Fadli Rangga Putra
Liana Aryanti Widjaya
19 | The Day I Fall In Love
“Ranggaaa sayang, kamu kemana aja sih? Aku kan kangen kamu”, Ujar Oli sambil memeluk ku dari arah belakang.
“Eh, ga kemana-mana kok Ol. Nih gw disini aja kok”, Jawab gw.
“Tapi kok kamu gak langsung ngejamah aku sih? Nih liat, memek ku uda basah banget kan? Karena kamu ga ada, si Gery deh akhirnya yang nyolokin memek aku pake kontolnya dia. Nih liat, memek aku uda belepotan sperma dia banget kan?, Ujar Oli yang telanjang bulat, sedang memperlihatkan kemaluannya yang di tutupi oleh rambut kemaluan yang lebat.
Terlihat, di bibir vaginanya banyak cairan kental berwarna putih susu. Sialaaaan, pikir gw. Memek bekas aja ngapain lu unjukin ke gw, sialll. Maki gw dalam hati.
“Ayo kamu mao nyolok memek aku juga ga?” Tanya Oli sambil menggoyang-giyangkan pantatnya di wajah gw.
“Uda mending kamu nyodokin memek aku aja, sayang” Rani tiba-tiba menyela dengan tubuh telanjang bulat juga, sedang menciumi wajah gw.
“Ga bisa, lu musti ngewe ama gw dulu Ga. Memek gw uda kangen lu sodok ama kontol lu nih”, Ujar Cherllyne yang juga telanjang bulat.
“Ehh...apaan sih lu orang, kok pada nyelak sih? Kan gw duluan yang ketemu Rangga”, Ujar Oli protes ama mereka berdua.
“Lu kan bekas di pake orang Ol, Rangga mana mao pake barang bekasan orang. Mending barang baru kaya gw”, Ujar Rani menyanggah.
“Barang baru belum teruji, mao ngapain, yang ada cuma bikin sakit ati. Mending memek gw yang uda teruji kuat di sodokin Rangga”, Balas Cherllyne kali ini.
Gw jadi bingung, mereka bertiga malah semakin ribut dan bertengkar satu sama lain. Gw males banget ribut-ribut gini. Tapi tiba-tiba, gw ngerasa batang junior gw tiba-tiba berasa anget dan geli-geli basah.
Pas gw liat ke bawah, mba Liana sedang mengulum batang junior gw. Membuat gw langsung mendesah keenakan.
“Ooohhhh enak mbaa” Desah gw. Sementara ke tiga wanita tadi yang sedang bertengkar tiba-tiba terdiam melihat mba Liana sedang mengulum batang gw.
“Aaaahhhh..enak banget mbaa...terusin mba...iyahh maenin lidah mba”, Aku mulai meracau keenakan.
Tangan mba Liana pun membantu mengocok batang junior gw. Sementara 3 orang wanita yang tadi bertengkar, masing-masing sekarang sudah mengambil posisi. Oli di sebelah kanan langsung menciumi leher dan dada gw. Begitu juga Rani di sebelah kiri. Sementara Cherllyne berjongkok di atas gw, menyodorkan vaginanya di atas wajah gw.
Gw langsung menjulurkan lidah untuk menjilati bibir vagina Cherllyne. Mba Liana pun dengan telaten terus mengulum batang junior gw. Gilaaa...ini enak banget. Di cumbu oleh 4 bidadari tercantik dalam hidup gw. Ini bagaikan sebuah mimpi buat gw.
Kuluman mba Liana terasa begitu dasyat gw rasakan. Belum lagi serangan dari 3 bidadari lainnya, membuat gw akhirnya ga bisa menahan lagi.
“Uffff....aku keluarrr mbaaa...sedootttt mbaaa...aahhhh” Badan gw langsung terasa kaku, saat gw merasakan semburan demi semburan yang nikmat sekali, menyembur ke dalam mulut mba Liana, hingga membuat kesadaran gw seakan tenggelam ke dasar laut, hingga tidak bisa bernafas, hingga gw merasa akan muncul di permukaan.
“HUAAHHHHHH....” Gw langsung bangun terduduk, berusaha mengambil nafas sedalam-dalamnya. Namun anehnya, gw masih merasakan batang junior gw masih berkedut-kedut nikmat sekali.
“Ummm...mmm..mmmmfff”, Gw melihat mba Liana sedang terpejam matanya, dengan mulut sedang menahan batang gw, tetap berada di dalam mulutnya hingga kedutan-kedutan di batang junior gw mulai mereda.
“Glekk! Slurrppp! Mmmfff”. Mba Liana terlihat menelan sesuatu, sebelum mulai menjilati dan mengulum lagi batang gw.
“Mba Lianaa?....mba...ngapain?..ssshh...geli mba”, Tanya gw heran. Gw sempat celingukan ke kiri dan ke kanan, mencari Oli, Rani dan Cherllyne.
Haaahhh! Gw kira beneran. Rupanya emang cuma mimpi. Hehehe..sialaann. Tapi yang sesuai mimpi hanya mba Liana aja yang sedang mengulum batang junior gw.
“Hufff...hehehe...uda sore sayang. Yuk bangun. Kamu kan katanya mao menghibur mba selama kita disini, masa tidur mulu sih? Mmuaaahhh”, Ujarnya sambil mengecup bibir gw.
“Hahaha...demen banget aku mba, kalo tiap di bangunin kaya gini caranya.” Ujar gw sambil tersenyum lebar.
“Hehehe...kalo mba uda tinggal bareng ama kamu, tiap hari kamu pasti mba bangunin pake cara ini”, Jawab mba Liana dengan wajah sensualnya, tersenyum dengan pandangan mata menggoda, sambil menggigit bibir bawahnya. Ughh sialan, bikin junior gw bangun mulu nih kalo tiap hari ngeliat mba Liana kaya gini.
“Jam berapa mba sekarang?” Gw bertanya sambil celingukan ga jelas.
“Jam 5 sayang. Masih ada waktu nih sebelum malem, sebelum kita musti balik Jakarta kan. Hehe...mba masih belum puas ama kamu Ga”, Jawab mba Liana sambil mengalungkan kedua tangannya di leher gw sambil mengecupi bibir gw.
“Hehehe...siap, mba ku yang seksi.” Jawab gw juga sambil mengecup bibir seksinya itu.
“Oh ya, uda mao sunset nih mba. Saya juga punya kejutan kecil buat mba. Semoga mba suka nih”, Ujar gw, kemudian turun dari tempat tidur.
“Oya? Kejutan apa nih Ga?” Tanya mba Liana dengan mata yang berbinar-binar.
“Yah kalo dikasih tau mah bukan kejutan atuh mah mba sayang”, Jawab gw sambil mengambil sesuatu dari dalam tas kecil gw.
“Sekarang, mata mba aku tutupin dulu yah. Mba ga boleh liat dulu sebelum semuanya uda siap. Hehehe”, Ujar gw lagi sambil mengikatkan sebuah dasi menutupi kedua matanya yang menggoda. Ughh...tiap kali melihat mba Liana telanjang bulat gini...hmm...emang sesuatu banget yah.
“Kamu mao bikin apa sih sayang? Mba jadi penasaran nih.” Jawab mba Liana.
“Hehe...bentar yah mba”, Ujar gw kemudian meninggalkan dia berbaring di tempat tidur, sementara gw segera menyiapkan segala sesuatu yang uda gw rencanain dari semalam. Hasil pemikiran orang yang ga bisa tidur. Hehehe.
Setelah beberapa lama, akhirnya semua sudah siap. Lalu gw segera menjemput mba Liana.
“Yuk mba, bangun, uda siap nih. Hehe..maaf ya kalo mba ga suka.” Ujar gw sambil menarik turun mba Liana.
“Uda siap mba?” Tanya gw sebelum gw buka ikatan dasi gw di matanya.
“Ahhh...”, Mba Liana tampak tertegun melihat sedikit dekorasi yang tadi gw persiapin.
“Suka ga mba?” Tanya gw sambil memeluk tubuhnya yang indah itu dari belakang.
Mba Liana langsung berbalik ke arah gw, dengan bibir yang bergetar, dan mata yang mulai berair.
“Eh? Ada yang salah kah? Maaf mba kalo....” Mba Liana langsung menutup mulut gw dengan jemarinya yang lentik.
“Mba ga tau musti bilang apa Ga. Mba seneng banget dapet kejutan ini dari kamu Ga”, Ujar mba Liana dengan bibir yang bergetar.
“Makasih yah sayang. Mba sayang banget ama kamu Ga”, Ujar mba Liana lagi sambil memeluk tubuh gw dengan erat.
“Aku juga sayang banget ama mba”, Jawab gw. Sesuai dengan ucapan ‘Love You’ yang gw tulis di lantai hotel menggunakan petikan bunga mawar, yang gw susun hingga membentuk kalimat ‘Love You’. Gw juga menghiasi kamar hotel dengan cukup banyak lilin, sehingga menambah kesan romantis di dalam kamar.
Untung banyak lilin di rumah gw. Hehehe.
“Kejutannya belum semua mba”, Ujar gw, membuat mba Liana kembali menatap gw.
“May I dance with you?” Ujar gw, mengejutkan mba Liana, yang kemudian dijawab dengan anggukan sambil sesenggukan kecil, menahan haru.
“I love you so much...my dear Liana Aryanti”, Ujar gw menyebutkan nama lengkapnya tanpa embel-embel nama belakang suaminya. Lalu gw mulai menyalakan lagu ‘The Day I Fall In Love’ nya James Ingram ama Dolly Parton, yang uda gw persiapin di smartphone gw.
Saat musik intro mulai mengalun, gw meraih tangannya dalam posisi untuk berdansa. Kami mulai berdansa dengan pelan sambil saling menatap mata. Menunjukan betapa dalamnya perasaan dan ikatan yang kami miliki.
Just an ordinary day
Started out the same old way
Then I looked into your eyes and knew
Today would be a first for me
The day I fall in love
On the day I fall in love
Sky will be a perfect blue
And I'll give my heart forever more
To someone who is just like you
The day I fall in love
People all say love is wonderful
That the bells will ring, the birds will sing
The skies will open
I wonder where's that great big symphony
Roll over Beethoven, won't you play with me
And I'll never promise to be true to anyone
Unless it's you, unless it's you
The day I fall in love
People all say love is wonderful
That the bells will ring, the birds will sing
The skies will open
I wonder where's that great big symphony
I’ll be your bethoven
Roll over Beethoven, c'mon, play with me
Just an ordinary day
Started out the same old way
Then I looked into your eyes and knew
Today will be a first for me
A first for me
The day I fall in love
I know you'll be there
I know
The day I fall in love
Started out the same old way
Then I looked into your eyes and knew
Today would be a first for me
The day I fall in love
On the day I fall in love
Sky will be a perfect blue
And I'll give my heart forever more
To someone who is just like you
The day I fall in love
People all say love is wonderful
That the bells will ring, the birds will sing
The skies will open
I wonder where's that great big symphony
Roll over Beethoven, won't you play with me
And I'll never promise to be true to anyone
Unless it's you, unless it's you
The day I fall in love
People all say love is wonderful
That the bells will ring, the birds will sing
The skies will open
I wonder where's that great big symphony
I’ll be your bethoven
Roll over Beethoven, c'mon, play with me
Just an ordinary day
Started out the same old way
Then I looked into your eyes and knew
Today will be a first for me
A first for me
The day I fall in love
I know you'll be there
I know
The day I fall in love
“Kenapa nangis mba sayang?” Tanya gw, melihat air mata jatuh menuruni pipi nya yang mulus dan indah, saat lagu nya sudah selesai. Gw kemudian mengusap dengan lembut air matanya itu.
“Mba ga suka kah?” Tanya gw lagi, yang langsung di jawab dengan gelengan kepalanya dengan cepat.
“Bukan Ga. Justru mba suka banget Ga. Kamu romantis banget sayang. Kamu uda bikin mba makin jatuh cinta aja ama kamu. I do love you more than anyone else Ga. Sama seperti aku menyayangi Lukas. Kamu ama Lukas, adalah 2 pria paling berharga dalam hidup mba sekarang. Mba akan ngelakuin apa aja buat bikin 2 pria ini bahagia. Karena mba amat sangat menyayangi kamu ama Lukas, Ga” Ujar mba Liana dengan rasa haru, sambil membelai lembut pipi gw. Dan yang paling gw suka, adalah tatapan matanya yang lembut dan penuh kasih sayang.
“Hehehe...omae ga watashi no sakura no hana”, Ujar gw sambil mengecup bibirnya dengan lembut.
“Eh? Kamu bisa bahasa Jepang juga Ga? Artinya apa tuh?”, Tanya mba Liana dengan wajah terlihat senang sekali.
“Hmm...kan bales ucapan mba Liana tadi, cuma tau beberapa aja kok. Baru aja browsing. Hehe. Apa yah artinya...hmmm...kasih tau gak yah?”, Gw menggoda mba Liana.
“Hee...ayo cepetan kasih tau ahh”, Ujar mba Liana manja, dengan bibir manyun, dan sambil mencubit pinggang gw.
“Awww...hahaha...artinya, mba itu bunga sakura milik aku.”, Jawab gw sambil membelai rambutnya.
“Hmm...ayo, maksudnya apa tuh?”, Tanya mba Liana lagi, masih dengan bibir manyun nya. Lucu sih, walau masih kalah menggemaskan dibanding saat Oli manyun.
“Maksudnya, bunga sakura itu kan indah dan membawa kebahagiaan. Nah mba itu bagaikan bunga sakura yang tumbuh di hati aku, yang memberikan keindahan dan kebahagiaan di hati aku mba.”, Jawab gw sambil menatap wajahnya.
Haaahhh...kenapa sih mba Liana harus menjadi istri orang, saat gw bisa mengenalnya lebih dekat seperti sekarang. Tatapan mata ini, rasa perhatian dan kasih sayang ini yang gw tunggu-tunggu dari dulu. Gw berharap banget Oli ato Rani ato Cherllyne bisa seperti ini juga ke gw. Karena bagi gw, mereka berempat juga sangat berharga buat gw, walau untuk kali ini, mba Liana benar-benar memiliki tempat yang sangat spesial di hati gw.
Mba Liana terlihat memerah wajahnya, sambil tersenyum menunduk malu-malu, dan kemudian mengecup lembut bibir gw, sebelum mulai melumat pelan bibir gw. Kami pun saling melumat bibir pada akhirnya. Berusaha menumpahkan segala perasaan dan kasih sayang yang kami miliki satu sama lain.
Tangan gw kemudian berusaha meraih smartphone gw, dan mulai mengalunkan lagu ‘The Day I Fall In Love’ lagi, yang kali ini, gw setting lanjut dengan lagu-lagu romantis lainnya, yang memang uda gw persiapin untuk kejutan ini.
“Mba ga akan pernah lupa hari ini Ga, dan juga mba ga akan lupa lagu ini sekarang Ga. Karena ini udah jadi lagu yang spesial banget buat mba. Lagu yang mengingatkan mba ama kamu, ama cinta kamu”, Ujar Mba Liana sambil tersenyum lembut, sebelum kami mulai saling melumat lagi bibr kami satu sama lain.
Seiring waktu, tahap demi tahap, lumatan bibir kami mulai berubah menjadi semakin liar, seiring gairah birahi kami yang mulai memuncak kembali. Tanganku mulai mengelus seluruh tubuh indah mba Liana, hingga mulai meremasi kedua payudara montoknya yang masih kenyal sekali.
Sementara tangan mba Liana pun juga mengelusi seluruh bagian tubuh gw, hingga akhirnya mulai menjamah batang junior gw, sambil di urut-urut hingga akhirnya tumbuh dan mengeras maksimal.
Mba Liana kemudian menarik gw ke arah meja makan, dan meminta gw untuk duduk di atas meja. Mba Liana kemudian mengambil ponselnya, memainkan ponselnya sebentar, sebelum meletakkannya dengan memposisikan ponselnya menghadap ke arah kami.
Mba Liana lalu duduk di bangku tepat di hadapan batang junior gw.
“Aku mao rekam ah adegan ranjang kita Ga. Hehe. Si Kevin aja bisa, masa aku ga bisa sih. Huhh”, Ujar mba Liana sambil tersenyum genit.
“Hahaha...tar ketauan, aku tanggung jawab deh.” Jawab gw.
Kemudian mba Liana mulai memainkan batang junior gw. Dengan lembut lidah mba Liana mulai menari-nari di sepanjang batang gw. Bahkan hingga ke dua bola ku, di hisap-hisap kecil. Membuat gw merasa nikmat yang begitu hebatnya. Gw ampe sedikit mendongak sambil merem melek menikmati sapuan lidah mba Liana.
Mba Liana sekarang sudah begitu mahir memainkan batang junior gw. Bahkan hampir menyamai kuluman Cherllyne yang jauh lebih berpengalaman. Tangan gw membelai lembut rambutnya, saat kepalanya bergerak naik turun, seiring gerakan lidahnya saat menari-nari lincah di batang junior gw.
“Osshh...mbaa...enak banget kuluman mba” Ujar gw sambil membelai lembut rambutnya yang halus dan licin.
Mba Liana pun tampak semakin bersemangat dalam memainkan batang junior gw di mulutnya. Lidahnya menari-nari kesana kemari, sambil tangannya mengurut lembut batang junior gw, dari bawah ke atas dan sebaliknya. Membuat gw langsung menggila. Asli enak banget.
“Ahhh...mbaa...uda dulu mba. Aku ga mau keluar di mulut mba lagi nih. Tadi kan udah. Hehe.”, Ujar gw sambil menarik kepalanya agar melepaskan batang junior gw yang hampir meledak di dalam mulut mba Liana lagi.
“Gapapa kan sayang, aku juga suka kok kamu keluarin sperma kamu di mulut aku”, Jawab mba Liana terlihat manis sekali.
“Aku mao keluarin di dalem memek tembem mba Liana. Biar cepet hamil. Hahaha”, Jawab gw asal sambil turun dari meja.
“Hahaha...ihhh..dasar cowo mesum. Aku kan pake spiral sayang, jadi mana bisa hamil dulu. Kamu nih ada-ada aja yang. Emang kamu mao aku hamil anak kamu? Beneran nih?”, Jelas mba Liana, sebelum malah menantang gw balik. Hahayy.
“Kalo beneran gimana mba? Hehe”, Gw balikin lagi pertanyaannya. Gw mulai menarik mba Liana untuk duduk di atas meja.
“Kalo kamu beneran mao hamilin aku, yah besok aku copot dulu spiralnya sayang. Mmuuuaaahhhh”, Jawaban tulus yang mengejutkan gw.
“Hahh??! Mba serius??”, Tanya gw dengan mimik yang asli kaget.
“Serius lah sayang. Karena aku sayang banget ama kamu. Kamu minta apa aja juga aku kasih, selama aku mampu.”, Anjritt. Jawaban yang bikin mata gw jadi agak-agak...gimana gitu. Haahhhh. Calon istri impian gw banget nih. Pikir gw.
“Hmm...nanti, kalo aku uda berhasil nikahin mba secara resmi, aku mau banget perut mba ini nantinya mengandung anak aku mba. Benih aku. Sebagai tanda cinta dan ikatan kita berdua.” Jawab gw sangat terharu, sambil gw memposisikan diri gw di depan selangkangan mba Liana, yang sudah terbuka lebar menampilkan bibir vaginanya yang telah basah kuyub.
“Kamu mau nikahin aku? Aku kan masih istri orang. Hehe. Punya anak lagi.” Jawab mba Liana menggoda gw.
“Kalo emang suami mba itu lebih milih cewe laen, ya biar aku yang nemenin mba ampe kapan pun. Aku juga akan menyayangi Lukas, sama seperti aku amat menyayangi mama nya yang seksi dan gemesin banget. Apalagi kalo mama nya Lukas lagi telanjang bulet gini nih, pengen aku giniin jadinya...”
“AWWW...aaahhhh sayanggg...nakal banget sihh kamuhh...ssshhhh...hmmmm”. Mba Liana langsung memekik keras, saat tiba-tiba gw dorong pantat gw, gw sodok batang junior gw membelah dengan cepat bibir vagina mba Liana.
“Auuhhh...aaahhhh...geli Gaaa”, Mba Liana langsung merintih-rintih saat junior gw, gw hentak sekuat tenaga, menyodok hingga sedalam mungkin. Payudara mba Liana pun langsung berguncang naik turun, seiring gerakan gw.
Peluh langsung membasahi tubuh kami berdua. Gw kali ini hendak menyelesaikannya tidak terlalu lama, mengingat waktu yang sudah menjelang malam. Rintihan demi rintihan seksi menggema ke seluruh kamar ini. Entah suara rintihan mba Liana terdengar hingga luar atau tidak, kami sudah tidak perduli.
Kami hanya memusatkan pikirna kami dalam pergelutan memuaskan birahi dan gairah kami yang meluap-luap. Entah kapan lagi kami bisa bercinta liar dan gila-gilaan sepanjang hari seperti sekarang ini. Jadi kami berusaha menikmati persetubuhan liar ini semaksimal mungkin.
Mba Liana seperti biasa, membuat gerakan otot-otot vaginanya hingga gw merasa junior gw serasa diremas-remas dengan lembut.
Beberapa lama dalam posisi itu, membuat gw ingin berganti gaya. Tubuh mba Liana kemudian gw angkat, dan gw gendong, sambil terus menyodok-nyodok kemaluan mba Liana tanpa henti.
“Aaahhhh...Gaa...aku gak tahaannn kaloo di gendongg giniihh...aku pengen kencingg Gaaahhh...oooohhhh”, Ceracau mba Liana. Tubuhnya mulai bergetar halus, sementara pandangan matanya pun mulai memutih. Mba Liana sebentar lagi akan mendapatkan orgasmenya nih, gw pikir.
Gw langsung meletakan mba Liana kembali di atas meja, dalam posisi duduk. Saat junior gw, gw cabut dari liang kemaluan mba Liana, gw langsung menusukan dua jari gw dan mengocok dan berusaha merangsang titik G-spotnya mba Liana dengan gerakan yang sangat cepat.
“Oooohhhhhh....Gaaa....aaahhhhh...ahhhh...ahhhhh.. .ahhhhh”, Badan mba Liana langsung mengejang kaku, hingga melengkung ke belakang. Sementara tangannya memegangi tanganku yang sedang mengocok isi liang kemaluannya.
Belum sempat gw tarik jari gw dari dalam liang kemaluannya, langsung memancarkan cairan ‘pipis’ nya banyak sekali, dan menyembur dengan deras. Nafas mba Liana pun langsung tersengal-sengal, pantatnya terus berkedut-kedut menymprotkan cairan cintanya hingga habis.
Gw yang merasa sudah akan mencapai puncak, langsung mengangkat kedua kaki mba Liana, dan gw sandarkan di kedua bahu gw.
Blesss! “Mmmmhhhhh...aahhhhh”, Rintih mba Liana, dengan wajah yang lemas dan tidak bertenaga.
Gw langsung mengocok kemaluannya dengan cepat, berusaha meraih orgasme gw juga. Tangan gw sedang menggesek-gesek klitorisnya, sehingga menambah rangsangan bagi mba Liana.
Namun mba Liana yang tampaknya sudah terlalu letih, hanya merintih-rintih kecil saja sekarang.
Kemudian gw menarik badan mba Liana untuk turun dari meja, yang langsung gw posisikan duduk di pangkuan gw, yang duduk di kursi.
“Shhhh....aahhhhh...Gaaa....enak bangett sayangg”, Rintih mba Liana saat pantatnya mulai bergoyang maju mundur, terkadang sambil memutar, berusaha meremas dan melumat batang junior gw.
Kedua payudaranya yang menggantung dengan indah, langsung gw kulum sambil gw mainkan putingnya. Sementara payudara yang satu lagi gw remas-remas kuat. Desahan dan rintihan mba Liana pun menjadi semakin keras.
“Gaaa...aku...mao dapet lagi Gaaa...aaaahhhhh..sodok yang kuatt sayangghhh...ooohhhh...oohhhhh”, Gerakan mba Liana semakin cepat, sementara kedua tangannya mengalungkan di leher gw dan memeluknya dengan erat.
“Aku juga mao keluarr nih mbaaa...enak mbaa goyang gituu”, Ujar gw, yang juga sudah di ujung tanduk. Gw ikut membantu menaik turunkan tubuh mba Liana, dengan memegang erat kedua bokong montoknya.
Gw dengan mencengkram erat pinggulnya mba Liana, gw langsung berusaha menyodok sedalam-dalamnya saat batang junior gw memuntahkan cairan putih kental, menyemprot dengan kuat berkali-kali.
“Aahhhh...mbaaa....hhhaaaahhhh..enak banget memek mbaaa”, Racau gw, saat batang junior gw masih saja terus menyemburkan cairan sperma gw. Dan gw merasakan nikmat yang tiada tara, saat batang gw yang sedang menyemburkan spermanya, vagina mba Liana terus mengurut-urut batang gw. Gila, nikmatnya tiada terkatakan.
“Oooohhhhh....oohhh..oohh”, Mba Liana pun juga mendapatkan orgasmenya saat merasakan semburan demi semburan sperma gw di dalam vaginanya. Pantatnya berkedut-kedut dan bergetar kecil.
Badan gw langsung lemes banget. Tulang-tulang gw serasa rontok semua. Dan gw rasa itu juga yang dirasakan ama mba Liana, mengingat mba Liana masih terpejam matanya dengan nafas yang memburu, sambil menyandarkan kepalanya di bahu gw.
“Mba masih kuat?”, Goda gw sambil mengelus rambut panjanga mba Liana, padahal gw sendiri uda loyo abis. Hari ini sperma gw benar-benar diperas habis, berkali-kali ngecrit dari siang.
“Haaahhh?? Kamu masih mau lagi sayang?? Ya ampun, kamu tuh emang kuat banget sih stamina kamu Ga. Ya uda kalo kamu masih mau. Aku masih kuat kok Ga”, Jawab mba Liana sambil tersenyum lembut menatap gw. Padahal gw tau mba Liana uda benar-benar lelah, wajahnya bahkan memucat karena hampir seharian ini gw sodok habis-habisan.
Batang gw sebenarnya masih berada di dalam vagina mba Liana, dengan posisi mba Liana yang masih duduk di pangkuan gw, sambil berhadap-hadapan.
“Hehehe...bercanda kok mba. Aku tau mba uda ga kuat kan?”, Ujar gw.
“Hmm...hehehe...uda lemes ga bertenaga sama sekali Ga. Memek aku juga rada perih nih Ga kamu sodokin mulu. Kamu puas ga seharian kita ML gini Ga?”, Jelas mba Liana, sambil bertanya ke gw.
“Puas pake banget-banget deh mba. Hehe. Maaf ya mba, kenapa ga bilang kalo memek mba uda perih? Kan aku bisa berhentiin tadi. Trus mba sendiri masih galau ga?”, Tanya balik gw.
“Gapapa sayang. Aku ga mau kamu nanggung lagi kaya kemaren Ga. Aku seneng banget sayang hari ini. Hehe. Walau cape banget kamu genjotin aku mulu gini, tapi aku bener-bener seneng bisa ngabisin waktu gila-gilaan gini ama kamu. Ini pertama kali nya lho aku ML ampe selama ini, aku ampe ngecrit berkali-kali gitu. Kamu emang perkasa sayang. Hehe”, Jawab mba Liana.
“Hahahaha...dah kaya apaan aja sih mba, perkasa. Aneh-aneh aja mba ini”, Ujar gw sambil tertawa keras di sebut perkasa oleh mba Liana.
Mba Liana hanya tersenyum kecil sambil menatap wajah gw dalem banget rasanya. Gw pun jadi ikut menatap matanya, yang langsung membuat mba Liana tersenyum lebar.
“Kenapa mba sayang?”, Tanya gw sambil membelai rambutnya.
“Ga....”, Mba Liana memanggil gw, namun hanya terus menatap dengan pandangan sayu.
“Kenapa mba ku sayang? Apa yang mba pikirin?”, Tanya gw lagi kali ini sambil mengecup lembut bibirnya.
“Ga...mba..sayang banget ama kamu. Tapi...”, Mba Liana terlihat berat untuk mengucapkan kalimat yang dia ingin ucapkan ke gw.
“Aku juga sayang banget ama mba. Tapi kenapa mba? Apa ada masalah?”, Tanya gw kembali.
“Haahhh...tapi...aku tau status aku yang istri orang laen Ga. Walau aku sayang kamu, tapi aku sadar aku ga bisa menahan kamu kalo ada cewe lain yang kamu suka juga, yang ingin deket ama kamu Ga.”, Jawab mba Liana terdengar lirih.
“Cewe yang mana sih mba? Ga ada kok yang lain”, Jawab gw setengah berbohong. Karena jujur, gw masih kepikiran terus ama Oli, Rani dan Cherllyne, walau gw lagi menikmati kebersamaan gw ama mba Liana.
“Di kantor aja aku liat ada Oli dan Rani kan yang kayanya suka ama kamu. Kamu kan biasanya makan ama mereka berdua terus kan, ama Hari juga. Tapi berapa lama belakangan, aku ga pernah lagi ngeliat kamu makan siang sama-sama mereka lagi Ga”, Jelas mba Liana.
“Apalagi aku liat kamu kaya lagi ada masalah ama Olivia belakangan ini Ga. Kaya orang yang acuh tak acuh. Kamu juga aku denger rada ketus sih kalo ngomong ama dia. Ga kaya kamu yang biasanya. Apa...gara-gara aku kamu jadi renggang ama mereka Ga?”, Tanya mba Liana terlihat merasa ga enak hati.
“He? Gak kok mba. Ga ada masalah apa-apa kok mba ama mereka”, Jawab gw santai.
“Sayang...kamu tuh emang cowo paling perkasa dalam hidup aku. Tapi kamu tuh gak pinter buat ngebohong. Aku tau kamu pasti ada masalah. Kamu gak mau kasih tau aku?”, Ujar mba Liana cukup tegas lagi, persis kaya mba Liana yang lagi di kantor.
“Yah waktu itu, aku cuma lagi kesel aja ama dia mba”, Jawab gw singkat. Jujur, entah kenapa, gw merasa takut mba Liana jadi menjauh dari gw, kalo dia tau gw ada rasa sayang juga ke Olivia, ke Rani, bahkan ke Cherllyne. Sesuatu yang dia gak tau, dan gw rasa gak perlu tau.
Tapi....kalo gw bohong gitu juga...apa gw akhirnya gak jadi kaya suami mba Liana yah, yang bermain hati di belakang mba Liana. Jadinya ironis banget yah. Haaahhh.
“Kesel masalah apa sayang? Ayo dong cerita ama aku.”, Ujar mba Liana sambil membelai wajah gw.
“Bingung aja mulai cerita darimana nya sih mba. Hehe”, Waktu kemaren cerita ama Cherllyne rasanya gampang aja, karena saat itu hubungan gw ama Cherllyne saling terbuka. Walau gw juga sayang ama Cherllyne, tapi Cherllyne sudah menentukan sikapnya ke gw, jadi gw rada bebas untuk cerita apa aja ke dia.
Dengan mba Liana ini, gw uda terlanjur bermain hati terlalu dalam. Jadi ada rasa cemas sikap mba Liana akan berubah setelah mengetahui perasaan gw yang sebenarnya.
“Bingung kenapa sih sayang? Kamu...suka ama Olivia, Ga?”, Tanya mba Liana dengan pandangan mata tajam, membuat gw merasa jadi ga enak hati. Sementara gw hanya tersenyum kaku di hadapannya.
“Kita mandi dulu deh yuk sayang. Tar abis mandi, kita berendam di bath up. Baru kamu cerita deh di sana yah”, Ujar mba Liana, yang segera turun dari pangkuan gw, melepaskan batang gw yang masih setia ‘bertapa’ di dalam liang vagina nya mba Liana.
“Ughhhh...mmm...aduuhhh...punya kamu masih keras aja sih sayang? Hehe”, Ujar mba Liana sambil sedikit meringis sambil menggigit bibir bawahnya. Mungkin menahan rasa geli di pangkal selangkangannya, saat batang gw keluar dari liang kemaluannya.
Mba Liana kemudian menarik tangan gw untuk ikut dia ke kamar mandi. Kami mandi berdua bagaikan pengantin baru. Kami saling menyabuni tubuh kami masing-masing, tanpa adanya rangsangan-rangsangan birahi. Hanya saling menikmati kebersamaan kami ini.
Mba Liana sangat telaten dan lembut saat menyabuni tubuh gw. Membuat gw bener-bener makin takut kehilangan mba Liana, kalo ampe mba Liana tau, gw sedikit banyak ngarep ama Oli, juga Rani dan Cherllyne.
“Mba...aku boleh tanya sesuatu ga?”, Tanya gw saat dia sedang berjongkok untuk menyabuni tubuh bagian bawah gw.
“Apa sayang?”, Tanya balik mba Liana.
“Apa...mba ama suami mba, sering ngelakuin apa yang kita lakuin gini mba? Hmm..kaya cara mba nyabunin badan aku gini. Apa mba sering ngelakuin ini juga ke suami mba?”, Tanya gw.
