhadap Gara, dan sebaliknya?



================================================== ========


CHARACTERS



Olivia Khumaira Putri



Cherllyne Agustina



Liana Aryanti Widjaya



Fadli Rangga Putra




Sikap Rani kenapa begitu aneh ya setelah pulang dari Anyer. Kemaren langsung tidak masuk kerja. Dan begitu masuk langsung mengabarkan ingin mengundurkan diri.

Sebenarnya, apa sih yang sudah terjadi, hingga membuat Rani berubah sikapnya terhadap kami semua? Atau kah...hanya terhadapku saja? Aku melihat setiap berbicara dengan Rika, Hari, Dyana dan Edi, sikapnya memang datar, tapi masih terdengar ramah.

Berbeda sekali apabila aku yang berbicara kepadanya. Dia hanya menjawab seperlunya saja. Tidak sperti Rani yang biasa aku kenal. Bahkan dia terlihat selalu menghindari Rangga. Apa...ini ada hubungannya dengan ku atau Rangga? Sebenarnya ada apaan dengan Rani?

�Yang, si Rani kenapa sih? Kok kaya jadi aneh gitu sikap nya ya? Rada ketus deh sekarang, sejak pulang dari Anyer. Apa dia lagi ada masalah ama Hari?� Tanya ku kepada Rangga saat kami sedang makan siang. Aku makan siang hanya berdua saja dengan Rangga bukan karena keinginan kami. Aku sudah mengajak Hari dan Rani untuk makan bersama seperti biasa, tapi mereka menolak dengan berbagai alasan. Hari bahkan keluar kantor dengan motornya, entah pergi kemana.

Sementara Rani memilih untuk makan di meja kerjanya sambil meneruskan pekerjaannya. Tampaknya dia benar-benar serius mao resign. Karena dia terus berkeja menyelesaikan semua pekerjaan nya.

�Yang? Kamu ngelamunin apaan?� Tanyaku kepada Rangga yang terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

�Eh? Gak kok Ol. Hehehe. Cuma bengong gak jelas aja.� Jawab Rangga sambil tersenyum. Tapi aku seperti menyadari bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh pejantan ku ini.

�Kamu lagi mikirin apa Ga? Kamu gak mao cerita ama aku?� Tanya ku sambil memegang tangannya.

�Bukan gitu kok sayang. Jangan berpikiran jelek dulu yah kamunya. Cuma emang ada banyak hal yang jadi kepikiran aku yang.� Jawab Rangga sambil menggenggam erat tanganku.

�Kamu gak mau sharing ama aku?� Tanya ku lagi.

�Bukan gak mau. Aku mau banget. Aku cuma takut kamu malah jadi kepikiran sayang.� Jawab Rangga.

�Aku justru jadi kepikiran kalo kamu gak mau sharing, sayang. Apalagi kamu kan biasanya juga sharing ama aku kalo ada apa-apa. Justru setelah kita lebih deket gini, seharusnya kita bisa lebih terbuka dong?� Ujar ku.

�Hmm...terbuka semuanya kaya waktu di kamar hotel kemaren?� Bisik Rangga bertanya kepadaku. Membuat wajahku memerah mengingat saat kami bermesraan dan bercumbu di kamar hotel waktu di Anyer kemarin. Itu pertama kali nya aku telanjang dihadapan seorang pria.

�Ihhh...dasar...genit banget. Aku lagi serius juga.� Ujar ku sewot sambil manyun.

�Hahahaha...ughh...aku makin gemes aja kalo liat kamu manyun gini Ol.� Ujar Rangga sambil mesem-mesem gak jelas.

�Ihh...pake mesem-mesem, pasti lagi ngayal jorok lagi tuh. Hihihi.� Ujar ku sambil mendorong hidungnya dengan telunjuk ku.

�Hehehe...berduaan bersama bidadari cantik, emang selalu membuat angan-angan cinta langsung melayang jauh�

�Ihhh...pake ngegombal lagi� Jawabku masih sambil manyun.

�Kamu gak suka kah aku gombalin?� Tanya Rangga sambil mendekatkan wajahnya.

�Banget lah...awas aja kalo gak sering-sering gombalin aku. Hehehe.� Jawabku sambil tersenyum lebar.

�Jelek jauhan sana...hehehe� Ujarku mendorong wajahnya dengan telunjuk ku lagi.

�Hmm...tar malem kamu lembur ga?� Tanya ku sambil malu-malu.

�Kangen yah pengen sharing...hmm...terbuka lagi kaya kemaren?� Goda Rangga.

�Hehehehe...au ahh. Mau ga?� Ya ampuuunn...aku malu sekali, mengajak seorang pria untuk bercumbu dan bermesraan dengan ku. Aduuhh...aku gak pernah seumur-umur se-agresif ini deh.

�Hahaha..mau banget cintaku padamu. Tapi...gak bisa malam ini sayang. Ini...salah satu yang jadi pikiran aku, yang.� Jawab Rangga, sedikit membuatku kecewa.

�Kamu mao ke tempat cewe laen yah? Ke tempat Cherllyne?� Tanyaku sambil cemberut.

�Hahaha...kan uda aku bilang tadi, jangan berpikiran jelek dulu ama aku. Aku...lagi bantuin Hari buat jalanin rencananya Ol.� Jelas ku.

�Rencana apa?� Tanyaku.

�Kamu inget kan, yang aku bilang si Indah itu selingkuh? Hari mao ngejebak si Indah. Dan aku, sebagai permintaan maaf aku tentang kejadian aku dengan Indah itu, aku uda janji ama dia, mau bantuin mempersiapkan acaranya lebih hmm...berkesan lagi, sayang.� Jelas Rangga melegakan sedikit perasaan hatiku.

�Apa rencana kamu emangnya, yang?� Tanya ku lagi.

�Hmm...maaf yah sayang. Aku belum bisa kasih tau sekarang. Nanti aja pas uda acara utamanya dimulai.� Jawab Rangga sambil tersenyum manis.

�Ihhh nyebelin deh� Sebel deh rasanya gak dikasih tau.

�Hehehe...becanda sayang. Siniin kuping kamu, biar aku bisikin.� Tuh kan nyebelin kan nih orang deh. Tapi aku pun segera mendekatkan kuping ku ke bibirnya.

Rangga mulai membisikan rencananya di kupingku. Membuatku cukup terkejut dengan rencana Rangga. Astagaa...ini...akan jadi heboh sekali, pikirku. Aku sampai menatap Rangga tidak percaya Hari akan melakukan itu kepada Indah.

�Serius kamu yang?� Tanyaku.

�Iya lah. Sini kuping kamu lagi.� Jawab Rangga, sebelum kembali meminta kupingku kembali.

�AAAHHHH...ihhhh...genit banget sih. Malu tau kalo ketauan.� Rangga yang sedang membisikan rencananya, tiba-tiba menggigit kupingku walau masih tertutup jilab yang kukenakan, hingga aku langsung mendesah kegelian.

�Hehehe...aku jadi pengen kalo deket-deket kamu gitu deh.� Ujar Rangga menggodaku.

�Gak disini ihhh...jelek dasar. Malu tau aku kalo ketauan. Tar ah di rumah ku aja. Atau kita cek in di hotel lagi.� Ujar ku sambil malu-malu dengan wajah memerah. Hihi...nakal yah Olivia.

�Hehehe...siap deh bos cantik� Jawab Rangga sambil tersenyum lebar. Dasar...hehehe.

Setelah makan siang, aku dan Rangga pun kembali sibuk dengan pekerjaan kami yang menumpuk. Aku tidak terlalu memperhatikan sikap Rani yang berbeda lagi untuk sementara, karena aku benar-benar disibukan oleh berbagai pekerjaan ku ini.

Aku mengumpulkan berkas-berkas yang harus ditanda tangani oleh mba Liana hingga ada setumpuk map di meja ku. Setelah semua selesai, aku membawa tumpukan map itu ke ruangan mba Liana.

TOK! TOK! TOK! Aku mengetuk pintu mba Liana dulu. Aku menunggu jawabannya, hingga aku kembali mengetuk pintu untuk yang kedua kali nya.

TOK! TOK! TOK!

Namun tetap tidak ada jawaban dari mba Liana, dan aku akhirnya mencoba untuk pelan-pelan membuka pintunya, dan aku sedikit mengintip, takutnya mengganggu kesibukan mba Liana. Degg! Aku langsung terkejut saat aku melihat mba Liana sedang...menangis sambil memeluk dirinya sendiri.

�Hik...hik...huuu....hikk....huuu� Mba Liana menangis pelan sambil terisak-isak. Kenapa mba Liana menangis? Apakah karena masalah keluarganya?�

�Hikk...ya Tuhaannn...aku gak nyangka ternyata rasa rindunya jadi sesakit ini semakin kesini...huuu.� Desis mba Liana pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya cukup jelas. Mba Liana merindukan siapa? Suaminya?

�Haahhh...maafin aku ya sayang. Walau sesakit apa pun, aku janji aku gak akan deketin kamu lagi, walau aku harus mati tercabik-cabik perasaan ku sendiri. Tapi demi Olivia, demi kebahagiaan kamu, aku janji gak akan dekat-dekat lagi ama kamu, sayang.� Aku benar-benar terkejut mendengar desisan mba Liana, saat ia menyebut namaku.

Demi Olivia? Demi kebahagiaan kamu? Siapa kah kamu yang dimaksud mba Liana? Apakah Rangga yang dimaksudnya? Pikir ku dalam keterkejutan ku.

Rangga memang pernah bercerita kalau dia memang menjalin hubungan terlarang dengan mba Liana, saat Rangga menceritakan semuanya kepadaku di Anyer kamerin itu.

Sampai sedalam ini kah perasaan mba Liana kepada Rangga? Apakah mba Liana juga sama seperti Cherllyne, yang lebih mengorbankan perasaannya demi ku dan Rangga?

Jantungku berpacu demikian cepatnya, saat aku menyadari sebuah fakta yang mengejutkan ini. Mba Liana, bukan hanya sekedar main-main sesaat dengan Rangga. Tapi dia benar-benar jatuh pada perasaannya sendiri kepada Rangga. Mba Liana...benar-benar mencintai Rangga dengan tulus. Persis seperti Cherllyne.

Aku...ingin tahu lebih banyak tentang hubungan Rangga dengan mba Liana. Aku butuh sebuah informasi lebih. Aku tidak mau menanyakan langsung kepada Rangga, karena dia akan berusaha menutupi fakta, agar tidak menyakiti perasaan ku.

Cherllyne...Cherllyne pasti tau jelas mengenai hubungan mba Liana dan Rangga sedalam apa. Bagaimana perasaan mba Liana sesungguhnya kepada Rangga. Aku harus menemuinya dan mencoba mencari tahu dari nya.

Aku kembali melihat ke arah mba Liana yang menangis dalam keheningan dengan tubuh yang begitu terguncang, sambil terus memeluki diri sendiri. Aku pun jadi bisa merasakan sakit yang mba Liana rasakan saat ini. Aku benar-benar pengen nangis juga jadinya melihat mba Liana seperti itu.

Dalam perasaanku yang kacau dan sakit, aku kemudian mencoba menutup pintunya sepelan mungkin, agar mba Liana tidak menyadari bahwa aku melihatnya sedang menangisi Rangga. Kekasihku. Pria yang di cintainya setulus hati. Pria yang ia berusaha persatukan dengan ku, yang juga amat mencintai Rangga.

Aku tidak tau bagaimana harus bersikap kepada mba Liana, setelah melihatnya tersiksa batin seperti itu. Aku menjadi merasa bersalah sendiri.

Aku lalu kembali ke meja ku. Rika sempat menanyakan mengapa aku membawa kembali dokumen-dokumen yang akan diserahin ke mba Liana. Aku hanya menjawab ada yang kelupaan dalam dokumen itu.

Aku lalu berjalan menuju ruangan marketing. Aku ingin bertemu dengan Cherllyne dan menanyakan beberapa hal kepadanya. Aku mencari-carinya di ruang marketing. Dan aku tidak menemukan keberadaannya di ruangan marketing.

Apa dia sedang meeting dengan klien ya? Aku pun mencoba bertanya kepada salah seorang rekan marketing, mengenai keberadaan Cherllyne. Aku terkejut saat dia menjawab Cherllyne tidak masuk kerja hari ini.