Pertanyaan gw membuatnya menghentikan gerakannya, dan memandang ke arah gw sambil tersenyum lembut.
“Kenapa Ga? Apa...hmm...kamu cemburu kalo kamu tau aku juga nyabunin Kevin kaya aku nyabunin kamu gini?”, Kembali mba Liana bertanya balik.
“Hehehe...mungkin. Yah, jujur aku cuma penasaran aja mba. Mba perhatian banget, ama telaten banget gini. Buat aku, mba bener-bener istri idaman banget deh. Jadi aku cuma bingung aja, kenapa suami mba ampe semudah itu kecantol cewe laen.”, Jelas gw.
Mba Liana terlihat berpikir sebentar sebelum menjawab. “Hmm...jujur sih, kita ga pernah mandi bareng kaya gini lho Ga. Kamu itu cowo pertama yang mba sabunin gini, kecuali Lukas yah. Kalo ama Kevin, setiap habis ML, kalo ga langsung tidur, yah langsung mandi sendiri Ga. Kami berdua, mungkin terlalu kolot masalah seperti ini ya. Mungkin dia juga mendapatkan hal yang baru dengan cewe itu, sama seperti aku mendapatkan banyak hal baru ama kamu Ga.”, Jawab mba Liana.
“Hanya saja, sayangnya kami berdua mungkin mendapatkan hal baru itu, harus melalui cara seperti ini. Dia dengan wanita lain, aku dengan kamu, Ga. Tapi aku sekarang ga menyesal uda ngelakuin itu ama kamu, Ga. Aku justru bersyukur aku bisa banyak belajar hal baru ama kamu kaya sekarang. Termasuk perasaan aku yang sudah lama ga pernah ngerasain jantung berdebar-debar lagi tiap deket ama cowo, kaya kalo kamu lagi deket aku ato cumbuin badan aku. Sekarang, aku uda ga perduli lagi Kevin mao ngapain aja ama cewe itu. Selama aku punya kamu, Ga.”, Jelas mba Liana lagi, sambil kembali mulai menyabuni tubuh gw lagi.
Aduuhhh. Gw malah makin ga tega, kalo musti cerita masalah Oli ke mba Liana. Gw uda terlalu nyaman ama cinta dan kasih sayang, serta perhatiannya yang tulus dan hangat seperti ini. Gw ga mau semua ini menjadi berantakan, hanya gara-gara gw ngasih tau perasaan gw ke Oli. Sementara Oli sendiri pun makin lengket ama si Gery.
Setelah kami berdua sudah selesai membilas tubuh kami dari baluran sabun, mba Liana kemudian mengajak gw untuk berendam di air hangat, yang sudah ia siapkan di bath up. Gw duduk bersandar ke bath up, sedangkan mba Liana bersandar ke badan gw. Kami saling berpelukan dengan mesra. Damn, I love this moment.
“Nah, sekarang kamu ceritain, apa masalah kamu ama Olivia, sayang”, Ujar mba Liana sambil mengecup leher gw. Damn, this woman...perhatiannya bikin gw klepek-klepek.
Gw hanya terdiam sambil mengecup belakang kepalanya saja. Asli gw ga tau musti bilang apa. Kalo bisa malah gw ga pengen cerita masalah itu ke mba Liana.
“Ga? Kok ga mau cerita?...kamu...ga mao aku tau masalah kamu ama Olivia?”, Tanya mba Liana, kali ini sedikit berbalik badan untuk menghadap ke arah gw.
“Aku...haahhh...ga tau mba. I guess I’m just...affraid...to...tell you everything”, Jawab gw sedikit terbata-bata. Berusaha menjaga ucapan gw.
“What do you affraid of, my love?”, Tanya mba Liana dengan pandangan lembut banget. Hahhh....paling ga nahan ama pandangan cewe yang kaya gini nih.
“I don’t know...losing you...maybe”, Jawab gw sambil tersenyum kecut.
Mba Liana langsung benar-benar berbalik badannya, sehingga kami saling berhadap-hadapan sekarang. Damn, her body is so perfect.
“Losing me? What do you mean, losing me?”, Tanya mba Liana dengan wajah penasaran.
“Sighh...well..you know...about us...it’s...I...never expected that we...no, I mean I never expected I could become...so in love with you mba. I...don’t want you to know about all of me, coz...I’m affraid...you’re gonna just stay away from me...after you know the truth. I...no longer can affort that to happen now. You’re just too precious to me, mba. Very...”, Jelas gw sambil berusaha memandang ke arah laen.
Mba Liana hanya menatap gw dengan tatapan paling lembut yang pernah gw liat dari seorang wanita. Terutama mba Liana, yang di kantor selalu pasang tampang tegas dan galak.
“You know, you really make my heart beat move so fast Ga. Aku seneng banget denger ucapan kamu Ga. Aku juga ga mengira hubungan kita bisa ampe sejauh ini Ga. Hubungan yang bukan berdasarkan nafsu birahi semata, atau pelampiasan sakit hati. Tapi benar-benar hubungan yang dilandasi ama kasih sayang dan cinta yang tulus. I’m so grateful I had you now, Rangga sayang. The only thing I regret the most is...I am still Kevin’s wife by the law.” Jawab mba Liana sambil membelai lembut pipi gw.
“I can’t change the fact about that yet. Even if somehow by fate, you’re not becoming my husband, I never regret it, cos I know, that I already had your heart inside me. I already had your love, your passion, your scent. I never expected more than what we have now.” Jelasnya lagi.
“So..even if you had another feeling upon Olivia, or Rani, or anyone else, to me it doesn’t really matter. I’m still so in love with you Ga. Nothing can change that fact ever.” Jelas mba Liana, kembali berbalik membelakangi gw, dan merebahkan kepalanya di bahu gw.
Well...melihat kesiapan hati mba Liana yang seperti itu, benar-benar membuat gw terharu sekali.
“Apa kamu...sayang ama Olivia, Ga? Just be honest with me. Aku gak akan menjauh dari kamu Ga. Karena apa yang terjadi ama kita sekarang, di luar imajinasi kita. Semua terjadi begitu saja dengan cepat. Aku ga akan marah kok ama kamu, kalo kamu suka ama cewe laen, ato bahkan uda jadian ama cewe laen. Karena status aku, saat bisa deket ama kamu, juga masih sebagai istri orang lain kan.”, Mba Liana terus berusaha agar gw mau jujur tentang perasaan gw ke Oli.
“Apa kamu sayang ama Olivia Ga?” mba Liana kembali bertanya.
Gw kemudian mengangguk kecil sebagai jawaban pertanyaannya.
“Hmm...oke. Ayo coba ceritain lebih detail Ga. Aku mao tau tentang kamu, sayang”, Ujar mba Liana lagi.
Dan dengan sangat terpaksa, dan dengan perasaan merasa sangat bersalah ke mba Liana, entah salah apa juga sebenarnya, gw mulai menceritakan awal kisah gw ama Oli. Dimana gw ama Oli uda bersahabat dari kecil. Bahkan kami saling memanggil orang tua kami masing-masing dengan sebutan papa-mama juga.
Gw juga menceritakan, sejak kapan mulai jatuh hati ama Oli, dengan sikapnya yang imut. Juga menceritakan permasalahan gw ama Oli sekarang, dimana gw merasa perasaan gw dipermainkan ama Oli, saat gw diminta datang ke rumahnya, tapi malah menyaksikan adegan ciuman panas Oli dengan Gery.
“Oh...jadi karena itu kamu ketus ama Oli? Karena kamu cemburu?”, Tanya mba Liana.
“Yeahh..hmm...kurang lebih sih mba. Karena sebelumnya aku uda ge-er duluan kan, pas Oli nyium bibir aku. Aku kira itu sinyal dia buat kita maju ke next level of relationship. Tapi taunya, cuma php doang mba”, Jelas gw.
“Mungkin Olivia punya alasan sendiri yang kamu belum tau, sayang. Lagian, kamu segitu marahnya ama dia, waktu ngeliat dia lagi ciuman ama cowonya. Bagaimana kalo dia yang ngeliat kalo kita lagi beraksi liar Ga? Kalo emang Olivia beneran sayang ama kamu, menurut kamu semarah apa Olivia kalo ampe ngeliat kita lagi ML Ga?”, Auchhhh...pertanyaan mba Liana ini, persis seperti yang Cherllyne tanyakan ke gw, di rumah Oli kemaren.
“Iya sih mba. Aku juga uda mikirin itu. Si Cherllyne juga pernah menanyakan hal yang sama ke aku kemaren. Yah emang sih, mungkin perasaan Oli lebih hancur kalo ngeliat aku lagi ML ama mba ato ama Cherllyne gitu.” Jawab gw dengan pandangan mata menerawang. Yah emang gw musti minta maaf sih ama Oli. Namun yang gw ga sadar, ucapan gw langsung membuat mba Liana kembali berbalik ke arah gw dengan pandangan mata tajam menatap gw. He??
“Ngeliat kamu lagi ML ama aku ato ama...Cherllyne??? Kamu...uda pernah ML juga ama Cherllyne Ga???”, Pertanyaan tegas dan lantang mba Liana, membuat gw bagaikan di sambar petir. DUARRR! Mati gw. Gw keceplosan ngomong lagi. Aduuuhhhh, goblok banget sih gw.
“Eh...anu...itu...emm..bukan gitu mba...anu”, Gw asli ga tau musti bilang apa lagi buat ngelak.
“Rangga, jawab pertanyaan aku. Kamu, uda pernah ML juga ama Cherllyne?”, Nada mba Liana kali ini benar-benar tegas, persis seperti di kantor. Akkhhhhh. Mulut mu, harimau mu kawan. Makanya dari awal gw uda males ngomongin ini. Duh, keceplosan kan akhirnya.
Akhirnya, sambil menggigit bibir bawah gw, gw pun mengangguk pelan tanpa berani bertatapan mata dengannya. Tapi sedikit gw liat, wajah mba Liana seperti orang mao nangis.
Dan akhirnya, seperti yang gw takutkan dari awal, mba Liana ga bisa menerima kenyataan ini, dan langsung berdiri, keluar dari bath up. Panggilan gw yang berusaha mencegahnya tidak di gubrisnya sama sekali.
Mba Liana langsung mengambil handuknya, dan melilitkannya di tubuh telanjangnya yang masih basah kuyup. Hanya mengeringkan sekedarnya saja, sebelum keluar dari kamar mandi.
“Hahhhh...Ranggaaa. What a FOOOLLL.” Ujar gw berbisik cukup keras. Gw pun langsung keluar dari bath up, dan mengeringkan badan gw, sebelum menyusul mba Liana ke kamar.
Gw liat, mba Liana lagi tiduran di tempat tidur dengan tubuh yang bergetar halus. Akhh...kannn...dia nangis. Aduuhh padahal lagi enak-enaknya menikmati masa-masa honeymoon kami. Bener-bener kejadian kan, apa yang gw takutin dari awal.
“Mba...maafin aku ya. Aku...bukan maksud aku kaya gitu mba”, Gw berusaha menjelaskannya.
“Huuuuuuu...hikk...huuuu...apa semua cowo seperti itu ya? ML ama cewe sana sini, ama cewe mana aja yang lagi pengen deket.”, Ujar mba Liana sambil menangis pelan.
“Gak gitu mba...aku bukan orang kaya gitu mba”, Ujar gw membela diri.
“Kamu bilang kamu sayang ama Olivia. Tapi kamu juga ngelakuin hubungan intim ama aku, bahkan sekarang aku tau kamu juga berhubungan intim ama Cherllyne. Kamu itu sebenarnya siapa sih Ga? Apa aku hanya sebagai termasuk salah satu korban rayuan kamu Ga? Huuuu”, Ujar mba Liana lirih.
“Haahhh...demi Allah aku bukan kaya gitu mba. Mba tolong dengerin aku dulu mba. Sekali ini aja, mba tolong dengerin cerita aku ampe tuntas. Abis itu, terserah mba mao marah ama aku, ato menjauh dari aku, seperti yang aku takutin, terserah penilaian mba. Aku pasrah aja, walau aku benar-benar ga mau kehilangan mba”, Ujar gw, merasa ga tau lagi musti jelasin apa selain membuka semua perasaan gw.
Tangisan mba Liana kemudian terhenti, namun tetap tidak mau menghadap ke arah gw.
“Ini kejujuran aku mba. Terserah mba nilai aku cowo kaya apa mba, yang jelas aku sungguh mati jatuh cinta banget ama mba. Buat aku, mba uda punya tempat yang sangat spesial di hati aku.”, Gw mulai menjelaskan keadaan gw yang sebenarnya.
“Aku...emang sayang banget ama Olivia, mba. Aku ingin bisa pacaran ama dia mba, sebelum aku dekat ama mba seperti sekarang. Di saat aku merasa hilang harapan, karena Oli justru semakin lengket ama si Gery, masuk lah Rani, mba. Rani begitu perhatian ama aku, membuat aku merasa sangat di sayangin. Aku akhirnya juga jatuh cinta ama Rani. Walau benih-benih cinta aku ke Rani, sebenernya terjadi jauh sebelum itu mba. Pas kejadian wafatnya ibu nya Rani, mba.”
“Aku bahkan tanpa sengaja...melihat tubuh telanjangnya Rani, waktu di kosannya. Rani emang marah saat itu, tapi sejak itu malah hubungan kami boleh dibilang uda kaya orang lagi pacaran. Saat itu, kejadiannya beberapa hari setelah kita ML di mobil mba Liana.”
“Jujur, aku emang rada sayang ama mba Liana dari dulu, ga tau kenapa. Walau semua orang bilang mba Liana itu galak, tapi aku melihatnya mba tuh sebenarnya baik dan perhatian. Jadi setelah kita ML untuk pertama kalinya itu, rasa sayang aku seakan langsung meluap. Tapi, status mba yang sebagai istri orang, dan niat aku ngelakuin itu cuma untuk membantu agar mba bisa rujuk lagi ama suami mba, jadinya aku berusaha membuang perasaan sayang aku ke mba, dan beralih ke Rani.”
“Namun, Rani pun ternyata membuat aku kecewa juga, saat Cherllyne bertanya apakah aku pacaran dengan Rani. Yah aku yang ngerasa kita uda kaya pacaran sebelumnya, uda mao jawab iya, tapi Rani dengan santainya menyanggah semuanya. Aku pun kembali merasa seperti dipermainkan wanita lagi.”
“Dan saat aku kecewa, masuk lah Cherllyne yang berusaha menghibur aku. Yah, betul kita emang sempet ML beberapa kali, mba. Aku akuin itu. Tapi awalnya aku lakuin itu murni karena nafsu dan rasa kecewa di permainkan terus. Tapi aku malah melihat sisi lain dari seorang Cherllyne, mba”
“Cherllyne ternyata sangat perhatian, walau dengan cara yang aku bilang, unik. Mba juga lebih perhatian mungkin, tapi karena status mba yang istri orang itu, membuat aku berusaha membuang harapan ku ama mba. Tapi Cherllyne sudah menentukan sikap dari awal, bahwa dia ga ingin pacaran ama aku, sejak kita ngelakuin ML itu. Dia malah pengen bantu aku biar jadian ama Oli atau Rani. Karena menurut dia, aku mengingatkan dia akan almarhum cowo nya dulu.”
“Dan ternyata, di luar dugaan aku, justru hubungan kita yang melesat cepat mba. Jauh di luar bayangan aku selama ini. Aku bisa jatuh cinta ama mba. Aku yang jadi takut kehilangan mba, takut mba menjauh dari aku, setelah tahu aku juga memendam rasa sayang ke wanita lain. Takut mba menganggap aku sama seperti suami mba, yang mengkhianati mba dengan cewe lain.”
“Betul aku sayang dan cinta ama Oli, betul aku sayang banget ama Rani, betul juga aku sayang dan perhatian ama Cherllyne yang sekarang, dan betul banget aku jatuh cinta ama wanita yang paling perhatian dan sensual, yaitu ama mba Liana sendiri. Semua terjadi begitu saja, tanpa aku merencakan ataupun usaha untuk mengumbar cinta ke sana sini. Ini malah seperti karma atas ucapan yang pernah aku ucapin ke Oli waktu itu. Ternyata malah aku yang bermain cinta sana sini.”
“Yah itu lah gambaran perasaan aku saat ini mba. Betul aku menyayangi 4 orang wanita di saat yang bersamaan. Aku minta maaf kalo mba merasa aku permainkan. Tapi aku benar-benar tulus menyayangi semuanya. Dan itu semua membuat aku bingung, aku harus bagaimana agar tidak menyakiti perasaan semuanya. Tapi pada akhirnya aku sudah melukai perasaan wanita yang paling berharga untuk aku saat ini.”. Ujar gw mengakhiri segala penjelasan gw ke mba Liana.
Mba Liana hanya terus terdiam sambil memunggungi gw. Sementara gw hanya bisa menunggu reaksi dia aja.
“Jadi...kalo nanti kapan-kapan, ada wanita lain yang deketin kamu, ngajak kamu ML, trus kamu jatuh cinta lagi ama cewe itu Ga?” Tanya mba Liana, masih sambil memunggungi gw.
“Rasanya gak mba. Aku ga segampang itu jatuh cinta. Jadi uda ga asing banget buat aku mba. Aku sayang ama Oli, karena uda sahabatan dari kecil. Aku sayang ama Rani, karena kedekatan hubungan kami sebagai sahabat selama bertahun-tahun. Aku sayang ama Cherllyne, karena aku emang naksir dia sejak dia pertama kali masuk ke kantor kita, dan juga aku ngelakuin itu juga, kan pas aku lagi jomblo, Dan aku jadi sayang ama mba Liana sekarang, karena sudah bertahun-tahun mba Liana memperhatikan aku, walaupun awalnya hanya masalah kerjaan, tapi setelah apa yang uda kita lewatin masa-masa indah ini sekarang, uda membuat hati ku mengukir nama mba.” Jawab gw.
“Huh...gombalan buaya darat. Siapa yang percaya”, Ujar mba Liana, mulai terdengar manja.
“Mba percaya kan? Aku yakin mba pasti percaya omongan aku bukanlah rayuan gombal. Setelah segala percintaan liar kita, mba gak mungkin menganggap omongan aku sebagai rayuan gombal aja.”, Jawab aku, mulai mengusap-usap lengannya.
“Huh, sok tau kamu”, Jawab mba Liana lagi, membuat gw menjadi gemas. Gw lalu tiduran juga di belakangnya dan memeluknya dari arah belakang, tanpa adanya penolakan dari mba Liana.
“Maafin aku ya mba, uda ga jujur awalnya ke mba. Karena aku takut mba jadi menjauh dari aku. Aku mau mba terus ada di sisi aku terus mba”, Ujar gw sambil mengecup pelan belakang lehernya.
“Huh, paling kamu juga ngomongnya sama ke tiga cewe laennya kan? Pengen Olivia ada di sisi kamu terus, pengen Rani ada di sisi kamu terus, pengen Cherllyne ada di sisi kamu terus. Huh. Dasar cowo gombal.”, Balas mba Liana, masih terdengar manja.
“Aku...ga tau mba, jujur.”, Jawab gw. Karena emang bener, gw pengen mereka semua ada di sisi gw.
“Yah emang sih, aku akuin, apa yang uda terjadi ama kita sekarang, benar-benar di luar dugaan aku juga. Aku sempet nekat ML ama kamu, demi bisa memahami bagaimana memuaskan cowo di ranjang, agar bisa lengket lagi ama Kevin, ternyata malah membuat aku semakin ketagihan dan semakin sayang ama kamu.” Ujar mba Liana.
“Lagian...aku juga istri orang statusnya. Aku ga punya hak buat ngelarang-larang kamu untuk berhubungan dengan wanita-wanita lainnya.” Ujarnya lagi.
“Kata siapa? buat aku, mba punya hak yang sama ama wanita-wanita yang aku sayang.”, Jawab gw sambil menciumi leher mba Liana.
“Sshhh...aahhhh...udah ahhh...kamu playboy. Aku ga mao lagi deket-deket kamu...mmmm”, Ujar mba Liana semakin manja karena diselingi dengan suara rintihannya.
Tangan gw, menyusup ke bagian depan, dan langsung meremas-remas lembut payudara montok nya mba Liana.
“Yakin mba ga mau deket-deket aku? Hmm?”, Ujar gw sambil terus merangsang dirinya.
Mba Liana kemudian berbalik badan hingga menghadap gw. Wajahnya uda mulai tersenyum lagi, sambil menatap mata gw.
“Mba masih marah? Masih cemburu?” Tanya gw sambil membelai lembut wajahnya yang halus.
“Aku ga tau musti gimana ama kamu Ga. Mao marah, tapi aku merasa ga berhak untuk marah, karena aku sendiri sedang mengkhianati suami aku sekarang faktanya. Kalo di bilang cemburu, yah pasti cemburu lah, karena aku uda bener-bener sayang banget ama kamu Ga. Tapi aku juga mengerti karakter kamu yang perhatian ama wanita. Lagian, cewe-cewe yang kamu bilang kamu sayang, semuanya itu bawahan aku. Dimana bertahun-tahun aku berusaha menganggap semua bawahan aku sebagai adek aku sendiri, yang musti aku jaga dan aku perhatiin. Aku galak juga karena aku sayang tau, di kantor itu.” Jelas mba Liana.
“He? Sekarang masih anggep aku adeknya mba Liana ga?”, Goda gw.
“Iyaa...adek yang bisa muasin aku, adek yang bikin kaki aku gemeter tiap abis ML ama dia. Adek yang nyebelin, karena punya cewe dimana-mana. Adek yang bisa bikin aku luluh dan merasa bahagia.” Jawab mba Liana sok ngambek yang di akhiri dengan sebuah kecupan lembut yang lama.
“Jujur, aku ga tau Ga, gimana perasaan aku, kalo ngeliat kamu deket ama salah satu dari mereka. Aku rada gak rela, tapi aku juga sayang ama mereka semua. Apalagi ama kamu. Aku uda ga bisa marah ama kamu, sayang”, Ujar mba Liana lagi.
“Maafin aku ya mba. Aku akan berusaha menjaga perasaan mba, dan cinta mba. Aku ga mau kehilangan mba”, Ujar gw yang mulai melumat bibir mba Liana.
Kami pun mulai berciuman dengan gairah kami yang mulai meninggi. Dari saling lumat bibir, dilanjutkan dengan saling lumat kemaluan kami. Dan berhubung hari yang sudah gelap, maka kami melakukan percintaan yang liar namun singkat.
Walaupun sebentar, tidak sampai setengah jam, mba Liana masih bisa orgasme dua kali, sebelum akhirnya di tutup dengan semprotan demi semprotan sperma gw, yang kadar kepekatan dan kuantitasnya sudah banyak menurun, dibanding tadi siang.
Mba Liana langsung memakai celana dalamnya sebelum cairan sperma gw mulai meluap keluar dari dalam liang kemaluannya, tanpa mencuci kemaluannya dulu. Mba Liana bilang, kado terkahir aku hari ini, akan dia jaga ampe besok pagi. Mba Liana pengen cairan sperma aku, segera menerobos blokade spiralnya, agar dia bisa hamil anak aku.
Hahaha. Ide gila yang hampir ga mungkin terjadi, selama dia masih menggunakan spiral.
Dan akhirnya, sekitar jam setengah delapan malam, setelah kami makan malam bersama, kami pun mengarahkan mobil mba Liana untuk kembali ke Jakarta, setelah menikmati moment-moment singkat honeymoon kami kali ini.
Gw yang menyetir mobilnya, sementara mba Liana tidur dengan merebahkan kepalanya di paha gw, dengan baju yang tersingkap ke atas, memamerkan payudara montoknya, untuk gw mainin hampir sepanjang perjalan kami kembali ke ibu kota Jakarta.
Moment yang ga akan pernah gw ama mba Liana lupain. The moment about the day we fall in love on each other.
CHARACTERS
Hari Suprianto
Rani Raisya Ramadhani
Indah Prastiwi
20 | Break Up ??
“Thanks ya Har”, Ujar Rani, saat turun dari motor ku.
Seperti biasa, Rani selalu nebeng motor ku setiap pulang kantor. Begitu pula hari ini. Namun tampaknya wajah Rani nampak sedang memikirkan sesuatu sejak siang tadi. Bahkan Rani jadi ga banyak omong, hingga selama perjalanan saat nebeng aku tadi.
Biasanya Rani selalu mengajak ngobrol mengenai masalah apapun. Karena orangnya emang suka ngobrol, walau bukan ngobrolin kejelekan orang-orang, kaya di sinetron-sinetron.
“Lu...lagi mikirin apa sih Ran? Kok lu jadi rada pendiem sejak siang tadi?”, Aku akhirnya mencoba menanyakan langsung ke Rani.
“Eh? Ga kenapa-kenapa kok Har. Emang kenapa Har?”, Jawab Rani.
“Lu lagi mikirin si Rangga yang lagi sakit Ran?”, Tanya ku lagi.
“Ga kok Har, gw ga lagi mikirin apa-apa kok. Yah emang lagi ada yang jadi kepikiran ama gw sih. Tapi bukan mikirin Rangga kok”, Jawab Rani.
“Emang lu ada masalah apa? ada yang bisa gw bantu ga?”, Ujar gw berusaha menawarkan bantuan.
“Gapapa kok Har, thanks. Tapi ini masalah gw sendiri kok. Tenang aja, bukan masalah gede kok.”, Jawab Rani menolak tawaran ku.
“Hmm...oke lah kalo gitu. Ya uda gw pulang deh ye. Lu kalo ada masalah apa, kasih tau gw aja kalo lu butuh bantuan”, Ujar ku kemudian.
“Lho? Lu ga jemput Indah dulu emang, Har? Langsung pulang gini?”, Tanya Rani.
“Ga, si Indah katanya lagi ada meeting penandatanganan kontrak, pulang malem bareng ama temennya tuh”, Jawabaku.
Sebenernya aku curiga Indah berbuat di luar batas lagi. Aku sejujurnya pengen banget menyusul ketempat meeting-nya, hanya saja Indah tidak menjawab pertanyaanku itu. Membuatku menjadi semakin curiga.
“Lu curiga si Indah macem-macem lagi ya Har?”, Rani tiba-tiba bertanya, membuyarkan lamunanku.
“Eh..ng-ngga juga sih…yah…kepikiran juga sih gw Ran”, Jawabku sedikit lirih. Membuat Rani menatapku dengan pandangan prihatin.
“Lu ga coba samperin tempat dia meeting Har?”, Tanya Rani.
“Gw uda tanya lokasinya, tapi ga dijawab tuh ama dia. Jujur…perasaan gw rada ga enak sih Ran. Ga tau deh, liat aja nanti”, Jawabku sambil tersenyum berusaha menghibur diri.
“Ya uda lu pulang sana, uda malem nih. Gw juga mao makan dulu nih, masa di perut gw uda pada demo nih. Hehe”, Jawab gw berusaha tegar sambil bergurau.
“Moga-moga ga ampe kejadian sesuai dugaan kita yah Har, bahwa ini semua cuma salah paham aja”, Ujar Rani berusaha menghiburku.
“Moga-moga Ran. Ya udah gw duluan yah Ran. Lu ati-ati yah”, Ujarku sebelum jalan lagi untuk kembali kerumahku.
Selama perjalanan tadi aku sempat beberapa kali mencoba mengirim pesan BBM ke Indah, tapi statusnya hanya ‘D’ terus. Apa lagi sibuk meeting…atau sibuk mesum?...Pikiran jelek mulai merasuki pikiranku.
Hahh belum juga nyampe 3 tahun usia perkawinan kami, sudah diguncang prahara gini walaupun semua belum ada bukti nyatanya.
Sesampainya di rumah, aku langsung mandi dengan air dingin, untuk mendinginkan pikiran-pikiran negatif di kepalaku. Aku berusaha menguatkan diri, dengan berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa Indah hanya sedang sibuk meeting, bukan berbuat hal-hal mesum seperti kemarin itu.
Selesai mandi, aku segera makan nasi goreng yang tadi sempat kubeli dalam perjalanan pulangku tadi. Namun selama makan pun, bayangan tubuh telanjang Indah yang sedang dicumbu cowo-cowo entah siapa, terus membayang di pikiranku tanpa henti.
Dan akhirnya aku mencoba untuk menelpon langsung Indah, setelah aku menghabiskan makananku.
Tuuutttt! Tuuutttt! Tuuutttt! Pada panggilan pertama, Indah tidak menjawab panggilan teleponku. Karena penasaran, aku terus menelepon Indah hingga akhirnya…
“………”, Telepon Indah di angkat tapi tidak ada suaranya.
“Halo? Indah sayang? Halo?”, Aku berusaha memanggilnya.
“……..”
“….Hallooohhhh masss”, Indah akhirnya menjawab panggilanku. Tapi…nada nya kok seperti orang habis bangun tidur sih, mendesah gitu? Eh…bangun tidur ato….haahhh sialan, malah makin kepikiran yang ga-ga deh jadinya nih. Pikirku.
“Kamu masih meeting sayang? Pulang jam berapa kamu Ndah?”, Tanyaku.
“…..eh iyahh masss…akuhh masihh meeting nih mass. Belum tau akuhh kapan selesainya mass. Mas Hari udahh makann blum? Tar mas kalo mao tidur, tidur duluann ajahhh yahhh”. Jawab Indah masih mendesah gitu, sehingga menambah kecurigaanku saja jadinya.
“Iya aku uda makan kok yang. Gimana hasil meeting nya?”, Aku berusaha mengulur waktu, aku ingin mendengar lebih jelas suara-suara di belakang suara Indah.
“………” Suaranya kembali hening.
“Ndahhh?”, Aku kembali berusaha memanggilnya.
“…..PLOP…….mmmhhhh”
Crokk! Crokk! Crokk! Crokk!
Tiba-tiba terdengar suara aneh, membuatku segera merapatkan telingaku keponselku.
“Ndahh? Kamu masih disitu?”, Aku kembali memanggilnya.
“….sshhh…ehh yahh mass? Kenapah mass?”, Akhirnya Indah kembali menjawab panggilan ku setelah beberapa lama hening.
“Kamu...lagi ngapain sih yang? Kok kaya lagi mendesah gitu? Itu bunyi apa sih di belakang kamu?”, Tanyaku langsung ke Indah.
“Ohhh...gaahhh paahhh...aku gak ngapa-ngapain kokk..........”, Jawab Indah sebelum hening kembali.
“I-ituu su-suara pelayan kali, yang lagi beresin piring-piring makaann....ini masih meetingg kok.”, Ujar Indah beberapa lama kemudian.
“Ohh gitu...ya uda deh, kamu tar ati-ati ya pulangnya”, Aku benar-benar 80% curiga istriku, istri yang aku cintai, sedang berselingkuh di belakang ku.
“Iyaahhh sayanggg...mmmuaaahhh”, Jawab Indah.
Aku tidak menjawab, dan diam seribu bahasa sambil memikirkan apa yang kira-kira terjadi sekarang ya,
“..................Oooohhhh...ssshhh...aahhh pak Andreass nakaalll nihh. Uda tau aku lagi teleponan ama suami ku itu, malah makin kenceng nyodokin memek akuhh...kan geli banget tau...ooohhhh..untung aja dia ga sadarr pakkhhh”, Suara yang tadinya hening, karena aku kira Indah sudah memutuskan sambungan teleponnya, ternyata mengeluarkan suara Indah, yang perkataannya sangat mengejutkan ku.
“Hahahaa...iya yaahh...suami kamu ga sadar kalo memek bininya lagi saya sodok pake kontol saya”, Jawab seorang pria.
“Tapi kamu suka kan Ndah? Suka kan ngobrol ama suami pas memek kamu aku kontolin gini?”, Tanya seorang pria tadi, yang mungkin dipanggil pak Andreas itu, oleh istriku, Indah.
“Indahh tuhh paling suka pak Andreass, kalohh di entot abis-abisan pas lagi ngobrol ama si Hari, suaminya itu...sshhhh...ooohhh...Mr. Robert...pleasee faster...I’m cumingggg...aaahhhhh”, Ujar seorang wanita lainnya sambil merintih dengan keras.
Suara-suara orang-orang lain pun menjadi semakin ramai. Mereka pasti mengira aku sudah mematikan teleponnya.
“Ihhhh...sssshhhh....sukaa bangett pakk...ooohhhh...enakk pak” Rintih istriku.
“Saya mao keluar Ndah, buruan telen peju saya Ndah!”, Ujar orang tersebut
“Hooooohhhhhh....gilaaa enakk banget memekk kamu Ndahhhh...memek lonte cewe jilbaban, istri orang pula, emang bedaaa...telennn pejuh saya Ndahhhh”, Ujar pria yang disebut sebagai pak Andreas oleh Indah, istriku.
Selanjutnya yang terdengar hanya rintihan-rintihan wanita yang satu lagi, serta desahan beberapa pria. Aku menantikan dan mencari-cari suara istriku lagi.
“Hehehe...sori Ndah, kontol saya uda keburu nembak sebelum masuk mulut kamu yah, jadi belepotan pejuh saya tuh. Gimana, gedean kontol saya ato suami kamu, Ndah?”, Ujar pria tersebut beberapa saat kemudian.
“Ughh...pak Andreas nih, kan jadi kena ke jilbab saya pak. Hmm...enakan mana yah? enakan ama gedean kontol bapak deh,....AAWWWW...aaaahhhh...pak Bagas nihhh...langsung nyodok aja memek aku...ssshhhhh...hhhmmmm”, Indah tiba-tiba terpekik saat sedang berbicara dengan pria bernama Andreas itu. Sepertinya seseorang dengan nama pak Bagas menggantikan posisi pak Andreas, menyetubuhi lubang kemaluan istriku, yang seharusnya hanya aku seorang yang berhak untuk menjamahnya.
Sialaannn! Jawaban Indah benar-benar membuatku sakit hati. Istri yang aku cintai, ternyata dengan gampang nya mengkhianati ku, dengan bercinta dengan entah berapa banyak pria, yang sudah memasukan batang kemaluannya ke dalam liang kemaluan Indah. Ditambah lagi sekarang menghina harga diriku di hadapan para pria mesum tersebut.
“Ndahh...telepon kamu kok lampunya masih nyala tuh, masih tersambung apa ama suami kamu?”, Ujar seorang pria, entah siapa.
“Eh?? Masa???? Ssttt diem dulu pak”, Ujar Indah tiba-tiba terdengar panik.
“...........” Suasana menjadi hening kemudian.
“....halooo...mas Har??? Halooo?? Mas Har masih disana???”, Tanya Indah kemudian. Aku hanya diam tidak menjawab ataupun membunyikan suara. Bahkan aku menyembunyikan suara desah nafasku.
“.....haahhh...untung dah ga ada...hehe...lupa matiin kali suami ku. Untung ga denger suara-suara merdu kita tadi ya...hihihi...ayo pak sodokin lagi memek Indahh, uda gatell nih...TUT”, Ujar Indah dengan kesimpulannya, sebelum mematikan sambungan teleponnya.
Istriku, Indah Prastiwi, yang seharusnya menjaga kehormatan diri dan suaminya, malah meminta seorang pria yang bukan muhrim nya, untuk segera memasukan batang kemaluannya, ke dalam liang senggamanya, yang seharusnya hanya batang kemaluan ku seorang yang berhak untuk memasuki liang senggamanya, bagaikan seorang wanita murahan.
Tanpa sadar, air mata ku jatuh membasahi kedua pipi ku. Tanpa bisa aku cegah lagi, aku pun menangis terseguk-seguk, menyesali ketidakmampuanku untuk menjaga kehormatan istri sendiri. Menyadari betapa diri ku telah menjadi seorang pecundang, di hadapan orang-orang yang sedang menikmati dengan liar, tubuh telanjang istriku itu.
Sudah cukup! Kamu menguji kesabaran ku, Indah. Kamu sudah sangat mempermalukan ku di depan umum. Lihat saja, aku akan balas perbuatan kamu ini, Ndah. Aku akan membuat kamu malu di hadapan semua orang juga, dan membuat semua orang menyadari betapa murahannya diri mu itu.
Itu janji ku pada mu, Indah Prastiwi. Janji seorang suami yang terzolimi oleh tindakan murahan mu itu.
================================================== ========
CHARACTERS
Olivia Khumaira Putri
Cherllyne Agustina
Gery Anggoro
“Lu beneran mao balik ke apartemen lu sekarang juga Cher? Ga nunggu besok aja? Ini kan uda jam 9 malam Cher.”, tanya ku saat melihat Cherllyne sedang membereskan baju-baju dan perlengkapannya.
“Iya lah Ol. Ga enak gw jadi ngerepotin lu ama bi Asih mulu.” Jawab Cherllyne santai.
“Lah lu, alesan deh. Sapa juga yang ngerasa direpotin ama lu. Bilang aja biar lu bisa bebas jalan lagi ama Rangga kan? Biar gak gw awasin lagi”, Ujar ku sambil manyun.
“Hahaha…keluar lagi kan manyun lu. Hehe..ya iyalah, gw kan ud kangen banget pengen mandi bareng ama Rangga lagi, gimana sih lu. Hahaha”. Cherllyne nyebelin malah menggoda ku. Huh.
“Ihhh…apaan sih luh Cher. Norak banget sih pake mandi bareng segala. Kaya anak kecil aja lu”. Ujar ku sewot.
“Hmm…kalo gw ajak lu ikutan mandi bareng, gimana Ol?”, Tanya Cherllyne menggoda gw sok centil gitu.
“Ihhh…ogah deh mandi bertiga gitu.”, Jawabku masih rada sewot.
“Tapi kalo lu mandi berdua Rangga, lu ga masalah kan?”, Cherllyne terus saja menggodaku.
“Tau ah…bodo amat”, Jawab ku sambil meninggalkan Cherllyne yang malah tertawa melihatku sewot gini. Nyebelin banget sih.
“Ikut gw yuk Ol”, Cherllyne tiba-tiba menarik tangan ku ke arah kamar mandi.
“Eh mao ngapain lu Cher?”, Perasaan aku rada ga enak nih melihat Cherllyne menarik ku ke arah kamar mandi.
“Hehehe..temenin gw mandi yuk. Biar lu tau gimana rasanya mandi bareng Ol, walaupun sesama cewe.”, Tuh kan bener, firasat aku ga salah. Aku langsung menarik kembali tangan ku yang di pegang dengan erat oleh Cherllyne.
“Ihhh apaan sih lu Cher? Ga ah, gw ga mao. Gila apa lu”, Aku masih berusaha melawan. Aku malu sekali bila harus mandi berdua, walaupun ama sesama cewe gini.
“Udah lu diem aja dulu. Ga gw apa-apain kok Ol. Cuma temenin gw mandi bareng aja”, Cherllyne tidak mau melepaskan tangan ku.
“Olivia!”, Seru Cherllyne tegas, mengejutkan aku.
“Diem dan ikutin gw. Jangan bawel lagi. Ga gw apa-apain gw bilang. Percaya ama gw”, Ujar Cherllyne lagi, tegas persis kaya dia lagi di kantor.
“Ta-tapi...gw malu Cher”, Ujar gw memelas.
“Ssshhh...diem dulu”, Cherllyne berhasil menarik ku masuk ke dalam kamar mandi.
Cherllyne kemudian mengunci pintu kamar mandi. Lalu Cherllyne mulai melucuti bajunya satu per satu hingga akhirnya ia telanjang bulat di hadapanku. Aku merasa jengah sekali sehingga aku memalingkan wajah ku ke arah lain.
Tapi harus aku akuin sih, badan Cherllyne bagus banget, walaupun dari sudut pandang seorang wanita seperti aku gini. Payudaranya bulat kencang, yang aku taksir berukuran 34 B, sama seperti ku sih, walau dengan bangga aku berani mengatakan bahwa payudaraku masih lebih kencang dari miliknya.
Rambut kemaluannya terlihat mulus bersih, berbanding terbalik denganku yang lebat, walau aku selalu merapihkannya agar tampak indah, sekalian untuk menjaga kebersihan bagian intim ku itu.
Cherllyne kemudian sambil tersenyum berjalan ke arah gw, yang bingung ga tau musti ngapain.
“Dahh...lu rileks aja Ol, ga usah tegang gitu keles”, Ujar Cherllyne saat sudah berada di depan ku.
“Gw bantuin yah bukain baju lu”, Ujar Cherllyne lagi.
“Ehhh...ga usah, apaan sih lu”, Aku berusaha untuk menolak dan menepis tangannya.
“Ya uda, buruan lu buka baju lu. Lu tinggal pilih, mao buka sendiri baju lu, ato gw yang bukain”, Ujar Cherllyne lagi dengan pandangan mata sok acuh tak acuh, tapi sambil tersenyum licik.
“Ihhh...beneran deh, gw ga pernah punya temen yang lebih nyebelin dibanding lu Cher. Uda kalo di tanya, maonya ngorek-ngorek balik, sekarang malah ngajak mandi bareng ga jelas gini.”, Ujar ku sewot sambil manyun.
“Maybe...tapi yang jelas, lu musti temenin gw mandi bareng sekarang”, Ujar Cherllyne santai dengan mimik yang menyebalkan.
Namun entah kenapa, aku merasa dekat dengannya belakangan ini, sehingga aku merasakan suatu kepercayaan terhadapnya. Dan akhirnya tanpa sadar, malah tanganku bergerak untuk melepaskan jarum-jarum yang mengikat jilbab ku. Sehingga rambut ku yang panjang langsung tergerai.
"Hmm...baru kali ini gw liat rambut lu Ol, ga nyangka rambut lu bagus juga Ol, item lurus gitu.", Ujar Cherllyne sambil senyum-senyum. Sementara aku hanya tersenyum kecil mendengar pujiannya.
"Udah lu ngapain sih ngeliatin gw buka baju?", Seru ku ke cherllyne. Aku merasa risih di liatin kaya gitu, walau ama cewe sekalipun.
"Kenapa sih? Sama-sama ama cewe ini Ol, pake malu-malu gitu. Hihihi. Gw aja uda telanjang bulet gini di depan lu", Jawab Cherllyne.
"Yee beda kali" Sahut ku.
Aku kemudian mulai membuka kancing kemeja ku satu demi satu, dan akhirnya aku membuka kemeja ku. Kemudian aku juga membuka kaus dalam yang kupakai hingga hanya tinggal mengenakan bra ku saja.
"Cher lu balik badan gih. Risih nih gw lu liatin mulu", Ujar ku sambil mengibas-ngibaskan tanganku.
"Dasar lu Ol. Ya udah gw balik badan.", Ujar Cherllyne kemudian berbalik badan.
Melihat Cherllyne sudah berbalik badan membuat ku merasa sedikit lebih nyaman, sehingga aku sudah membuka kaitan bra ku, dan membuka bra ku. Payudara ku langsung menggantung tanpa ada penahannya lagi.
Selanjutnya aku mulai membuka celana panjang ku, yang kulanjutkan dengan celana dalam ku. Hingga aku benar-benar telanjang bulat untuk pertama kalinya, di depan orang, walau pun sesama wanita.
Tanpa sadar aku menutupi kedua payudaraku dan rambut kemaluanku dengan kedua tanganku.
"Lu udahan blum Ol? Lama banget sih", Seru Cherllyne. Aku hanya terdiam karena malu sekali sama-sama telanjang bulat gini, walau sesama wanita.
Cherllyne kemudian berbalik badan dan langsung tersenyum melihat ku sudah telanjang dihadapannya.
"Hmm...lu...seksi juga Ol ya. Coba buka dong tangan lu", Ujar Cherllyne sambil menarik pelan kedua tanganku, yang sedang menutupi kedua bagian intim ku.
"Suit...suiittt. Yah setidaknya gw rela nyerahin Rangga ke cewe yang body nya seseksi lu gini Ol. Ga salah Rangga demen banget ama lu", Ujar Cherllyne membuat kedua pipi ku memerah, tersipu malu mendengar pujiannya.
Walau yang muji badanku adalah seorang wanita juga, tapi aku merasa sangat tersanjung akan pujiannya yang tulus itu. Tubuh Cherllyne pun sebenarnya ku anggap lebih seksi dari ku.
"Badan lu juga lebih seksi kali Cher", Ujar ku malu-malu.
"Ga seseksi lu Ol gw yakin. Apalagi tete lu lebih kenceng dari tete gw nih. Yuk kita mandi bareng", Balas Cherllyne sebelum kembali menarik tanganku untuk masuk ke ruang shower.
"Lu diem aja ya Ol. Lu nikmatin aja. Gw ga macem-macem gw janji. Gw serahin Rangga buat jadi cowo pertama yang menjamah bagian-bagian pribadi lu", Ujar Cherllyne.
"Apaan sih lu pake bawa-bawa Rangga. Usil deh lu", Jawab ku.
Cherllyne hanya tersenyum sebelum kami berdua di guyur oleh semburan air hangat, yang memancur dari atas kepala kami.
Cherllyne kemudian menyabuni hampir seluruh bagian tubuhku dengan lembut. Awalnya aku merasa risih sekali, namun sentuhan lembut Cherllyne membuatku merasa nyaman, sehingga aku membiarkannya menyabuni tubuhku.
"Gimana? Ga seburuk dugaan lu kan?", Tanya Cherllyne sambil tersenyum.
"Ayo gantian lu yang nyabunin badan gw sekarang Ol." Pinta Cherllyne kemudian.
Lalu pelan-pelan aku mulai menyabuni tubuh Cherllyne dengan kaku dan malu-malu.
"Apa...kaya gini Cher? Waktu...lu...mandi bareng ama Rangga?" Sejujurnya aku ga tau apakah aku ingin mendengar jawaban atas pertanyaanku itu atau tidak.
Cherllyne memandang wajahku dengan senyuman lembut.
"Lu yakin, lu mao tau gw kaya gimana, waktu mandi barwng ama Rangga, Ol?" Tanya Cherllyne dengan senyuman misterius nya.
"Hmm...ga tau juga sih. Penasaran tapi...gw takut juga ga bisa nerima kenyataannya." Jawabku dengan tersenyum getir.
Cherllyne kemudian menarik kepala ku dan mengecup lembut pipi kanan ku.
"Gw mao kasih tau lu rahasia kecil gw ama Rangga, Ol. Maaf ya kalo apa yang gw ucapin, bikin lu jadi sakit ati. Tapi setidaknya lu denger ini dari mulut gw langsung Ol." Ujar Cherllyne yang membuat hatiku menjadi tidak enak dan berdebar-debar menanti apa yang akan dia katakan.
"Sebenernya gw ama Rangga tuh...hmm...gw..ga pernah lho mandi bareng ama Rangga. Hahahaha", Ujar Cherllyne kemudian tertawa keras.
"Ihhhhh...rese banget sih lu. Godain gw mulu lu ahhh" Ujarku sewot.
"Serius lu ga pernah mandi bareng Cher?" Tanyaku masih tidak percaya.
"Beneran Oli sayang. Gw ga pernah mandi bareng ama Rangga. Gw uda bilang ama lu berkali-kali juga, tetep aja lu ga percaya ya" Ujar Cherllyne melegakan hatiku.
Cherllyne kembali menarik kepala ku, namun kali ini dia mencium lembut bibir ku. Aku sangat terkejut akan tindakan spontan Cherllyne ini.
"Gw...jadi sayang juga ama lu Ol, sama kaya Rangga. Lu musti putusin si Gery ya Ol. Jangan bikin gw menyesal uda ngasih Rangga buat lu." Bisik Cherllyne di telingaku, sebelum bibirnya kembali mencium bibirku dengan sedikit lumatan.
Anehnya aku malah tersenyum lembut di cium oleh Cherllyne. Kami saling bertatapan mata, hingga akhirnya tanpa kami duga, dan entah siapa yang mulai duluan, bibir kami pun akhirnya saling melumat dengan lembut dan penuh perasaan.
Aku bukanlah seorang lesbian, tapi entah mengapa aku sangat menikmati berciuman dengan Cherllyne.
Dan akhirnya setelah beberapa lama saling melumat bibir, bibir kami pun akhirnya berpisah. Kami kembali saling menatap dan saling tersenyum.
"Ciuman lu bikin gw horny nih Ol. Kalo lu uda diperawanin ama Rangga, gw berharap lebih dari sekedar ini dari lu ya, dari cuma sekedar ciuman gini. Hehehe", Bisik Cherllyne nakal di telinga ku.
"Ihh apaan sih lu Cher" Sahut ku, sementara Cherllyne hanya tertawa. Tapi harus aku akuin, ciuman dengan Cherllyne ternyata telah membuat liang kemaluanku terasa sangat...basah. Hihihi.
Selesai mandi, dan setelah rapih berpakaian kembali, aku dan Cherllyne pun makan malam bersama, makanan masakan bi Asih. Kami saling bercanda dan ngobrolin masalah wanita. Aku merasa sangat dekat dengan Cherllyne hanya dalam beberapa hari belakangan. Aku merasa seperti sedang bersama saudara kandung sendiri. Aku hanya pernah merasakan perasaan seperti ini hanya bila saat sedang bersama Rani, biasanya.
Cherllyne pun sangat perhatian juga dengan ku. Berusaha mencarikan solusi atas setiap permasalahan yang aku ceritakan kepadanya. Terutama masalah-masalah kewanitaan.
"Lu yakin lu mao pulang sekarang Cher?" Tanyaku saat Cherllyne sedang memberskan barang-barangnya untuk biaa dimasukan ke dalam mobilnya. Aku merasa sayang sekali bila Cherllyne pergi, di saat aku sudah mendapatkan perasaan bersama saudara kandung.
"Iya sayang, tapi setelah ini gw pasti bakalan jadi sering maen ke rumah lu nih Ol. Buat gw yang anak tunggal, ngobrol ama lu, tidur sekamar ama lu, seperti kaya ama adek sendiri deh gw" Jawab Cherllyne mengejutkan ku. Rupanya perasaan Cherllyne pun sama seperti yang kurasakan.
Cherllyne lalu menghampiri ku dan memeluk ku dengan erat.
"Lu cewe kedua setelah Rani yang membuat gw merasa seperti punya saudara kandung juga. Gw seneng kita bisa deket kaya sekarang Cher. Tapi...lu tuh emang cewe paling nyebelin tau. Suka maksa kalo uda punya mau. Huhh!", Jawabku sambil manyun setengah bercanda. Cherllyne hanya tergelak mendengar gerutuan ku.
"Permisi non Oli, itu di luar hmm...ada mas Gery" Ujar bi Asih menyela saat kami sedang berpelukan.
Aku dan Cherllyne saling berpandangan. Kemudian Cherllyne memberi tanda dengan kerdipan matanya.
"Well it's a good chance to solve the problem, and make it right with Rangga this time." Seru Cherllyne.
"I know Cher. Right now, I will settle this for sure" Jawab ku dengan mantap.
"You better, coz if you don't, don't blame me if I take out Rangga for my self" Jawab Cherllyne.
"Ya uda gw cabut dulu deh ya Ol" Lanjutnya.
Aku lalu mengantar Cherllyne ke luar, sekalian menemui si Gery. Kali ini aku bertekad untuk mengakhiri hubungan ku dengan Gery.
"Hai Ol...eh ada temen lu?" Sapa Gery ke arah kami.
Mata Gery tidak bisa lepas pandangan matanya ke arah Cherllyne. Bagaikan seekor binatang buas yang sedang mengincar mangsanya. Membuatku merasa sebal. Bukan karena cemburu, tapi aku ga suka sahabat ku di lecehkan dengan pandangan mata kaya gitu.
"Hai..gw Gery" Ujar Gery menyodorkan tangannya ke arah Cherllyne.
Cherllyne pun hanya acuh tak acuh menyambut uluran tangan Gery, dan hanya menjawab singkat. "Hai".
Dalam hati aku tertawa melihat sikap Cherllyne seperti itu.
"Oke deh Ol, gw cabut dulu yah. Sampai ketemu lagi besok yah say" Ujar Cherllyne kepadaku sambil mengecup pipi ku.
"Ati-ati lu di jalan ya Cher" Jawabku.
"Loh? Buru-buru amat bu? Kita belom ngobrol-ngobrol dulu" Sela si Gery dengan wajah mesum yang tidak ditutup-tutupi lagi. Aku benar-benar sebal melihat gaya mesumnya itu.
Cherllyne dan aku sama sekali tidak menanggapi ocehan ga penting si Gery. Cherllyne pun akhirnya pergi meninggalkan ku. Dan ini saatnya aku akan mengakhiri hubungan ku dengan Gery.
“Hai sayang, Kamu belakangan ini kok susah banget sih aku temuin say?”, Ujar Gery sambil memeluk tubuh ku dari belakang, dan mencium leherku yang masih terhalang oleh jilbab yang kupakai.
“Ihhh...apaan sih lu pake meluk-meluk gini”, Aku berusaha menghindar, karena aku merasa agak jijik sekarang. Aku tidak mau lagi terhanyut seperti sebelum-sebelumnya. Aku harus bisa memutuskan hubungan yang tidak di dasari cinta ini, agar aku bisa menemukan cinta sejatiku, Rangga.
“Kenapa sih say? Kamu apa lagi ada masalah?”, Tanya Gery sambil membelai kepala ku. Aku pun kembali menghindar.
“Ger...aku...mao ngomong sesuatu ama kamu”, Ujar ku kemudian.
“Mao ngomong apa sayang?”, Tanya Gery sambil menggenggam tanganku, kadang diciumnya tanganku itu. Mungkin romantis bagi wanita yang sedang di mabuk asmara, hanya saja, aku sudah tidak merasakan apa-apa.
“Ger...aku rasa, mungkin kita lebih baik...menjadi sahabatan aja Ger.” Ujar ku masih ada sedikit rasa bimbang, karena aku tidak pernah memutuskan seorang cowo tanpa alasan seperti ini sebelumnya.
“Lho, aku kan emang selalu siap untuk jadi sahabat kamu sayang, selain sebagai kekasih yang melindungi dan menjaga kamu.”, Jawab Gery, entah belaga bego atau emang ga paham maksud ku sebenarnya.
“Ger...maksud aku tuh...kita lebih baik break dulu. Untuk saat ini, kita lebih baik hanya temenan saja Ger.” Ujarku lagi, berusaha menguatkan tekad ku.
Ucapanku tampaknya kali ini benar-benar dipahami oleh Gery. Karena aku melihat Gery terkejut dan terdiam sambil memandangku.
“Kamu...apa ada sesuatu yang salah dari aku yang? Apa aku ada bikin kamu marah Yang?” Tanya Gery cukup serius kali ini. Wajahnya pun menunjukan kalau dia sedang tegang saat ini.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala saja. Memang benar, Gery sebenarnya tidak melakukan kesalahan apa pun terhadap ku. Bahkan dia tidak melakukan sesuatu yang menyakiti perasaanku. Malah aku yang menyakiti perasaannya, dengan memutuskan hubungan dengannya tanpa alasan yang jelas. Alasan sesungguhnya yang tidak bisa aku ungkapkan, bahwa aku tidak mencintainya, dan ingin bersama Rangga.
“Ga, Ger. Hanya saja, aku...tidak merasa nyaman saat ini Ger ama hubungan kita. Aku juga merasa ga bisa menjadi pendamping yang tepat buat kamu Ger.”, Aku berusaha menjelaskan alasannya.
“Apa yang membuat kamu ga nyaman dari aku yang? Apa aku pernah ngomong ga enak? Ato pernah nyinggung kamu? Apa tingkah laku aku ada yang kamu ga suka?” Gery terus meminta penjelasan lebih kepadaku.
“Kamu ga bisa putusin aku gitu aja tanpa alasan yang bagus dong sayang. Kamu uda nyakitin perasaan aku kalo gitu. Aku uda berusaha menjadi cowo yang baik buat kamu, uda berusaha menjaga dan membuat kamu bahagia. Salah aku apa yang? Apa aku pantas menerima perlakuan ini dari kamu?” Sanggah Gery, justru membuatku menangis tersedu.
Memang benar, aku tidak pantas memperlakukan Gery seperti ini, sebenarnya. Aku memutuskan Gery hanya karena aku ingin bersama Rangga. Sebuah alasan yang sederhana, tapi amat sangat egois dan hanya memikirkan kebahagiaan diri sendiri.
“Tolong kasih penjelasan ke aku yang. Kalau memang aku ada salah, tolong kasih tau aku, biar aku bisa berubah, demi kamu. Kamu ga bisa mutusin aku gitu aja tanpa alasan, yang. Kamu uda zolimin aku yang, kalo gitu. Kamu kok tega banget sih nyakitin aku?”, Gery aku lihat mulai memerah matanya, dan meneteskan air matanya.
Aku pun tak kuasa untuk menahan tangisan ku lagi. Aku benar-benar menangis kali ini. Bukan menangis sedih melihat Gery, tapi menangis karena aku kesal sekali, aku benar-benar tidak punya alasan tepat untuk memutuskannya. Aku tidak bisa membiarkan diriku bertindak egois lebih dari ini. Aku kesal aku tidak menemukan alasan yang tepat untuk memutuskan hubunganku dengan Gery. Aku kesal aku kerap terperangkap dalam situasi ini bersamanya.
“Kita masih bisa perbaikin kok sayang, kalo aku ada salah. Please...koreksi aku kalo memang ada yang kurang dari aku yang. Jangan seperti ini. Please, biarin aku memperbaiki hubungan kita. Aku akan lebih perhatian dan lebih berusaha membahagiakan kamu yang.” Ujar Gery memelas.
Ya Allaaahhh. Berikan aku satu alasan yang tepat, ya Allah, untuk memutuskan hubunganku dengan Gery, walau ini demi keegoisanku. Tapi aku benar-benar tidak tahan lagi. Aku ingin segera bersama Rangga, sebelum Rangga kembali bersama wanita lain, dan kembali meninggalkanku.
“Sayang...pliss?? pliss kasih aku kesempatan sekali lagi, buat ngebahagiain kamu, pliss?”, Gery kembali memelas, sambil menggenggam kedua tanganku, dan kerap menciuminya.
Haahhhh...aku akhirnya menyerah. Tanpa sadar aku menganggukan kepala ku, seakan menyetujui tawaran Gery, untuk kembali memulai hubungan yang baru.
“Makasih ya sayang” Ujar Gery langsung memeluk tubuhku. Aku benar-benar kecewa pada diriku sendiri yang begitu lemah.
“Aku janji, aku akan bikin kamu lebih bahagia lagi.” Ujar Gery, yang tanpa aku duga kembali mencium lembut bibirku, hingga membuat aku tertegun.
Namun kali ini aku sudah lebih siap. Aku mendorongnya dengan pelan untuk melepaskan ciumannya dari bibirku.
“Ya uda, kamu mendingan pulang dulu deh Ger. Aku mao istirahat dulu. Aku cape banget hari ini. Maaf ya kalo aku bersikap ga sopan ama kamu. Bukan maksud aku kaya gitu”, Ujar ku. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi dengannya. Aku ingin segera melupakan malam ini.
“Ya uda gapapa, aku ngerti sayang. Aku uda seneng banget kamu masih mao kasih aku kesempatan buat ngebahagiain kamu yang. Mmmuaaahhh. Kamu istirahat ya. Aku pulang dulu.” Ujar Gery sambil mengecup pipi kiri ku, sebelum masuk ke dalam mobilnya.
Tidak berapa lama kemudian, mobil Gery pun mulai keluar dari halaman rumahku, dan pergi menjauh dari rumahku. Haahhh...ya ampunnn Olivia. Lu bener-bener ga punya ketegasan sama sekali sih.
Tiba-tiba, di sudut mata ku, aku menangkap bayangan melintas. Dan aku segera berpaling, dan melihat dua orang sedang berdiri di depan pagar halaman rumahku, dan membuatku tertegun.
“Cherllyne???...RANGGA???
================================================== ========
CHARACTERS
Fadli Rangga Putra
Olivia Khumaira Putri
Cherllyne Agustina
Liana Aryanti Widjaya
“Inget ya sayang, kamu musti minta maaf ama Oli sekarang. Aku tau kamu capek, apalagi hampir seharian kamu kerja keras ngelonin aku. Hihihi. Kamu nakal sayang”, Ujar mba Liana saat kami di depan gedung tempat gw memarkirkan motor gw, dan malah menjadi tertawa sendiri atas ucapannya sendiri.
“Tapi Oli berhak untuk mendapatkan ucapan maaf dari kamu. Dan kamu musti lakuin itu malam ini juga. Aku ga mau Oli semakin sedih kamu gituin Ga”, Lanutnya lagi.
“Iya mba sayang. Aku ke rumah Oli sekarang deh”, Jawab gw.
“Aku sebenernya cemburu kalo kamu deket ama mesra-mesraan ama Oli, pas ga ada aku gitu. Tapi yah aku juga statusnya terikat orang lain.” Ujarnya lirih.
“Oh? Jadi maksud mba...kalo aku mesra-mesraan ama Oli, sambil mesra-mesraan ama mba Liana, gapapa gitu?”, Tanya gw menggodanya.
“Yee...mau nya kamu itu mah. Tar yang ada aku ama Olivia kamu perkosa abis-abisan deh”, Jawab mba Liana manja.
“Emang mba ga suka aku perkosa abis-abisan kaya tadi siang ampe sore gitu?” Goda gw lagi.
“Suka bangettt...hehehe...udah ah, kamu mah nakal, sukanya godain aku mulu. Uda sana ke rumah Oli. Tar kemaleman lagi. Uda jam 10 juga nih”, Jawab mba Liana.
“Iya uda, mba ati-ati di jalan ya”, Ujar gw, kemudian menarik kepalanya dari luar mobil, dan melumat bibirnya dengan lembut.
“You’re mine mba. Always be mine yah. Coz I love you so much”, Bisik gw, membuat wajah mba Liana merona merah.
“Inget ya, cukup 4 wanita itu aja, ga boleh ada cewe lain lagi dalam hidup kamu. Aku ga bisa terima lagi kalo ada cewe laen, apalagi yang asing pula tar tiba-tiba masuk ke kehidupan kamu. I love you so much too sayang.”, Jawab mba Liana semakin manja.
Kami saling menggenggam tangan, sebelum mba Liana menjalankan mobilnya meninggalkan gw.
“Hahaha...Subhanallah. Gw ga nyangka bisa jatuh cinta ama mba Liana. Hari ini benar-benar indah buat gw.” Ujar gw mantap.
“Sekarang saatnya ke rumah Oli. Lakukan dengan jantan, Rangga”, Ujar gw berusaha membangkitkan semangat gw.
Gw pun lalu mengarahkan motor gw menuju rumah Oli, tanpa mengabarkan Oli maupun Cherllyne bahwa gw akan datang berkunjung. Untung-untungan lah pikir gw.
Dan pada saat masuk ke area komplek rumah Oli, motor gw berpapasan dengan mobilnya Cherllyne. Cherllyne yang mengenali motor gw, langsung menghentikan mobilnya.
“Rangga???” Seru Cherllyne setelah membuka jendelan mobilnya.
“Cher...lu...mao kemana malem-malem gini?” Tanya gw.
“Gw mao balik lah ke apartemen gw. Gw ada rencana mao pindah apartemen juga, jadi mao beres-beres barang-barang gw dulu di sana.” Jawab Cherllyne.
“Lagian, ga enak juga lah kalo gw kelamaan numpang di rumah Oli. Kaan gw jadi ga bisa ngajak lu maen. Hahaha. Memek gw uda gatel nih Ga”, Lanjutnya sambil bicara vulgar, membuat gw tergelak tertawa.
“Huahaha...gila lu. Mao sekarang?” Tantang gw.
“Hahaha...ga lah, gw ga segila itu kali. Lu mao ke rumah Oli kan? Besok aja kali Ga. Lagian, gw yakin lu juga uda cape seharian muasin mba Liana kan?” Celetuk Cherllyne sambil senyum-senyum.
DEGG! Shit! Kok Cherllyne bisa tau hari ini gw ama mba Liana...
“He? Maksud lu?” Gw berusaha berlaga bego.
“Rangga, please deh, lu uda gw bilang, ga bisa bohong ama gw. Gw yakin lu seharian ini ga masuk kerja, karena lagi asik-asikan ama mba Liana kan? Gw belom kasih tau yang laen kok, tenang aja. Tapi gw marah kenapa lu ga ngajak-ngajak gw sih? Kan kita bisa threesome Ga. Huh!”, Cherllyne terlihat merajuk wajahnya. Hahaha...bisa juga Cherllyne merajuk gitu. Pikir gw.
“Hahaha..gila lu. Lu tuh emang cewe gw yang paling peka instingnya. Ya ga mungkin lah Cher, mana mau mba Liana threesome gitu. Dia kan masih kolot. Tadi aja gw keceplosan bilang pernah ML ama lu aja, dia langsung nangis gitu. Mana mau lu ajak threesome tiba-tiba.” Jawab gw uda ga bisa ngelak lagi dari perempuan satu ini.
“Ha? Kok lu bisa cerita pernah ML ama gw sih Ga? Emang lu lagi cerita apaan?” Tanya Cherllyne kaget.
“Yah panjang lah ceritanya. Nanti lah kapan-kapan kalo lu mao denger detilnya. Uda malem nih”, Jawab gw.
“Hmmm...ini...di luar dugaan gw, tapi...mungkin bisa membawa keuntungan buat kalo gini”, Cherllyne terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Lu mikir apaan Cher?” Tanya gw.
“Oh...ga...rahasia dong. Hehe. Eh iya Ga...hmm...lu...emang masih berminat? Hmm...masalah orgy itu?”, Tanya Cherllyne tiba-tiba mengalihkan pembicaraan dengan pandangan sedikit ragu-ragu.
“Eh? Hmm...yah gimana ya, jujur gw penasaran sih Cher. Tapi....yah tar gw pikirin dulu deh”, Ujar gw. Gw jujur merasa terikat dengan mba Liana, Cherllyne, Oli dan Rani untuk tidak berhubungan intim dengan wanita-wanita asing, walau sebenarnya itu hanya pikiran gw sendiri.
“Eh..ngomong-ngomong...hmm...sori nih ya Cher...hmmm...lu bilang kan lagi pengen ML. Hmm...dengan kehidupan....liar lu itu, bukannya...hmmm...aduh gimana ya ngomongnya”, Gw hendak menanyakan, kalo Cherllyne lagi bergairah, kenapa tidak menghubungi rekan-rekannya di kehidupan liar untuk memuaskan birahinya. Namun aku tidak tau bagaimana menanyakan nya dengan sopan.