Eh? Apakah dia lagi sakit? Dia kan hidup sendirian. Kalo lagi sakit, siapa yang membantunya merawat tubuhnya? Aku pun menjadi kuatir. Aku segera mengirimkan pesan BBM kepadanya.

�Cher...lu sakit, ga masuk kerja hari ini?� Ketik ku di ponselku. Namun pesan ku bahkan belum keterima olehnya. Hanya tanda centang saja di ponselku. Apakah dia mematikan ponselnya?

Aku ingin sekali rasanya datang ke apartemennya. Tapi aku juga gak enak apabila aku mengajak Rangga. Pergi sendiri dan meninggalkan Rangga juga aku gak mau. Haduuhhh...bingung deh aku.

Eh...tapi kan Rangga bilang hari ini mao pergi buat bantuin urusan Hari. Jadi aku bisa dong pergi ke apartemennya Cherllyne. Pikirku kemudian. Yah paling enggak aku harus berbicara dulu dengan Rangga bahwa aku ingin pergi ke apartemen Cherllyne, sementara Rangga membantu urusan Hari.

Untuk sementara aku pun kembali menyelesaikan pekerjaan ku dengan perasaan yang campur aduk. Pertama aku melihat Rani seperti berubah sikapnya, kedua aku melihat mba Liana yang tersiksa batin karena tidak bisa dekat dengan Rangga lagi. Terakhir Cherllyne yang tidak masuk kerja dengan ponsel yang dimatikan.

"Yang, kamu jadi pergi ngurusin urusan nya Hari?" Tanyaku saat kami sudah di bawah setelah pulang kantor.

�Iya jadi sayang. Kamu ati-ati yah pulangnya. Kabarin aku kalo uda nyampe apartemen Cherllyne yah.� Ujar Rangga sambil mengecup kening ku.

Kemudian aku melihat Rani turun bersama Hari dan Rika. Aku sempat melihat da mendengar Hari mengatakan bahwa dia ada urusan lain, jadi gak bisa nganterin Rani seperti biasa. Yang aku mengerti karena Hari pasti pergi dengan Rangga. Aku kemudian mengajak Rani untuk ikut mobil ku, karena aku pulang sendiri naik mobil.

Tapi Rani menolak tawaran ku, dan memilih untuk pulang naik bis. Membuatku menjadi semakin bertanya-tanya akan perubahan sikap Rani, yang tiba-tiba menjauh. Aku yang merasa dekat sekali dengan Rani dari dulu, bahkan aku sudah menganggapnya sebagai saudara kandung ku sendiri, menjadi sedih sekali rasanya di acuhkan begitu saja olehnya.

Rangga segera memeluk ku erat dari samping, saat Rani sudah berlalu bersama Rika, sementara Hari pun memandangi gw yang terlihat sedih sekali.

Entah banyak hal yang terjadi baik yang aku ketahui sebabnya, ataupun tidak kuketahui, tapi aku merasa persahabatan kami berempat, benar-benar sedang berada di ujung perbatasan. Sangat rentan sekali untuk menjadi masalah di kemudian harinya.

�Nanti biar aku coba ngomong ama Rani, sayang ya. Biar aku yang nyelsain masalah Rani, biar Rani kembali seperti Rani yang dulu lagi.� Ujar Rangga berusaha menenangkan ku.

�Ya uda, aku pergi dulu yah sayang. Kamu ati-ati dijalan.� Ujar Rangga.

�Kamu juga ati-ati yah. Kabarin aku juga yah.� Jawabku sambil mengecup tangannya.

�Ol, gw cabut juga ya� Ujar Hari kepadaku.

�Iya Har, ati-ati lu juga. Semoga lancar semua yah� Jawab ku sedikit membuat Hari tertetgun sesaat, sebelum akhirnya berjalan normal seperti biasa lagi.

Aku kembali mencoba menghubungi Cherllyne lagi, tapi tetap tidak diaktifkan ponselnya. Dan aku pun segera mengarahkan mobilku menuju ke apartemen Cherllyne yang baru. Cherllyne kembali menyerahkan kunci serep kamar apartemennya kepada ku, seperti sebelumnya.

Hampir satu jam kemudian, aku pun tiba di apartemen Cherllyne. Dan dengan kartu pas untuk pintu masuk cadangan yang diberikan Cherllyne, aku bisa masuk dengan mudah, dan langsung menuju lantai 15, tempat apartemen Cherllyne berada.

Aku ketuk pintu dulu hingga beberapa kali, tanpa adanya jawaban. Karena kuatir lalu aku menggunakan kunci dan membuka pintunya. Aku melihat dapurnya berantakan sekali, piring-piring kotor bekas makanan berserakan di dapur.

Sayup-sayup aku mendengar alunan musik dan lagu, terdengar dari dalam kamar Cherllyne. Aku pun mendekati kamar yang pintunya sedikit terbuka itu. Lagu itu pun terdengar semakin jelas. Lagu lama milik Reza Artamevia, Satu Yang Tak Bisa Lepas. Aku mencari keberadaan Cherllyne, hingga aku benar-benar terkejut melihat keadaan Cherllyne yang tergolek di lantai di samping tempat tidur.


Kusimpan masa demi masa
tak mudah 'tuk terlupa
saat kau masih disisi
hingga saat kau dengannya
kadang ku menangis


Aku melihat Cherllyne dengan tubuh yang kemungkinan sedang bertelanjang bulat dan hanya ditutupi oleh sebuah handuk, sedang meringkuk dan menangis tersedu-sedu. Astagaa! Apakah Cherllyne telah menjadi korban perkosaan??! Aku benar-benar panik, namun....


Tataplah diriku di sini
masih seperti yang dulu
kuingin kaupun kembali
'tuk bersamaku lagi
akupun mengerti

�Ranggaa...aku kangen kamu Gaa...hikk...huuuuu...huuuu...aku kesepian Gaa� Saat aku baru saja hendak menghampirinya, aku mendengar ucapannya itu, pelan sekali sambil menangis tersedu-sedu, namun aku masih mendengarnya dengan jelas.


Satu yang tak bisa lepas
percayalah... hanya kau
yang mampu mencuri hatiku
akupun tak mengerti

satu yang tak bisa lepas
bawalah kembali jiwa yang luka
dan perasaan yang lemah ini
menyentuh sendiriku

�Oliii sayangg...maafin akuuu huuu...huuuu...aku gak bisa ngilangin bayangan Rangga, Ol....hikk...huuuu...aku terlalu menyayangi dan mencintai nya Ol...huuuu� Aku pun mulai menangis melihatnya tersiksa seperti ini, hanya demi kebahagiaan ku dan Rangga.


Tataplah diriku di sini
masih seperti yang dulu
kuingin kaupun kembali
'tuk bersamaku lagi
akupun mengerti

Satu yang tak bisa lepas
percayalah... hanya kau
yang mampu mencuri hatiku
akupun tak mengerti

satu yang tak bisa lepas
bawalah kembali jiwa yang luka
dan perasaan yang lemah ini
menyentuh sendiriku

Aku pun menangis dalam keheningan, sambil menutup mulut ku dengan kedua tangan ku ini. Ya Allaahhh...aku gak tega melihat Cherllyne seperti ini....aku uda gak tega tadi melihat mba Liana begitu tersiksa batinnya. Ya Allahh...kenapa jadi seperti ini sih semuanya. Aku harus bagaimana sekarang Tuhanku. Hatiku benar-benar sakit sekali melihat keadaan Cherllyne yang memilukan seperti ini.



Meski hatikupun mengerti
masih ada satu asa
kucoba 'tuk melawan
angkuhnya hasrat hati

Satu yang tak bisa lepas
percayalah... hanya kau
yang mampu mencuri hatiku
akupun tak mengerti

satu yang tak bisa lepas
bawalah kembali jiwa yang luka
dan perasaan yang lemah ini
menyentuh sendiriku

Cherllyne yang biasanya sangat tegar, ternyata bisa sehancur ini perasaannya, saat memilih untuk melepaskan Rangga agar bisa bersama ku. Pun begitu juga dengan mba Liana.


Satu yang tak bisa lepas
percayalah... hanya kau
yang mampu mencuri

satu yang tak bisa lepas
bawalah kembali jiwa yang luka
dan perasaan yang lemah ini
menyentuh sendiriku

Ingin sekali aku menghampirinya dan memeluknya erat sekali saat melihatnya menangis seperti ini. Namun aku sadar, apabila Cherllyne mengetahui aku melihatnya menangis, dia akan kembali pura-pura tegar lagi di hadapan ku ini, dan akan lebih sulit lagi untuk kutemui.

Maafin aku Cher...maaafin aku...Aku sekuat tenaga menahan suara tangisku agar jangan sampai keluar, dan membuatnya menyadari aku berada di sini, melihatnya sedang menderita batin.

Ini kah cinta itu? Haruskan cinta yang satu mengorbankan cinta yang lainnya? Apakah memang harus begini cinta itu? Apakah Cinta itu sebenarnya? Aku pun tak mengerti.



CHARACTERS


Fadli Rangga Putra



Hari Suprianto



Olivia Khumaira Putri



Liana Aryanti Widjaya



Cherllyne Agustina



37 | Happy Birthday!



Urusan Hari telah kuselesaikan semalam. Gw telah sebisa mungkin menyiapkan segala sesuatunya. Gw pun telah berhasil menghubungi pihak-pihak yang bersangkutan untuk membuat sebuah pesta kejutan untuk istri tercintanya Hari, Indah. Hari bahkan sudah ber-akting, mendapat tugas luar kota dadakan, dan pagi-pagi berangkat dengan membawa satu koper kecil berisi pakaiannya. Koper yang dia titip kan di rumah temannya, sebelum ke kantor.

This is it, Ga. Tinggal nanti malam pelaksanaannya.� Ujar Hari tadi pagi ke gw.

�Lu yakin Har? Mao ngelakuin ini? Ini kah jalan yang terbaik menurut lu?� Tanya gw. Sebenarnya, gw rada kasihan juga, walau banyakan sebelnya ama si Indah, yang bersikap begitu murahan sekali.

�Yup. Gw musti bales sakit hati gw ke mereka semua, Ga.� Ujar Hari mantap. Dan gw pun sebagai sahabat nya, ato minimal bersikap selayaknya sahabatnya, walau pun dia tidak menganggap gw demikian, gw harus berusaha membantu sahabat gw ini semampu gw. Bukan cuma sebagai penebusan dosa gw, tapi murni karena persahabatan gw dengan Hari.

Hanya tinggal satu yang terus menjadi pikiran ku selama ini, setelah urusan Hari sudah hampir kelar. Rani. Sejak melihat perubahan Rani, gw terus kepikiran mengenai Rani, dan bagaimana caranya gw menjelaskan keadaannya kepada Rani. Rani pun tidak mau berbicara ama gw terlalu lama, dan terkesan hanya seperlunya saja menyangkut urusan pekerjaan.

Gw uda mencoba, tapi dia selalu menghindar setiap gw mencoba menegur dan menyapanya. Gw terus berusaha mencari kesempatan untuk bisa berbicara dengannya. Gw bingung musti gimana. Gw butuh pendapat lain, tapi gw gak bisa meminta pendapat Oli. Sementara mba Liana dan Cherllyne pun juga tampaknya menghindari gw terus sejak dari Anyer.

Liana masih tetap ramah dan baik, tapi baik dari nada bicaranya, maupun gayanya, benar-benar bukan seperti Liana yang gw kenal dekat. Liana pun tidak pernah lagi mengajak gw untuk mengobrol.

Gw pengen sekali sharing ama mereka berdua, namun selain mereka selalu menghindari berlama-lama dengan gw, gw juga gak mau Oli sampai tau masalah ini. Karena bisa membuatnya patah hati melihat Rani seperti ini.

Gw kembali ingat apa yang pernah dia ucapkan kemaren waktu di Anyer, �Mungkin hari ini...terakhir kali nya aku bisa bermesraan ama kamu, yang. Sebelum kamu dimilikin ama yang lain.�

Inikah yang dimaksud Liana bahwa hari itu terakhir kalinya gw bermesraan ama Liana? Apakah Liana benar-benar akan menjauh dari gw? Setelah apa yang sudah kita lakukan bersama, berbagi hati dan jiwa raga? Hanya sampai disini sajakah? Hadehhh...entah kenapa, walau gw seneng banget beneran jadian ama Oli kali ini. Tapi...rasanya ada sesuatu yang kurang di hati gw.

Hati gw bagaikan meninggalkan sebuah...dua buah lubang yang menganga. Apa gw uda terlalu terikat dengan mereka berdua ya? Jadi rasanya hampa seperti ini?

Akhirnya gw coba mengirim pesan BBM kepada Liana dan Cherllyne. Gw mengatakan gw perlu sharing tentang sesuatu, dan butuh opini Liana dan Cherllyne. Namun pesan gw hanya dibaca saja oleh mereka berdua tanpa adanya respon, hingga berjam-jam kemudian. Membuat gw rada gusar.

Dan akhirnya lagi, gw memberanikan diri gw untuk berbicara langsung aja kepada Liana dulu, awalnya. Kebetulan memang ada cukup banyak laporan yang harus di serahkan ke Liana, juga beberapa yang butuh approval-nya.

Oli sempat melihat gw, pada saat sedang membawa file. Dan gw pun segera mengedipkan mata genit ke arahnya, membuat nya menjadi malu-malu berseri. Maaf ya sayang, aku bukannya mau berbuat macem-macem yang nyakitin perasaan kamu. Tapi aku hanya butuh pendapat mengenai Rani, tanpa sepengetahuan kamu. Ujar gw dalam hati, merasa bersalah terhadap Oli. Tap gw harus membereskan masalah Rani ini tanpa sepengetahuan Oli, dan sebelum semuanya sudah terlambat, saat Rani sudah pulang kampung.

TOK! TOK! TOK!

�Permisi mba� Ujar gw ke Liana yang terlihat seperti sedang melamun, hingga membuatnya cukup terkejut.

�Eh...iya Ga� Jawab nya tanpa menatap gw.

�Ini laporannya ya mba� Ujar gw mendekat ke meja dia.

�Oh iya, makasih ya Ga� Jawab dia masih sambil mengetik sesuatu tanpa menoleh ke arah gw.

�Mba...uda baca BBM aku?� Tanya gw, membuatnya menghentikan kegiatannya sesaat, sebelum mulai mengetik lagi.

�Oh iya saya uda baca kok. Cuma saya belum ada waktu buat ngebales jawabannya Ga.� Jawabnya lagi.

�Trus? Jawabannya adalah...?� Gw terus menanyakan kepastiannya.

�Maaf Ga, saya lagi agak sibuk yah. Bisa nanti kita omongin lagi?� Ujar Liana. That�s it. Sudah cukup maen jutek-jutekannya deh. Pikir gw.

�Apa memang kita harus seperti ini jadinya, Liana?� Tanya gw dengan perasaan sakit.

�Aku cuma mao ngebahas masalah tentang Rani aja tadinya. That�s all. Gak lebih. Bukan niat macem-macem, seperti yang mungkin ada di pikiran kamu atau Cherllyne, Lia. Tapi kalo emang kamu ama Cherllyne pada menghindar. Fine. But no matter what will you two become, I�ll never ever forget about what we�ve been through together, or about how deeply my feelings upon you both.� Ujar gw cukup emosi. (Baiklah, Tapi entah bagaimana nantinya kalian, aku gak akan pernah lupa atas apa yang telah kita lalui bersama, atau seberapa dalamnya perasaan aku ke kamu berdua)

�Kalo emang ini mau kalian berdua, bersikap asing satu sama lain. Fine. But at least let me say thanks...for every love and caring you both had given me all this time. It will always be stick in my heart till the end. Bye...Liana� Ujar gw lagi, sambil keluar, tanpa melihat lagi ke arah Liana. (Baik, tidak masalah. Tapi setidaknya biar kan aku mengucapkan terima kasih...untuk semua cinta dan perhatian yang kamu berdua kasih ke aku selama ini. Akan selalu melekat di hati ku sampai akhir nanti.)

Gw pun berusaha bersikap normal seperti biasa saat melewati tempat Oli, dengan tersenyum lembut kepadanya. Gw sempat juga sedikit bertatapan mata dengan Rani. Namun Rani langsung menunduk lagi. Haahh...jadi gak enak gini sih rasanya.

Dan gw pun mengirimkan BBM dengan kata-kata yang hampir sama kepada Cherllyne. Dan hasilnya, sama seperti tadi. Hanya di read aja tanpa ada balasan lagi.

Jadi, kali ini harus gw selesaikan lagi sendiri. Gw harus menyelesaikan masalah gw dulu kepada Rani. Mengenai Liana dan Cherllyne, terserah mereka lah mau nya gimana.

Dan sisa hari itu gw pun berusaha fokus mengerjakan pekerjaan gw tanpa teralihkan apa pun juga. Setidaknya bisa menahan mood gw yang lagi jelek ini. Dan lagi nanti malam gw harus membantu Hari, menyiapkan pesta kejutan untuk Indah.

�Oli sayang, kamu lagi ngapain?� Tanya gw saat gw menghampiri meja Oli. Oli sedikit telat pulangnya karena ada pekerjaan tambahan tadi, sehingga gw juga ikut lembur dikit jadinya. Toh acara Hari masih cukup waktu, pikir gw.

�Oh..ini, aku nemuin buku ini di kolong meja Rani, sayang. Kayanya punya dia nih, ketinggalan. Kayanya buku diary nya Rani nih. Aku bawa aja deh, daripada tar ilang. Jadi nanti bisa aku balikin ke dia.� Jawab Oli sambil tersenyum dikulum gitu. Amboyy...manisnya kekasih ambo ini. Haahh.

�Yang, kamu...gapapa pergi ke tempat papa Yoga? Aku pergi ke tempat laen gini?� Tanyaku sambil memeluk dan mencium keningnya, di mejanya saat sudah jam pulang kantor. Suasana di ruangan Accounting hanya tinggal Oli saja, sementara yang lain sudah pada pulang duluan.

�Gapapa kok sayang. Kamu juga perginya ama Hari kan, bukan ama cewe laen. Hehehe.� Ujar Oli sambil merebahkan kepalanya di bahu ku.

�Gak lah. Tapi gak tau juga kalo Hari tiba-tiba ngajakin aku mijit plus-plus.� Ujar gw lagi sambil bercanda.

�Hahaha...enak aja. Kalo mao pijit plus-plus mah ama aku lah, ngapain ama yang laen.� Jawab Oli manja dan gemesin banget mukanya itu.

�Hoooo...awas yah, aku tagih janji kamu. Hehehe� Jawab gw seneng banget. Hahay.

�Trus kamu uda janjian ama dia ketemuan di mana?� Tanya gw, kuatir juga akan keadaannya.

�Hmm...udak kok. Aku juga tadi BBM-an ama Karin, yang. Karin yang jemput dia katanya, bareng papa ama mama kamu. Pulangnya, baru jenguk Gara, sekalian anter dia pulang.� Tanya Oli.

�Moga-moga bisa kebongkar deh ya yang dengan cara gini. Aku kuatir ama papa, sayang.� Ujar Oli lagi.

�Iya aku juga. Makanya aku minta tolong dia, sayang.� Jawab gw.

�Hmm...Aku juga baru sekali ngejenguk si Gara. Aku jadi gak enak nih. Padahal dia uda bela-belain nolongin si Karin. Kamu tolong wakilin aku dulu deh yah. Besok baru aku jenguk dia lagi.� Jawab gw, merasa gak enak hati sebenarnya. Secara karena Gara lah adek gw bisa selamat.

�Iya, mereka pasti ngerti kok sayang. Kamu punya urusan yang lebih penting yang harus kamu kerjakan. Urusan yang jauh lebih besar.� Jawab Oli.

�Yang...hmm...sebenarnya, aku pengen deh ngajakin kamu ke satu tempat. Aku dulu pernah ngebayangin aku pengen ngajak kamu berduaan ke sana sambil ngeliat matahari terbit di pelukan kamu. Hehehe� Ujar Oli tiba-tiba saat kami sedang berada di dalam lift.

�Liat sunrise dimana sayang? Kapan? Aku ikut aja kemana kamu pergi, sayang� Jawabku sambil menciumi lehernya, sambil memeluknya dari belakang. Untungnya lift-nya saat ini sedang sepi.

�Ahahaha...geli ahhh. Nakal nih. Hmm...hehe...ada ajah. Tar yah kalo ada momen yang tepat, aku kasih tau.� Ujar Oli sambil menjauh saat lift sudah sampai di lantai bawah.

�Kamu ati-ati yah sayang...mmmuuuaahhh...jangan lupa yah...pijit plus-plusnya ala Olivia.� Ujar gw sambil mengecup bibirnya, saat berada di basement parkiran, untuk mengantar Oli.

�Hahaha...dasar jelek mesum. Kalo itu aja cepet ingetnya. Hihihi. Iyah sayangku. Tar aku kasih pijit plus-plusnya ala Olivia deh.� Jawab Oli tertawa, sebelum ia pergi meninggalkan gw sendiri.

Hahh...gw liat jam, masih jam 6. Masih sekitar 2 jam lagi sebelum pelaksanaan acaranya. Mending ga makan dulu deh. Pikir gw.

Melihat basement kantor ini, mau gak mau gw kembali teringat kesan pertama gw waktu melihat payudara Cherllyne, juga kisah hot gw bersama Liana. Hahh...tanpa mereka sekarang, walaupun sudah bersama Oli, tapi setiap gw berpisah dari Oli, rasa hampa tanpa hadirnya Liana dan Cherllyne benar-benar terasa sekali. Yah...tampaknya mereka sudah membuat keputusan. Dan itu adalah masa lalu.

Gw sempat melihat mobil Liana yang masih terparkir. Hm? Apa dia belum pulang? Pikirku. Tapi gw gak mau memikirkannya lebih jauh lagi. Karena orangnya pun sekarang lebih memilih untuk menjauh dari gw.

Saat sedang menuju parkiran motor, gw melihat Rani sedang berjalan ke arah luar gedung. Gw pikir ini lah kesempatan gw untuk berbicara dengan Rani. Gw ingin menjernihkan segala permasalahan di antara kita berdua. Dan gw pun segera mengejarnya.

�RA....� TAB! Saat gw baru hendak memanggil Rani, tiba-tiba ada yang menarik tangan gw.

�Cherllyne?!� Gw benar-benar terkejut melihatnya sedang menarik tangan gw, sambil menatap tajam wajah gw.

�Ikut aku sekarang!� Ujar Cherllyne sambil langsung menarik tangan gw. Gw sempat melihat ke arah Rani, yang terus menjauh. Haahhh...gagal maning deh, pikir gw.

�Eh kita mao kemana sih Cher?� Tanya gw, melihat Cherllyne terus menarik tangan gw. Kalo gw perhatiin, dari arahnya, kemungkinan hendak mengajak gw ke basement parkiran mobil.

Dan ternyata, Cherllyne membawa gw ke mobil Liana. Samar-samar gw lihat ada Liana di dalam mobilnya.

�Masuk!� Perintahnya tegas. Ini gw kok berasa kaya lagi di culik sih.

�Ini ada apaan sih sebenarnya?� Tanya gw menolak untuk masuk.

�Rangga! Cepetan masuk dulu ah!� Ujarnya lagi dengan nada tegas dan memerintah. Dan akhirnya gw pun masuk ke bangku belakang mobil Liana. Bangku tempat gw sering menyetor sperma gw ke dalam vaginannya Liana, setiap kami bercinta habis-habisan di mobil ini.

Di dalam mobil, Liana hanya terus memandang ke arah depan dan tidak menatap ke arah gw sama sekali. Sementara itu, Cherllyne pun masuk ke dalam mobil, dan duduk di bangku depan, disamping Liana.

Tapi, mereka berdua hanya berdiam diri saja. Astaga! Ada apaan sih ini sebenarnya? �Ini...ada apaan sih sebenarnya?� Tanya gw. Setelah perlakuan Liana tadi siang, rasa jengkel gw masih berasa banget. Apalagi sekarang kembali di cuekin gini. Dan mereka pun hanya tetap berdiam diri. Arghhh...what the hell lah. Pikir gw. Dan gw pun langsung buka pintu mobil, dengan maksud ingin keluar, karena gw capek mereka terus bersikap sok jauh gitu.

�Rangga! Please...please masuk dulu.� Ujar Cherllyne lagi. Dan gw pun menghela nafas gw, sebelum masuk lagi ke dalam mobil Liana.