“Kenapa gw ga ML ama cowo-cowo laen yang pernah ML ama gw? Itu kan yang mao lu tanyain?”, Tanya Cherllyne sambil tersenyum.
“Ehh...emm...sori yah Cher. Maaf kalo gw nyinggung lu. Ga usah deh, ga jadi. Hehe”, Gw jadi merasa ga enak hati.
“Lu mao tau jawabannya?” Tanya Cherllyne dengan pandangan mata misterius.
“Hmm...kalo lu mao jawab, iya gw pengen tau Cher”, Jawab gw.
“Kan lu uda bilang tadi, gw ini cewe lu yang paling peka instingnya. Cee..wee...lu! Lu kan uda anggep gw cewe lu kan, jadi gw ga mungkin ngebiarin cowo laen ngejamah body gw sekarang. Lagian, gw juga ga bisa lagi ngebiarin cowo laen selaen lu, yang ngejamah gw. Gak rela gw, selaen ama lu, Ga”, Jawaban Cherllyne benar-benar mengejutkan gw. Gw ampe tertegun beberapa lama.
“Hmm..kenapa Cher? Kenapa gw?”, Tanya gw berusaha memastikan, berharap Cherllyne mengucapkan kalimat sakti itu, kalimat yang diucapkan juga oleh mba Liana tadi.
“Hehe...lu berharap gw ngucapin tiga kata itu ya? Yee geeran lu. Hehehe. Tapi biar gw ga ngomong, lu juga tau kan perasaan gw ke lu gimana. Walau cara gw perhatian ama lu, ga sama kaya cewe-cewe laen.”, Jawab Cherllyne dengan tatapan mata paling lembut selama gw kenal Cherllyne.
“Yeah...I guess I do notice it...how’s your true feeling upon me. Mungkin gw geer, tapi gw seneng banget kalo itu emang kenyataan”, Jawab gw sambil tersenyum bahagia. Dan Cherllyne pun terlihat semakin manis senyumnya.
“Oya, lu mao ke rumah Oli kan? Ada apa Ga?”, Tanya Cherllyne tiba-tiba, mengingatkan ku akan tujuan awal ku, yang aku lupakan gara-gara keenakan ngobrol ama Cherllyne.
“Oh iya..hmm...gw...mao minta maaf atas sikap kasar gw ke Oli, Cher”, Jawab gw, mengejutkan Cherllyne, namun langsung tersenyum lebar.
“Hehehe...ya uda yuk, gw balik lagi ah, gw mao liat gimana cara lu minta maaf ke Oli. Hehehe. Oya, momen nya emang pas banget Ga. Lu tau? Si Gery lagi dateng tuh”, Ujar Cherllyne, yang membuat gw jadi ingin mengurungkan niat gw, setelah mengetahui Gery ada di rumah Oli. Kenangan buruk itu langsung terbayang kembali di pikiran gw.
“Oh? Hmm...gitu ya”, Ujar gw lesu.
“Tenang aja, kali ini, Oli pengen mutusin si Gery, Ga. Hehe. Lu liat aja nanti”, Seru Cherllyne kembali mengejutkan gw. Tapi sungguh membangkitkan semangat gw lagi.
“Serius lu? Ya uda yuk kita ke sana bareng”, Ajak gw ke Cherllyne.
Cherllyne pun memutarkan kembali mobilnya, agar bisa kembali ke rumah Oli. Kami sengaja parkir agak jauhan, agar mereka tidak mengetahui kedatangan kami.
Pas dekat pagar rumah Oli, kami sudah mendengar suara Gery yang terlihat sedang ber-argumen dengan Oli. Hmm...kok gw jadi semangat, melihat sahabat sendiri akan putus. Hehehe.
“Tolong kasih penjelasan ke aku yang. Kalau memang aku ada salah, tolong kasih tau aku, biar aku bisa berubah, demi kamu. Kamu ga bisa mutusin aku gitu aja tanpa alasan yang. Kamu uda zolimin aku yang kalo gitu. Kamu kok tega banget sih nyakitin aku?”, Kami melihat dari pinggir pagar rumah Oli. Gery seperti sedang mulai menangis.
Gw ama Cherllyne sekarang melihat Oli juga menjadi menangis. Entah apa yang ada di pikiran Oli, saat dia menangis. Apa dia menangisi akan putus dengan Gery tanpa alasan? Atau kan menangisi hal yang lain?
“Kita masih bisa perbaikin kok sayang, kalo aku ada salah. Please...koreksi aku kalo memang ada yang kurang dari aku yang. Jangan seperti ini. Please, biarin aku memperbaiki hubungan kita. Aku akan lebih perhatian dan lebih berusaha membahagiakan kamu yang.” Ujar Gery terdengar memelas.
Kami melihat Oli seperti sedang dalam pergulatan batin. Wajah Cherllyne malah tampak cemas melihat perilaku Oli atas situasi ini.
“Sayang...pliss?? pliss kasih aku kesempatan sekali lagi, buat ngebahagiain kamu, pliss?”, Gery kembali memelas, sambil menggenggam kedua tangan Oli, dan kerap menciuminya. Jujur gw muak melihatnya.
Dan kemudian, sebuah gesture tubuh Oli, tiba-tiba meruntuhkan segala perasaan sayang gw, segala harapan gw akan cintanya, akan kasih sayangnya, saat Oli menganggukan kepalanya, menyetujui tawaran Gery untuk tetap berhubungan asmara.
Dukk! Cherllyne malah terlihat memukul tembok, dengan wajah gemas, saat melihat anggukan kepala Oli.
“Makasih ya sayang” Ujar Gery langsung memeluk tubuh Oli. Gw benar-benar pengen cabut aja, kalo ga ada Cherllyne disini.
“Aku janji, aku akan bikin kamu lebih bahagia lagi.” Ujar Gery, yang kembali mengejutkan gw, dengan mencium bibir Oli.
Hahaha...trauma kejadian waktu itu belum juga hilang, sudah harus menyaksikan lagi pemandangan paling menyebalkan dalam hidup gw. Cherllyne malah langsung menggenggam erat tangan gw.
Tiba-tiba Oli langsung mendorong pelan tubuh Gery yang sedang menciumnya.
“Ya uda, kamu mendingan pulang dulu deh Ger. Aku mao istirahat dulu. Aku cape banget hari ini. Maaf ya kalo aku bersikap ga sopan ama kamu. Bukan maksud aku kaya gitu”, Ujar Oli kemudian.
“Ya uda gapapa, aku ngerti sayang. Aku uda seneng banget kamu masih mao kasih aku kesempatan buat ngebahagiain kamu yang. Mmmuaaahhh. Kamu istirahat ya. Aku pulang dulu.” Ujar Gery sambil mengecup pipi kiri Oli, sebelum masuk ke dalam mobilnya.
Tidak berapa lama kemudian, mobil Gery pun mulai keluar dari halaman rumah Oli, dan pergi menjauh dari pandangan kami.
Gw dan Cherllyne kemudian saling berpandangan, sebelum saling menaggukan kepala. Inilah saat nya kami untuk menunjukan kehadiran kami di hadapan Oli.
Kedatangan kami berdua dari dalam kegelapan, rupanya mengejutkan Oli, hingga membuat dia tertegun hingga beberapa lama.
“Cherllyne???...RANGGA???” Ujar Oli setengah berteriak karena kaget akan kedatangan kami.
“K-kok..lu-lu be-berdua, b-bi-bisa ada disini sih? Cher...lu-lu bukannya tadi uda pulang?” Oli sampai tergagap saat bertanya.
“Iya emang gw tadi uda pulang. Trus gw ketemu Rangga di jalan, yang lagi pengen ke rumah lu. Jadi ya gw balik lagi ke sini barengan Rangga. Sekalian juga penasaran juga sih, gimana cerita lu ama Gery. Happy ending buat lu, ato happy ending buat gw” Jawab Cherllyne, terlihat membuat Oli mati kutu, tidak bisa menjawab apa pun.
“Eh..emm...jadi...lu orang ngeliat tadi? Gw ama Gery?” Tanya Oli sambil menunduk malu.
“Bukan itu kok Ol tujuan gw ke sini. Yah walau sedikit banyak kejadian tadi juga melegakan hati gw juga sih”, Ujar gw, membuat heran Oli dan Cherllyne.
“Maksud lu Ga?”, Tanya Oli dengan wajah kuatir.
“Gw kesini tuh, cuma mao minta maaf ama lu, Ol. Atas sikap kasar gw ke lu belakangan ini. Jujur...hmm...gw...tadinya sedikit berharap lebih dari persahabatan kita. En pas liat lu lagi cipokan waktu itu...gw jadi...rada jealous. Itu ga pantes sebenernya. Karena gw bukan siapa-siapa nya lu, Ol. Jadi gw minta maaf atas sikap kasar gw kemarin itu.” Jelas gw, yang rupanya kembali mengejutkan Oli.
“I-itu...se-sebenernya gw juga Ga..gw...”, Sebelum Oli berbicara, gw kembali memotong ucapannya dengan mengangkat tangan gw.
“Tindakan lu itu uda bener kok Ol. Lu emang ga bisa mutusin orang yang sayang ama kita, tanpa alasan yang logis. Apalagi hanya demi alasan yang egois. Dari kejadian ini, gw cukup sadar, bahwa mungkin, belum saat nya bagi kita, Ol. Mungkin...hmm..kita emang lebih ditakdirkan sebagai sahabatan aja. Itu yang membuat gw sedikit merasa lega, Ol”, Jelas gw lagi.
“Mungkin lu emang jodohnya ama si Gery itu Ol. Gw bisa terima kalau si Gery emang tulus sayang ama lu. Dan gw juga akan mencari wanita yang tulus sayang ama gw, yang berjodoh ama gw”, Jelas gw lagi.
“Yah gw berharap, ini semua gak ngerusak semua persahabatan kita selama ini ya Ol. Gw tetep menghormati lu, menjaga lu dan menyayangi lu...sebagai sahabat sejati.” Ujar gw. Oli gw liat langsung menangis sambil berlutut, dengan kedua tangannya memeluk dirinya sendiri.
Cherllyne langsung melihat ku dengan pandangan mata tajam, dan terlihat marah dengan keputusan gw itu. Cherllyne langsung menghampiri Oli, dan memeluknya.
Tapi yah...gw ga bisa terus mengharapkan wanita yang masih terikat dengan orang lain kan. Mba Liana juga terikat, tapi mba Liana mau menerobos batas-batas ikatan itu, sehingga aku bisa dengan mudah menggapainya. Sementara Oli, masih berpegang pada etika, yang sebenarnya sih sebuah sikap yang bijak dan bagus banget.
Dan gw sangat menghargai sikap Oli yang seperti itu. Karena itu menunjukan karakter Oli yang sebenarnya.
“Sekali lagi, gw minta maaf ama lu ya Ol, uda kasar ama lu. Itu ga akan terjadi lagi di kedepannya. Dan sekalian, gw mao pamit ama lu deh. Gw cuma mao minta maaf aja ama lo, dateng kesini. Sayonara..Olivia” Ujar gw, sebelum membalikan tubuh gw, untuk mengambil motor gw.
Panggilan dari Cherllyne, tidak gw hiraukan untuk saat ini. Gw hanya ingin segera pergi menjauh dari rumah Oli ini. Rumah yang sekarang menjadi sebuah kenangan buruk dalam hidup gw belakangan ini.
Gw menggeber motor gw, semampu yang gw bisa sesuai kondisi jalan di kota Jakarta, yang mulai sepi karena hari yang menjelang tengah malam.
Di rumah, gw menghempaskan tubuh gw di kasur gw, setelah berbasa basi dengan kedua orang tua gw dulu.
Karin sebenarnya sempat mencegat gw sebelum masuk kamar, dan dia menanyakan kemana gw sebenarnya, karena Oli tadi nanya kabar tentang gw yang sakit. Padahal gw ga ada di rumah.
“Karina, sori yah, plis jangan sekarang. Gw...butuh waktu sendiri dulu. Besok-besok aja ya Karina.” Jawab gw yang mengejutkan dia, karena ga biasanya gw manggil dia dengan sebutan lengkap namanya. Gw langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci nya dari dalam.
So...this is it...this is the end of my...wish...my hope.
Gw lalu mengambil ponsel gw. Gw liat banyak panggilan masuk dari Cherllyne. Juga banyak sekali PING di BBM gw.
“Rangga, lu dimana? Kasian si Oli nih. Lu gimana sih malah ambil sikap nyerah kaya gitu.” Tulis Cherllyne di pesan BBM gw.
“What can I say Cher...yang uda ambil keputusan kan si Oli sendiri. Gw hanya tinggal mengikut apa maunya dia aja. Oya btw, untuk tawaran orgy lu, gw terima Cher. Bukan buat pelampiasan. Tapi sekarang gw uda ga punya rasa keterikatan lagi ama siapa pun. Gw mao nyoba ngelakuin itu Cher. Lu tolong atur ya. Pls. Tks”, Balas gw.
Sebenarnya, memang sebagai pelampiasan kekecewaan gw sih, disamping gw emang penasaran, seperti apa rasanya sebuah orgy itu.
CHARACTERS
Cherllyne Agustina
Olivia Khumaira Putri
Liana Aryanti Widjaya
21 | Sexy Naughty Bitchy!
“Hey...lu ngelamunin apaan sih”, Ujarku saat melihat Oli sedang melamun, dalam perjalanan kami menuju kantor. Kali ini Oli ikut bersama ku dengan mobilku. Aku tidak membiarkannya pergi membawa mobil dengan emosi yang masih labil gitu.
Pada akhirnya, semalam aku kembali menginap di rumah Oli, karena emosi Oli yang masih sangat labil, akibat pernyataan Rangga semalam.
“Eh? Ga kok Cher...Hehe...cuma agak ngantuk aja”, Jawab Oli.
“Ohh? Agak ngantuk ato...ngelamunin kita tidur ************an semaleman? Cieeeee...jangan-jangan semalem lu tuh ga bisa tidur ya, tidur bugil bareng gw? Lu...ada rasa terangsang yah?”, Tanya ku sambil menggodanya, membuat wajah Oli langsung merah merona karena malu.
“Ihhhh...apaan sihh lu Cher?...yeee...dasar lu, sotoy. Siapa juga yang terangsang, wekkk”, Jawab Oli sambil memeletkan lidahnya lalu tersenyum geli.
“Tapi...lu menikmatin banget kan? Tidur ************an ama gw? Ayo ngakuuu? Hehe”, Goda ku lagi.
“Hahaha...rese banget sih lu Cher. Tau ahhhh”, Jawabnya sambil memonyongkan mulutnya. Sungguh menggemaskan si Oli ini. Pantesan Rangga naksir berat ama dia. Pikirku.
“Trus gimana perasaan lu? Setelah kita tidur bugil bareng Ol? Bener ga omongan gw semalem? Bikin kita jadi rileks dan nyaman kan?”, Tanyaku lagi.
“Hmm...kasih tau ga yah? Mao tau aja ato mau tau banget sih lu Cher? Hehe”, Goda Oli.
“Hmm...ngeliat lu uda bisa becanda sih, gw uda tau hasilnya. Emang paling efektif tidur bugil bareng itu.” Jawabku sambil tersenyum bangga.
Tiba-tiba tubuh Oli mendekat ke arah aku, dan langsung mencium pipi kiri aku pelan.
“Thanks ya Cher. Kalo ga ada lu, mungkin gw masih terus nangis seharian kali ampe sekarang”, Ujar Oli terdengar sangat tulus.
“Hmm...that’s what friend are for, don’t we?”, Jawabku sambil tersenyum lembut.
“Pasti Rangga juga sayang banget ama lu ya Cher?” Ujar Oli lagi sedikit mengejutkan ku.
“He? Emang iya? Kata siapa?” Aku bertanya balik, walau sebenarnya aku sudah tau jawabannya. Hihihi.
Namun Oli tidak menjawabnya, dan hanya tersenyum lemah sambil memandang ke arah luar lagi.
Saat aku memandangi wajah Oli, terlihat sekali garis kesedihan di wajahnya yang imut itu. Entah kenapa, aku begitu menyayanginya bagaikan adik ku sendiri. Saat dia menangis dan bersedih seperti semalam, aku pun merasakan kesedihan yang sama saat melihat dia menangis.
Aku pun kembali mengingat kejadian semalam, dimana aku memutuskan untuk membatalkan kembalinya aku ke apartemen ku, saat melihat Oli begitu bersedih.
Jujur aku rada sebal sebenarnya, saat Oli yang seharusnya sudah memutuskan hubungan dengan Gery, tidak tau nya malah luluh oleh argumentasi si Gery. Ingin rasanya aku mencubitnya dengan keras, hanya agar dia mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu, sungguh telah merusak segalanya.
Namun, saat Rangga mengambil keputusan di luar dugaan ku, bahwa dia memutuskan untuk menyerah mengejar cinta Oli, dan langsung membuat Oli menangis menyesali diri sendiri.
Aku merasakan sakit yang Oli rasakan, bahwa aku harus melindungi dan menjaga Oli semampu ku. Agar Oli bisa terus bertahan. It’s funny to see how things through, huh.
Saat Rangga akhirnya pergi meninggalkan kami, aku memapah Oli, dan membawanya ke dalam kamar.
“Gw emang bego ya Cher. Maaf gw uda nyia-nyiain kepercayaan lu. Gw uda ga ada harapan lagi”, Ujar Oli sambil sesenggukan.
“Nope, gw akuin Ol, gw emang rada dongkol melihat sifat lu yang terus aja ngasih kesempatan ke si Gery. Tapi, sekarang gw tau, bahwa sifat lu tuh emang terlalu baik Ol. Lu masih mengandalkan hati nurani dalam setiap keputusan yang lu ambil. Dan itu butuh suatu keberanian untuk mengambil keputusan berdasarkan hati nurani. Karena kadang, hati nurani tidak selalu sejalan dengan pandangan umum banyak orang. Gw...salut ama lu Ol” Ujar gw sambil membelai rambutnya. Jilbabnya telah aku lepaskan.
“Dan gw bangga punya saudara yang sifatnya sebaik lu Ol.”, Ujar ku lagi. Kali ini, aku membantu membukakan celana legging yang dikenakan Oli, hingga hanya tinggal celana dalamnya saja, untuk tubuh bagian bawah yang masih tertutup.
“Apa gw salah Ol? Ngasih kesempatan lagi ke si Gery? Gw cuma...ga bisa mutusin dia tanpa adanya kesalahan yang dia lakukan Ol. Gw jadi merasa bagaikan seseorang yang egois dan kejam, yang hanya mementingkan diri sendiri.” Ujar Oli lagi.
“Ga salah Olivia sayang. Seperti yang pernah gw bilang ke lu waktu itu. Entah kenapa, lu ama Rangga, selalu ada dapet momen yang bener-bener gak tepat, yang akhirnya malah bikin salah paham antara lu berdua Ol.” Jawab ku, kali ini sedang membuka kaus lengan panjangnya.
“Eh? Lu kenapa bukain semua baju gw Cher?” Oli pun akhirnya menyadari bahwa aku sedang membuka semua bajunya.
“Hehe...udah, lu tenang aja say. Percaya ama gw. Ini nantinya bisa ngebantu lu biar hati lu lebih tenang lagi Ol.”
“Ihhh lu ah aneh-aneh aja sih dari kemaren. Uda minta mandi bareng, sekarang lu telanjangin gw lagi, mao ngapain coba”, Ujar Oli dengan mulut manyun nya.
Karena gemas, maka aku langsung maju mendekat dan mencium lembut bibirnya. Dan Oli pun tidak menghindarinya. Mungkin karena kami pernah melakukannya kemarin, jadi sekarang dia merasa nyaman.
Setelah bajunya sudah aku buka, kemudian aku juga melepaskan bra dan celana dalam Oli, hingga Oli telanjang bulat untuk yang kedua kali nya di hadapan ku. Oli nampak masih malu, karena dia memalingkan wajah nya. Hihihi. Lucu banget sih.
Kemudian aku pun segera melucuti seluruh pakaian ku juga, hingga aku pun telanjang bulat. Dan aku kemudian masuk ke dalam selimut, dan berbaring di samping Oli.
Aku meraih tubuhnya untuk mendekat, agar kami bisa saling berpelukan.
“Lu tau Ol? Obat sakit hati buat perempuan yang paling mujarab itu, adalah berpelukan dengan seseorang yang kita sayang, baik itu cowo ataupun cewe. Apalagi dengan saling telanjang, itu membuat kita merasa hangat, dan pada akhirnya membuat kita merasa sangat rileks dan nyaman”, Jelas ku saat sedang memeluk Oli. Entah percaya pada ucapan ku atau memang butuh tempat untuk menyalurkan perasaannya, Oli langsung memeluk erat tubuhku.
“Gw kangen Rangga Cher. Rangga terlihat begitu dekat di hadapan gw, tapi rasanya jauh sekali untuk bisa meraihnya hanya agar bisa mendapat pelukan hangat.” Ujar Oli dalam isak tangisnya.
“Jujur gw iri ama lu Cher. Lu bisa tidur bareng, mandi bareng ama Rangga. Sesuatu yang ga pernah terjadi dalam hidup gw. Walaupun kita sering nginep bareng, tapi ga pernah satu kamar. Kemaren gw marah ama lu karena lu uda tidur bareng ama dia, tapi sekarang gw ngiri ama lu Cher”, Ujar Oli lagi.
“Akan ada waktunya nanti buat lu Ol, gw akan usahain itu. Tapi kalo bisa...paling jauh lu petting aja ama Rangga ya Ol. Jangan ampe keterusan lebih jauh. Bukan karena gw jealous ato gimana, tapi sayang banget kalo lu lepas virgin lu sebelum lu nikah. Kalo tar ada takdir yang ga sesuai angan-angan kita, sakitnya bikin kita jadi lepas kendali Ol. Jangan lu ikutin jalan gw Ol. Lagian, kan uda gw bilang ama lu, gw kaga mandi bareng tau, ama Rangga. Dasar lu”, Jawab ku.
“Btw Ol, cowo lu itu...siapa namanya? Gery? Kayanya...gw pernah liat dia deh, tapi gw lupa”, Ujar aku tiba-tiba, saat mengingat pertemuan pertama ku dengan cowonya Oli itu.
“Ha? Serius lu Cher? Dimana?”, Tanya Oli penasaran.
“Itu dia gw lupa Ol. Tapi gw yakin gw pernah liat dia deh. Nanti gw cari tau deh ya”, Jawabku sambil berusaha berpikir keras mengingat kapan aku pernah bertemu dia sebelumnya.
“Udah, sekarang lu ga usah mikirin apa-apa. Masalah Gery, biar gw cari tau sendiri. Lu cukup tidur nyenyak di pelukan gw. Gw jamin, besok pagi, lu akan ngerasa lebih tenang deh”, Ujar ku sambil membelai rambutnya.
“Dasar lu Cher”, Jawab Oli sambil tersenyum pelan. Namun entah karena keletihan mental, Oli langsung tertidur tidak berapa lama kemudian. Dan aku, dalam lamunanku, aku terus memikirkan bagaimana cara terbaik untuk menyatukan Oli dengan Rangga.
Kenapa aku harus menyatukan mereka ya? Apa hanya karena mereka mengingatkanku akan diriku dengan Rio? Apa hanya karena itu? Padahal aku yakin bahwa aku juga mencintai dan menyayangi Rangga. Tapi kenapa aku melakukan semua ini untuk orang lain? Sebuah jawaban yang sesungguhnya masih terus kucari hingga saat ini.
Sesampainya kami di kantor, kami pun melanjutkan kegiatan kami seperti biasa. Bahkan saat bertemu Rangga pun, Rangga sudah bersikap normal selayaknya sahabat. Yah Rangga hanya bersikap seperti seorang sahabat kepada Oli. Namun bagiku, masih terlihat kekakuan dalam setiap obrolan mereka, maupun candaan mereka.
Haah! Kenapa urusan jadi ribet gini sih, pikirku. Apa benar ini kuasa Yang Maha Kuasa?
Tapi hari ini, aku punya misi lainnya. Aku ingin hmm...’bercakap-cakap’ banyak ama mba Liana sekarang. Hehehe. Tiap mengingat kalo mereka sedang bercinta di ruang dokumen itu, selalu membuat kemaluanku langsung basah.
TOK! TOK! TOK!
“Ya masuk”, Ujar seseorang dari dalam.
Aku pun segera masuk ke dalam ruangan seorang Division Head nya Accounting dan Finance. Mba Liana Aryanti.
Dan yang paling mengejutkan ku adalah perubahan mimik wajah mba Liana saat dia melihatku. Dari yang tampang tegas namun ramah, tiba-tiba berubah menjadi tampak tidak senang akan kedatangan ku...atau tidak senang karena hal lain?
“Siang mba, hmm...mba lagi sibuk? Boleh saya ngobrol-ngobrol sedikit ama mba ga?”, Tanya ku. Hati ku was-was juga sebenarnya melihat wajahnya yang galak itu.
“Lumayan Cher, ada perlu apa ya kamu ke sini?”. Hmm...jawaban yang sungguh ketus. Sedikit banyak memancing emosiku nih.
“Apa momen nya ga tepat?”, Tanya ku dengan nada datar dan dingin.
“Mungkin...tergantung keperluan kamu disini”, Jawab mba Liana masih ketus.
“Ohh ga sih, tadinya saya cuma mao tukar pikiran ama mba, tentang hal yang saya temukan di ruangan dokumen kemarin itu pas saya ketemu Mba Liana dan Rangga di sana. Saya rasa, kalo ampe semua kantor tau apa yang saya liat ini, pasti akan jadi skandal terbesar kantor ini. Tapi yah sudah kalo mba Liana lagi sibuk, saya coba konsultasikan ke anak-anak accounting lainnya. Karena ini berhubungan ama orang accounting sih.” Jawab ku dengan dingin dan tanpa ekspresi. Namun wajah mba Liana langsung terlihat memucat dengan bibir bergetar.
“E-ehh...hmm...ap-apa maksud kamu Cher? Apa yang kamu temuin di ruang dokumen?”, Tanya mba Liana dengan wajah paniknya. Hehehe...kena kan jebakan ku.
“Oh ga papa kok mba. Mba kan lagi sibuk. Saya ke tempat anak-anak accounting aja deh kalo gitu”, Jawabku sambil hendak keluar dari ruangan mba Liana.
“Tu-tunggu Cher! Bi-biar kamu omongin ama saya aja. Jangan ama anak-anak accounting”, Ujar mba Liana semakin panik.
“Bener mba? Kan katanya mba kan lagi sibuk?”, Tanyaku sambil menyindirnya.
“Ga kok, masih bisa di selesaikan nanti. Ayo duduk Cher. Ceritain apa yang kamu temuin.” Ujar mba Liana mengajak ku untuk duduk. Hmm...sip deh. Rencana pertama berhasil. Hehehe.
“Jadi...hmm...apa yang kamu temuin di ruangan dokumen Cher?” Tanya mba Liana kembali saat aku sudah duduk di hadapannya.
“Hmm...saya boleh nanya 2 pertanyaan ga ama mba?” Tanyaku dulu.
“Tanya apa?” Tanya balik mba Liana.
“Yang pertama, seberapa sayang mba terhadap Rangga?” Tanyaku dengan pandangan menyelidik. Mengejutkan mba Liana tampaknya, pertanyaanku ini.
“Yang kedua, seberapa marah mba ama saya?” Tanya ku lagi.
“Marah karena apa maksud kamu? Saya ga ngerti Cher.”, Jawabnya.
“Marah karena saya punya hubungan ama Rangga? Marah karena saya pernah...hmm...berhubungan yang lebih jauh dengan Rangga?”, Mba Liana langsung terkejut mendengar pertanyaan ku.
“Ma-maksud kamu gimana Cher? Apa hubungannya saya marah ama kamu punya hubungan ama Rangga?” Mba Liana terlihat tidak nyaman menjawabnya.
“Ya...karena mba sendiri kan juga punya hubungan yang lebih jauh ama Rangga. Jadi apa mba marah ama saya, karena tau saya pun juga punya hubungan yang lebih jauh ama Rangga?” Tanyaku to the point.
Mba Liana hanya menatap wajahku tanpa menjawab pertanyaanku. Kami saling menatap selama beberapa lama.
“Mba tenang aja, saya ga punya maksud apa-apa kok mba. Saya punya beberapa pertanyaan lagi. Tapi saya mau tau dulu, Seberapa jauh perasaan mba ke Rangga? Dan mba marah ga ama saya, karena saya juga punya hubungan yang lebih jauh ama Rangga, sama seperti mba? Bahwa saya...pernah ML ama Rangga juga, sama seperti mba?” Ujarku lagi. Mba Liana masih diam membisu, seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Sebelumnya, saya ingin mba tau, bahwa saya waktu melakukan itu ama Rangga, saya benar-benar ga tau, bahwa Rangga juga sedang berhubungan ama mba. Makanya saya kesini untuk hmm...mengklarifikasi beberapa hal, agar nantinya tidak ada kesalah pahaman diantara kita mba.” Jelas ku.
“Dan jangan salah persepsi mba. Saya tau tentang hubungan mba ama Rangga itu, bukan karena Rangga yang cerita ke saya. Tapi saya sendiri yang menemukan fakta itu, karena kecerobohan mba dan Rangga sendiri, waktu mba ama Rangga maen di ruang dokumen kemarin itu.” Penjelasan ku ini, sangat mempengaruhi emosi mba Liana, aku lihat.
“Ke-kecerobohan gimana maksud kamu?” Wajah mba Liana mulai sedikit pucat.
“Kecerobohan karena mba ama Rangga itu benar-benar nekat ato kebelet sih, ampe maen di dalam kantor sendiri, walau pun di ruangan dokumen, yang jarang di datengin pegawai lainnya?.” Jawab ku.
“Saya tau kok, waktu ada suara kentut itu, sebenarnya bukan Rangga kan yang kentut? Tapi dari lubang kemaluan mba kan asal bunyi suara itu? Saya tau karena saya pernah ngalamin juga kentut dari lubang kemaluan gitu mba.” Jelasku.
“Waktu itu mba sadar ga, bahwa saya uda nolongin mba, agar mba ga dapet malu uda berhubungan badan ama bawahan sendiri di dalam kantor pula. Mba sadar ga, bahwa saya lah yang langsung nyeletuk kalo Rangga yang kentut? Mengalihkan perhatian semua orang ke Rangga, bukan ke mba, walau saya yakin awalnya semua dari kami mendengar bunyi itu dari arah mba sendiri. Saya nyeletuk gitu bukan kebetulan lho mba”, Jelasku lagi benar-benar membuat mba Liana pucat pasi.
“Waktu itu saya yakin sekali mba ama Rangga abis melakukan sesuatu, tapi saya masih belum 100% persen yakin. Makanya saya waktu itu kembali lagi ke dalam untuk menemui Rangga, dan hmm...melakukan sesuatu terhadap Rangga di dalam sana. Dan ternyata kecurigaan saya pun terbukti, dan Rangga pun akhirnya tidak bisa mengelak lagi setelah saya desak.” Jelas ku lagi.
“Jadi, mba ga usah repot-repot menyangkal lagi, karena saya uda tau semuanya tentang hubungan mba dengan Rangga, tanpa saya menanyakan langsung ke Rangga. Tapi saya ingin mendengar langsung dari mulut mba Liana sendiri mengenai hubungan mba ama Rangga. Ini penting sekali buat saya mba”, Lanjut ku.
“Nah karena saya sudah nolongin mba biar ga malu waktu itu, sekarang sebagai balas jasa, saya cuma pengen beberapa jawaban aja kok mba. Gimana?”, Ujarku seperti sedang melakukan penawaran bisnis kepada klien.
Mba Liana pun kemudian tertunduk dan menghela nafasnya. Matanya terpejam seperti sedang berusaha untuk melupakan mimpi buruknya.
“Haaahhh...apa mau kamu Cher sekarang?” Tanya mba Liana dengan pandangan mata tajam.
“Tenang aja mba, saya ga akan cerita-cerita ke orang-orang, karena saya sayang ama Rangga mba. Makanya saya hanya ingin sebuah jawaban dan hmm...sedikit penjelasan mengenai hubungan mba ama Rangga” Jawabku.
“Apa buktinya kalo kamu ga sedang menjebak saya ato berniat untuk memeras saya nantinya?”, Tanya mba Liana curiga.
“Apa pernyataan saya tadi kurang jelas mba? Karena saya SAYANG sama Rangga”, Jawabku dengan menekankan kata sayang.
“Kalo saya nanti memeras mba atau berniat tidak baik ke mba, mba boleh kok laporin saya ke polisi, ato mao di apain juga. Karena saya murni ga ada niat buruk. Saya hanya ingin segala sesuatu nya berjalan lancar, untuk Rangga. Demi Rangga dan kebahagiaan saya sendiri.” Jawabku tegas.
“Huuffff...apa yang kamu mau tau Cher?” Tanya mba Liana pasrah.