�Apaan sih? Kalian nih mao ngapain sih sebenarnya?� Tanya gw jengkal. Cherllyne kemudian berbalik badan sambil menarik nafas panjang. Sebelum dia....

BRUK! BRUK! BRUK! BRUK! Cherllyne tiba-tiba memukul-mukul gw dengan tasnya. Untung tasnya kecil, bukan yang gede, pikir gw. Tapi berasa sakit juga di pukulin gini.

�Woy! Woy! Woyyyy!...kenapa sih lu Cher?? Awwww...awww...sakit tau!� Ujar gw berusaha menahan tangan Cherllyne yang terus saja memukuli gw.

�KAMU TUH NYEBELIN BANGET! KAMU TAU GAK SIH SEBERAPA BERATNYA BUAT AKU? BUAT MBA LIANA? CUMA BISA NGELIAT KAMU DARI JAUH DOANG, GAK BISA LAGI KASIH PERHATIAN KE KAMU! KAMU SADAR GAK SIH KALO KITA BERDUA INI TERSIKSA GAK ADA KAMU??! TIAP MALEM NANGIS KANGENIN KAMU. GAK ENAK TAU!� Teriak Cherllyne semakin memukul-mukulkan tasnya ke gw. Tapi...di sela-sela usaha gw menghindari pukulan Cherllyne, akhirnya gw melihat satu keindahan yang lama gak gw liat, sejak dari Anyer. Senyuman Liana yang manis.

�AWW! Iya..iyaa sakit Cher...iiyaaa maafin aku Cher...aduudduuhhh sakit Cher...udah dong� Cherllyne benar-benar melampiaskan emosinya dengan memukulkan tasnya sekuatnya ke arah gw.

�Huuuuu....huuuuu...nyebelin banget sih....aku tiap malem nangisin dia, kangenin dia...bukannya prihatin kek, malah ngoceh-ngoceh gak jelas. Sebel tau gak sih mba� Ujar Cherllyne sambil menangis. Cherlllyne...menangis? tiap malem? Cherllyne yang begitu tegar, bahkan lebih tegar dari gw...menangis karena gw?? Gw...ampe speechless melihat ini.

�Udah sayang...ini kan emang uda keputusan kita, kamu inget kan? Kan kamu yang mau. Kita kan juga uda sharing satu sama lain kan, kalo lagi ngerasain hal yang sama.� Jawab Liana sambil memeluk tubuhnya.

�Iya sih...tapi kesel aja mba, tau-tau dia ngirim BBM kaya gitu. Uda tau lagi susah payah nahan diri, eh pake ngomong kaya gitu lagi.� Ujar Cherllyne masih terlihat emosi.

�Emm...ma-maafin aku yah Cher...maaf aku uda bikin kamu sedih, bikin kamu tersinggung.� Ujar gw, merasa gak enak hati jadinya.

�AU AHH. BODO!� Jawab Cherllyne sewot.

�Cher...maafin aku yah..� Ujar gw lagi sambil meremas pelan bahunya. Tapi...

�Ihhh...jangan pegang-pegang!� Cherllyne langsung mengibaskan bahunya, agar tangan gw terlepas dari bahunya.

�Rangga. Kamu...apa masih inget pembicaraan kita bertiga, waktu di Anyer? Di kamar yang aku booking waktu itu? Kamu masih inget ikrar aku ama Cherllyne, yang Cherllyne dan aku bilang di kamar waktu itu? Waktu kamu ngelamar aku ama Cherllyne, berdua?� Tanya Liana, kali ini dengan nada yang lebih lembut dari tadi siang.

Gw mencoba mengingat-ingat kembali ucapan yang pernah di ucapin Cherllyne waktu itu.

You will always be my husband, Rangga sayang.� Ujar Liana waktu itu. (Kamu akan selalu menjadi suami ku.

We both will always be yours, sayangku. I�ve never felt this...this great feeling to any guy before. My feeling upon you, It so overwhelming, I couldn�t help it. Even with my late boyfriend. And I think, mba Liana feels the same way, as I do. So, even if we couldn�t be with you, someday. It doesn�t mean that we stop loving you. Coz we can�t. We can�t ever stop loving you. We just loving you, in a bit different way. Just...trust us, that we will always be yours...forever...no matter what� Jelas Cherllyne juga waktu itu aku masih ingat jelas. (Kami berdua akan selalu menjadi milik kamu, sayangku. Aku tidak pernah merasa seperti ini, merasakan perasaan yang begitu kuat kepada seorang pria, sebelumnya. Perasaan aku ke kamu, begitu meluap-luap, aku tidak bisa menahannya. Bahkan dengan almarhum mantanku. Dan aku pikir, mba Liana juga memiliki perasaan yang sama seperti yang aku rasakan. Jadi, walaupun kami tidak bisa bersama kamu suatu hari nanti. Bukan berarti kami berhenti mencintai kamu. Karena kami tidak bisa. Kami tidak akan pernah bisa berhenti mencintai kamu. Kami hanya mencintai kamu, dengan cara yang berbeda. Percalah ama kami, yakin lah bahwa kami akan selalu menjadi milik kamu...selamanya...apapun yang terjadi.)

�Kamu masih inget aku bilang apa waktu itu? Apa yang di jelasin Cherllyne waktu itu? Kamu masih ingat itu semua? Karena itu bukan lah kalimat kosong, Ga. Itu lah perasaan kami berdua ke kamu, yang gak akan bisa kami ungkapin lagi saat ini. Saat dimana kamu uda punya seseorang di sisi kamu.� Jelas Liana, membuat gw terdiam.

�Setiap kamu meragukan kami berdua, atau salah satu dari kami. Well...think again. Apa yang uda kita ucapin dan tekad-in sama-sama waktu itu.� Lanjut penjelasan Liana.

�Dan jangan sekali-kali lagi kamu ngucapin kalimat kaya tadi siang di kantor, kalo kamu emang masih perduli ama kita berdua.� Ujar Liana lagi.

�Yah..maaf...jujur aku cuma rada pusing aja ngeliat Rani. Bingung musti gimana. Pengen sharing ama kamu ama Cherllyne, tapi kamu berdua kayanya cuek banget. Ya...maap deh, jadinya rada kesel gitu.� Jawab gw merasa bersalah.

�Kan ada Oli, Ranggaaaa! Kita justru lagi jaga jarak, biar Oli gak ampe kecewa atau berburuk sangka ama kita! Ya ampun kamu nih ya bebal banget sih!� Cetus Cherllyne.

I know...Maafin aku yah Cher. I am indeed a fool one.� Ujar gw pasrah.

Please sayang, aku cuma bilang ini sekali lagi. Kamu sekarang uda ada Olivia. Aku sayang ama Olivia, sama seperti aku sayang ama adik sendiri. Jadi please, jangan pernah ragukan lagi perasaan aku ke kamu. Itu gak akan pernah berubah sampai kapan pun. Tapi kamu harus jaga perasaan Olivia. I love you, and I always be yours, forever. Hanya saja, kita uda gak bisa bersama. Cukup dalam hati saja. Please, jangan persulit lagi keadaan aku ama mba Liana, yang uda berat banget gak ada kamu Ga.� Ujar Cherllyne masih sambil menangis.

�Iyaa...aku paham Cher. Aku gak akan pernah ngeraguin lagi perasaan kamu ama Liana. Ever!� Jawab ku penuh keyakinan.

�Trus...apa yang mau kamu omongin tentang Rani?� Tanya Cherllyne, sambil mengusap air matanya.

�Aku...baru tau dari Hari...kalo ternyata Rani sempat mao bunuh diri ya di laut, kalau gak keburu kamu tolongin, Cher, waktu ngeliat aku ama Oli jadian.� Ujar ku, membuat mereka berdua saling berpandangan.

�Rangga plis...jawab jujur. Terus terang aku ama mba Liana merasa sangat bersalah banget ama Rani. Karena kita gak tau kalo kamu ama dia tuh uda...ampir ML ya?� Tanya Cherllyne.

�Coba kamu ceritain jelas Ga, kamu sebenarnya uda seberapa jauh berhubungan ama Rani?� Tanya Liana.

�Yah emang sih, pas sehari sebelum kita berangkat ke Anyer itu, aku ama Rani deket banget. Kita dinner bareng, bahkan sambil suap-suapan. Aku bener-bener ngerasa nyaman aja. Apalagi aku taunya Oli uda balikan ama Gery kan. Saat itu aku belum tau Oli uda putus dari Gery.� Gw mulai menjelaskan.

�Yah di kamar kosan Rani, aku...emang terlalu terbawa perasaan. Aku nyium dia, sampai ampir aja bugilin dia. Untungnya aku keburu sadar, dan gak melakukan itu lebih jauh lagi. Tapi sejak saat itu, aku...ngerasa begitu dekat dan nyaman saat di samping Rani. Aku pengen ngejagain Rani rasanya.�

�Awalnya memang begitu indah aku rasain. Kemudian pas di Anyer, aku...sedikit ngelupain dia, waktu kita bertiga lagi...yah...lagi berbagi rasa bertiga. Dan itu salah satu hal terindah dalam hidup aku, bagaikan sedang bermesraan ama dua orang bidadari kayangan. Tapi yah...saat itu aku memang terlena dengan keindahan itu dan melupakan keberadaan Rani.�

�Saat aku kembali lagi ke bumi, aku melihat Rani lagi berpelukan mesra banget ama si Hari. Dan itu...sedikit membuat ku kecewa dan...pasrah. Karena aku merasa punya hutang ama Hari.�

�Hutang? Hutang apa maksud kamu?� Tanya Liana.

�Eh...emm...yah...itu...aku...hmmm...aku....ada ngelakuin kesalahan...ama Hari, gitu deh� Ujar gw bingung gimana harus bercerita.

�Kesalahan apa ampe membuat kamu nyerah ama Rani?� Tanya Liana lagi, semakin membuat gw sulit buat menjelaskannya.

�Mba...mba masih inget ga, cerita aku dulu, waktu kita ngobrol berdua di apartemen ku? Yang tentang pesta bodoh itu?� Ujar Cherllyne yang mengejutkan Liana. Pesta bodoh? Apa artinya Cherllyne uda kasih tau Liana mengenai pesta itu? Degg! Jantungku serasa berhenti rasanya.

�Cher...ka-kamu...kamu uda bilang ama Liana?� Tanya gw kaget.

�Mengenai pesta itu, ya aku uda cerita ke dia kok� Jawab Cherllyne. Aduuhhh mati gw.

Liana hanya terus menatap gw, sementara gw semakin gak enak hati jadinya.

�Kamu suka Ga? Ke pesta itu?� Tanya Liana.

�Gak sama sekali Lia. Itu justru aku sesalin banget. Dan aku dapet pelajaran mahal banget di sana. Pertama aku hampir aja kehilangan Cherllyne dan kamu, gara-gara keputusan bodoh aku. Dan Kedua, aku bagaikan mendapatkan tamparan keras, saat orang yang ku...hmm...ituin...ternyata si Indah, istrinya Hari.� Liana sampai tertegun dengan mata mendelik mendengar penjelasan gw.

�Jadi karena itu, kamu merasa bersalah ama Hari, dan membiarkan Hari berhubungan ama Rani. Demi untuk membayar kesalahan kamu, kamu rela ngelepasin Rani ke pelukan Hari? Begitu maksud kamu?� Tanya Liana lagi.

�Yah kurang lebih seperti itu emang. Saat itu...aku emang merasa Rani lebih pantas dengan Hari, daripada dengan ku yang...yang uda liar dan kotor mba, karena pernah ikut pesta sialan itu, walaupun hanya sebentar dan gak sampai tuntas.� Jelas gw lagi.

�Aku juga sebenarnya sempat menolak Oli dengan alasan yang sama. Tapi Oli tetap bersikukuh untuk tetap mau jalan ama aku. Dan karena aku merasa Rani uda ama Hari, jadi...yah aku mengambil keputusan untuk jadian ama Oli.� Lanjut gw.

�Tapi aku benar-benar gak nyangka ternyata respon Rani sampai segitu parahnya, saat tau aku pacaran ama Oli. Aku...benar-benar gak nyangka.� Ujar gw.

�Trus apa rencana kamu terhadap Rani jadinya?� Tanya Liana.

�Itu dia, makanya aku mao bahas ama kamu dan Cherllyne. Bagaimana aku harus menyelesaikan ini tanpa harus menyakiti Oli dan juga Rani. Aku butuh pendapat untuk masalah ini. Dan orang yang paling mengerti ini cuma kamu, Liana ama Cherllyne juga. Aku gak mungkin minta pendapat ke Oli. Bisa-bisa dia malah bertindak drastis, kalo melihat sifatnya, kalo ampe dia tau Rani bersikap nekat gitu.� Jawab gw.

�Gak ada yang bisa kamu perbuat Ga. Biarkan Rani seperti ini aja. Saat dia pulang kampung, lama kelamaan dia akan melupakan kamu kok Ga.� Ujar Liana.

�Kamu....serius ngomong kaya gitu Lia? Kamu yakin Rani akan lupa, seperti yang kamu bilang?� Tanya gw sambil menaikan dahi.

Nope, of course not. Rani gak akan pernah bisa lupain kamu. Bahkan kemungkinan terbesar, Rani akan menjadi pribadi yang jauh berbeda dan drastis, dibanding Rani yang biasa kita kenal.� Jawab Liana lagi, semakin menciutkan hati gw. Aduhh...Rani. Gw juga sih yang bikin ribet. Hadeehhhh...pusing pala barbiee nihhh.

�Jadi aku musti gimana dong nih?� Tanya gw sambil memegangi kepala gw yang mulai berasap kayanya nih.

�Jalan terbaik yah, kamu harus temuin dia Ga. Jelaskan selembut mungkin, karena Rani itu sangat lembut perasaannya, Ga.� Jawab Cherllyne.

�Kalo bisa, jangan ampe Oli tau masalah ini Ga� Ujar Liana kali ini.

�Iya aku tau itu Liana sayangku. Justru itu aku bingung, gimana caranya biar Oli gak tau aku temuin Rani.� Ujar gw sambil merebahkan diri, dan menutup wajah gw dengan kedua tangan gw.

�Dulu waktu Oli tau aku deket dan pernah berhubungan itu ama kamu, aku masih bisa membuatnya tenang dengan penjelasan dan pengertian. Karena Oli orangnya emang terbuka. Tapi untuk Rani, butuh pendekatan yang sangat berbeda, karena Rani itu justru tertutup. Dan gak ada yang lebih sulit dibanding menjelaskan kepada orang yang uda tertutup mata dan hatinya. Kali ini, musti kamu sendiri yang menjelaskan kepada Rani, Ga.� Ujar Cherllyne.

Haaahhh...urusan asmara ini...awalnya semua berjalan alami bagaikan air mengalir yang tenang. Tapi lama kelamaan, berubah menjadi aliran sungai berbatuan, yang membuat aliran sungai yang tenang menjadi deras bagaikan sebuah jeram. Kalau gak bergerak cepat, bisa-bisa menabrak batu dan karam.

�Tadi sebenarnya aku uda pengen ketemuin Rani, sebelum kamu narik aku Cher.� Ujar gw kemudian.

�Iya aku tau kok. Aku gak mau kamu ngomongin itu ama dia di sini emang. Selaen aku juga pengen marah-marah ama kamu tau. Untuk bisa sharing ama Rani, kamu butuh tempat yang membuat dia nyaman dan aman. Dan gak ada tempat laen senyaman rumah sendiri Ga. Kamar kos dia.� Jawab Cherllyne.

�Iya yah. Cuma gimana caranya yah ngomong ke Oli?� Tanya gw bingung.

�Gak ada jalan lain, selaen berbohong. Atau kalo emang kamu jago strategi, kamu coba alihkan perhatian Oli ke tempat laen dulu, selama kamu selsain urusan kamu ama Rani.� Ujar Liana kali ini mengejutkan ku. Eh iya ya. Ini bagaikan sebuah strategi perang. Bagaimana cara mencapai tujuan di tempat yang dijaga.

�Iya yah. Aku malah gak kepikiran. Hehehe� Gw malah tertawa sendiri jadinya. Saking mumetnya kepala gw, ampe gak kepikiran cara pengalih perhatian ini.

�Makasih ya Liana sayang, Cherllyne cantik ku. Dugaan ku emang tepat. Sharing ama kamu berdua, bener-bener bikin aku lega. Haahhh.� Ujar gw sambil mendesah lega, sementara gw melihat Cherllyne dan Liana saling berpadangan sambil tersenyum lembut.

�Awas kamu keceplosan manggil kita kaya tadi di depan Oli loh, sayang.� Ujar Cherllyne lembut sekali. Membuat gw jadi bersemangat rasanya.

�Hehehe...iya gak kok. Ya uda deh, aku uda musti jalan nih, sebelum telat.� Ujar gw kaget setelah melihat jam sudah hampir menunjukan jam setengah delapan malam.

�Telat mau kemana?� Tanya Liana.

�Mau bantuin Hari, kasih kado spesial buat istrinya. Hehe...aku...jalan dulu yah.� Gw hampir aja pengen nyosor nyium Liana dan Cherllyne, sebelum gw nahan diri.

�Kado spesial?� Tanya Cherllyne.

�Hm..Hari...yah nanti deh aku ceritain detilnya, jangan sekarang yah. Hehehe. Kejutan yang menghebohkan deh Cher.� Jawab gw.

�Ya uda kamu ati-ati dijalan yah, sayang. Mmmuuuahhhh� Ujar Cherllyne sambil mencium pipi kiri gw.

�Awas, jangan berpikiran buruk lagi ama kita berdua ya. Mmmuuuaahhh� Liana pun juga mengecup pipi kanan gw.

�Hmm..yang ini belum nih� Ujar gw sambil menunjuk ke arah bibir. Yang disambut gelak tawa Cherllyne.

�Itu...biar Oli aja yah yang wakilin kita-kita. Hehehe. Udah ah sana, jangan ngerayu yang gak-gak deh. Uda tau aku paling gak bisa nolak kalo kamu uda maenin rayuan nyebelin kamu.� Ujar Cherllyne sewot. Hahaha. Liana pun juga senyum-senyum manis gitu ke gw.

Hahaha...gilaaa...walau cuma dikecup pipi doang, tapi rasanya gw seneng banget ampe mau terbang ke awang-awang nih rasanya. Dan melihat wajah gw yang sumringah banget, membuat Cherllyne dan Liana tertawa kecil sambil tersenyum manis sekali. Damn, you both are really my beautiful angel. Pikir gw.


CHARACTERS



Hari Suprianto



Fadli Rangga Putra



Indah Prastiwi



Hmmm...udah hampir jam 8 malem. Dan sesuai perkiraan dan rencana ku saat aku memperhatikan tingkah lakunya dengan kamera melalui ponselku. Indah si pelacur murahan itu, sedang berpesta mesum dengan kumpulannya, sesuai rencana ku. Ini lah saatnya.

Aku masih ingat dengan jelas bagaimana kecewanya wajah Indah, saat aku bilang aku terpaksa membatalkan pesta ulang tahun untuknya, karena aku ditugaskan mendadak ke luar kota.

�Ya ampun mas? Gak bisa ditunda aja mas? Ini kan ulang tahunku mas. Iihhhh...aku uda nunggu-nunggu sejak mas Har bilang mao kasih surprise buat ulang tahun aku. Hikk...hikk� Ujar Indah mulai menangis. Heh. Maaf saja ya Ndah. Air mata mu uda gak ada pengaruhnya buat ku sekarang ini. Air mata palsu seorang istri khianat.

�Yah maaf ya Ndah. Abis gimana dong, aku ditugasin mendadak, karena ada yang harus di audit secepatnya.� Jawabku ber-akting.

�Kamu di rumah aja yah. Aku uda pesenin makanan buat tar malem. Kamu undang temen-temen kamu aja Ndah kesini, buat pesta kamu sendiri. Nanti hadiah dari aku menyusul setelah aku pulang yah.� Jawab ku sambil mengepak baju ke dalam koper kecil.

�Ahhh...mas mah gitu banget sih.� Ujar Indah terlihat kecewa dan ngambek.

�Yah mao gimana lagi kan? Uda resiko kerjaan. Ya nanti aku kasih kado yang berkesan deh pokoknya.� Ujar ku saat itu.

Dan akhirnya pagi-pagi aku sudah meninggalkan rumah ku, dengan membawa tas koper kecil. Meninggalkan Indah yang sedang menangis. Aku bahkan tidak memiliki keinginan untuk mengantarkannya pergi ke kantor seperti biasa, dengan alasan pesawat yang akan ku naiki berangkat pagi-pagi.

Hati ku sedikit pun tidak merasa bersalah, saat pergi meninggalkan dirinya. Penghinaan yang dilakukan Indah kepada ku telah melampaui batas. Aku lalu pergi ke rumah teman ku, dan menitipkan koper perlengkapan akting ku itu, sebelum aku berangkat ke kantor, untuk bekerja seperti biasa.

This is it, Ga. Tinggal nanti malam pelaksanaannya.� Ujar ku tadi pagi kepada Rangga, saat kami bertemu di parkiran motor.

�Lu yakin Har? Mao ngelakuin ini? Ini kah jalan yang terbaik menurut lu?� Tanya Rangga dengan wajah terlihat ragu-ragu.

�Yup. Gw musti bales sakit hati gw ke mereka semua, Ga.� Ujar ku mantap. Keadilan harus ditegakkan. Kesetiaan yang terkoyak-koyak oleh sebuah pengkhianatan, harus lah mendapatkan sebuah pelajaran yang cukup membuat kesadaran kembali ke dalam ahlak dan perilaku yang menyimpang.

Selama bekerja di kantor, jantung ku rasanya berdebar-debar, sambil sesekali mendengarkan situasi Indah melalui alat penyadap berbentu power bank, yang tersimpan di dalam tas milik Indah.

Sambil bekerja, aku terus memantau percakapan Indah bersama teman mesumnya, si Reni. �Kenapa muka lu mewek gitu Ndah?� Tanya si Reni aku dengar.

�Gw bete banget Ren. Laki gw katanya mao kasih surprise buat ulang tahun gw. Eh tau nya malah pergi ke luar kota. Mao audit. Ihhhh sebel banget deh gw.� Jawab si Indah. Membuat ku sedikit tersenyum.

�Hmmm...pantesan mewek mulu aja nih. Yah uda kalo laki lu gak bisa, kaya gw bilang kemaren itu, kita pesta ama kita-kita aja. Gw jamin ini akan jadi pesta ulang tahun lu yang gak akan terlupakan deh, kalo ama kita-kita. Hehehe.� Hahaha...lu bener banget Ren. Gak akan terlupakan gw jamin. Ucapku dalam hati,

�Gimana mau gak nih? kalo mao gw hubungin anak-anak nih. Sekalian suruh pada bawa kado buat lu juga.� Ujar Reni kepada Indah, aku dengar. Bagus Ren, lu emang bisa gw andelin, kali ini. Pikir ku.

�Haaahhh...ya udah deh, gw mau Ren. Daripada gw bete gak ngapa-ngapain ulang tahun sendirian di rumah. Di rumah gw lho ya Ren, si mas Hari katanya uda mesen makanan buat rame-rame tar malem.� Jawab Indah. Yesss...sipp. Oke, rencana paling utama berhasil. Kalo gitu aku harus kasih konfirmasi ke semua orang, mengenai kepastian acara kejutannya nanti malam.

�Oke gak masalah sayang.� Jawab Reni.

Oke, masalah pertama berhasil dengan sukses masuk ke dalam jebakan. Tinggal mengumpulkan pion-pion lainnya sebagai kejutannya. Aku pun segera menelepon seseorang terlebih dahulu.

�Assalamualaikum.� Sapa ku di telepon, saat ada yang menjawab panggilan telepon ku.

�Iya Hari mah. Nanti malam jadi yah mah, jam setengah delapan malam. Jangan telat ya ma. Iya kita kumpul di rumah samping rumah Hari aja mah. Kita kasih kejutan yang gak terlupakan buat Indah mah. Hehehe.�

�Iya mah, Hari tunggu yah. Assalamualaikum.�

Oke, sip, selanjutnya yang harus aku telepon adalah.

�Halo selamat siang� Jawab ku saat ada yang menyapa panggilan telepon ku.

�Ini mba Kinar yah? Ini Hari.� Jawabku.