“Ya itu tadi 2 pertanyaan saya dulu sebagai awal. Seberapa sayang mba ama Rangga? Dan seberapa marah mba ama saya?” Tanya ku dengan wajah penuh kemenangan.
“Oke saya jawab. Karena kamu sudah tau rahasia hubungan saya ama Rangga, entah bagaimana caranya. Tapi saya harap kamu tidak sedang menjebak saya ya Cher” Jawab mba Liana terlihat pasrah.
“Untuk saat ini, ya saya emang sayang banget ama Rangga Cher. Awalnya saya hanya hmm...meminta bantuan ke Rangga, untuk menyelesaikan masalah pribadi saya. Tapi kami...jadi keterusan. Dan perasaan ini semakin besar saya rasakan.” Mba Liana mulai menjawab pertanyaanku.
“Kalo ama kamu, yah...saya pikir wajar yah saya marah. Karena awalnya saya merasa dipermainkan oleh Rangga, saat saya tau masalah hubungan kamu ama Rangga, ternyata sudah...sejauh itu. Tapi, setelah mendengar segala penjelasan dari Rangga, yang saya rasakan saat dia menjelaskan itu, dia benar-benar jujur, jadi yah...saya uda ga marah lagi sih ama Rangga. Lagian, saya juga sadar, status saya apa, saya ga punya hak untuk melarang Rangga untuk berhubungan dengan siapapun” Jawabnya untuk pertanyaanku yang kedua. Tapi aku masih belum puas. Aku belum mendapatkan jawaban yang aku ingingkan.
“Itu ama Rangga kan uda ga marahnya, tapi kalo sama saya, apa mba masih marah?” Tanyaku menyela pembicaraannya.
Mba Liana pun tampak berusaha menekan emosinya mengenai pertanyaan terakhir ku itu. Kemudian dia mengambil nafas panjang dan menghelanya.
“Haaahhh...jujur, saya ga tau musti gimana ama kamu, Cher. Sebenarnya itu juga bukan kesalahan kamu sih, tapi terus terang, ada perasaan tidak nyaman, saat saya mengetahui apa yang sudah kamu lakukan bersama Rangga. Saya belum menemukan jawaban yang tepat untuk menggambarkan perasaan saya ke kamu saat ini, Cher.” Jelas mba Liana.
“Hmm...okey, it’s fair enough. Trus, bagaimana awal mulanya mba bisa berhubungan ampe sejauh itu ama Rangga? Masalah apa yang Rangga bantu sih sebenarnya?”, Tanya ku.
“Sori Cher, kalo untuk masalah itu, kayanya kamu ga punya hak untuk mengetahui apa masalah saya, dan hubungannya dengan Rangga.” Jawab mba Liana saklek dan tegas.
“It’s that so?” Tanyaku berusaha meyakinkannya.
Mba Liana hanya menatap mata ku saja sebagai jawaban.
“Hmm...fine. Kalo gitu saya ganti pertanyaannya. Sekarang, apa rencana mba mengenai hubungan mba ama Rangga? Jangan bilang ini ga ada hubungannya ama saya ya mba. Karena untuk masalah ini, jelas sekali berhubungan banget dengan saya.” Ujarku menanyakan masalah selanjutnya.
“Apa...kamu sekarang pacaran ama Rangga, Cher?” Tanya balik mba Liana.
“Ga mba. Rangga pun sempat menanyakan status hubungan kita, pas kita abis...hmm...melakukan itu. Dan saya uda jelasin ke dia, bahwa saya emang sayang ke dia. Tapi, mungkin akan lebih baik jika kami hanya hmm...TTM-an saja. Dan saat itu, karena saya ga tau Rangga juga punya hubungan khusus ama mba, saya tadinya mao menjodohkan Rangga ama Oli ataupun Rani.” Jelas ku.
“Olivia? Rani? Kenapa musti mereka?” Tanya mba Liana.
“Karena saya liat mereka sangat dekat, dan saya yakin dari pandangan mata mereka, mereka pasti sangat menyayangi Rangga.” Aku mulai menjelaskan segalanya.
“Saya ingin...Rangga mendapatkan kasih sayang yang tulus dari Olivia, atau pun Rani. Saya akhirnya malah berusaha menyatukan salah satu dari mereka, dengan Rangga.” Lanjutku.
“Kenapa kamu berusaha menyatukan Rangga dengan salah satu dari Olivia dan Rani? Kenapa ga kamu sendiri yang pacaran sama Rangga, bukannya Rangga itu mengingatkan kamu ama mantan kamu?” Tanya mba Liana mengejutkan ku.
“Hmmm...see?? ini satu lagi kecerobohan mba nih” Ujar ku sambil menyuggingkan senyuman lebar.
“Ke-kecerobohan apa lagi maksud kamu?” Tanya mba Liana grogi.
“Yah mba Liana emang bener, kalo Rangga itu mengingatkan saya akan almarhum mantan saya. Tapi masalahnya, saya belom pernah mengatakan masalah itu lho ke mba dari tadi, selama saya cerita ke mba Liana. Jadi, pertanyaan nya adalah, dari mana mba tau, kalo Rangga itu mengingatkan saya ama almarhum mantan saya?” Penjelasan dan pertanyaan yang membuat mba Liana terkejut tidak bisa menjawab.
“Rangga...uda cerita apa aja mba, tentang saya?” Tanyaku santai sambil tersenyum.
“Eh...k-kan ka-kamu yang bilang tadi Cher” Hmm...mba Liana tampak sedang berusaha melindungi Rangga, sebagai tersangka utama.
“Nope, saya tau apa yang saya bicarakan mba. Karena saya uda terbiasa menyusun kata-kata apa saja yang akan saya ucapkan. Dan saya 100% yakin, bahwa saya belum menceritakan masalah Rangga mirip ama almarhum mantan saya” Penjelasanku benar-benar membuat mba Liana mati kutu.
“Jadi...seberapa jauh mba mengetahui kisah hubungan saya ama Rangga, mba?”, Tanyaku lagi.
“Heeeh...saya ga nyangka, kamu ternyata merupakan cewe yang punya daya tangkap yang cepat sekali, hanya dari beberapa kata Cher. Kayanya, sekarang saya sedikit paham, gimana kamu bisa dapetin banyak klien-klien berpengaruh buat kita disini. Hmm.”, Jawab mba Liana, sedikit tersenyum.
“Yah untuk berurusan dengan berbagai negosiasi, kita harus pintar mencari celah kelemahan lawan lewat kata-kata mba, biar kita bisa manfaatin kan.” Jawabku juga tersenyum.
“Jadi, Rangga uda cerita apa aja mba tentang saya? Tentang hubungan kami?” Tanyaku lagi.
“Yah...sebenarnya hampir sama persis seperti kamu mengetahui tentang hubungan saya dengan Rangga. Saya juga mengetahui nya hanya pada saat Rangga keceplosan. Itu aja. Yah Rangga pada akhirnya cerita semuanya tentang hubungan kamu ama dia sampai sejauh mana. Serta status kamu ama Rangga.” Jelas mba Liana.
“Rangga cerita itu...tentang saya ama dia itu, setelah mba nangis, atau sebelum, mba?” Tanyaku dengan senyum nakal. Aku berusaha menggodanya. Dan itu terbukti membuat wajah mba Liana sampai memerah menahan malu. Hihihi.
“Ya ampuunn...” Ujar mba Liana sambil geleng-geleng kepala, namun sedikit tersenyum kecil.
“Kayanya, kita perlu ngelatih cowo kita yang satu itu deh mba, biar ga gampang di korek, atau ga gampang keceplosan. Yah ngeliat sifatnya yang terlalu terbuka ama terlalu baik ama orang, terutama cewe, itu bisa jadi bumerang buat kita. Bener ga mba?” Tanya ku lagi.
“Haahhh...tau ah. Tuh anak yaa. Dasar” Jawab mba Liana masih geleng-geleng kepala. Namun kali ini senyuman nya sudah sedikit melebar.
“Cowo kita Cher kamu bilang?” Tanya mba Liana kemudian, sambil mengernyitkan dahi.
“Yup, cowo kita. Cowo aku, dan cowo nya mba Liana juga. Status kita dalam berhubungan ama Rangga kan sama.” Jawabku santai.
“Sama gimana Cher maksud kamu?”, Tanya mba Liana lagi menginginkan penjelasan lebih detil.
“Sekarang status mba ama Rangga apa mba? Mba uda resmi pacaran ama Rangga?” Tanya ku balik.
“Eh...emm...itu...yah sebenernya sih...emang ga ada status apa-apa Cher. Saya masih istri orang kan statusnya. Kalo saya pacaran ama Rangga terang-terangan, sama aja saya mempermalukan Rangga dan diri saya sendiri, Cher. Saya ga mau itu, sesayang apapun saya ke Rangga” Jawab mba Liana. Kali ini sudah mulai berani untuk terbuka nampaknya.
“Ya itu dia, pada akhirnya, status mba kan sama ama saya. Hanya TTM-an. Makanya saya perlu melakukan beberapa klarifikasi ama mba mengenai hubungan kita ama Rangga”, Jelasku, yang dijawab anggukan kecil kepala mba Liana.
“Trus...kamu belum jawab pertanyaan saya. Kenapa kamu ingin Rangga pacaran ama salah satu dari Olivia atau Rani? Kalo kamu sayang ama Rangga, kenapa ga kamu sendiri yang pacaran ama Rangga. Kamu kan belum menikah, Cher?” Tanya mba Liana.
“Mungkin alasan kenapa saya memilih hanya menjadi TTM-an ama Rangga pun, saya rasa hampir sama dengan alasan mba Liana sendiri. Mba merasa tidak pantas karena status mba yang istri orang lain. Sedangkan saya merasa tidak pantas, karena hmm...masa lalu saya yang sedikit liar. Saya merasa hanya akan memberikan rasa malu ke Rangga, kalo ada orang yang kenal masa lalu saya, tau kalo saya pacaran ama Rangga. Itu lah mengapa saya merasa bisa cocok ama mba, pada saat saya tau mba pun punya hubungan khusus ama Rangga. Hampir dalam segala aspek, kita ini sangat mirip mba”, Jelas ku.
“Nah sekarang, pertanyaan saya. Mba, mau bagaimana mengenai hubungan mba ama Rangga. Apa mao backstreet terus seperti sekarang? Apa rencana mba sebagai masa depan mba dan juga masa depan Rangga? Mba pasti uda punya rencana kan?” Tanyaku mengenai kejelasan hubungan mba Liana dengan Rangga.
“Jujur, saya ga tau Cher. Sampai mana saya akan menjalani ini dengan Rangga. Saya...sebenarnya juga kasian ama Rangga, kalo dia jadi merasa terikat ama saya, sedangkan saya masih istri orang, walaupun saya berharap kondisinya tidak seperti itu”, Jawab mba Liana.
“Sebenarnya saya juga berpikir seperti mba. Makanya saya memutuskan hanya menjadi TTM-an Rangga aja, bukan pacaran. Saya inginnya Rangga memiliki kekasih dari kalangan yang jelas, tidak seperti saya yang uda rusak, bukan juga yang masih berstatus istri orang. Maaf ya mba kalo saya menyinggung mba, tapi ini semata-mata hanya demi Rangga aja mba. Saya ingin Rangga memiliki kekasih yang memiliki hati yang tulus dan bersih menyayangi dan memperhatikan Rangga, seperti perasaan kita ke Rangga. Makanya saya ingin menjodohkan Rangga dengan Oli atau Rani, yang juga memiliki perasaan seperti kita ke Rangga, dan sifat yang baik sebagai seorang istri. Itu lah rencana saya mba”, Jelas ku.
“Tapi...rasanya tidak semudah itu menyatukan mereka”, Ujarku lagi, membuat mba Liana bertanya-tanya.
“Kenapa emangnya Cher? Apa masalah yang Rangga sakit hati ngeliat Oli lagi di cium cowonya? Ato pas Rani menyangkal kedekatan dia ama Rangga, waktu kamu nanya?” Tanya mba Liana, sekali lagi membuatku tersenyum penasaran. Rangga ternyata sudah cerita hampir semuanya ke mba Liana, pikirku.
“Yah, bukan cuma itu. Seperti yang saya bilang, saya berusaha untuk menyatukan mereka. Nah kemaren saya dapat kesempatan untuk itu, dengan meminta Oli untuk memutuskan hubungan dengan cowonya yang sekarang. Karena Oli pun sebenarnya lebih menginginkan Rangga, dibanding dengan cowonya yang sekarang.” Jelas ku.
“Kemaren kesempatan itu datang. Apa lagi pas Rangga juga datang ke rumah Oli yang katanya mao minta maaf”, Lanjutku.
“Ohhh yaa...emang kemaren aku yang maksa Rangga untuk segera minta maaf ke Oli sih, Cher” Ujar mba Liana mengejutkan ku.
Aku hanya menatap wajah mba Liana sambil tersenyum kecil. Membuat mba Liana menjadi malu sendiri, karena sekali lagi telah keceplosan dalam berbicara.
“Mba Liana itu ternyata emang penuh kejutan juga yah.” Ujar ku kepadanya.
“Artinya, mba juga mendukung Rangga menjalin kasih ama Olivia? Mba rela Rangga menjalin cinta ama Olivia?” Tanyaku kemudian.
“Yah seperti yang saya bilang tadi, bahwa saya kasian ama Rangga kalo dia merasa terikat ama saya, sedangkan status saya yang masih istri orang lain. Yah di bilang rela yah, rela ga rela deh. Di satu sisi saya ingin terus ada di sisi Rangga. Tapi di sisi lain juga saya sadar diri, siapa saya ini. Apa status saya. Tapi yang pasti, saya akan senang bila melihat Rangga bahagia, Cher. Walaupun bukan saya yang memberikannya kebahagiaan langsung kepadanya. Apalagi ama Oli, yang merupakan salah satu bawahan saya, yang saya lindungi dan saya sayangi.” Jawab mba Liana terlihat pasrah.
“See?...Seperti yang saya bilang tadi kan, bahwa kita ini emang mirip dan cocok kan mba?” Jawabku sambil tersenyum. Mba Liana pun ikut tersenyum juga.
“Eh iya trus gimana lanjutannya?” Tanya mba Liana mulai kembali ke fokus semula.
“Yah, saya bilang kan kemaren ada kesempatan Oli untuk memutuskan hubungannya dengan cowonya yang sekarang. Tapi, ternyata cowonya itu pinter ngomong, dengan memanfaatkan kebaikan hati Oli, jadinya Oli tidak jadi memutuskan hubungan dengan cowo nya itu, dengan alasan ga tega, karena ga menemukan kesalahan yang pantas buat memutuskan suatu hubungan. Dan yang membuat semakin parah, Rangga melihat semuanya bersama aku. Jadilah pada akhirnya Rangga memutuskan untuk menyerah atas cintanya Oli. Berantakan semua deh rencana saya”, Jelas ku.
“Rangga menyerah mengejar cinta Oli? Aduh, kok jadi begitu sih Cher?” Tanya mba Liana.
“Ga tau lah mba, mungkin uda takdir mereka harus seperti itu.” Jawab ku.
"Trus bagaimana keadaan Oli, Cher?". Wajah mba Liana terlihat sangat kuatir.
"Ya mentalnya jadi down banget mba. Saya yang tadinya mao pulang abis nginep di rumah Oli, akhirnya saya nginep lagi buat nemenin Oli. Aku ga tega ngeliat keadaan Oli yang hancur banget. Duh aku juga sempet sebel suh ama si Rangga, kenapa dia musti ngomong kaya gitu? Kenapa harus secepat itu menyerah ama keadaan?". Jawabku berusaha menjelaskan sedetil mungkin.
"Kamu nginep di rumah Oli? Kamu sering nginep emang di rumah Oli? Wah saya malah ga tau kamu sedeket itu ama Oli, Cher?". Ujar mba Liana.
"Ohh..yah kita baru belakangan ini aja jadi deket mba. Karena Rangga kami jadi dekat sekali sekarang. Apalagi waktu kami hampir dapet musibah kemarin itu. Yah sekarang, buat aku, Oli itu uda kaya adik aku sendiri mba." Jawabku
"Musibah apa maksud kamu Cher? Emang apa yang uda terjadi ama kamu ama Olivia?" Tanya mba Liana dengan wajah penasaran.
"Sori mba, kalo masalah itu, mba kayanya ga punya hak untuk mengetahui masalah itu deh", Jawabku sedikit membalas ucapan mba Liana sebelumnya. Wajah mba Liana pun langsung murung mendengar jawaban ku.
"Hahaha. Aku cuma bercanda mba. Mba tuh gampang banget yah berubah-ubah ekspresi wajahnya. Gini aja mba, gimana kalo kita saling terbuka aja. Apalagi kita sama-sama memiliki hubungan ama Rangga. Mba cerita mengenai awal mula mba bisa terlibat affair ama Rangga, dan saya juga akan menceritakan semua. Daripada kita saling curiga, saling cemburu, gimana kalo kita saling terbuka dan saling mendukung mba? Demi kita dan juga demi Rangga?" Ujarku menawarkan sebuah perjanjian.
"Ya ampun Cher. Bisa-bisanya kamu memanfaatin obrolan kita buat dijadiin sarana negosiasi. Jadi kaya gini kalo kamu lagi negosiasi kontrak ama klien kamu ya?" Jawab mba Liana.
"Hehe...but of course dong mba. Kita harus bisa memanfaatkan segala info sebagai alat untuk membuat negosiasi berjalan ke arah yang saya inginkan." Jawabku sambil tersenyum penuh kemenangan. Yups, dengan ini, mba Liana sudah dalam genggaman ku.
"Hmm...oke kalo itu mau kamu. Tapi sebelum saya yang terbuka, saya ingin kamu dulu yang cerita duluan bagaimana kamu bisa mulai berhubungan ama Rangga. Gimana, deal?" Tawar mba Liana.
"Fine by me. Saya percaya kalo ama mba. It's a deal then?" Jawabku sambil menyodorkan tangaku ke hadapan mba Liana.
"It's a deal" Jawab mba Liana menyambut uluran tanganku untuk saling bersalaman.
"Tapi...kayanya kita butuh tempat yang lebih privat deh mba kalo mao bener-bener saling terbuka. Aku ga mau nanti ada yang memotong pembicaraan kita disini." Ujarku kemudian.
"Iyalah Cher. Saya juga ga mungkin cerita itu semua disini. Bisa bahaya sekali" Jawab mba Liana.
"Gimana kalo di apartemen saya mba? Besok?" Tanyaku menawarkan tempat.
"Boleh juga di apartemen kamu. Tapi jangan besok. Karena kemarin saya cuti, kerjaan saya uda numpuk. Lusa aja gimana?" Tanya mba Liana.
"Lusa boleh mba. Lusa kalo gitu ya" Aku ingin memastikan lagi.
"Lusa" Jawab mba Liana singkat.
================================================== ========
CHARACTERS
Indah Prastiwi
Reni Arisandi
"Ren ini berkas dokumen buat kamu dari mr. Robert" Ujar ku sambil menyerahkan dokumen dalam satu map.
"Oh iya thank you ya Indah sayang." Jawab Reni sambil mengambil map yang berisi dokumen dari tanganku.
"Duh...kaki gw masih lemes banget nih Ren" Ujarku sambil menghempaskan tubuhku ke kursi dihadapan Reni.
"Hahaha...ya iyalah lu lemes. Lu semalem emang liar banget gitu Ndah. Semua pada kewalahan ama lu. Hahaha", Ujar Reni sambil tertawa. Membuatku merasa malu sendiri jadinya.
Kejadian semalam emang benar-benar membuatku sangat bergairah sekali. Hanya dengan mengingat kejadian semalam saja, selalu membuat liang vagina ku langsung basah.
"Hihihi...masa sih? Tapi emang sih Ren, gw jadi horny banget semalem. Gara-gara lu juga sih ah pake ngajakin gw eksib gitu di mall." Jawab ku masih malu-malu.
"Hahaha...tapi seru kan. Lu masih inget kan muka mupeng tuh bapak waktu dia ngeliat meki lu waktu lu sok kepleset? Anjrit lucu banget. Hahaha" Ujar Reni mengingat kejadian semalam.
"Haha...emang tub Ren. Tapi memek gw langsung basah pas mata dia ngeliatin memek gw ampe melotot gitu." Jawab ku ikutan tertawa.
Semalam itu benar-benar pengalaman paling mendebarkan sekaligus paling erotis selama hidup aku. Pikirku sambil senyum-senyum sendiri.
Kemarin itu, setelah kejadian eksib pertama ku di kantor, yang langsung ketauan oleh si Agus, yang akhirnya membuatku terpaksa membiarkan batang kemaluannya mengaduk-aduk isi kemaluanku. Batang kemaluan seorang Office Boy, yang dengan beruntung bisa merasakan liang vagina wanita berjilbab terhormat, istri seorang pria baik-baik, yang memiliki jabatan sebagai sekretaris direktur, jauh di atas jabatannya.
Sorenya, Reni kembali mengajak ku untuk ber-eksib lebih berani di tempat umum, saat kami hendak ke pertemuan dengan pak Andreas dan kawan-kawan.
Bayangan saat aku berjalan-jalan di mall dengan tanpa mengenakan BH maupun celana dalam. Membayangkan seorang wanita berjilab, berjalan dengan payudara yang menerawang dari balik pakaianku, membuat vagina ku langsung berdenyut-denyut.
Sore itu, sebelum ke pertemuan, Reni mengajak ku untuk beli baju yang lebih seksi untuk ku, agar lebih mendukung rencananya untuk melakukan eksib di tempat yang lebih ramai. Aku sebenarnya sangat takut, namun rasa penasaran dan gairah yang tinggi, membuatku segera melupakan segala norma dan ketakutanku itu.
Reni memilihkan ku sebuah blouse tipis tangan panjang berwarna putih dengan motif berwarna biru gelap. Dipadu dengan sebuah rok panjang yang di sampingnya berbahan tipis transparan juga. Dan sebuah jilbab hoodie cantik berwarna biru laut.
Dan, sebagai pemanis, tentu saja Reni segera menyita BH dan celana dalam ku, sehingga puting susu ku akan terlihat samar-samar bila tidak tertutup oleh kain jilbab ku. Dan juga bila oreng memperhatikan ku dari samping, dia akan segera mengetahui bahwa aku tidak mengenakan celana dalam.
Reni pun selain rok mini berbentuk A-Line tanpa celana dalam, untuk atasannya Reni mengenakan sebuah baju hitam transparan 2 layer, dimana untuk layer luar berbentuk seperti renda yang dihiasi oleh banyak payet.
Bila kain hitam transparan layer paling luar itu terangkat, maka akan langsung menampakan payudara Reni yang bulat besar, dengan puting susu berwarna kecoklatan. Kami benar-benar berniat untuk ber-eksib secara maksimal demi kepuasan kami berdua.
Kemudian kami berjalan berkeliling mall sambil bercanda, dan tentu saja banyak mata lelaki yang penasaran dengan kami. Mungkin penasaran apakah kami benar-benar tidak mengenakan pakaian dalam, karena payudara kami yang bergerak liar setiap kami bergerak kesana kemari.
Belum lagi rok mini yang dikenalan Reni, sungguh mengundang penasaran beberapa pria. Bahkan kami sempat memergoki seseorang yang berusaha mengambil foto dari bawah rok nya Reni.
Kami tentu saja tidak membiarkannya melihat tubuh kami tanpa persetujuan kami seperti itu. Menurut kami, itu tindakan cowo yang ga gentle. Penakut. Ya kalo emang pengen liat ya coba dong, usahain deketin kita.
Aku bahkan sempat menggoda seorang pria yang sudah cukup berumur di toilet mall tersebut, mungkin sekitar 60 tahunan. Bapak itu sepertinya sedang menunggu istri ato pasangannya yang juga sedang ke toilet.
Aku sudah mengajak Reni untuk bersandiwara, seakan aku sedang berlari mengejarnya agar tidak tertinggal.
Saat Reni sudah agak jauh, aku langsung mencoba memulai aksiku. Aku sedikit berteriak memanggil nama Reni sambil setengah berlari. Dan pada saat aku hampir mencapai tempat bapak itu sedang berdiri menunggu, aku pura-pura kepleset hingga terjengkang ke belakang.
Pada saat jatuh, aku sengaja mengangkat kedua kaki ku sambil mengangkangkan kedua paha ku, sehingga rok panjangku yang agak lebar langsung tersingkap dan vaginaku yang berhiaskan rambut kemaluan yang lebat yang tidak tertutup celana dalam, langsung terpampang dengan jelas di hadapannya.
Aku berpura-pura kesakitan sambil memegang pinggang ku, tapi aku terus dalam posisi mengangkang. Dan bapak itu bahkan sampai melongo sambil mulutnya terbuka lebar.
Bapak itu terus menikmati sajian indah yang terhampar dihadapannya itu selama beberapa saat, sebelum dia datang mendekat dan berusaha membantuku. Namun paha ku yang terus saja aku lebarkan, membuat matanya seakan tidak bisa berpaling dari vaginaku.
Aku sangat menyukai tatapan terpesona bapak itu, sehingga aku merasakan dari dalam liang vaginaku, keluar cukup cairan hingga cukup membuat vagina ku terlihat mengkilap.
"I-ibu gak papa bu?" Ujar bapak itu saat hendak membantuku berdiri kembali. Namun tatapan matanya terus saja melihat ke arah pangkal selangkangan ku, dari jarak yang sangat dekat.
Jantungku berdebar sangat kencang, seiring adrenalin ku yang semakin berpacu. Ughhh...rasanya kalo terus begini aku bisa orgasme nih, pikirku, karena vaginaku berkedut-kedut terus.
"P-pak...ayu atuh bantuin saya pak. Jangan ngeliatin ke arah situ mulu dong", Ujarku dengan malu-malu, membuat bapak itu menjadi salah tingkah. Aku terpaksa harus menghentikan tatapan mata bapak itu, karena vaginaku rasanya benar-benar hampir muncrat rasanya.
"Eh..i-iya b-bu. Ma-maaf bu" Jawab bapak itu malu-malu.
Di belakangnya Reni terlihat tertawa terpingkal-pingkal tanpa suara, melihat bapak itu yang terlihat pucat dan salah tingkah.
"Makasih yah pak" Ujarku saat sudah berdiri. Aku membiarkan saja saat bapak itu tetap saja memegang tanganku walau aku sudah berdiri.
"I-iya bu, sama-sama bu" Jawab bapak itu sambil tersenyum salah tingkah.
"Udah dong pak, lepasin atuh tangan temen saya. Dipegangin aja nih. Kan tadi uda dapet bonus liat apem bulu". Ujar Reni mengejutkan kami berdua, dan semakin membuat bapak itu menjadi semakin salah tingkah.
"Eh..i-iya yah...a-anu...itu tadi...ma-maaf lho bu..hmm". Jawab bapak itu terpatah-patah. Menbuat Reni kali ini benar-benar tertawa lepas. Sedang aku pun juga ikut merasa malu ditertawakan oleh Reni.
"Eh...kenalan papah ya?", Tanya seorang ibu-ibu yang berdiri dibelakang bapak itu.
"Oh...hmm..anu...ini mah...papah cu-cuma bantuin ibu ini yang tadi kepleset". Jawab bapak itu.
"Iya bu, saya tadi kepleset waktu lagi ngejar temen saya ini. Sekali lagi makasih ya pak." Ujarku sambil menyalami istri bapak itu, sebelum aku pergi meninggalkan mereka. Dan setelah sudah jauh dari bapak itu, kami berdua kembali tertawa terpingkal-pingkal.
Ada lagi kejadian saat kami sedang duduk di food court sambil minum mochacino blended kami. Reni dengan rok mini nya berhasil menggoda beberapa orang anak kuliahan. Dengan berlagak tidak sadar karena sedang asik ngobrol dengan ku, Reni melebarkan kedua pahanya. Sehingga otomatis langsung menampakan vaginanya yang tanpa bulu di hadapan para pemuda itu. Namun menutup lagi pahanya, tapi tidak lama di buka lagi.
“Lu pasti lagi kepikiran acara gangbang kita waktu itu ya Ndah? Waktu pertemuan terakhir kita dengan pak Andreas?” Tanya Reni sambil memainkan pahanya.
“Hehehe...asli memek gw basah banget nih, cuma gara-gara ngebayangin enaknya di gilir kaya waktu itu Ren. Gila lu ah. Hahaha”, Jawabku jujur. Aku memang menjadi semakin tergantung akan kehidupan liar ku yang baru ini.
“Hmmm...gw ada ikut satu komunitas gitu sih Ndah. Komunitas seksual gitu. Tiap sebulan sekali, kita ketemuan di satu hotel besar ato rumah salah satu anggota komunitas, kita mengadakan acara pesta liar gitu deh Ndah. Yah untuk melepas penat kerja seharian selama sebulan. Semacam refreshment birahi gitu deh. Nah, hmm...lu mao gabung ga Ndah?”, Tanya Reni setelah menjelaskan beberapa hal yang tidak aku ketahui mengenai kehidupan Reni yang penuh gairah birahi.
“Pesta liar? Pesta...seks gitu maksud lu Ren?” Tanyaku setengah tidak percaya hal seperti itu ada di sini. Aku hanya tau dari majalah-majalah dewasa di luar negeri saja.
“Iya lah say. Masa pesta ulang tahun sih”, Jawab Reni, sambil terus melakukan aksi buka-tutup ‘warung’nya itu.
Awalnya belum ada yang menyadari aksi buka tutup 'warung'nya Reni, hingga kemudian ada satu anak yang akhirnya menyadari. Dia kemudian memberitahu kawannya yang di sebelahnya.
Dan tidak butuh waktu lama sampai mereka semua satu per satu mulai melirik-lirik ke arah kami. Sementara aku dan Reni semakin seru mengobrol. Kami juga menyadari mereka mulai melihat-lihat ke arah kami, bukan lagi hanya melirik. Namun kami tidak memperdulikan mereka.
“Gimana Ndah, lu mao ikutan gabung bareng gw ga?” Tanya Reni lagi.
“Hehehe...hmmm...aduuhhh, ga tau deh Ren... Hehe...memek gw uda basah nih. Gw penasaran banget ama pesta gituan. Tapi gw takut tar ketauan orang-orang yang kenal ama aku Ren" Ujarku.
Aku pun tergoda untuk menggoda mereka. Aku ga mungkin beraksi seperti Reni, karena rok ku panjang sampai ke mata kaki, jadi agak tidak wajar bila aku tiba-tiba mengangkat rok ku itu.
Tapi aku punya cara lain untuk menggoda mereka. Aku mengangkat kedua tanganku ke belakang sembari menarik jilbab ku, seakan hendak merapihkan jilbab ku, sehingga puting kedua payudaraku yang nyeplak di baju yang tipis, yang awalnya tertutup jilbab, langsung terpampang dengan jelas di hadapan mereka.
Apalagi saat aku menarik kedua tanganku ke belakang, kedua payudara ku seolah ikut tertarik ke belakang, sehingga payudaraku semakin membusung. Mereka semua langsung saling mendorong dan tertawa, melihat pemandangan indah dihadapan mereka.
Tadinya aku berharap mereka mau mendekati kami, namun ternyata tampaknya mereka tidak memiliki keberanian untuk mendekati kami.
Karena sudah mendekati waktu meeting dengan pak Andreas dan kawan-kawan mesumnya, maka kami meninggalkan lokasi itu menuju tempat pertemuan. Mr. Robert datang menyusul karena ada urusan yang harus dia selesaikan.
Lokasi meeting pun di tempat kemarin kami melakukan orgy liar kami. Sehingga dalam hati ku, aku bertanya-tanya apakah akan terjadi lagi aksi gila kami semua. Satu hal yang pasti. Aku menginginkan lagi kejadian waktu itu terulang lagi. I WANT IT. I NEED IT. Hehehe, I really have become so slut. I don't care.
Pada saat bertemu mereka, mereka pun langsung heboh dan bersorak melihat 'seragam nakal' kami berdua. Dan tidak butuh waktu lama, acara yang seharusnya dimulai dengan acara penanda tanganan di atas kertas kontrak, berubah menjadi penanda tanganan di dalam liang kemaluan kami berdua.
Bahkan baju-baju kami masih melekat di tubuh kami berdua, hanya saja kedua payudara kami sudah menggantung lepas dengan bebas menjadi santapan mulut dan bibir mereka. Mr. Robert yang datang belakangan langsung saja menggarap tubuhku.
Pada saat batang kemaluan Mr. Robert sedang mengaduk-aduk isi kemaluanku, tiba-tiba ponselku berbunyi, menandakan ada panggikan masuk. Dari nada ringtone-nya, aku mengetahui yang meneleponku adalah suamiku, mas Hari. Namun aku yang sedang di mabuk birahi tidak menghiraukannya.
Pada panggilan pertama hingga nada deringnya mati sendiri, aku tidak menjawabnya. Aku bahkan tidak berusaha meraih ponselku. Namun ponselku kembali berbunyi.
"Ndaahhh...ssshhh...ituuhhh...laki luhh kannn? Angkatthh gihhh...kaya kemaren waktu lu lagi di entot Mr. Robert juga...ooohhh...anjing enak banget kocokan kontol lu pak" Ujar Reni saat sedang di sodok oleh pak Bagas. Sementara pak Doni sedang mengulum payudara Reni dari bawah.