�Gimana, di sana uda siap? Gak ketauan kan? Awas lho mba, ini pesta kejutan lho. Jangan ampe ketauan tiga orang itu ya.�

�Lokasi nya sesuai yang saya sebuti kemaren yah. Iyaa kita ketemuan disana dulu semuanya, jam setengah delapan malam, baru nanti rame-rame kita kejutin si Indah di dalam rumah.�

�Sip deh hehehe...makasih yah mba.�

Sip. Pihak ke dua sudah beres dan oke. Lanjut ke pihak ke tiga.

�Iya halo pak, selamat siang. Dengan Hari nih pak.�

�Iya yang kemaren saya datang bersama rekan saya itu.�

�Iya saya cuma mao kasih konfirmasi aja pak, nanti malam itu pestanya jadi dilaksanakan, lokasi sesuai TKP yang saya sebutkan kemaren itu pak.�

�Iya pak, betul, betul. Saya cuma mao kasih konfirmasi ini, biar segala sesuatu nya bisa dipersiapkan untuk acara kejutannya pak.�

�Baik pak, saya tunggu. Oh ya, untuk team reality gimana pak? Mereka jadi mao ikut?�

�Yah lebih baik begini pak. Sebagai hukuman moral.�

�Betul pak, betul.�

�Baik pak. Jam setengah 8 malam pak, saya tunggu. Jangan lewat dari jam 8 malam yah pak di usahakan?�

�Iya pak, terima kasih pak. Selamat siang.�

Done! Semua sudah fix. Tidak ada jalan kembali lagi sekarang. Tidak saat semua persiapan benar-benar telah matang, dan tinggal pelaksanaan nya saja.

Perasaan ku begitu berdebar-debar, menunggu pelaksanaan pesta kejutan nanti malam. Aku tidak begitu berkonsentrasi dalam pekerjaan ku saat ini. Tapi setidak nya aku bisa mengalihkan pikiranku agar tidak melihat ke arah jam terus, menanti datangnya jam setengah delapan malam.

Aku bahkan belum bisa mencoba untuk berbicara banyak dengan Rani. Disaat hatinya hancur melihat Rangga jadian ama Oli. Aku bahkan sempat merasa bersalah kepada Rani. Karena Rani menemaniku waktu di Anyer, bahkan sampai memelukku saat aku menangis, Rangga jadi berpikir aku pacaran ama Rani, sehingga ia memilih Oli untuk dijadikan kekasihnya.

Seandainya saja aku tidak berpelukan dengan Rani, mungkin hasinya kali ini akan terbalik. Dimana Rani sudah pacaran dengan Oli, dan Oli yang sedang patah hati. Dua-duanya benar-benar membuat gw sedih, karena keduanya adalah sahabat terbaik gw sendiri.

Malamnya, untuk kesekian kali gw aku melihat Rani pulang naik bis. Karena mempersiapkan urusan Indah ini, aku tidak bisa mengantarnya pulang. Sebenarnya aku merasa gak enak, apalagi saat ini dia lagi bersedih. Tapi aku pun punya masalah ku sendiri yang harus aku selesaikan secepatnya, agar tidak berlarut-larut.

Aku pergi duluan, sementara Rangga sedang menunggu Oli yang sedang bekerja lembur. Aku harus menyambut para tamu undangan, sebelum mereka datang duluan dan menghancurkan rencanaku ini.

Melalui alat penyadap, aku mengetahui bahwa Indah telah memulai pestanya sendiri saat aku baru saja sampai di rumah yang terletak di samping rumahku. Rumah pak RT yang juga aku undang ikut pesta kejutan rame-rame nya.

�Ayo yang ulang tahun musti dapet cobaan dulu. Sini matanya di tutup dulu� Ujar Reni, aku dengar melalui alat penyadap, sekalian sambil melihat di layar ponsel ku, kegiatan mereka. Ada sekitar lebih dari 10 orang yang ada di rumah ku saat ini. Ada beberapa wanita yang belum pernah aku lihat. Mereka masih berpesta dengan pakaian rapih.

Aku kemudian melihat Indah sedang di tutup matanya, lalu satu persatu mereka semua mulai membuka baju mereka hingga telanjang bulat. Hmm...sudah dimulai jadinya. Bagus sekali. Pikirku. Sempurna.

Aku menunggu sambil mengobrol dengan tetangga ku ini. Dia sempat menyinggung di rumahku ada banyak orang yang berkunjung. Aku hanya menyebutkan itu kawan-kawan istri ku, si Indah. Dia sedang membuat pesta sendiri, agar aku bisa menyiapkan pesta kejutan yang sesungguhnya.

Kemudian aku melihat para tamu undangan pun sudah mulai berdatangan, dan aku pun segera menyambut mereka. Sehingga otomatis aku sudah tidak memperhatikan lagi kamera video yang sedang merekam aksi liar mereka.

Sudah hampir jam 8 malam. Dan para tamu undangan pun sudah hadir semua, termasuk rekan-rekan spesial yang juga sengaja ku undang.

�Kapan di mulainya Har acara kejutannya? Ini uda rame gini. Ada yang masih belum datang Har?�

�Hmm...iya mah, sebentar lagi yah.� Jawabku kemudian. Tinggal Rangga yang belum dateng. Kemana lagi tuh orang. Tapi, ada atau tidak ada Rangga sebenarnya rencana ini tetap bisa berjalan.

Tapi untungnya gak lama kemudian Rangga pun datang. �Gimana Har? Uda siap semua?� Tanya Rangga.

�Menuju detik-detik penghakiman Ga.� Ujar ku penuh keyakinan.

�Ga...� Ujar ku tiba-tiba.

�Yah? Wassap?�

�Hmm...gw...kuatir ama Rani, Ga. Gw gak tau kapan dia akan bertindak bodoh lagi, setelah di Anyer kemaren itu.� Ujar ku.

�Gw coba ajak sharing juga dia tertutup banget sekarang, Ga. Gw kasian ngeliat dia. gw seneng sih lu jalan ama Oli. Secara Oli juga sahabat gw. Tapi di sisi lain, gw juga kasian ngeliat Rani kaya gitu, Ga.�

�Gw tau, ini...mungkin ada salah gw juga, waktu gw bilang Rani gak pantes buat lu. Ternyata jadi bikin lu minder ama gw. Apalagi pas lu ngeliat gw lagi dipeluk dia. Gw tau ini mungkin kesalahan gw Ga. Tapi gw minta tolong ama lu Ga, tolong lu ngomong ama Rani dulu Ga, kalo lu ada waktu. Sebelum dia benar-benar balik ke daerahnya.� Ujar ku dengan tulus.

�Iya Har. Gw tau itu. Gw emang uda niat mao nyari waktu buat ngomong berdua aja. Gw juga gak mau Oli tau masalah ini. Karena Oli pun pasti akan bersikap drastis, dan gak keduga.� Jawab Rangga.

�Uda lu jadiin aja dua-duanya deh Ga, kalo ribet gitu.� Ujar ku lagi sambil tersenyum.

�Hahaha...enaknya gw, kalo mereka mao gitu. Tapi mana mungkin lah Har. Kaya lu gak tau sifat Rani aja. Dia kan cemburuan banget Har.� Jawab Rangga.

�Heh...yah lu keluarin lah jurus playboy cap kampak lu biar dia mau.� Ujar ku lagi mulai bisa seperti dulu lagi hubungan kami berdua.

�Hahaha...sial luh.� Jawab Rangga.

�Har...it�s time. Shall we begin Har?� Ujar Rangga kemudian mengingatkan ku.

Let�s go brother.� Jawabku sambil tersenyum kepada Rangga.



================================================== ========

CHARACTERS



Indah Prastiwi



Reni Arisandi


Mr. Robert Warr



Hari Suprianto



Pada saat mas Hari memberitahu ku akan memberikan sebuah kejutan di hari ulang tahun ku, aku rasanya bagaikan ke awang-awang deh. aku seneng banget. Tapi semua langsung berubah dengan drastis, saat mas Hari tiba-tiba mengatakan harus ke luar kota mendadak, karena ada audit di luar kota. Jadi terpaksa mas Hari menunda kejutannya.

�Sayang, aku minta maaf ya. Kayanya...kejutan pas kamu ulang tahun terpaksa ketunda nih. Aku tiba-tiba di suruh mba Liana nih buat audit cabang yang di Bandung 2 hari. Kado nya, mas tunda gapapa yah?� Aku masih ingat dengan jelas ucapan mas Hari kepadaku tadi pagi itu. Huh! Kesel gak sih, pas ulang tahun, pas uda mao dapet surprise, malah pergi untuk urusan kantor. Ugghhh...aku pengen nangis deh.

�Ya ampun mas? Gak bisa ditunda aja mas? Ini kan ulang tahunku mas. Iihhhh...aku uda nunggu-nunggu sejak mas Har bilang mao kasih surprise buat ulang tahun aku. Hikk...hikk� Aku ampe benar-benar menangis akhirnya saking kecewa dan sedihnya. Kenapa pas hari ulang tahun ku sih? Kaya gak ada hari lain aja buat audit.

�Yah maaf ya Ndah. Abis gimana dong, aku ditugasin mendadak, karena ada yang harus di audit secepatnya.� Jawab mas Hari tidak membuatku tenang sama sekali.

�Kamu di rumah aja yah. Aku uda pesenin makanan buat tar malem. Kamu undang temen-temen kamu aja Ndah kesini, buat pesta kamu sendiri. Nanti hadiah dari aku menyusul setelah aku pulang yah.� Jawab mas Hari dengan santainya sambil mengepak baju. Ya ampunnn deh.

�Ahhh...mas mah gitu banget sih.� Aku benar-benar ngambek.

�Yah mao gimana lagi kan? Uda resiko kerjaan. Ya nanti aku kasih kado yang berkesan deh pokoknya.� Tetap saja janji manis mas Hari tidak membuatku merasa lebih baih. Huh. Kalo gini, mending aku ikutin rencananya si Reni aja deh. Daripada ngerayain ulang tahun sendirian aja. Pikirku.

Walau mungkin tetap akan terlaksana kejutannya itu, tapi rasanya momennya udah jauh berbeda, karena hari ulang tahun ku sudah lewat pada saat kejutan itu di hadirkan di hadapanku.

Tadinya aku meminta bonus yang di janjikan Mr. Robert pada saat meeting bersama pak Andreas, sebagai hadiah ulang tahun ku. Namun Mr. Robert mengatakan belum bisa, karena hasilnya aja belum berjalan. Sekarang ditambah mas Hari menunda kejutannya, sehingga aku harus merayakan ulang tahun ku sendiri.

Ughh...rasanya kesal sekali sampai ke ubun-ubun. Mas Hari bahkan tidak mengantarkan ku ke kantor, karena pesawatnya katanya akan berangkat pagi sekali. Ihhh. Aku benar-benar ngambek ama mas Hari.

�Kenapa muka lu mewek gitu Ndah?� Tanya si Reni saat aku sudah di kantor.

�Gw bete banget Ren. Laki gw katanya mao kasih surprise buat ulang tahun gw. Eh tau nya malah pergi ke luar kota. Mao audit. Ihhhh sebel banget deh gw.� Jawab ku dengan cemberut dan super duper bete abis.

�Hmmm...pantesan mewek mulu aja nih. Yah uda kalo laki lu gak bisa, kaya gw bilang kemaren itu, kita pesta ama kita-kita aja. Gw jamin ini akan jadi pesta ulang tahun lu yang gak akan terlupakan deh, kalo ama kita-kita. Hehehe.� Ujar Rani memberikan solusi ala dia.

�Gimana mau gak nih? kalo mao gw hubungin anak-anak nih. Sekalian suruh pada bawa kado buat lu juga.� Tanya Reni lagi, sementara entah kenapa aku rada bimbang dan mempunyai firasat gak enak sebenarnya. Tapi, saat mengingat lagi mas Hari yang pergi begitu saja, benar-benar membuat ku kecewa sekali, sehingga aku pun menyetujui rencana Reni.

�Haaahhh...ya udah deh, gw mau Ren. Daripada gw bete gak ngapa-ngapain ulang tahun sendirian di rumah. Di rumah gw lho ya Ren, si mas Hari katanya uda mesen makanan buat rame-rame tar malem.� Jawab ku pasrah. Padahal aku sudah berniat untuk meninggalkan kehidupan liar ini. Tapi karena rasa kesal dan kecewa, membuatku tidak bisa berpikir dengan jernih.

�Oke gak masalah sayang.� Jawab Reni.

Dan siangnya, Reni datang kembali ke mejaku dengan senyuman yang berbinar-binar. �Oke Ndah. Emang rejeki kamu nih. Semua pada bisa pesta di rumah kamu. Hehe� Ujar Reni.

�Oh ya? Bagus dong Ren.� Jawabku.

�Oh yah, aku...juga ngajakin si Jono lagi lho Ndah.� Ujar Reni mengejutkan ku. Jono? Si security itu? Aduuhhh...ngapain sih si Reni pake ngajakin dia.

�Kenapa ngajakin dia sih Ren?� Tanyaku tanpa menutup-nutupi wajah kesalku.

�Gini lho Ndah. Si Jono itu kan kepala security di komplek kamu kan. Yah anggep aja asuransi buat kita lah, berpesta dengan aman, tanpa adanya gangguan orang-orang munafik.� Jawab Reni mencoba menenangkan ku dengan alasan-alasan yang masuk akal.

�Huh...tar malah jadi ketagihan lagi dia.� Jawab ku sedikit tidak suka sebenarnya. Aku takut dia akan menyebarkan berita ini ke orang lain lagi.

�Yang penting dia gak macem-macem aja Ndah.� Ujar Reni.

�Ya udah, gak usah banyak mikir. Yang ulang tahun tinggal nikmatin aja. Biar gw yang atur semuanya. Ok?� Ujar Reni sambil memeluk ku.

�Oke deh Ren.� Jawabku.

Dan sore itu aku kembali ke rumah ku bersama dengan Mr. Robert dan Reni. Kami pulang lebih awal, karena aku harus mempersiapkan rumah ku untuk menyambut tamu. Dan Reni pun sudah berkata ingin membantu ku juga.

Mas Hari pun benar-benar menepati janjinya dengan mengirimkan banyak makanan untuk pesta ulang tahun ku ini. Yah membuatku sedikit memaafkan tindakannya yang meninggalkanku pada saat aku ulang tahun.

Aku pun segera menata makanan yang dikirim oleh mas Hari di piring-piring, dan mengaturnya di atas meja makan. Berikut piring-piring makan serta gelas-gelas untuk para tamu, sudah tertata rapih di meja makan.

Dan tamu pertama yang datang justru adalah pak Jono, security di komplek ku ini. Aku sebenarnya tidak suka melihat kedatangannya lagi. Aku takut dia akan memerasku dan semakin ngelunjak sikapnya. Namun di luar dugaan, pak Jono justru bersikap amat sopan terhadapku saat dia mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Bahkan dia memberiku sebuah kado yang dibungkus rapih.

Dan saat aku buka, sesuai permintaan pak Jono, ternyata isinya sebuah kalung berwarna emas. �Emang bukan kalung mahal yah bu Indah. Tapi ini hanya sebagai tanda terima kasih saya ke bu Indah. Berkat bisa dekat dengan bu Indah kemarin, saya jadi bisa diajak oleh bu Reni. Saya gak akan menjaga diri, karena saya sangat menyukai pesta-pesta kecil kita. Dan saya gak mau merusak momen itu bu. Hehe. Sekali lagi, selamat ulang tahun ya bu.� Jelas pak Jono, yang kemudian mengecup bibir ku tanpa bisa aku cegah. Hmm...lebih tepatnya aku tidak mau mencegahnya untuk mencium bibir ku. Aku terharu juga ama kata-katanya itu.

Pak Jono bahkan sudah mengamankan wilayah sekitar, dan berkata kepada anak buahnya untuk jangan melewati daerah ini, saat sedang ada pesta ulang tahun ku. Membuat kami aman berpesta liar, walau tetap saja harus berhati-hati.

Selanjutnya Sandra yang datang bersama Tommy. Mereka berjalan sambil bergandengan tangan, layaknya sepasang kekasih.

�Eh? Kalian jadian?� Tanya ku kepada mereka saat mereka memberiku sebuah kado keada ku.

�Loh? Semua pria yang ada di komunitas itu pacar gw loh Ndah. Hehe.� Jawab Sandra kemudian mencium bibirku dan melumatnya, dan sempat membuatku terkejut awalnya, sebelum akhirnya aku bisa mengimbanginya.

�Ssshh...hmm...nanti kita lanjutin yah say� Ujar Sandra yang kemudian masuk ke dalam rumah. Sementara Tommy pun tidak mau ketinggalan jatah dengan melumat bibirku. Aku bahkan lupa bahwa aku ini sedang di halaman rumah saat sedang berciuman gini. Tommy bahkan sambil meremasi payudaraku.

�Ugghh...enak Tom� Bisik ku sambil memejamkan mata.

�Hehehe...kita lanjut nanti malam� Jawab Tommy sambil menggandengku untuk masuk ke dalam rumah.

Tidak berapa lama kemudian, menyusul Andika, Roni dan Intan yang datang. Dan seperti kebiasaan kami semua, setiap bertemu selalu berciuman bibir, yang kadang disertai remasan kecil di payudara ataupun mencolek vagina.

Yang paling heboh tentu saja pak Bagas saat datang sendiri kali ini, tanpa ditemani pak Andreas dan pak Doni seperti biasa. Bukan hanya berciuman, pak Bagas juga menyelipkan jemarinya ke vaginaku melalui celah di rok panjangku.

�Ughh...sshhh...geli pak...aahhh� Desis ku, saat jemari pak Basah menggesek-gesek vaginaku. Sambil bibirnya menciumi leher ku yang masih tertutup jilbab yang aku kenakan.

�Selamat ulang thaun yah Ndah. Ini kado spesial buat kamu yah� Ujar pak Bagas sambil memasangkan sebuah gelang berhiaskan permata kecil di lenganku.

�Cantik banget pak. Makasih yah� Jawabku cukup senang. Walau aku menerima banyak kado bermacam-macam, aku paling menunggu kado dari suami ku sendiri, mas Hari. Rasa kecewa saat mas Hari berangkat tadi pagi rasanya masih terus berbekas di dalam hati ku.

Dan yang terakhir tiba adalah pak Andreas dan pak Doni. Pak Andreas langsung menggendongku sambil melumat bibirku. Dan aku membiarkan saja tubuhku digendongnya, sambil bergelayut manja kepadanya. Kalau mas Hari gak mau merayakan ulang tahun ku, biar aku merayakan dengan cara ku sendiri kalau mas Hari maunya begitu. Huh. Aku benar-benar semakin kesal rasanya dengan mas Hari.

Tamu yang datang ke rumahku pun benar-benar full team. Semua komunitas Mr. Robert datang semua, ditambah oleh pak Jono, yang dengan senang hati ikut serta dalam pesta kami ini, setelah melihat banyak wanita cantik disini. Bukan hanya aku dan Reni, tapi ada Intan dan Sandra juga.

Suasana pun menjadi meriah, diiringi oleh musik yang tidak terlalu keras, karena ini masih termasuk perumahan. Tapi setidaknya musik ini akan menutupi suara-suara erotis yang nanti akan terdengar.

Tono bahkan membawa cukup banyak minuman keras, seperti whiskey, maupun Vodka, untuk memeriahkan pesta ulang tahun ku ini.

Dan pada saat kami sudah memulai acara, seperti biasa pak Andreas meminta kami untuk melakukan permainan, demi menghormati aku yang berulang tahun.

�Ayo yang ulang tahun musti dapet cobaan dulu. Sini matanya di tutup dulu� Ujar Reni sambil membawa sebuah kain panjang berwarna hitam.

�Ihhh...apaan nih? kok pake di tutup-tutupin sih mata gw?� Tanyaku panik juga.

�Udah lu diem aja, dan ikutin aja.� Jawab Reni lagi. Reni pun kemudian menutup mataku dengan kain hitam itu, sehingga aku tidak bisa melihat apapun.

The game is simple kok Ndah. No matter what came into your lips, you gotta lick it with your tongue or suck it with your mouth. And no matter what we do to your body, you gotta accept it, no denying. You got that Ndah? Are you ready?� Ujar pak Andreas menjelaskan rule game nya, sebelum bertanya kepada ku. (Permainannya sederhana kok Ndah. Apapun yang menempel di lidah kamu, kamu harus menjilatinya dengan lidah kami, atau menghisapnya dengan mulut kami. Dan apa pun yang kami lakukan ke badan kamu, kamu harus pasrah, gak bolek ngeluh. Kamu paham Ndah? Kamu uda siap?)

Bring it on� Ujar ku. Aku sudah bosan dengan segala permainan pak Andreas. Ujung-ujungnya cuma buat bikin aku horny aja, gak lebih. Pikirku. Reni kemudian membuka seluruh pakaianku. Dan dari suara-suara yang aku dengar, begitu juga yang lain langsung membuka seluruh pakaiannya, aku yakin.

Kemudian mereka semua langsung hening. Dan aku menunggu beberapa saat, saat aku merasakan sentuhan-sentuhan halus di kulit tubuhku ini, hingga aku sedikit menggeliat kegelian.

Sentuhan oleh sesuatu yang lembut dan tumpul terus menjalari tubuhku, yang sedang berlutut ini. Mulai dari lenganku, ke payudaraku, ke leher ku, hingga akhirnya ke bibir ku. Dan saat berada di hadapan hidungku, aku langsung mencium aroma kemaluan lelaki.

Dan aku pun langsung menduga ini batang kemaluan lelaki. Dan sesuai peraturan game nya, saat menyentuh bibir ku, aku langsung menjilatinya. Dan aku yakin ini memang batang seorang pria.

Beberapa lama menjilat, aku langsung mengulumnya di dalam mulutku. �Sssshhhh....aaahhhhh....uuughffff� Dari suaranya kemungkinan pak Doni yang sedang aku kulum ini.

Batang kemaluan itu kemudian tiba-tiba dicabut dari mulutku. Namun aku langsung merasakan geli-geli yang basah di puting payudara ku. �Shhhh...aaahhhhh...ssshhh� Aku pun langsung mendesis kegelian.

Namun tiba-tiba ada satu lagi yang merangsang payudaraku, saat aku juga merasakan geli-geli basah di payudara sebelah kiri ku. �Oooohhhhh....oooooohhhh� Aku mulai merintih-rintih semakin keras, saat gairahku semakin memuncak, seiring dua orang yang sedang menjilati puting payudaraku.

Tapi seperti tadi juga, saat mereka tiba-tiba menghentikan gerakan mereka. Sehingga membuat ku merasa nanggung sekali jadinya. Lalu kali ini entah apa yang menempel di wajahku ini. Namun...dari aroma ini...ini...seperti aroma vagina ku. Entah apakah ini Reni, atau Intan atau kah Sandra yang mengarahkan bokongnya ke wajahku.

Aku segera menjulurkan lidah ku, dan merasakan lipatan kulit yang basah. �Uggghhh...sshhhh� Aku juga mendengar lenguhannya. Dari suaranya sih kemungkinan si Sandra ini. Lidahku mulai menjilati vaginanya Sandra, sementara Sandra menaik turunkan pantatnya.

Sandra terkadang memutar-mutar pantatnya, saat dia menginginkan bagian tubuhnya tersentuh oleh lidahku. Kadang bahkan Sandra terus menurunkan pantatnya, saat aku terus menjilati, hingga aku merasa sedang menjilati sesuatu yang berbeda. Dan dari aromanya aku langsung menduga aku sedang menjilati duburnya Sandra.

Sandra langsung melenguh keras, dan mendiamkan saat duburnya sedang aku jilati. Dan aku pun hanya terus menjilati nya tanpa henti, hingga membuat badan Sandra bergetar halus beberapa saat sebelum ia menarik pantatnya dari wajahku.

Tiba-tiba ada seseorang yang menarik tubuhku ke atas, dan menidurkan ku di atas sebuah meja. �AAAAHHHH...ooohhhhh....aaaahhhhh� Aku langsung merintih saat vaginaku tiba-tiba di jilatin dengan kasar dan cepat.

�Mmmmmfffff...mmmmppphhh� Saat aku sedang merintih, ada seseorang yang langsung memasukan batang kemaluannya ke dalam mulutku. Dan aku pun reflek mengulum batang kejantanan dia. Sementara itu aku juga merasakan ada dua orang yang sedang mengulum payudaraku, membuatku semakin menggila rasanya.