Pada bunyi nada dering yang ketiga kali, aku baru berusaha meraih ponselku. Aku meminta mereka semua untuk tidak bersuara, dengan memberikan isyarat jari telunjuk di bibirku. Walau Mr. Robert dan pak Bagas serta yang laen sama sekali tidak menghentikan aktivitas seksual mereka terhadap tubuh aku dan Reni.
“………”, Aku sudah menekan tombol untuk menjawab, namun aku tidak bisa berbicara saat pak Andreas justru memasukan batang kemaluannya ke dalam mulutku.
“Halo? Indah sayang? Halo?”, Aku mendengar suara mas Hari memanggilku.
“……..” Aku tetap tidak mampu untuk bersuara. Dan aku segera melepaskan batang pak Andreas, untuk segera menjawabnya.
“….Hallooohhhh masss”, Aku pun akhirnya mampu untuk menjawab walau dengan suara yang lirih.
“Kamu masih meeting sayang? Pulang jam berapa kamu Ndah?”, Tanya mas Har, suamiku.
“…..eh iyahh masss…akuhh masihh meeting nih mass. Belum tau akuhh kapan selesainya mass. Mas Hari udahh makann blum? Tar mas kalo mao tidur, tidur duluann ajahhh yahhh”. Jawab ku sambil masih mendesah gitu, sedang menikmati kocokan batang Mr. Robert maupun cumbuan pak Andreas di payudaraku.
“Iya aku uda makan kok yang. Gimana hasil meeting nya?”, Tanya mas Hari.
“………” Aku hendak menjawab namun tidak bisa, karena saat itu mulutku sedang sibuk kembali mengulum batang pak Andreas.
“Ndahhh?”, Mas Hari kembali memanggilku.
“…..PLOP…….mmmhhhh” Aku malah sediki melenguh saat Mr. Robert mencabut batang kemaluannya dari dalam vaginaku. Pak Andreas yang sedang aku kulum, langsung melepaskan batangnya dari dalam mulutku, dan langsung menggantikan Mr. Robert mengocok vaginaku dengan cepat.
Crokk! Crokk! Crokk! Crokk! Suara vagina ku yang becek terdengar nyaring saat batang pak Andreas mengocok dengan cepat lubang vaginaku. Aku menggigit bibir bawahku, berusaha menahan agar aku tidak merintih atau melenguh akibat rasa geli yang menggila di pangkal kemaluanku. Sementara mulutku sekarang sedang mengulum batang pak Bagas. Sementara Mr. Robert menggantikan pak Bagas mengayuh tubuh Reni.
“Ndahh? Kamu masih disitu?”, Mas Hari kembali memanggilnya.
“….sshhh…ehh yahh mass? Kenapah mass?”, Akhirnya aku berusaha menjawab sambil sedikit melenguh mendesah.
“Kamu...lagi ngapain sih yang? Kok kaya lagi mendesah gitu? Itu bunyi apa sih di belakang kamu?”, Tanya mas Hari mengejutkan ku, bahwa mas hari ternyata mendengar bunyi becek vaginaku.
“Ohhh...gaahhh paahhh...aku gak ngapa-ngapain kokk..........”, Aku berusaha memaksakan diriku untuk menjawab. Semua orang terlihat tersenyum nakal saat melihatku sedang berbicara dengan suamiku, saat vaginaku sedang di obok-obok batang kemaluan pak Andreas, dan diselingi mengulum batang kemaluan pak Bagas.
“I-ituu su-suara pelayan kali, yang lagi beresin piring-piring makaann....ini masih meetingg kok.”, Ujar ku berusaha memberikan alasan.
“Ohh gitu...ya uda deh, kamu tar ati-ati ya pulangnya”, Ujar mas Hari. Aku sedikit lega saat mas Hari percaya ama alasanku.
“Iyaahhh sayanggg...mmmuaaahhh”, Jawab ku lega.
Aku langsung meletakan ponselku dengan perasaan lega. Aku langsung protes sambil merintih melepaskan gairahku yang tadi tertahan, selama suamiku menelponku.
“..................Oooohhhh...ssshhh...aahhh pak Andreass nakaalll nihh. Uda tau aku lagi teleponan ama suami ku itu, malah makin kenceng nyodokin memek akuhh...kan geli banget tau...ooohhhh..untung aja dia ga sadarr pakkhhh”, Ujarku manja.
“Hahahaa...iya yaahh...suami kamu ga sadar kalo memek bininya lagi saya sodok pake kontol saya”, Jawab pak Andreas sambil tertawa.
“Tapi kamu suka kan Ndah? Suka kan ngobrol ama suami pas memek kamu aku kontolin gini?”, Tanya pak Andreas menggodaku.
“Indahh tuhh paling suka pak Andreass, kalohh di entot abis-abisan pas lagi ngobrol ama si Hari, suaminya itu...sshhhh...ooohhh...Mr. Robert...pleasee faster...I’m cumingggg...aaahhhhh”, Ujar Reni sambil merintih dengan keras. Diiringi dengan melengkungnya tubuh Reni saat orgasme dasyat melanda tubuhnya, yang bergetar halus.
“Ihhhh...sssshhhh....sukaa bangett pakk...ooohhhh...enakk pak” Jawabku sambil terus merintih nikmat.
“Saya mao keluar Ndah, buruan telen peju saya Ndah!”, Ujar pak Andreas sambil mencabut batang kemaluannya dari dalam vaginaku, dan kemudian menyodorkan ke arah mulutku. Dan aku segera melepaskan batang pak Bagas dari dalam mulutku, dan langsung berusaha melahap batang pak Andreas, namun sedikit terlambat saat semburan pertama batang pak Andreas sudah keburu menyemburkan cairan spermanya ke wajahku.
“Hooooohhhhhh....gilaaa enakk banget memekk kamu Ndahhhh...memek lonte cewe jilbaban, istri orang pula, emang bedaaa...telennn pejuh saya Ndahhhh”, Ujar pak Andreas saat berusaha menyodokan batangnya sedalam-dalamnya ke dalam mulutku, saat batangnya masih saja berkedut-kedut menyemburkan cairan spermanya ke dalam mulutku. Terasa asin di mulutku dan aku langsung menelan semua sperma milik pak Andreas.
Sementara di bagian lain tampak Reni masih meresapi perasaan saat ia mencapai puncak orgasmenya bersamaan dengan orgasmenya Mr. Robert.
“Hehehe...sori Ndah, kontol saya uda keburu nembak sebelum masuk mulut kamu yah, jadi belepotan pejuh saya tuh. Gimana, gedean kontol saya ato suami kamu, Ndah?”, Ujar pak Andreas kembali menggodaku.
“Ughh...pak Andreas nih, kan jadi kena ke jilbab saya pak. Hmm...enakan mana yah? enakan ama gedean kontol bapak deh,....AAWWWW...aaaahhhh...pak Bagas nihhh...langsung nyodok aja memek aku...ssshhhhh...hhhmmmm”, Aku tiba-tiba terpekik saat sedang berbicara dengan pak Andreas, pak Bagas langsung saja memasukan batang kemaluan nya ke dalam liang vaginaku.
Aku yang belum mendapatkan orgasme ku lagi setelah orgasme yang terakhir, berusaha menikmati tiap sodokan demi sodokan yang dilakukan oleh pak Bagas.
“Ndahh...telepon kamu kok lampunya masih nyala tuh, masih tersambung apa ama suami kamu?”, Ujar pak Bagas, mengejutkan ku. Jantungku serasa berhenti berdetak saat aku melihat layar ponselku masih menyala dengan nama dan foto mas Hari di layar monitor ponsel ku.
Astagaaa! Ya ampuuunn! Aku benar-benar shock melihat ponselku ternyata masih menyambung dengan ponsel mas Hari.
“Eh?? Masa???? Ssttt diem dulu pak”, Ujar ku tiba-tiba menjadi panik.
“...........” Suasana menjadi hening kemudian.
“....halooo...mas Har??? Halooo?? Mas Har masih disana???”, Aku berusaha memastikan bahwa mas Har sedang mendengarkan atau tidak. Aku berusaha mendengarkan dengan seksama suara apapun juga dari ponselku. Aku bahkan berusaha mendengarkan apabila terdengar suara desah nafas suamiku itu.
Setelah beberapa lama, aku pun merasa lega. Tampaknya mas Hari sudah tidur, tanpa menyadari bahwa ponselnya masih tersambung dengan ponselku. Gairahku yang sempat turun, langsung naik lagi, dan meminta pak Bagas untuk melanjutkan tugasnya.
“.....haahhh...untung dah ga ada...hehe...lupa matiin kali suami ku. Untung ga denger suara-suara merdu kita tadi ya...hihihi...ayo pak sodokin lagi memek Indahh, uda gatell nih...TUT”, Ujar ku terdengar sangat murahan, karena aku seorang wanita berjilbab yang sudah bersuami, meminta pria lain untuk menyetubuhiku dengan liar.
Malam itu, entah kenapa saat aku sedang berbicara dengan suami ku di telepon, aku sedang di gilir oleh mereka semua, aku merasa sangat bergairah sekali. Nafsu birahi ku seakan langsung memuncak saat aku merasakan adanya ketakutan ketahuan oleh suamiku.
Setelah pak Bagas menyemburkan spermanya dengan kuat di dalam vaginaku, aku langsung mencari batang-batang lain yang masih keras, untuk menggaruk-garuk lubang vaginaku yang malam itu rasanya gatal sekali.
Aku segera menarik pak Doni yang sedang di oral oleh Reni, aku dorong tubuhnya hingga terlentang di sofa. Dan aku langsung menaiki tubuhnya dan bergerak liar bagaikan sedang menunggang seekor kuda liar, dengan tubuh terlonjat-lonjat ke atas, sementara pinggulnya bergerak liar memutar, kadang menaik turunkan. Melumat batang kemaluan pak Doni.
Aku bahkan menjerit setengah histeris, saat rasa geli yang kurasakan di pangkal selangkanganku itu seakan tidak tertahankan lagi gelinya.
Mr. Robert pun kembali bergabung menggarap tubuhku saat tangannya meremasi kedua payudaraku yang menggantung, karena saat itu aku sedang dalam posisi doggy style. Batang kemaluan Mr. Robert masih tegang perkasa, walaupun tadi sempat orgasme di dalam vaginanya Reni.
Bos ku ini memang sangat perkasa. Dimana pak Andreas dan pak Bagas sedang istirahat sejenak sambil mencumbu pelan tubuh Reni, batang Mr. Robert seakan tidak pernah layu.
Kocokan pak Doni tidak berapa lama, karena mungkin permainannya dengan Reni tadi yang belum tuntas, jadi saat bermain bersamaku, pak Doni tidak dapat bertahan lebih lama lagi.
Sperma nya menyembur kuat di dalam vaginaku. Yang langsung menetes ke luar saat pak Doni mencabut batangnya dari dalam kemaluanku. Namun belum lagi sperma pak Doni meluber tuntas, batang Mr. Robert sudah langsung merangsek masuk, membelah bibir vagina ku hingga ke titik maksimal.
“Ohhh Goodddd! I love that cock....aaahhhh...aahhhhh...mmmhhhh....sshhhh...ooohhh ”, Aku merintih sejadi-jadinya, menumpahkan segala gairah ku yang meluap-luap. Aku tidak perduli lagi suaraku akan di dengar oleh siapapun di luar. Aku hanya ingin menuntaskan gairah birahi ku saja.
Reni dan yang lainnya yang sedang beristirahat, menonton adegan persetubuhan ku dengan Mr. Robert secara live. Dan di tonton oleh semuanya justru malah membuatku semakin bergairah.
Kali ini Mr. Robert mengangkat tubuhku dan menyetubuhi ku sambil menggendong ku. Batang jumbo nya terus mengaduk-aduk liang vaginaku dengan beringas dan liar. Tanpa ampun terus menyodok-nyodok vaginaku dari bawah.
Dan aku bahkan sampai menjerit-jerit histeris saat orgasme ku datang dengan kuat. Vaginaku sampai ‘terkencing-kencing’ saat orgasme itu. Tulang-tulangku serasa luluh lantak, namun gairahku seolah tidak pernah padam.
Keringat kami berdua pun sudah sangat membanjiri tubuh kami berdua. Hingga akhirnya Mr. Robert menggeram sambil memeluk tubuhku dengan erat sekali, saat akhirnya batang jumbo Mr. Robert menyemburkan berliter-liter sperma ke dalam liang vaginaku.
Aku pun kembali mendapatkan orgasme ku walau tidak sekuat tadi saat merasakan semburan demi semburan kuat sperma Mr. Robert. Nafas kami berdua ngos-ngosan. Mr. Robert masih terus saja menggendongku dengan kemaluannya yang masih tertanam di dalam vaginaku.
Mr. Robert akhirnya terduduk di sofa dengan nafas terengah-engah, dan keringat yang bercucuran walaupun ruangan ini sangat dingin. Sedangkan aku, walaupun tubuhku serasa sudah tidak bertulang lagi, tapi vaginaku masih terus saja berkedut-kedut minta di isi oleh batang perkasa lainnya.
Dengan merangkak aku datang menghampiri pak Bagas yang sedang berciuman dengan Reni. Aku menepis tangan Reni yang sedang mengocok batang kemaluan pak Bagas, dan langsung menaiki tubuh pak Bagas.
Tindakan ku ini rupanya mengejutkan keduanya. Dan mereka langsung tertawa melihat mataku yang masih berbinar-binar melihat batang kemaluan pak Bagas.
Aku langsung memegang batang pak Bagas, dan mengarahkannya ke dalam vaginaku yang masih meneteskan sperma Mr. Robert yang banyak sekali tadi.
Suasana pun menjadi heboh melihat aku yang seolah begitu kelaparan akan batang keras seorang pria. Yah aku memang sedang sangat lapar. Vaginaku butuh segera di isi oleh batang kemaluan pria yang keras.
Tubuhku langsung mengayuh bagaikan sedang menunggang seekor kuda. Entah berapa kali aku sudah mendapatkan orgasme ku, tapi aku terus meminta bagian dari mereka semua, hingga mereka mengakui ketangguhanku kali ini.
Aku sampai tidak bisa berdiri lagi saat batang pak Andreas yang terakhir menyemprotkan spermanya ke dalam vaginaku. Begitu juga para pria yang tergeletak kelelahan melayaniku berkali-kali. Vaginaku terasa sangat panas dan perih jadinya. Sedangkan Reni hanya tersenyum salut melihat ke-liar-anku kali ini.
Ohhhh...entah apa yang terjadi padaku, kenapa aku menjadi sangat bergairah sekali, sampai sekarang aku belum menemukan jawabannya. Tapi yang pasti hari ini adalah hari terindah dalam hidupku.
Aku puas sekali kali ini. Aku menyesal telah mengkhianati mas Hari, tapi aku benar-benar membutuhkan permainan ini. Sebuah permainan yang membuatku merasakan kenikmatan duniawi yang sejati.
I love the way I am now. Sexy Naughty Bitchy.
CHARACTERS
Fadli Rangga Putra
Cherllyne Agustina
Indah Prastiwi
22 | Oh My God!
Gila, rasanya berdebar-debar banget saat gw lagi dalam perjalanan bersama Cherllyne, menuju lokasi tempat di adakannya pesta 'liar' komunitas yang di ceritakan oleh Cherllyne.
"Ga...gw lakuin ini cuma karena gw uda janji ama lu dulu yah. Janji yang gw seselin banget sebenernya Ga. Gw ga mao lagi ngajak lu ke tempat-tempat kaya ginian lagi ya. Ini yang pertama sekaligus yang terakhir ya. Jadi tar lu jangan minta gw ato ngajak-ngajak gw lagi ya". Ujar Cherllyne serius saat gw lagi melamun.
"He? Emang lu nyesel bawa gw kesini Cher?" Tanya gw.
"Nyesel banget tau. Kalo bisa gw pengennya sih pulang aja, ga jadi ngajak lu kesini". Jawab Cherllyne dengan wajah serius.
"He? Kenapa gitu Cher?" Tanya gw singkat.
"Hmm...ini...buat gw sama aja gw nusuk Oli dari belakang tau. Apalagi gw ama Oli sekarang uda bener-bener deket banget sekarang. Gw ga tega, disaat gw pengen nyatuin lu ama Oli, tapi di belakang Oli gw justru nganterin lu buat maen ama cewe laen gitu. Disamping itu gw nya juga...." Cherllyne tidak menyelesaikan kalimatnya. Hanya menggigit bibir bawahnya saja.
"Lu juga...apa Cher?" Tanya gw penasaran.
"Gw ga rela ngeliat lu mesra-mesraan ama cewe-cewe laen selaen mereka bertiga. Apalagi ini cewe liar semua. Gw...ga bisa....uda ga bisa diem aja ngeliat lu ML ama cewe laen itu Ga. Pengen ngamuk aja rasanya." Jawab Cherllyne dengan bibir bergetar seperti ingin menangis. Sumpah, ini bener-bener ga gw sangka akan keluar dari mulut Cherllyne.
"Makanya gw bilang....gw nyesel banget uda ngejanjiin nganter lu. Dulu gw...ga nyangka aja..." Lanjut penjelasan Cherllyne.
"Ga nyangka kenapa?" Tanya gw lagi.
Cherllyne kemudian melihat ke arah gw dan tersenyum lembut. Lembut sekali senyumannya ini.
"Ga nyangka kalo gw ternyata bakalan bisa jatuh cinta lagi ama cowo." Jawab Cherllyne sambil memalingkan wajahnya malu-malu.
Wow! Ini WOW BUANGETT! Gw ampe speechless mendengar pengakuan Cherllyne itu.
"Se-serius lu...Cher? Lu...jatuh cinta ama gw?" Tanya gw seolah ga percaya ama pendengaran gw sendiri.
"Bukannya lu dulu pernah bilang, ga bisa terima cowo laen lagi selaen almarhum mantan lu?" Tanya gw lagi.
"Kan gw bilang tadi....gw ga nyangka. Tapi...gw tetep berharap lu bisa jadian ama Oli atao Rani ga. Mereka cewe baik-baik yang sayang ama perhatian ama lu. Ga kaya gw yang uda kotor Ga". Jawaban dari Cherllyne sungguh membuat gw terharu sekali, sekaligus bingung musti ngomong apa.
"Inget yee...cuma sekali ini aja ya gw ngajak lu ke sini" Ujar Cherllyne saat tampaknya kami tiba di lokasi.
Kemudian gw menarik tangan kiri Cherllyne, dan mengecup tangannya lembut sekali.
“Apa nya yang kotor Cher? Buat gw, lu itu sama berharganya ama Oli, Rani dan mba Liana, Cher. Lu ber-empat itu lah harta gw yang terindah.” Ujar gw membuat Cherllyne tersenyum sambil menggigit lagi bibir bawahnya.
“Gombal...” Jawabnya, namun dengan wajah yang sumringah. I did love you too, Cher. Ujar gw dalam hati.
“Dan inget, jangan ampe lu maen tanpa kondom ya Ga. Awas luh!” Ujar Cherllyne mengingatkan gw lagi.
“Siap bos” Jawab gw lagi.
Lokasinya ternyata di sebuah perumahan mewah. Dengan rumah yang luas, dimana sudah cukup banyak mobil yang parkir.
Cherllyne kemudian menggandeng lengan gw saat berjalan masuk ke dalam rumah itu. Sebelum masuk ke dalam rumah, sudah terdengar hingar bingar musik house, dengan beat yang cukup cepat. Secepat degupan jantung gw saat gw akan segera masuk ke dalam rumah, dan segera akan mengetahui seperti apa sih yang namanya pesta seks itu.
"Cherllyne??? Wooww...what a pleasant surprise. Tumben lu mao ikut? Cowo baru lu Cher?" Tanya seorang pria yang berdiri di depan pintu masuk. Yang kemudian menyerahkan dua buah topeng yang hanya menutupi sebagian wajah bagian atas, kepada Cherllyne.
"Hai Lex. Uda mulai blom acaranya?" Sapa Cherllyne.
"Beloman...bentar lagi Cher, ayo masuk yuk. Ntar keburu mulai acaranya" Jawab pria tersebut.
"Oya, kenalin Lex, ini Rangga, cowo gw. Ga, ini Alex, man of the house disini" Ujar Cherlne mengenalkan gw ke Alex. Gw lalu mengulurkan tangan yang langsung disambutnya.
"New guy heh? Is he clean? Is his...hmm...you know...his 'thing' is big enough?" Tanya Alex sambil menarik Cherllyne untuk mendekat ke tubuhnya.
"Gw jamin Lex. Walau ga jumbo-jumbo amat tapi gw jamin tahan lama n bikin cewe klepek-klepek" Ujar Cherllyne sambil tersenyum bangga. Sementara gw hanya tersenyum malu-malu mendengar percakapan mereka.
"Wow? Really? Even you Cher?" Tanya Alex setengah terkejut.
"Even me Lex...so...you know lah" Ujar Cherllyne sambil mengedipkan matanya.
"Then it's my pleasure to welcome you in, Rangga. Nice to meet you then" Ujar Alex sambil mempersilahkan kami untuk masuk.
"Thanks ya Lex" Jawabku dan Cherllyne hampir bersamaan.
"Oya Cher...selaen cowo lu, ada orang baru lagi lho Cher. It's a chick. Wearing jilbab. Those people gone crazy when they found out she wears jilbab. It's the first time, isn't it? Hehehe...I'm so excited this time Cher" Ujar Alex memberikan informasi baru untuk Cherllyne.
“Wow? Really Lex? Hmm”, Jawab Cherllyne sedikit acuh tak acuh.
Kami kemudian masuk kedalam. Di dalam, gw perhatikan hampir ga ada bedanya ama pesta-pesta kaya biasa. Mereka semua berpakaian rapih, busana office gitu. Ga ada yang berdandan aneh dan seksi, apalagi terbuka.
“Peraturan disini tuh, pas acara dimulai, kita musti uda pake topeng ini Ga. Jadi kita ga tau siapa yang menjadi lawab main kita. Yah walau seringnya kalau sudah berpasangan, mereka saling buka topeng juga sih. Tapi ini untuk menghindarkan tukar-menukar pasangan yang udah di undi. Kita ga tau siapa yang jadi lawan main kita, sampai kita bener-bener uda masuk dalam permainan...hmm...yah...uda mulai main gitu” Ujar Cherllyne mengapit lenganku semakin erat.
“Tapi yah, walaupun pake topeng, sebenernya sebagian besar juga uda saling mengenal satu sama lain sih. Saling kenalan juga ga dilarang, dan sesuai namanya, kita bebas mao maen ama siapa aja selama masih di rumah ini, asal maen yang pertama kali harus dengan pasangan yang kita dapet di undian, dan selama ga ada pemaksaan, dan sama-sama suka, boleh tuker-tukeran pasangan di tengah permainan.” Jelas Cherllyne lagi.
“Ga...lu...jangan ampe kecantol ya, ama salah satu dari cewe-cewe ini. Jangan ampe lu terlibat perasaan. Gw...pokoknya gw ga rela”, Ujar Cherllyne lagi sambil membuang wajahnya.
Gw langsung menarik kembali wajah Cherllyne, dan mengecup lembut bibirnya, yang gw rasakan sedikit bergetar.
“I won’t. I promise you” Bisik gw.
“Don’t make a promise you can’t keep”, Jawab Cherllyne dingin.
“I won’t, but this time, I promise”, Bisik gw lagi. Dan Cherllyne langsung memeluk tubuh gw dari samping sambil merebahkan kepalanya di bahu gw.
“You better...” Jawabnya sambil memeluk semakin erat.
“Apa semua minuman disini ber-alkohol Cher?” Tanya gw, melihat semua orang memegang sebuah gelas.
“Mostly, iya. Tar, gw ambilin minuman non alkohol yah sayang. Gw juga ga mao minum alkohol saat ini”, Ujar Cherllyne yang kemudian meninggalkan gw seorang diri.
“Hey, lu...cowo barunya Cherllyne? Gw Yogi” Ujar seorang pria menyapa gw, yang lagi berdiri sendirian.
“Oh hai. Gw Rangga.” Jawab gw sambil menyambut uluran tangannya untuk berjabat tangan.
“Damn, she’s hotter than I remembered, when we fucked together last time. Wish I get her number this time. Hehe...you’re so damn lucky, man.” Ujar si Yogi, membuat panas hati gw, saat mendengar si Yogi pernah bercinta ama Cherllyne.
Hufff...tenang Rangga...tenaaannnggg. You know it’ll happen in here. Gw berusaha menenangkan diri gw. Berusaha mengacuhkan omongan si Yogi.
“So...tell me man, did she still won’t do the ‘BJ’?” Tanya dia lagi sambil senyum-senyum mesum.
“BJ?” Gw terlihat kebingungan mendengar pertanyaan dia.
“Blow Job man, c’mon.” Jawabnya seolah ga percaya, gw ga tau istilah ‘BJ’ itu.
“Ohh...so...she never do that ‘BJ’ to any of you, you mean?”, Tanya balik gw. Entah kenapa, wajah gw kali ini tampak senang sekali mendengar pertanyaan si Yogi.
“Nahh...It’s forbidden to her. All of this guys already knows it.” Jawab Yogi, membuat gw menjadi semakin senang aja mendengarnya. Ama gw, bukan cuma blow job doang, Cherllyne bahkan ampe nelen sperma gw. Hehehe.
“What?? Why are you look that happy?? Don’t tell me that she...ever did that...really?” Si Yogi seolah ga percaya saat dia berusaha menyadari arti wajah bahagia gw.
“Really what?” Ujar Cherllyne dari belakang sambil membawa dua gelas yang berisi cairan bening, tapi ada sparkles nya. Hmm...ini...Sprite ato Gin nih, gw menduga-duga. Kemungkinan sih Sprite ato yang sejenisnya, karena si Cherllyne kan tadi bilang ga mao yang ada alkoholnya juga.
“Oh hey Cher...how’s it goin’” Sapa Yogi sambil cipika-cipiki. Cherllyne menatap ke arah gw saat mereka cipika-cipiki.
“Never better Yog. So...what are you both talking about? You’re talking about me, didn’t you?” Tanya Cherllyne penuh selidik.
“Hehehe...well it’s a man’s secret you know Cher, sorry, can’t tell you. Hahaha...see you later. Wish I could get your number again this time, Cher...mmuuaaahhh”, Ujar Yogi mencium bibir Cherllyne, dan kemudian berjalan meninggalkan kami. Tapi ciuman Yogi tadi rupanya membuat Cherllyne merasa salah tingkah di hadapan gw.
“Dia ngomong apa tadi, Ga?” Kali ini pertanyaan Cherllyne berpindah ke arah gw.
“Hehehe...dia nanya, lu masih ga mao hmm...blow job gitu”, Jawab gw apa adanya aja.
“Trus lu bilang apa Ga?” Tanya Cherllyne kuatir.
“Ga bilang apa-apa sih, tapi kayanya si Yogi nyadar tuh kalo lu pernah blow job-in gw, Cher.” Ujar gw lagi.
“Trus? Dia ada bilang apa ga tentang gw?” Tanya Cherllyne dengan wajah terlihat takut-takut.
“Bilang apa gimana, maksud lu?” Tanya gw pura-pura bingung.
“Yah...bilang apa lah...hmm...tentang gw gitu?” Cherllyne terlihat susah menjelaskan apa yang hendak ia tanyakan sebenarnya.
“Bahwa dia pernah ML ama lu, maksud lu?” Tembak gw langsung kali ini, yang membuat Cherllyne langsung membuang wajahnya ke arah lain.
“Eh...emmm...gitu ya...jadi...dia uda bilang ke lu ya”, Cherllyne menjawab tanpa melihat ke arah gw.
Walau gw merasa sakit saat tau si Yogi pernah ML ama Cherllyne, tapi yah setidaknya gw seharusnya sudah bisa menduganya, karena ini adalah pesta orgy, pesta seks, dimana Cherllyne merupakan salah satu anggotanya. Jadi adalah hal yang wajar, apabila mungkin hampir semua pria di ruangan ini pernah ML ama Cherllyne.
Dan melihat Cherllyne yang terlihat malu dan menghindari dari gw, justru membuat gw merasa...makin sayang ama dia.
Gw langsung menarik tubuhnya, memeluknya erat dari belakang sambil mencium pundaknya dari belakang.
“I know that...you’ve told me so. So, don’t feel so shame about it in front of me. Coz it’s already became a past. You, right now it’s a diffferent person than what you were before. I still love you more that you can imagine, Cher.” Bisik gw di telinganya. Tangan Cherllyne langsung mendekap tangan gw yang melingkari tubuhnya, kemudian menyandarkan kepalanya ke belakang, ke dada ku.
“God...I wish I never made that stupid promise to you Ga.” Ujarnya dengan bibir bergetar. Dan gw langsung mencium bibirnya, dan melumatnya pelan. Gw hisap-hisap pelan bibir bawahnya. Memainkan lidah gw di bibirnya yang seksi.
“Haahh...Rangga...I don’t know what to say. Enjoy the feast, my honey, my love. Just this once. I will let you do as you please to any girl in this house.”, Ujarnya saat bibir kami sudah saling melepaskan tautannya, sambil tersenyum lemah. Wajahnya terlihat sayu sekali.
Justru gw jadi merasa ga enak hati melihat wajah Cherllyne yang terlihat sedih seperti ini. Haahhh....gw jadi bingung. Di satu sisi gw penasaran banget, tapi di sisi lain gw ga mao nyakitin perasaan Cherllyne.
“LADIES AND GENTEMEEENNNN!” Saat gw lagi bingung gitu, tiba-tiba suara Alex menggelegar menghentikan beat house music yang sedang berkumandang di seantero rumah.
“It’s time....are you ready for the real party??” Teriak Alex lagi, yang disambut oleh seruan bersemangat oleh hampir semua orang yang berada di dalam rumah.
“So then...wear your mask, coz it’s drawing timeeee!” Seru si Alex lagi. Dan semua tamu pun langsung memakai topeng yang tadi dibagikan oleh Alex di pintu masuk. Gw juga langsung memakainya, saat gw liat Cherllyne pun memakainya.
Shit! Kenapa gw jadi ragu-ragu gini sih. Setelah ngeliat wajah sedih Cherllyne, rasa semangat dan gairah gw seakan langsung menghilang. Apa gw bener-bener butuh pesta ini?
Tapi saat ini, kita uda ga bisa mundur lagi. Semua sudah berkumpul untuk melakukan pengundian nomor. Ada dua buah guci kaca yang berisikan nomor-nomor. Guci khusus para pria, dan guci khusus para wanita.
Gw dan Cherllyne berada pada antrian di tengah. Jantung gw berdebar sangat kencang malam ini. Saat melihat ke arah Cherllyne, gw melihat 1 orang wanita yang mengenakan sebuah jilbab, sedang mengikuti antrian 2 orang di belakang Cherllyne.
Ohh...jadi ini wanita yang tadi dibicarakan oleh Alex saat gw ama Cherllyne baru dateng. Hmm...emang bener sih, ga heran jadi pada heboh. Seorang wanita yang mengenakan jilbab, tapi mengikuti sebuah pesta seks, memang merupakan satu hal yang langka di sini.
Satu hal yang langka wanita itu tetap berani mengenakan jilbabnya, walau pastinya dia bakalan diremehkan oleh banyak orang. Gw harus mengakui keberanian dan keteguhan hatinya.
Yah buat gw, jilbab tidak lah menentukan ke-imanan seseorang. Jilbab buat gw, hanyalah sebuah pakaian. Tidak lebih. Yang menentukan adalah hati masing-masing wanita. Yah ini sih pendapat gw pribadi. Gw yakin hal seperti ini pasti banyak pro dan kontra nya.
Jantung gw berdebar-debar saat melihat Cherllyne sedang mengambil nomor undiannya.
“No. 8!” Teriak Alex.
Gw langsung mencari-cari pria mana yang juga mendapatkan no. 8. Namun tampaknya belum ada pria yang mendapatkan no. 8, jadi Cherllyne harus berdiri menanti ‘pasangannya’.
Kemudian giliran gw untuk maju untuk mengambil undian. Dalam hati kecil gw, gw berharap untuk mendapatkan no. 8 juga, namun sebagian hati kecil gw juga berharap mendapat nomor lain hanya karena ingin tau rasanya bercinta dengan seorang wanita asing yang tidak gw kenal.
Deggg! Hati gw bagai mencelos saat melihat sebuah angka di sebuah papan kecil, yang berada di tangan gw.
“No. 11!” Teriak Alex. Gw langsung menatap ke arah Cherllyne. Cherllyne gw lihat hanya menunduk dengan gesture tubuh yang lemas.
Ternyata gw pun belum mendapatkan pasangan dengan nomor yang sama ama gw. Sehingga gw pun harus berdiri untuk menunggu pasangan gw.
Gw hendak mengucapkan sesuatu ke Cherllyne, namun Cherllyne tampak membuang muka ke arah lain.
“No. 11!” Teriak Alex, mengejutkan gw saat gw sedang berusaha memanggil Cherllyne. Gw langsung melihat ke arah panggung kecil, untuk melihat siapa yang akhirnya menjadi ‘pasangan’ gw.