Tidak selesai sampai disitu, kedua tanganku pun dipaksa untuk mengocok batang kemaluan dua orang sekaligus. Batang keras yang sedang aku kocok itu justru semakin membuat gariah ku seolah tidak tertahankan lagi. Aku merasa begitu liar dan binal. Bagi yang melihat ini, mungkin inilah pemandangan paling erotis.

Tidak butuh waktu lama, pria yang tadi menjilati vagina ku langsung memasukan batang kemaluannya dengan kasar ke dalam vagina ku. �AAAAWWW...sakiittt!� Rintihku kesakitan.

�Kalem aja pak Jono, jangan terburu nafsu. Permainan masih panjang� Aku mendengar suara pak Andreas. Jadi rupanya yang pertama kali mendapat kehormatan untuk memasukan batang kemaluannya ke dalam vaginaku itu, adalah pak Jono.

Namun diperlakukan kasar begini justru malah membaut nafsu dan gairah ku begitu menggelegak, bagaikan air bah yang menerjang. Aku sudah tidak menguasai tubuhku lagi. Gairah birahi ku sudah mengambil alih sepenuhnya kesadaran ku. Aku semakin kuat menyedot-nyedot batang kemaluan yang berada di mulutku ini, entah milik siapa. Begitu juga dengan kedua batang kemaluan yang sedang aku kocok menggunakan kedua tanganku kiri dan kanan. Belum lagi ditambah kuluman dua orang di kedua payudaraku ini, rasanya benar-benar memabukan diriku ini.

Sementara itu, ditempat lain aku pun sudah mendengar rintihan-rintihan Sandra, Reni dan Intan. Aku yakin saat ini mereka pun sedang di setubuhi habis-habisan. Suara musik yang mengalun di rumahku, tidak banyak membantu menutupi erangan-erangan dan rintihan para wanita seksi ini saat tubuh mereka semua sedang digagahi oleh para pejantan.

Kemudian tubuhku di balik oleh seseorang. Aku merasa pak Jono yang sedang menggagahi ku, naik ka atas meja, dan menarikku untuk berada di atas tubuhnya dan kemudian langsung mengarahakan pantatku untuk turun dan menelan habis batang kemaluannya.

Aku pun langsung menggoyang lagi pantat ku, mengaduk-aduk batang kemaluan pak Jono, security komplek rumah ku yang sekarang terlihat gagah di mataku. Dari belakang, ada seseorang yang mendorong tubuhku hingga hampir merapat ke pak Jono.

Sementara itu pak Jono yang melihat payudaraku yang menggantung, langsung meremas dan melumatnya. Membuat aku merintih-rintih lagi. Dan persis seperti tadi, tiba-tiba ada yang menyeruak masuk ke dalam mulutku, saat aku sedang merintih nikmat. Aku pun mengulum kembali batang kemaluannya itu.

Sementara kedua tanganku kembali ditarik untuk mengocok dua batang kemaluan lagi. Disaat aku berpikir semua bagian tubuhku telah dimanfaatkan, ternyata aku salah. Saat aku merasa ada sesuatu yang menuangkan cairan di lubang anus ku, dan kemudian menempelkan benda tumpul di mulut dubur ku.

Tubuhku langsung menegang, menyadari bahwa ada yang akan melakukan anal seks kepadaku. Perlahan-lahan lubar duburku pun melebar, saat batang kemaluan itu menerobos masuk. Rasa perih dan sakit langsung menyentak-nyentak otak ku, hingga akhirnya batang kemaluan itu masuk seluruhnya ke dalam duburku.

Pekerjaanku saat mengulum dan mengocok menjadi terbengkalai saat aku sedang menyesuaikan diriku di anal seperti ini. Tapi untungnya pak Jono terus memberi rangsangan di kedua payudara ku dan terus mengocok vaginaku, sehingga rasa perih itu tertutup oleh rasa geli di vagina ku.

Lama kelamaan aku pun bisa menikmati anal seks ini. Dan rasanya benar-benar luar biasa nikmat, saat ditambah kocokan batang kemaluan pak Jono yang terus mengaduk-aduk lubang rahim ku.

Aku pun semakin menggila rasanya. Gairahku semakin memuncak, membuat kuluman ku pada batang kemaluan entah milik siapa yang berada di dalam mulutku ini, semakin menggila dan membuatnya mendesis-desis.

Begitu juga tanganku yang semakin cepat mengocok dua batang kemaluan, sambil memainkan ujun glubang pipis batang kemaluan tersebut.

Aku tidak tahan lagi. Dirangsang secara gangbang seperti ini langsung membuat tubuhku langsung mencapai orgasme ku dengan hebatnya. Pandangan mata ku langsung menggelap, saat tubuhku mengejang kaku, dan berkejat-kejat kuat saat �Big-O� ku datang begitu hebatnya.

Pak Jono dan orang yang meng-anal ku terus saja mengocok kedua buah lubang di pantatku itu. Sementara itu, orang yang batang kemaluannya sedang aku kulum tiba-tiba berkedut-kedut dan menyemburkan spermanya bertubi-tubi menyemprit dengan deras ke dalam mulutku. Aku bahkan merasa cairan spermanya meluber dari dalam mulutku melaui celah bibirku.

Belum usai, batang kemaluan yang aku kocok pun langsung ditarik dari tanganku, dan tiba-tiba di wajahku aku merasakan semburan demi semburan hangat spermanya. Disusul oleh orang yang meng-anal ku pun menyemprotkan spermanya di dalam duburku.

Kemudian pak Jono pun menyusul saat dia tiba-tiba menyodokan batang kemaluannya sedalam-dalam nya ke dalam liang kemaluanku, dan menyemprotkan banyak sperma hangat ke dalam rahim ku.

Dan terakhir, wajahku kembali di sembur sperma hangat oleh batang yang aku kocok dengan tangan kiri ku. Nafasku ngos-ngosan melayani lima orang sekaligus seperti ini. Aku sangat puas sekali rasanya. Tapi aku masih belum mau berhenti.

�ASTAGHFIRULLAH HAL ADZIM! INDAH??? APA-APAAN INI??!� Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara teriakan seorang wanita. Suara itu...mirip suara...

Aku pun langsung membuka kain yang menutup kedua mataku. Mata ku langsung terasa silau, dan berusaha memfokuskan penglihatanku ke arah suara teriakan itu, sambil menoleh ke belakang. Karena posisi ku sedang membelakangi suara itu.

DEGG! ASTAGA! Wajahku aku yakin langsung pucat sekali saat melihat begitu banyak orang yang sedang terbengong-bengong melihat ke arah kami semua yang sedang bertelanjang bulat. Dan yang paling membuat aku terkejut adalah wajah yang berteriak tadi. Itu wajah...

�IBU??? A-AYAHH?? M-M-MAS H-HARI???� aku benar-benar bergetar ketakutan sekali melihat kedua orang tuaku dan juga suamiku, yang katanya tadi pergi ke luar kota, sedang melihat ke arahku. Ke arah tubuhku dengan wajah yang belepotan sperma, dan lubang vagina dan lubang dubur yang masih melelehkan sperma pria lain.

Semua orang di dalam ruangan langsung hening, bahkan langsung menutupi tubuhnya sekedarnya melihat kedatangan rombongan tamu tidak terduga ini.

�JELASKAN APA YANG SEDANG KAMU LAKUKAN. ANAK BEJAT??!� Teriak ayahku dengan wajah yang amat sangat murka. Ayahku, yang seorang ustad, yang hampir setiap jum�at memberikan dakwah di tiap mesjid, saat ia memimpin imam untuk melakukan sholat Jum�at, sedang melihat dengan mata mendelik ke arah puteri satu-satunya sedang bertelanjang bulat dengan tubuh penuh sperma.

Bibirku begitu bergetar tidak bisa menjawab pertanyaan ayahku. Lidahku begitu kelu. Suara kusuk-kusuk dibelakang mereka pun semakin ramai. �Itu..Mr. Robert juga? Eh ada bu Reni juga?� Teriak seseorang yang kembali membuatku terkejut. Ternyata juga ada banyak teman-teman sekantor ku yang datang melihat kami dalam kondisi memalukan seperti ini. Aku bahkan tidak sempat terpikirkan untuk menutupi ketelanjangan tubuhku ini saking kalut dan paniknya.

�Jono!?? Kamu....ikut-ikutan mesum disini??? DASAR SATPAM BIADAB! Bukannya menjaga keamanan dan ketertiban, malah berbuat mesum disini!� Itu suara...pak RW. Bahkan aku melihat pak RT, juga ibu-ibu pengajian yang biasa aku ikuti di komplek rumahku ini. Aku pun berusaha memandang rombongan itu lebih detil.

Selain kedua orang tuaku, mas Hari, teman mas Hari yang bernama Rangga, teman-teman kantorku, ibu-ibu pengajian beserta ketua RT dan RW, juga ada keluargaku yang lain, sepupu ku, tante ku, pamanku. Semua menatapku dengan pandangan penuh amarah dan jijik, serta seseorang yang sedang memanggul sebuah kamera yang sedang diarahkan kepada kami semua, dan beberapa orang yang tidak aku kenali.

�Dasar istri khianat!�

�Gak tau malu�

�Malu-maluin keluarga aja�

�Istri bejat�

�Pelacur murahan�

�Najis...amit-amit!�

Setiap kata makian dan hinaan yang terucap dari mulut mereka, bagaikan sebuah palu godam yang menghujam jantungku setiap kali aku mendengar kata-kata hinaan mereka itu.

�MULAI SAAT INI AYAH TIDAK PUNYA ANAK BERNAMA INDAH PRASTIWI LAGI! JANGAN PERNAH KAMU DATANG LAGI MENEMUI AYAH DAN IBU KAMU INI. KARENA KAMU BUKAN ANAK KAMI LAGI! HARAM AYAH PUNYA ANAK GAK TAU DIRI DAN MURAHAN SEPERTI KAMU! SIA-SIA AYAH NGEDIDIK KAMU, NGEBESARIN KAMU KALO AKHIRNYA KAMU JADI PELACUR MURAHAN SEPERTI INI!� Bentak ayahku, yang terdengar bagaikan sebuah bom atom yang meledak di dalam kepalaku. Ibu pun menangis begitu hebat. Mas Hari pun memeluk ibu dan ayahku yang begitu terguncang melihat ku seperti ini.

�Tangkap mereka, bawa semuanya ke kantor polisi� Ujar seseorang mmberi perintah kepada beberapa orang di belakangnya.

�Siap Dan! Laksanakan� Jawab mereka, yang langsung bergerak untuk meringkus kami semua. Ini...ini...ini bagaikan sebuah mimpi buruk, hanya saja di sini aku tidak bisa terbangun untuk keluar dari musibah ini.

�Selamat ulang tahun yah, Indah sayang. Ayo senyumnya mana? Kamu lagi masuk TV lho, di program acara reality show yang biasa kita tonton, acara polisi itu lho Ndah. Surprise ga sayang? Aku sengaja lho undang mereka ke sini buat ngeramein ulang tahun kamu� Ucapan mas Hari yang santai dan penuh keceriaan, namun dengan pandangan mata tajam dan senyuman penuh kepuasan di wajahnya, membuat jantungku serasa berhenti berdetak. Mas Hari...surprise?? jadi...mas Hari sudah tau sejak awal?? TV reality show?? Kepalaku mulai berkunang-kunang.

�Oh ya ampir lupa kado spesialnya Ndah. Ini...surat gugatan cerai yang sudah aku ajukan. Hanya tinggal tunggu keputusan di pengadilan aja nya aja. Sekalian aku ucapkan ini ke kamu Ndah. Aku, Hari Suprianto mulai detik ini, aku memberikan kamu, Indah Prastiwi, TALAK 3!� Ujar mas Hari, yang kali ini langsung membuat pandangan mataku benar-benar memudar, dan segalanya menjadi hitam pekat dan aku tidak ingat apa-apa lagi apa yang terjadi kemudian.









1 komentar:

  1. Betting Terminology - Mapyro
    Betting Terminology. 충청남도 출장안마 Betting Terminology. Betting Terminology is 의왕 출장안마 an abbreviation of Betting Terminology. 인천광역 출장마사지 A 삼척 출장샵 bettor can only bet 춘천 출장마사지 on their favorite team to win a game.

    BalasHapus