Ternyata yang juga mendapatkan no. 11 adalah wanita berjilbab itu. Gw sampai tertegun sejenak, sementara beberapa pria mengatakan betapa beruntungnya gw bisa menjadi orang pertama, yang memberikan ‘stempel’ keanggotaan untuk pertama kalinya.
Gw di panggil untuk menjemput pasangan gw itu. Gw sempet berusaha melihat ke arah Cherllyne, namun Cherllyne tidak juga melihat ke arah gw.
“Hmmm...hai...gw...Rangga” Ujar gw berusaha menyapa wanita berjilbab itu. Dia mengenakan blazer berwarna ungu, dengan daleman berbahan licin berwarna putih, dipadu dengan sebuah rok panjang lebar yang berwarna ungu muda, dan sebuah jilbab yang berwarna senada dengan rok nya, ungu muda.
Gw belom bisa menaksir tubuhnya karena dia mengenakan sebuah blazer, sehingga tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya.
“Hmm...h-hai juga...hmm...gw...Indah”, Jawab wanita tersebut malu-malu.
Indah? Kaya nama bininya si Hari, gw pikir. Hahaha. Besok gw becandain lah, gw abis maen ama bininya. Hahaha. Gila, bisa di bacok beneran yang ada gw, ama si Hari. Tapi, suaranya kok beneran kaya bininya Hari sih? Tapi mana mungkin lah bininya Hari bisa ikutan ginian, pikir gw lagi.
“Sori, ini pertama kalinya buat gw”, Ujar si Indah itu.
“Hee...lega gw, untung gw dapetnya lu Ndah, karena ini juga yang pertama buat gw”, Jawab gw berusaha santai, dan berusaha mengenal dirinya.
“No. 8!” Teriak Alex, yang juga kembali mengejutkan gw, saat sedang berbicara dengan si Indah. Gw berusaha melihat ke arah panggung, untuk mencari tau siapa pria yang ‘beruntung’ mendapatkan Cherllyne.
Hati gw rasanya langsung serasa di tusuk-tusuk, saat melihat seorang pria bertubuh cukup kekar, sedang berjalan ke arah Cherllyne.
“Hmm...kita...musti gimana ya, Rangga?” Tanya Indah membuyarkan pandangan gw yang sedang mengikuti arah mereka berjalan.
“Eh?? Ohh...hmmm...gw juga ga tau ya. Yah gw juga pertama kali sih. Kita liatin aja yang laen gimana” Jawab gw sambil berusaha mencari lagi keberadaan Cherllyne, namun sudah tidak terlihat lagi.
“Well...there’s still 3 ladies here, and all the boys has sold out already. So, who will be the lucky guy, having two chicks in a row. Are you ready boys?” Seru Alex yang langsung dijawab seruan oleh para cowo-cowo mesum. Sementara gw hanya melihat saja.
“Ladies...please, make your draw” Ujar Alex ke tiga orang wanita yang tersisa itu.
“No. 4” Seru Alex, yang disambut sorak sorai para cowo, sementara cowo yang memilik no. 4 langsung datang untuk menjemput wanita itu. Gila, sekali maen langsung 2 cewe, anjritt. Pikir gw.
“No. 2” Seru Alex lagi yang di sambut sorak sorai para cowo lagi.
“No. 8” Seru Alex untuk wanita terakhir yang mengambil nomor. Gw terkejut banget mendengarnya. Itu artinya Cherllyne akan melakukan threesome. Anjinggg! Hati gw rasanya panas banget. Pengen rasanya langsung ngedatengin Cherllyne terus narik Cherllyne keluar dari sini.
Tapi...gw ga mungkin mengacaukan acara ini. Lagian gw uda tau segala resiko yang harus gw hadapin. Akhirnya gw hanya bisa memendam rasa kesal aja.
“Sooo...shall we begin???” Seru Alex, yang dijawab suitan hampir semua orang.
“Then...let’s rockkkk!” Seru Alex yang langsung berlari menarik pasangannya malam ini. Dentuman music house langsung menggema. Dan hampir semua orang yang gw liat sudah langsung berciuman dengan penuh gairah.
Gw malah jadi kaya orang bingung, celingak sana, celinguk sini. Haisshhh...Rangga. What a shame.
Tiba-tiba gw ngerasa tangan gw di pegang seseorang, dan pas gw noleh, ternyata si Indah yang memegang tangan gw.
“Semuanya uda pada mulai tuh, hmm...gimana kalo kita mulai juga?” Ujarnya sambil tersenyum. Karena terhalang oleh topeng, jadi ga bisa ngeliat senyumannya aslinya kaya gimana. Tapi...suaranya ini lohh...kaya gw kenal. Tapi gak mungkin lah.
“Kayanya temen gw juga uda mulai deh tuh. Yuk kita juga mulai?” Ajaknya lagi.
“Siapa takut?” Jawab gw sambil tersenyum, tapi hati gw kok jadi kepikiran tentang Cherllyne ya. Padahal ini kan yang gw mau awalnya, tapi kenapa gw jadi ragu-ragu. Haahhh...tabrak aja dah. Pikir gw.
Lalu gw tarik tangan si Indah sehingga tubuhnya langsung merapat ke arah gw. Terasa kenyal sekali payudaranya di dada gw. Pertama, gw kecup dulu kedua tangannya. Kecupan gw menjalar dari tangan, terus ke lengannya, hingga ke pundaknya.
Si Indah sepertinya mulai menikmati cumbuan gw, saat dia sedikit mendongakan kepalanya ke belakang. Lalu jilbabnya sedikit gw buka di area leher, menampakan leher yang putih mulus. Dan bibir gw pun langsung mengecup pelan leher si Indah, yang langsung mulai mendesis.
Tangan gw mulai mengelus-elus lengannya, kadang dengan sengaja menyenggol bongkahan payudaranya yang cukup kenyal. Dan yang gw rasakan, sepertinya si Indah sudah tidak memakai bra. Kulit lengan gw sepertinya merasakan tonjolan kecil di ujung payudaranya.
Bibir gw mulai merayap ke wajah si Indah. Gw ciumin pipi nya, lalu saat sudah di depan bibirnya, gw sentuhkan sedikit bibir gw, lalu gw lepas lagi. Mulut Indah sudah akan menyambut bibir gw, bibir gw sudah keburu menjauh.
Gw mulai dengan kecupan-kecupan ringan di bibirnya, sebelum gw mulai melumat pelan dan penuh penghayatan. Dari mulutnya langsung terasa bau alkohol. Tampaknya si Indah ini sudah seperapat atau setengah mabuk, pikir gw.
Tangan gw sedang meremas-remas payudara Indah. Cukup mengkel, tapi rasa-rasanya masih kalah di banding milik mba Liana dan Cherllyne. Ahh...mba Liana, gw malah jadi pengen maen ama dia jadinya. Lalu...Cherllyne, gimana ya sekarang keadaan si Cherllyne? Apa dia uda di telanjangin? Ato justru sudah sedang bercinta dengan pasangannya. Bagaimana threesome mereka ya? Aduuhhh malah jadi kepikiran si Cherllyne nih.
Bener seperti dugaan gw, dimana Indah sudah tidak memakai bra nya. Gw lagi mengelus-elus puting payudaranya yang sudah mengeras itu, sambil sesekali meremasnya dengan kuat. Indah pun mulai melenguh dan mendesis.
Gw liat sekeliling gw sudah mulai hot, dimana hampir sebagian besar sudah telanjang bulat. Bahkan ada yang sudah masuk ke babak utama, dengan menggenjot pasangannya sambil berposisi ‘anjing kawin’. Gila! Pemandangan yang sungguh gila. Pikir gw.
Lalu gw mulai melepaskan blazer yang Indah kenakan. Gw langsung merasakan halusnya kulit lengannya itu, sambil tidak melepaskan ciuman gw di bibir nya. Hmm....caranya melumat, masih jauh lebih hebat Cherllyne juga, bahkan mba Liana yang sekarang masih jauh lebih jago, pikir gw lagi. Apa karena dia lagi hampir mabuk yah.
Cherllyne...lagi apa yah? Duh...kalo ampe mba Liana tau gw lagi ngapain. Gw jadi keingetan lagi mba Liana yang lagi nangis kemarin waktu di Anyer itu. Semangat gw bener-bener uda down.
Tangan Indah pun tidak tinggal diam. Dia membuka kancing baju gw, lalu membuka ikat pinggang dan resleting celana gw. Dan tangannya yang lentik langsung dimasukan ke dalam celana gw, menembus hingga ke batang junior gw.
“Ughh...punya lu gede juga ya Ga...hmm...kayanya penis no. 2 paling gede nih” Ujar Indah saat tangannya sedang mengurut-urut pelan batang junior gw.
“Oya? Gw malah ngerasa ga gede-gede amat sih. Tapi kalo boleh tau, punya siapa yang paling gede emang?” Jawab gw sebelum bertanya balik ke Indah.
“Hmm...punya bos gw. Hehehe...orang bule, namanya Mr. Robert. Jangan tersinggung ya” Jawab Indah.
“Ya gak lah, ngapain tersinggung” Jawab gw sambil berusaha untuk terus maju, dan mulai mencium lagi lehernya sambil menyusupkan tangan gw ke dalam baju dalemannya, dan memainkan puting payudaranya yang sudah mengeras.
“Ooohhhh...sssshhhh...bibir lu lembut banget ya Gaa....aaahhhh” Ujar Indah di tengah desahan nya.
Suasana sekitar pun mulai memanas, suara-suara desahan dan pekikan para wanita yang sedang dilanda birahi, seakan bagaikan sebuah paduan suara yang saling bersahut-sahutan, membentuk sebuah alunan nada yang erotis dan membangkitkan gairah.
Namun, entah kenapa gairah itu seperti menghilang dari dalam diri gw. Gw terus kepikiran ama keadaan Cherllyne. Gw bahkan kepikiran mba Liana juga. Shit! Gw jadi ga bisa terlalu konsen untuk urusan gw ama Indah.
Gw kemudian mengangkat baju dalemannya, yang langsung menampakan payudaranya yang cukup bulat menggoda. Gw remas-remas pelan kedua bongkahan payudaranya, sambil menciumi area sekitar dada nya.
Tangan Indah mengusap-usap rambut gw, sambil tangannya terus mengocok batang junior gw.
“Ssshhhh....aaahh....ayoh masukinnn...akuhh udah ga tahhann” Ujar Indah tiba-tiba berusaha menurunkan celana panjang gw berikut celana dalamnya.
Indah kemudian berjongkok di hadapan gw, dan mulai mengulum batang junior gw. Aahhhhh....emang mulut wanita saat mengulum batang junior itu, sangat lembut dan memberikan sensasi yang luar biasa.
Gw mulai mendesis keenakan atas permainan mulut Indah. Hmm....tapi...tetap saja belum bisa mengalahkan sensasi kelembutan mulut Cherllyne dan mba Liana. Aduh, gw malah jadi semakin kepikiran ama mereka sekarang ini. Shit!
Apa Cherllyne sudah masuk ke babak utama? Apa...dia juga meng-oral batang orang itu? Kampret! Pengen rasanya gw tampol itu orang.
Untuk meredam rasa kesal di hati, gw mencoba untuk melampiaskannya dengan wanita berjilbab yang ada di hadapan gw ini.
Gw angkat tubuhnya untuk berdiri, kemudian gw buka baju dalemannya, dan langsung gw kulum payudaranya, sementara tangan gw mencoba membuka resleting rok panjangnya yang ada di belakang tubuhnya.
“Sssshh....ihhhh...kamuuhh kok bikin banyak cupangan sihhh Gaa? Aahhhh...geli Gaa...Jangan donggg...mmmfff...tarr suamih akuh tauu, akuu kan jadi repot aahhhhh” Ujarnya manja, saat gw bikin banyak cupangan di payudaranya hingga ke lehernya.
Gw cukup terkejut juga mendengar bahwa Indah ini sudah bersuami. Apa jangan-jangann??? Hahaha...ga mungkin lah ini Indah nya si Hari, pikir gw.
Indah sudah telanjang bulat, hanya tinggal menyisakan jilbabnya saja yang juga sudah awut-awutan. Jilbabnya masih bertahan hanya karena ada topeng yang mengikat jilbabnya itu.
Gw angkat tubuhnya dan meletakannya di atas sebuah meja bundar yang cukup besar. Di atas meja itu juga ada satu pasangan yang sedang memacu birahi mereka. Tubuh wanita itu sangat padat berisi, dengan payudara yang besar, lebih besar dari pada Indah.
Mereka sedang dalam posisi doggy style, dimana sang pria sedang memacu dengan sangat cepat. Membuat sang wanita terus merintih sambil matanya terlihat merem-melek, menikmati goyangan sang pria.
Gw angkat kedua paha Indah dan gw lebarin, gw menggesek-gesekan batang junior gw di bibir kemaluan Indah yang sudah sangat basah itu. Indah terus merintih saat batang gw menggesek-gesek bibir vaginanya.
Sesaat sebelum gw mulai mendorong batang junior gw, tiba-tiba di kepala gw terbayang wajah mba Liana, berganti ke Oli, lalu ke Rani, dan ke Cherllyne. Gw sempet ragu-ragu untuk meneruskan ini. Entah kenapa, gw merasa ini sesuatu yang salah. Namun saat bayangan gw beralih ke Cherllyne yang lagi di genjot habis-habisan ama cowo kekar tadi, emosi gw langsung mengambil alih tubuh gw.
Dan kemudian, perlahan gw mulai menusukan batang junior gw masuk, membelah bibir vagina Indah, masuk hingga akhirnya terasa mentok. Sedangkan Indah langsung mendesah panjang, saat batang junior gw sudah masuk semuanya ke dalam liang kemaluannya.
“Aaaahhhhhhh...Gaaa....mentookkk” Ujar Indah sambil mendesah.
Gw kemudian menciumi dan mengulum lagi payudara Indah, saat gw mulai menggoyangkan pantat gw secara perlahan dulu. Berusaha meresapi rasa nikmat yang gw rasakan, saat batang junior gw bergesekan dengan dinding liang rahim Indah, yang gw rasakan agak berkedut-kedut.
Kaki Indah langsung mengunci pinggang gw, sementara tangannya meremasi rambut gw. Sambil terus mengulum payudaranya, gw mulai sedikit mempercepat goyangan gw. Pinggul Indah pun mulai bergerak mengikut arah batang junior gw bergerak.
Indah terus mendesah dan merintih sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Tapi yang membuat gw rada ilfil, adalah saat bayangan Cherllyne sedang di setubuhi oleh pria kekar tadi seolah terus melekat di kepala gw, bayangan mba Liana yang menangis saat tau gw berhubungan ama Cherllyne. Bagaimana bila Oli ataupun Rani juga melihat ini. Arrghhh! Sialannn. Seluruh gairah dan konsentrasi gw langsung buyar. Gw gak mau nyakitin lagi perasaan orang-orang yang gw sayang. Rasanya gw pengen lari aja dari sini. Tapi semua rasanya udah cukup terlanjur. Shit!
Gw semakin mempercepat goyangan gw, untuk meredam segala pikiran gw tentang Cherllyne dan mba Liana. Membuat Indah justru semakin merintih dan memekik. Tapi bagi gw, segala goyangan ini benar-benar tidak berasa nikmat seperti yang biasa gw lakukan dengan mba Liana atau Cherllyne. Siaalll!
“Sssshhhh....mmhhh....gimanaahh Ndahhh....enakkk gaa?” Ujar wanita yang sedang di doggy itu.
“Ouuuhhhh....aaahhhh...gilaa...enakk bangett Renn...gw hornyy bangettt nihh...aahhh...kontol si Rangga enak banget Rennn. Luh...musti nyobain kontol nya si Ranggahh nih Renn...ooohhhh gilaaahh” Jawab Indah sambil terus merintih nikmat, saat batang junior gw melaju dengan konstan bagaikan sebuah piston mobil. Ucapannya sedikit membangkitkan kebanggaan dalam diri gw, namun tidak memberikan kenikmatan.
“Enakann manahh ama kontolnyahh Mr. Robert ama pak Andreass?....ssshhhh” Tanya wanita itu lagi.
“Gedeann Mr. Robert dikitt Renn...tapi enakk bangettt inii Renn...aaahhhh....kocokann si Ranggahh enakk bangett...memek gw kedut-kedut mulu Renn...aahhhhh....aaahhhhh” Jawab Indah sambil terus merintih.
“Oohhhhh...Gaaahhh...gw dapettt Gaaa...AAAAAHHHHHHH” Badan si Indah langsung melenting ke belakang saat sekujur tubuhnya kaku mengejang, dengan pantat berkedut-kedut. Kunican kakinya semakin erat, sehingga membuat batang junior gw serasa di jepit dan di press oleh otot vaginanya si Indah.
Gw langsung cabut batang junior gw, dan langsung gw colok dua jari ke dalam vaginanya. Gw kocok dengan cepat sambil merangsang G-spot nya si Indah, membuat tubuh si Indah semakin kelojotan.
“AAAAHHHH...GILAAA KAMUUU GAAA...JANGAAANNN DI GITUIIINN GAAA....OOOHHHH... AAAAHHH...AAHHHHH...OOOHHHH” Indah langsung menjerit histeris dengan tubuh langsung bergetar keras seperti sedang menahan buang air kecil. Lalu dari dalam vaginanya langsung menyemprot cairan berkali-kali, yang di ikutin oleh tubuhnya yang berkejat dengan kuat, setiap kali vaginanya menyemburkan cairan kenikmatannya.
Tapi melihat si Indah mendapatkan orgasmenya hingga squirt gitu, gw malah sempat kepikiran wajah mba Liana saat squirt. Tapi saat gw kepikiran apakah Cherllyne juga memperoleh squirt juga bersama pria kekar tadi. Ahhh...C’moonnn! get over it, will you! Maki gw dalam hati.
Walau pun batang gw keras seperti biasa, namun hasrat dan gairah bercinta gw seakan tidak menentu rasanya. Gw ga merasa bergairah saat melihat Indah yang sedang terlentang dengan telanjang bulat, dengan dua payudara yang bulat menantang, juga vaginanya yang terbuka lebar saat Indah melebarkan kedua pahanya, vagina yang ditumbuhi oleh bulu yang rimbun dan basah, tidak bisa membuat gw merasa bergairah seperti saat gw sedang bercinta dengan Cherllyne, apalagi dengan mba Liana.
Seperti inikah rasanya bercinta dengan orang asing yang kita ga kenal? Pikir gw. Benar-benar gak nyaman banget. Hampir gak ada bedanya ama mastur sendiri. Gak bisa saling berbagi kasih sayang dan perasaan, seperti yang gw lakukan ama mba Liana dan Cherllyne.
“Gilaaa...laki luh...ssshh...si Hari tuhhh mustinyahh ngeliathh muka luhh kaya ginihh, Ndahh, pas lu lagi squirt gituhhh... ama cowo laenn hehehh...” Ujar wanita itu tiba-tiba bagaikan sebuah petir menyambar di telinga gw. Hari?? HARI??? Nama suami nya si Indah ini, Hari??? Shitt!
“Ohhh...ohhhh..mmff...jangannn keluarr duluu Mar...aaaahhhhh” Erang wanita yang ada di seberang Indah tiba-tiba, saat pria yang sedang mengayuh tubuhnya terlihat mengejang, dan mendorongkan pantatnya ke depan, sebelum tubuhnya berkejat-kejat saat ia mengalami ejakulasi.
Wanita tersebut terlihat kesal sekali, sementara dia langsung mendorong pria tersebut dan menghampiri tempat gw dan Indah, berlari kecil dengan bertelanjang bulat, membuat kedua payudaranya yang besar terlempar kesana kemari.
“Ndah...please...gantian dulu dong, gw nanggung banget nih. Lu kan uda dapet Ndah” Ujar cewe itu memohon ke Indah dengan wajah memelas. Indah pun langsung menarik dirinya sedikit menjauh dari gw.
“Lu Rangga ya nama lu? Ayo buruan masukin kontol lu, gw tanggung banget nih, si Romeo rese lah pake keluar duluan” Ujar cewe itu sambil ngedumel, kemudian naik ke atas meja dan langsung melebarkan kedua pahanya.
Vagina cewe itu begitu mulus tanpa bulu sama sekali. Terlihat memerah dan basah sekali, karena sperma pria tadi masih merembes keluar dari dalam vaginanya. Arghh...gw malah makin ilfil ngeliat sperma tuh cowo. Gairah gw bener-bener uda lenyap, walau batang gw disarungin kondom.
“Ayo cepet Ga...ayo masukin kontol lu buruann”, Ujar wanita itu sambil menarik tubuh gw, dan menggenggam batang gw, lalu dia pas kan dengan bibir kemaluannya itu.
Karena gw ga kunjung menekan batang gw ke dalam vaginanya, kaki wanita itu langsung mengunci pinggang gw, dan menarik gw ke arahnya, sehingga otomatis batang gw langsung melesat ke dalam vaginanya mulus tanpa adanya hambatan sama sekali.
Gw hampir ga merasakan cengkraman otot vaginannya, seperti saat gw sedang bercinta dengan mantan gw, Cherllyne, mba Liana atau bahkan si Indah tadi. Mungkin juga karena gw benar-benar lagi ilfil banget, jadi syaraf-syaraf gw ga bekerja secara maksimal.
Tapi, gw coba menggoyangkan pantat gw, memacu tubuh wanita itu. Bukan karena rasa gairah gw, tapi lebih gw pengen cepet-cepet wanita itu selesai, jadi gw bisa keluar dari sini. Gw uda ga tahan lagi rasanya. Pikiran gw terus kepikiran ama Cherllyne dan mba Liana juga.
“Ohhhh....oohhhh...anjrittt...kontol luh enakkhh bangettt Gaahh....Ndah...buka jilbab ama topeng lu, gw pengen cipokan ama luhhh” Ujar wanita itu membuka topengnya sambil merintih, kemudian meminta Indah untuk melepaskan jilbabnya dan topengnya.
Wanita itu memang sangat cantik, dengan tubuh yang lebih seksi dari Indah. Tapi entah kenapa, gw merasa...tidak tertarik dengannya. Tapi gw penasaran banget saat Indah sedang membuka topeng dan jilbabnya bersamaan.
DEGG! Jantung gw serasa berhenti saat gw melihat wajah asli si Indah, saat jilbab dan topengnya sudah terlepas dari kepalanya, sehingga sekarang Indah sudah telanjang bulat tanpa ada satu pun kain yang menutupi tubuhnya.
Wajah itu! Wajah yang amat sangat gw kenal!
WHAT THE FUCK! OH MY GOD! THIS CAN’T BE HAPPENING! Pikir gw kalut saat menatap wajah wanita di hadapan gw, yang tadinya tertutup oleh jilbab dan topeng.
Indah Prastiwi! Itu lah nama asli wanita di hadapan gw ini. Dan dia adalah seorang istri dari seorang pria yang bertahun-tahun menjadi sahabat gw, Hari Suprianto!
Oh my God...What have I done??? Bercinta dengan istri sahabat sendiri, walau gw ga tau jati diri dia sebelumnya. Gw, yang paling anti mendekati wanita yang pernah atau masih menjadi pasangan sahabat gw, ternyata malah berakhir bercinta dengan istri sahabat gw sendiri. Kepala gw bagaikan berputar. Gw ga bisa menerima kenyataan ini.
Shit! I can’t do this! This is not me! I can’t! Pikiran gw begitu kalut melihat Indah, yang gw kira merupakan istri yang setia dan solehah, ternyata sudah terpuruk separah ini, dengan membiarkan tubuhnya yang seharusnya hanya dimiliki oleh suaminya, sahabat gw, si Hari, di cumbu dan di ‘pakai’ oleh pria asing, dengan sesuka hati seperti ini.
WHAT THE FUCKKK!
Gw langsung menghentikan goyangan gw, namun pantat wanita itu yang kini sedang berciuman dengan Indah, terus mengunci pinggul gw dan terus menggoyangkan pantatnya, mengejar birahinya sendiri.
“Ohhhh...gw dapett...aaahhhh...ssshhh...aahhhhh...aahhhhhh” Tubuh wanita itu akhirnya mengejang sambil menarik pinggul gw agar merapat lebih dalam. Dan tidak lama kemudian pantatnya pun berkedut-kedut kuat, dan otot vaginanya meremasi batang junior gw dengan kuat.
Namun gw sama sekali tidak lagi merasakan kenikmatan. Karena yang ada di dalam pikiran gw saat ini, adalah gw HARUS keluar dari kegilaan ini.
Dan saat kuncian kaki wanita itu melemah, gw langsung melepaskan tubuhnya. Berusaha untuk mencari celana dan kemeja gw.
“Rangga, giliran gw lagi Gaa...sodokin gw lagi kaya tadi Ga. Gw ketagihan ama kontol lu nih” Ujar Indah sambil merebahkan lagi tubuhnya, dengan melebarkan kedua pahanya, menampakan vagina nya yang rimbun dan basah lagi.
Tapi, gw benar-benar uda ga tahan lagi. Gw langsung lepas kondom yang gw pake, langsung memakai celana dalam dan celana panjang gw.
“Lu emang uda gila Ndah!” Ujar gw singkat sebelum gw memungut kemeja gw dan langsung cabut keluar rumah. Gw uda ga liat ke arah Indah dan wanita itu, walau mereka memanggil gw. Gw benar-benar marah terhadap Indah yang sudah mengkhianati sahabat gw, suami sah dia.
Shit! This is not definetly what I’m dreaming about the orgy party. Maki gw dalam hati.
Di sisi lain, hati gw juga rasanya sakit banget kepikiran Cherllyne entah sudah berapa kali mendapatkan orgasme nya, atau yang lebih parah, sudah berapa pria yang sudah memasukan batang kemaluannya ke dalam vaginanya.
Argghhh...pesta ini cuma membuat masalah baru aja. I shouldn’t come here! Maki gw lagi.
Tapi gw terus berjalan cepat menuju pintu gerbang rumah ini untuk meninggalkan tempat terkutuk ini. Gw ngeliat mobil Cherllyne yang terparkir, tapi pemiliknya pasti masih sedang merintih-rintih keenakan di dalam sana, pikirku. Jadi aku hanya melewati saja mobil Cherllyne.
“RANGGAAAA!” Suara seorang wanita tiba-tiba memanggil ku. Sebelum aku sempat berbalik, aku mendengar suara pintu mobil terbuka dan suara langkah kaki yang sedang berlari mendekat ke arah gw.
“Cherllyne????” Ujar gw setengah ga percaya, saat gw melihat Cherllyne, dengan pakaian utuh seperti saat tadi masuk ke dalam rumah, sedang berlari ke arah gw dengan wajah yang penuh air mata.
“Ranggaaa huuuuuu....huuuuu” Cherllyne langsung melompat dan memeluk gw, sambil menangis di bahu gw. Gw heran banget melihat Cherllyne disini. Bukannya Cherllyne lagi ada di...
“Cher...lu...kok bisa ada di sini?? Lu...bukannya lagi...??” Gw masih ga percaya, walau Cherllyne masih menangis di pelukan gw.
“Huuuu...ga...gw keluar tadi Ga...gw...ga bisa Ga...” Ujarnya masih terus menangis pelan.
“Ga bisa apa maksud lu Cher? Lu nangis kenapa? Ada yang kasar ama lu?” Tanya gw sambil membelai lembut rambutnya.
“Gw...ga bisa ngebiarin cowo lain nyentuh badan gw lagi kaya dulu Ga. Entah kenapa...rasanya sekarang gw ga rela di sentuh siapa pun selaen ama lu” Jawab nya masih tersedu-sedu.
“Gw sayang ama lu Ga. Hati gw rasanya sakit ngeliat lu tadi lagi maen ama cewe jilbaban itu Ga. Tapi walau lu uda maen ama cewe mana aja, gw tetep ga bisa ngebiarin cowo laen selaen lu, ngejamah badan gw lagi.” Jelasnya lagi, membuat gw semakin erat memeluk tubuhnya. Ya ampun, setelah mba Liana kemarin, sekarang hati gw merasa luluh lagi bersama Cherllyne. Gw sayang banget jadinya ama dia. Haduhh...tapi gimana nanti hubungan gw selanjutnya ama Cherllyne? Ama mba Liana? Haishh...bingung gw akan masa depan gw nantinya nih.
“Hmm...trus gimana caranya lu bisa keluar tadi? Lu bilang apa ke cowo kekar itu, lu cabut gini? Emang dia belum sempet ngejamah lu?” Tanya gw.
“Belum lah, kita cuma sempet kissing doang, tapi gw langsung ngerasa jijik, jadi gw lepasin. Gw kepikiran ama lu Ga. Gw ga mau jadi Cherllyne yang dulu lagi, yang dengan gampangnya ngebiarin cowo-cowo ini ngejamah badan gw lagi. Gw alesan gw tiba-tiba perut gw sakit, ngerasa lagi datang bulan. Dan untungnya dia masih punya stok cewe 1 lagi kan, jadi langsung aja gw tinggal, alesan mao beli pembalut. Hehe” Jelasnya sambil tersenyum pelan.
Iya ya, masih ada 1 orang wanita lagi yang mendapat nomor yang sama ama Cherllyne. Pikir gw.
“Trus...lu sendiri...kenapa keluar? Bukannya lu lagi seru maen ama 2 cewe sekaligus, gw liat?” Tanyanya dengan wajah sendu dan cemberut. Damn, she’s so beautiful. Lebih cantik daripada Indah dan wanita tadi.
“Ya...emm...gw...kepikiran ama lu Cher, ama mba Liana. Lu tau? Pas tadi gw mao masukin batang gw, gw langsung kepikiran wajah lu, mba Liana, bahkan Oli dan Rani. Lu ama mba Liana itu wanita yang saat ini paling deket ama gw, dan paling gw sayang. Gw...kayanya jadi ga punya gairah lagi ama wanita lainnya. Gw kepikiran mulu wajah lu ama mba Liana. Apalagi kepikiran lu yang lagi di jamahin ama cowo keker yang jadi pasangan lu tadi. Apalagi gw liat lu bakalan maen threesome gitu, pas ada cewe laen yang satu nomor ama lu.” Jawab gw dengan penuh rasa syukur ternyata Cherllyne ternyata ada di luar juga.
“Kepikiran gimana? Lu...cemburu gw maen ama cowo keker itu? Namanya Marcel Ga” Tanya Cherllyne kali ini dengan wajah sedikit berbinar.
“Hahaha...emang sih...gw...beneran jealous banget mikirin lu lagi di apain aja ama tuh cowo. Ama si Marcel. Mikirin lu uda...hmm...di jamah ama berapa cowo. Tadinya buat ngilangin jealous gw, gw maksain ML walau gw bener-bener gak pengen. Tapi saking ga tahan akhirnya gw cabut aja dari dalem.” Jawab gw tertawa getir.
Cherllyne hanya menatap wajah gw dengan pandangannya yang paling manis dan lembut yang pernah gw liat.
“Tapi gw liat cewe yang maen ama lu pada kelojotan tuh, keenakan lu sodokin? Lu emang ga ampe keluar maen ama mereka?” Tanya Cherllyne lagi.
“Hahaha...maybe they are. But...they’re not you or mba Liana. Jadi, rasanya batang gw ga bisa nyemprot deh ama mereka. Mungkin lu ga percaya, tapi tadi tuh, benar-benar ga ada rasanya maen ama mereka Cher. Apalagi gw juga uda ilfil aja tadi maennya, sibuk mikirin lu ama wajah mba Liana yang nangis kalo ampe tau gw kaya gini.” Jawab gw lagi.
Cherllyne langsung menarik kepala gw dan melumat bibir gw. Kami berciuman cukup lama, dengan penuh gairah. Seolah kami sudah lama tidak saling bertemu.
“Well then...let me finish what you start in there...my love. I will made you cum on me. Inside of me. I want it. I want you” Bisik Cherllyne di telinga gw, kemudian langsung menarik gw ke arah mobilnya.
Cherllyne langsung mengarahkan mobilnya menuju apartemennya, tempat gw juga menitipkan motor kesayangan gw, si White Scoopy.
Gw ngerasa lega banget, melihat Cherllyne yang ternyata masih ‘utuh’. Hahaha. Ternyata, gw emang ga cocok ama kehidupan ‘liar’ seperti itu. Gw ga bisa ML tanpa melibatkan perasaan sayang. And I do love her so much. Maybe as much as I love mba Liana, and Oli too perhaps.
================================================== ========
CHARACTERS
Hari Suprianto
Indah Prastiwi
Hmm...uda jam 7, gw rasa uda waktunya gw mulai mantau dia, pikir ku setelah aku sampai di rumah.
Aku telah mempersiapkan ini untuk memastikan apa yang sebenarnya dilakukan oleh Indah, seorang wanita yang saat ini masih berstatus sebagai istriku. Aku sudah membeli sebuah alat sadap, yang tersamarkan dengan sebuah Power Bank. Yang tadi pagi aku berikan ke Indah, dengan alasan agar aku bisa menghubungi nya, tanpa takut akan kehabisan baterai ponselnya.
Aku membeli nya cukup mahal, tapi aku rasa itu harga yang pantas untuk mendapatkan bukti perselingkuhan istri ku ‘tercinta’. Agar aku tidak melakukan sebuah fitnah keji terhadap istriku, dimata orang awam. Alat ini akan memastikan apakah yang telah dilakukan Indah, bisa di ketahui orang lain nantinya, pada saat yang tepat.
Aku meraih ponselku. Aku sudah men-setting paket agar bisa menelepon dengan paket murah, untuk mengantisipasi waktu yang panjang nanti. Dan juga sudah meng-install aplikasi untuk merekam pembicaraan melalui ponselku ini.
Aku memasangkan sebuah ear phone set di telingaku. Aku menekan tombol di ponselku, mengetik nomor, dimana sim card nomor itu sudah ku masukan ke dalam Power Bank yang kuberikan kepada Indah tadi pagi.
Aku sempat mencobanya tadi siang, saat jam makan siang. Dan alatnya bekerja dengan baik sekali. Suaranya cukup jernih. Aku bisa mendengar suara Indah, istriku yang sedang berbicara dengan berbagai rekan kerjanya. Hanya saja, saat itu sayangnya aku tidak bisa mendengar percakapan yang aneh.
Malam ini, Indah kembali meminta ijin ku untuk lembur lagi di kantor. Aku sempat mengeluhkan kenapa sekarang jadi tiap hari lembur. Dan Indah beralasan sekarang sedang banyak negosiasi dengan klien baru. Yah whatever lah. Kali ini, aku sudah siap untuk membongkar segala rahasia nya.
Ponselku langsung tersambung dengan Power Bank yang kemungkinan tersimpan di dalam tasnya.
“......ius nih Ren. Gw grogi nih. Mana mas Hari uda curiga kenapa gw lembur mulu tiap hari.” Aku mendengar suara Indah sedang berbicara. Dan aku langsung menekan tombol untuk merekam percakapan yang terjadi.
“Hihihi...trus lu bilang apa ama laki lu?” Tanya wanita itu, yang dipanggil ‘Ren’ oleh Indah. Hmm...Reni mungkin? Atau Renata?
“Ya gw bilang, kantor kita emang lagi banyak negosiasi kontrak ama klien baru. Yah emang bener sih, kemaren kan kita abis tanda tangan kontrak ama pak Andreas” Jawab Indah, istriku.
“Iya ya...tanda tangan pake peju di dalem memek lu” Ujar temannya si Indah, sungguh mengejutkan gw. Jadi...ternyata benar...Indah, istriku itu...telah berlaku dusta terhadapku.
Aku mengepalkan tanganku saking kesalnya. Jadi...itu semua bukan fitnah lagi. Uda dipastikan sekarang.
“Ihhh...apaan sih lu Ren. Kan mereka pada tanda tangan pake peju nya di memek lu juga, bukan cuma di memek gw...hahahaha” Ujar Indah sambil tertawa.
Heh...dasar lonte...bisa-bisanya tertawa santai setelah mengkhianati suaminya. Pikir ku penuh emosi.
“Hahaha...tapi lu kan lebih buas Ndah. Lu ampe merkosa pak Andreas, pak Bagas, pak Doni, ampe Mr. Robert aja lu paksain kontol mereka buat ngocokin memek lu kan? Hahaha...tapi gw demen banget liat lu buas ama liar kaya kemaren” Ujar wanita itu, membuatku semakin panas hatiku.
Aku ingin segera menyudahi penyadapan ini, karena aku sudah mendapatkan konfirmasi kepastian selingkuhnya Indah, istriku. Namun, aku merasa harus terus mendengarkan nya kali ini.
“Hahaha...tau, kemaren gw kayanya horny banget Ren. Hehehe” Jawab Indah.
“Oke...this is it. Are you ready Ndah?” Ujar wanita rekan Indah itu. Mereka sedang kemana ya, pikirku.
“Huff...gw...musti lepas jilbab gw ga Ren?” Tanya Indah. Ya ampun Indah. Uda terpuruk sejauh mana sih lu, pikir ku. Sampai segitu mudahnya melepas jilbab yang tujuannya untuk menutupi bagian tubuhnya.
“Ga usah. Mereka pasti lebih heboh ngeliat wanita berjilbab, ikut dalam komunitas orgy ini.” Jawab wanita itu. Orgy??? Pesta seks maksudnya??? Ya Allah! apa-apaan ini. Pikiranku menjadi semakin menggila.
Kemudian hanya terdengar suara pintu mobil yang di buka, lalu di tutup kembali. Dan suara sepatu wanita yang sedang berjalan.
“Hai Reniii...how are you, dear?” Ujar seorang pria tiba-tiba. Oh, jadi namanya Reni, pikir ku.
“Hai Alex...wow...lu makin macho aja Lex...hehehe...terutama bagian pangkal paha lu. Hahaha” Jawab si Reni. Huh, dasar wanita murahan. Pikir ku.
“So...this is the new girl, you’re talking about Ren?” Tanya Alex lagi.
“Yup...that’s rite. She is beautiful, isn’t she?” Jawab Reni, seolah sedang memasarkan istriku ke Alex.
“Hai, gw Alex” Seru si Alex. Aku pikir dia sedang berkenalan dengan Indah.
“Hai, gw Indah” Jawab Indah pelan. Mungkin masih malu-malu.
“Reni has told you about the test, didn’t she?” Ujar Alex bertanya kepada Indah.
“What test?” Indah bertanya balik.
“This test....mmmmfff...ssluurppp....mmmff...mmmuahhh...mmmf ff” Jawab si Alex yang kemudian terdengar suara seperti suara air berkecipukan. Apakah mereka sedang berciuman?
“Mmmff...sshhh...ohhhhh...Lexx...tangan lu...nakal bangetthhhh...ssshhhh...aahhh” Aku mendengar suara Indah yang mendesah. Sialan!
“Huff...damn...your so hot Ndah. Toket lu juga mengkel banget, ga pake bra pula. Damn you made me horny already, you know that. Hehehe”, Ujar si Alex, lagi-lagi mengejutkan gw. Indah ga pake bra? Apa-apaan sih dia.
“So...are we in?” Tanya Reni.
“Definetly in...c’mon in. It’s already almost the time. Oh sorry, I forgot. Use this mask, Ok? As usual”, Jawab si Alex. Mask? Jadi komunitas ini mengharuskan anggotanya memakai topeng?
Aku yang tadinya hendak menyudahi penyadapan ini, malah menjadi semakin tertarik.
Aku mendengar banyak yang menegur dan menyapa si Reni. Mungkin dia memang anggota lama di komunitas ini, pikirku.
“Aduh Ren, gw deg-degan nih. Ini tar acaranya kaya gimana Ren biasanya.” Ujar Indah, aku dengar terlihat gugup.
“Rules nya, kita tar ambil nomor undian Ndah. Ada dua guci, buat nomor undian cowo dan nomor undian cewe. Nah kalo nomor kita sama, ya itu lah pasangan maen kita. Kita pake topeng gini, biar ga ada yang pilih-pilih ato minta tuker segala sebelum mulai acaranya.” Jelas Reni.
Gila! Uda kaya lotere aja pikir ku.
“Yuk...tuh uda mulai tuh kayanya, si Alex uda mulai naik ke panggung sono tuh” Ujar Reni kemudian.
“LADIES AND GENTEMEEENNNN!” Ujar Alex di atas pangung.
“It’s time....are you ready for the real party??” Teriak Alex, yang disambut oleh seruan bersemangat oleh hampir semua orang yang berada di dalam rumah. Aku mendengar seruan yang riuh sekali.
“So then...wear your mask, coz it’s drawing timeeee!” Seru si Alex lagi.
“Ndah, pake topeng nya” Peritah Reni, aku dengar.
Aku tidak mendengar suara dari Indah ataupun Reni lagi. Hanya suara riuh berisik yang ga jelas.
“No. 3!” Tiba-tiba terdengar teriakan suara Alex, yang disambut suara riuh.
Oh...jadi uda mulai pengundiannya. Hmm...permainan macam apa nanti yang akan di mainkan oleh istriku ini. Jantungku menjadi berdebar-debar jadinya.
“No. 5!” Seru suara Alex lagi.
“No. 10!” SI Indah mendapat nomor berapa ya? Apa dia sudah mengambil nomor atau belum ya.
“No. 3!” Hm? Nomor 3 lagi? Ohhh...aku tau, ini pasangan buat yang tadi mendapat nomor 3 juga.
“No. 8!” Pengundian nomor terus berlangsung.
“No. 11!” Teriak Alex lagi.
“No. 6!”
“No. 10!” Hmm...uda dua pasangan artinya.
“No. 11!” Teriak Alex.
3 pasangan sudah. Indah mendapat nomor berapa ya?
“Hmmm...hai...gw...Rangga” Ujar suara seorang pria tiba-tiba terdengar. Apa si Indah yang mendapat nomor 11 tadi? Jadi apa pria yang bernama Rangga ini yang menjadi pasangan untuk istriku? Sialan! Kalau aku ada di sana, ingin rasanya aku segera meninju orang itu.
Pake nama yang sama kaya temen aku lagi. Tapi...suaranya emang mirip si Rangga sih. Mungkin karena persamaan nama, jadinya ada juga persamaan suara. Atau aku yang kepikiran tentang si Rangga, jadi suaranya menjadi saru dengan Rangga kawanku itu.
“Hmm...h-hai juga...hmm...gw...Indah”, Aku mendengar Indah menjawab dengan malu-malu. Huh, dasar wanita murahan, bisa-bisanya masih punya rasa malu. Pikirku panas.
“Sori, ini pertama kalinya buat gw”, Ujar Indah, aku dengar.
“Hee...lega gw, untung gw dapetnya lu Ndah, karena ini juga yang pertama buat gw”, Jawab pria bernama Rangga itu.
“No. 8!” Teriak Alex. Pengundian masih berlangsung, tapi aku sudah tidak memperhatikan lagi. Karena aku berusaha mendengarkan apa yang akan dilakukan Indah, istriku. Istri yang berkhianat dari suaminya.
“Hmm...kita...musti gimana ya, Rangga?” Aku mendengar Indah bertanya kepada pria itu.
“Eh?? Ohh...hmmm...gw juga ga tau ya. Yah gw juga pertama kali sih. Kita liatin aja yang laen gimana” aku dengar, jawaban si Rangga itu.
Sialan! Apa aku harus mendengarkan ini terus? Pikirku. Aku ingin tahu sampai sejauh mana tindakan istriku ini, tapi hatiku juga uda panas banget saat ini.
“Well...there’s still 3 ladies here, and all the boys has sold out already. So, who will be the lucky guy, having two chicks in a row. Are you ready boys?” Seru Alex, aku dengar, yang langsung dijawab seruan yang riuh sekali.
Having two chicks? Maksudnya satu cowo maen ama 2 cewe gitu? Apa Indah akan langsung melakukan threesome? Gila! Ini benar-benar sudah gila, pikirku.
“Ladies...please, make your draw” Ujar suara si Alex lagi. Tampaknya ia berkata kepada ke tiga orang wanita yang tersisa itu.
“No. 4” Seru Alex, yang disambut sorak sorai para cowo.
Fuh! Untung bukan nomor 11.
“No. 2” Seru Alex lagi yang di sambut sorak sorai para cowo lagi.
Masih aman terkendali. Pikirku.
“No. 8” Seru Alex, yang membuat ku sedikit lega, karena akhirnya Indah tidak melakukan threesome.
“Sooo...shall we begin???” Seru Alex, yang dijawab suitan hampir semua orang.
Apa mereka langsung mulai acara gila-gilaan? Pikirku menjadi panas dingin mendengar seruan si Alex tadi.
“Then...let’s rockkkk!” Seru Alex yang langsung di ikuti oleh suara dentuman music house. Aku hampir tidak dapat mendengar suara lainnya.
“Semuanya uda pada mulai tuh, hmm...gimana kalo kita mulai juga?” Aku mendengar Indah tiba-tiba berbicara. Mungkin kepada cowo bernama Rangga itu.
Gila! Istriku, seorang istri yang sehari-harinya menutupi auratnya dengan segala pakaian tertutup, yang hanya menyisakan wajahnya saja, mengajak seorang pria yang jelas sekali bukan muhrim nya, untuk melakukan perbuatan zinah? Masya Allah.
Hatiku benar-benar hancur mendengar Indah begitu agresif untuk memulai perelingkuhan.
“Kayanya temen gw juga uda mulai deh tuh. Yuk kita juga mulai?” Indah kembali mengajak pria tersebut.
“Siapa takut?” Jawab pria itu menyambut ajakan yang di tawarkan oleh istriku.
Aku hanya mendengar suara musik keras, tapi samar-samar aku mendengar suara-suara basah seperti suara beradunya dua bibir. Tampaknya mereka sedang berciuman, sebagai awal perbuatan zina mereka.
“Mmmfff....ssshhhh...aaaahhhhh...gelii...aaahhhh” Aku mendengar suara Indah sedang merintih-rintih.
“Ughh...punya lu gede juga ya Ga...hmm...kayanya penis no. 2 paling gede nih” Indah tiba-tiba mengatakan sesuatu yang mengejutkan ku. Artinya...Indah sedang memegang batang kemaluan milik pria lain.
Nomor 2? Apakah nomor 1 nya itu punya ku? Aku masih berharap Indah akan mengatakan itu.
“Oya? Gw malah ngerasa ga gede-gede amat sih. Tapi kalo boleh tau, punya siapa yang paling gede emang?” Jawab pria bernama Rangga itu bertanya balik.
“Hmm...punya bos gw. Hehehe...orang bule, namanya Mr. Robert. Jangan tersinggung ya”
Hahahaha...Hari Suprianto, lu bahkan ga masuk itungan. What a loser you are indeed. It means that you are nothing but just a trash to her. You means nothing to your wife.
Aku langsung melepaskan ear phone yang ku pasang di telingaku. Walau ponselku masih terus merekam pembicaraan mereka. Aku sudah tidak ingin mendengar apa-apa lagi. Aku sudah tidak perduli lagi Indah akan berzina dengan siapa aja, atau berapa cowo yang menidurinya.
Aku berjalan dengan langkah gontai ke ruang depan rumah ku. Di teras, di keheningan malam, aku hanya duduk melamun.
Aku...tidak punya semangat lagi untuk apa pun juga. Semua yang kuperjuangkan hingga saat ini, demi keluarga kecil ku, demi istriku, semua hancur berkeping hingga tidak bersisa lagi.
Tidak! Jika aku patah semangat, yang paling rugi adalah aku sendiri. Tidak! Aku tidak akan membiarkan Indah bersenang-senang sendiri.
Dia sudah mempermalukan aku sebagai seorang suami, dihadapan banyak orang. Kini, aku pun sudah menemukan cara yang pantas dan elegan, agar semua orang bisa tau kebusukan dirinya yang sebenarnya
Lihat saja nanti Indah! Bersiaplah!
================================================== ========
Cherllyne Agustina
Fadli Rangga Putra
Begitu sampai di dalam apartemen ku, aku langsung menarik dan mencium bibir Rangga. Aku begitu bergairah dan begitu bahagia rasanya. Aku ingin bercinta gila-gilaan ama Rangga. Ama pria yang amat sangat ku cintai.
Sesuatu yang tidak pernah aku duga akan aku alami lagi bersama pria lain. Aku tidak pernah sedikitpun merasa jatuh cinta lagi, setelah almarhum mantanku, Rio, wafat bertahun-tahun lalu.
Tapi Rangga, entah bagaimana, telah membuat ku merasakan yang namanya jatuh cinta lagi. Aku begitu bahagia saat melihat Rangga keluar dari rumah sialan itu. Aku tidak bisa membendung lagi hasrat dan gairahku saat ini.
Aku hanya ingin memuaskan Rangga, memuaskan pria yang aku cintai ini.
“Ughhh...lu agresif banget Cher. Jangan-jangan lu emang uda horny ya tadi ama si Marcel itu?” Ujar Rangga saat bibir kami terlepas, saat aku menarik Rangga masuk ke dalam kamarku.
“Gw horny banget, karena gw seneng banget lu memilih untuk keluar dari rumah itu Ga. Gw cemburu banget tadi, jadi sekarang lu musti bikin gw seneng Ga. Hihihi” Jawabku sambil menggigit pelan hidungnya.
Rangga pun langsung menciumi lagi bibir ku, sementara tangannya langsung berusaha melepaskan seluruh pakaianku. Begitupun tanganku berusaha melepaskan seluruh pakaiannya.
Hasrat dan gairah kami seolah benar-benar bagaikan sebuah bendungan yang runtuh. Begitu menggelora dan membanjiri insting kami.
Rangga mengangkat tubuh ku yang sudah telanjang bulat. Dan menggendong tubuhku sambil saling berciuman dengan penuh gairah. Rasanya hangat sekali saat kulit tubuhku bersatu dengan kulit tubuh Rangga, yang juga sudah bertelanjang bulat.
Batang kemaluan Rangga yang sudah keras, terasa sangat nikmat saat bergesekan dengan bibir vaginaku yang telah basah.
“Mmmmfff....ssluurppp...mmmff...ssshhh...mmmmmff” Aku benar-benar sangat bergairah. Aku terus melumat bibir Rangga. Aku bahkan terus menciumi sekujur wajah Rangga.
Tidak pernah sebelum nya aku segini bergairahnya ama seorang pria. Maaf ya Olivia, sahabatku, aku benar-benar tidak tahan lagi. Aku begitu menyayanginya lebih dari apapun saat ini.
Rangga menciumi leherku, terkadang sedikit menghisap hingga menimbulkan sedikit tanda merah di leher ku. Dan anehnya, aku hanya membiarkannya melakukan itu. Padahal biasanya aku paling pantang di cupang di leher.
Bibir Rangga langsung beralih ke kedua payudara ku, membuat aku langsung merintih dan mendesis keras. Gairah yang tinggi, membuat rasa geli saat lidah dan bibir Rangga menjelajahi Payudaraku, seakan tidak tertahankan dan membuatku sedikit memekik dan merintih.
Ditambah lagi gesekan-gesekan batang kemaluan Rangga di bibir vaginaku, membuat vaginaku semakin basah. Dan tanpa dapat di cegah lagi, akhirnya batang Rangga pun melesak masuk ke dalam liang vaginaku. Membelah bibir vaginaku hingga ke batas maksimal, menerobos masuk hingga aku merasa penuh sekali di bawah perutku ini.
Ahhhhhh! Aaaahhhhh! Rasa geli ini begitu menggila sekali. Aku mencengkram tubuh Rangga dengan kuat, saat batang Rangga mulai di gerakan naik turun, mengocok liang kemaluanku.
“Oooohhhh...Gaaa....gelihhh bangett sayangghhh...aahhhhh...ahhhhh”
Tangan Rangga semakin erat mencengkram kedua bongkahan pantatku, untuk menopang tubuhku yang dalam gendongannya, serta untuk menaik turunkan tubuhku.
Pinggulku pun tanpa diperintah langsung bergerak memutar dan maju mundur, berusaha memeras batang kemaluan Rangga. Namun rasa geli yang amat sangat membuatku langsung meletakan kepalaku di pundak Rangga, sambil menggigit bahunya.
Beberapa lama kami dalam posisi ini, Rangga kemudian menurunkan tubuhku yang sudah terasa lemas tapi masih penuh gairah, dan mendorong pelan tubuhku agar aku terlentang di tempat tidur ku.
Kedua paha ku di lebarkan oleh Rangga. Bibir vaginaku yang tanpa bulu, merekah dan terlihat mengkilap karena banyaknya cairan pelumas dari vaginaku. Rangga langsung memasukan kembali batang perkasa nya itu, membuat aku kembali merintih dan mendesis menahan rasa geli yang nikmat.
Rangga langsung memompa dengan cepat liang kemaluanku, hingga aku sampai menjerit kecil saking nikmat dan gelinya.
Aku langsung mendapatkan orgasme pertama ku tidak lama setelah Rangga memompa dengan kecepatan tinggi. Tulang ku serasa di lolosi saat liang vaginaku menyemprotkan cairan kenikmatan berkali-kali. Aku lemas tapi rasanya nikmat sekali, tiada terucapkan rasa nikmatnya.
I want more and more!
Rangga pun terus memacu lagi, berusaha mengejar orgasmenya. Aku hanya bisa memeluk erat tubuhnya sambil menggigit bahunya, sementara kedua kaki ku, mengunci dengan kuat pinggang Rangga.
“Gw mao keluar nih Cher...” Bisik Rangga di telingaku.
“Di dalem aja Ga. Gw mao lu keluar di dalem gw Ga” Jawabku. Aku memang benar-benar ingin Rangga melepaskan spermanya di dalam rahim ku. Dan Rangga akan menjadi cowo kedua yang akan melakukan itu, setelah Rio.
“Aaahhhhh gw keluarrr Cherrr!” Pekik Rangga, di iringi dengan sodokan yang kuat ke dalam rahimku. Aku merasakan batang Rangga berkedut-kedut keras, dan merasakan semburan-semburan kuat di dalam rahim ku. Terasa hangat sekali di dalam perutku ini.
Aku terus membelai dan mengusapi rambut Rangga sambil menatap wajahnya saat sedang ejakulasi.
Permainan pun tidak berhenti sampai disini. Rangga kembali mengayuh dan memacu tubuhku, saat batang kemaluannya masih saja tegak berdiri. Dan aku pun melayaninya dengan semampu ku. Berusaha memuaskan ‘suami’ ku ini hingga ke puncak birahinya.
Aku sudah tidak menghitung berapa kali badanku kaku mengejang, dan liang vaginaku menyemprotkan cairan kenikmatanku. Peluh dan cairan cinta kami sudah menyatu dengan tubuh kami.
Bermacam gaya pun kami mainkan, demi sebuah kepuasan dan kenikmatan bercinta. Dan untuk kedua kali nya, sperma Rangga pun menyemprot dengan kuat mengisi rahim ku. Aku menyukai saat-saat sperma Rangga menyemprot ke dalam rahimku. Terasa hangat, dan aku pun merasakan seolah Rangga benar-benar menyatu bersama tubuhku ini.
Aku benar-benar kelelahan, namun sangat puas. Begitu juga Rangga yang terlihat lemas. Kami masih saling berpelukan, saat batang Rangga masih berada di dalam liang kemaluanku.
Dan akibat pertempuran liar kami berdua, ternyata cukup menghabiskan stamina Rangga. Dan aku segera mengenakan sebuah kemeja panjang hingga sedikit di atas lutut, tanpa mengenakan bra maupun celana dalam lagi. Untuk membuatkan makanan untuk ‘suami’ ku tercinta ini.
Aku bagaikan seorang istri yang sedang melayani suaminya, saat aku memasakan makanan, walaupun hanya sebuah mie instan. Tapi aku merasa bahagia sekali bisa melayani Rangga seperti ini.
Sementara setelah membersihkan badannya, Rangga telah berpakaian lengkap, namun santai.
“Abis makan, kamu jangan lama-lama ya yang. Tar kamu kemaleman, aku kuatir kamu ada apa-apa di jalan yang.” Ujar ku sambil menyerahkan semangkuk mie instan goreng buatanku. Entah kenapa, aku tidak lagi menggunakan kata lu-gw lagi untuk berbicara dengan Rangga. Hehehe.
“Oh? Kirain kamu mao minta aku nginep lagi, Cher? Hehe” Jawab Rangga sambil menerima mangkuk dari tanganku.
“Sejujurnya, aku mao banget kamu nginep disini lagi yang. Aku seneng banget ngelayanin kamu, kaya sekarang aku bikinin kamu makan. Aku jadi ngerasa lagi jadi istri kamu yang. Hihihi. Ihhh...apaan sih aku yah. Hehehe”, Ujarku malu-malu. Ihh...kok aku bisa manja ama malu-malu gini sih? Aku kan galak biasanya. Hehehe.
“Masa sih? Seneng banget lah aku kalo punya istri secantik bidadari khayangan kaya kamu gini. Perhatian juga lagi” Jawab Rangga membuat hati ku serasa berbunga-bunga.
“Hehehe...gombal dasar” Ujar ku dengan wajah merah merona.
“Aku mao banget sayang, kamu nginep di sini. Tapi...aku...ga enak ama Oli, yang. Aku juga sayang banget ama Oli sekarang. Sejak peristiwa kemaren, aku ama Oli, seperti uda terikat satu sama lain. Aku ga mau Oli merasa aku khianatin, kalo kamu nginep di sini yang. Aku ga mau Oli sedih ngeliat kamu nginep di sini.” Jelas ku kemudian. Sementara Rangga hanya menatapku sambil tersenyum.
“Kan Oli juga uda ama cowo nya kali Cher?” Ujar Rangga lagi.
“Ga, sayang. Oli tuh cinta ama sayangnya cuma ama kamu. Ama si Gery itu, dia cuma rasa kasian. Ada sayang juga, tapi ga sekuat rasa sayang dia ke kamu, yang.” Jawabku.
“Sayang, aku mao nanya sesuatu ama kamu nih” Aku bertanya dengan serius.
“Nanya apa Cherllyne cantik ku?” Jawab Rangga sambil tersenyum manis. Ihh...bikin aku jadi pengen nyium lagi aja sih mukanya itu loh.
“Kamu...beneran mao ngelepasin harapan kamu ama Oli? Kamu kan sayang banget ama dia. Oli juga sayang banget ama kamu, yang. Kamu ama dia kan buat aku itu, uda pasangan paling sempurna.” Ujarku.
“Aku ga tau Cher. Yah mao gimana lagi kan? Si Oli kan ga mau ngelepasin si Gery, jadi walaupun aku sayang ama dia, tapi ga mungkin kan, aku jadian ama si Oli selama dia masih jadian ama si Gery. Bener ga? Lagian, kayanya nasib emang ga memihak ke kita. Ada aja kejadian yang membuat gw malah semakin terpisahkan dari Oli.” Jelas Rangga.
Yah emang ada bener nya juga sih. Haduh, selama si Oli belum mutusin si Gery, ya Rangga ga akan pernah maju untuk mendekatinya. Haahhhh.
“Sekarang aku yang mao nanya ama kamu Cher. Kenapa sih, kamu segitu inginnya aku jalan ama Oli? Kamu bahkan menolak aku buat jadi cowo kamu. Padahal kamu sendiri uda ngakuin kalo kamu sayang dan cinta ama aku. Dan aku pun juga sayang dan cinta ama kamu Cher.” Tanya Rangga mengejutkan ku.
Yah, aku emang sayang dan cinta banget ama Rangga. Tapi entah kenapa, aku lebih berharap Rangga jadian ama Oli. Dulu aku beralasan kalau Rangga dan Oli itu mengingatkan akan diriku dengan Rio dulu. Tapi, aku rasa bukan cuma itu alasanku. Aku juga belum mengetahui pasti kenapa aku begitu ingin Rangga jalan ama Oli. Aku hanya merasa, itulah yang terbaik untuk Rangga. Dengan Oli, bukan denganku.
“Aku...juga ga tau, yang. Aku sayang banget ama kamu. Jadi aku ingin kamu bisa bahagia. Entah apa karena kamu ama Oli, ingetin aku ama diriku sendiri waktu ama Rio dulu, dimana aku ga mau kamu ama Oli berakhir tragis seperti aku ama Rio. Mungkin juga aku ngerasa...hmm...ga pantes buat kamu Ga. Karena aku yang uda kotor, pernah dijamah sana sini ama cowo yang berlainan.” Jelas ku.
“Tapi yang jelas aku begitu menyayangi kamu dan Oli, Ga. Oli buat aku, uda seperti saudara kandungku sendiri. Aku ingin Oli bahagia. Dan aku tau, yang bisa bahagiain Oli itu bukan Gery, tapi kamu, yang.” Jelas ku lagi.
“Saat ini, aku lebih rela ngorbanin perasaan aku sendiri ke kamu, dengan ngelepasin kamu ke Oli, yang. Aku hanya ingin melihat kamu ama Oli jadian, trus hidup bahagia, walaupun aku harus rela mencintai kamu tanpa harus memiliki, tapi aku puas, yang. Walaupun aku ga merasakan langsung kebahagiaan kamu ama Oli nanti, tapi aku uda sangat puas kalo aku bisa nyatuin kamu ama Oli, yang.” Ujarku penuh ketulusan, sampai sedikit meneteskan air mataku.
“Cherllyne...kamu...ampe segitunya...aku...” Rangga pun terlihat berkaca-kaca matanya mendengar penjelasanku.
TEK! TRINGG! Tiba-tiba aku mendengar suara dentingan gelas dari arah luar kamar. Rangga pun ikut menoleh ke arah luar kamar. Rangga terlihat waspada. Mungkin dia kepikiran si Dino akan balik lagi untuk mencari ku.
KLEK! KLIK! Aku kemudian juga mendengar suara seperti di tutup dan di kunci. Rangga kemudian langsung berlari keluar kamar untuk melihat siapa yang ada di luar. Dan aku pun langsung mengikutinya, tanpa sadar aku hanya mengenakan kemeja tanpa pakaian dalam sama sekali.
Kami tidak melihat siapa pun. Rangga lalu langsung mencoba membuka pintu, namun terkunci. Rangga lalu menoleh ke arahku.
“Hmm...bukannya kita tadi ga sempet ngunci pintu ya Cher?” Tanya Rangga.
“Eh...hmm...iya sih, kita langsung ciuman trus langsung ke kamar. Aku yang nutup pintunya tadi kok” Jawabku.
“Apa si Dino itu punya kunci apartemen kamu? Siapa yang punya kunci serepnya?” Tanya Rangga lagi, saat sedang memegang kunci apartemen ku yang tadi aku taruh di meja dapur.
“Eh...si Dino ga pernah aku kasih pegang. Dan kayanya dia juga ga bisa naek ke sini kan, uda black list di security bawah. Yang punya kunci serep cuma.......” Aku tidak bisa melanjutkan ucapanku, karena aku menyadari sesuatu.
“Ya ampun” Aku langsung panik, dan mengambil kunci dari tangan Rangga, kemudian membuka pintu dan berlari keluar. Baju kemeja yang kukenakan langsung berkibar-kibar, sehingga apa bila ada orang di sana, pasti akan langsung melihat bagian pantat dan vaginaku yang mulus tanpa bulu itu.
Rangga ikut mengejar ku keluar. Aku berhenti di depan lift, dan melihat angka di atas pintu lift. Dimana aku melihat angka yang berjalan mundur, menandakan ada seseorang yang turun menggunakan lift ini.
Dan saat ini di panel angka tersebut menunjukan huruf G. Artinya dia sudah di lantai dasar. Aku terlambat. Aku juga sudah menyadari pakaianku yang seperti ini, sehingga aku tidak bisa mengejar lebih jauh lagi.
“Kamu kenapa Cher? Kamu inget sesuatu? Apa kamu tau siapa yang pegang kunci serep apartemen kamu?” Tanya Rangga.
Aku hanya mengangguk pelan, untuk kemudian menggelengkan kepalaku.
Aduuhhh...dia...uda ada di dalam apartemen sejak kapan ya...apa dia tau aku ama Rangga abis...ya ampun.
“Cher? Siapa yang pegang kunci serep apartemen kamu?” Tanya Rangga lagi pelan, sambil mengusap rambutku.
“Cuma satu orang, yang. Aku hanya pernah ngasih kunci serep ini ama satu orang, dan itu baru aja aku kasih kemarin pas aku nginep di rumah dia, yang” Jawabku sambil menatap wajah Rangga dengan pandangan layu dan sedih.
“Jadi...maksud kamu....yang pegang kunci serep apartemen kamu itu...si...”
“Oli, yang. Aku kasih ke Oli” Aku memotong ucapan Rangga, sambil memejamkan mataku. Aku merasa menyesal sekali. Karena aku merasa aku telah melukai hati dan perasaan Oli, dengan melihat kebersamaan ku dengan Rangga di dalam apartemen ku.
“Oya Cher, aku lupa kasih tau sesuatu yang penting juga ke kamu” Ujar Rangga tiba-tiba.
“Cewe berjilbab yang tadi sempat maen ama aku di sana itu, kamu tau siapa dia? Aku baru tau pas uda abis maen ama dia, aku lagi maen ama temennya, trus dia buka topeng ama jilbabnya. Dia itu Indah, istri sah dari sahabat gw, si Hari.” Jelas Rangga benar-benar mengejutkan ku.
“What??? Serius kamu yang? Dia beneran istrinya Hari???” Aku masih tidak percaya akan kenyataan ini.
“Kok bisa ada disana sih dia?” Aku benar-benar tidak percaya.
Oh my God...
CHARACTERS
Olivia Khumaira Putri
Fadli Rangga Putra
Cherllyne Agustina
23 | It Has Begun
Hanya beberapa hari Cherllyne menginap di sini, tapi rasanya aku seperti telah kehilangan teman hidupku. Aku begitu merasa kesepian tanpa kehadiran Cherllyne. Kami biasanya bercerita tentang apa saja, saling bercanda.
Hampir mirip seperti yang kulakukan bila ada Karin. Tapi bila bersama Karin, aku lebih ke posisi sebagai kakak. Tapi dengan Cherllyne, aku merasa menjadi seorang adik. Aku merasa hangat, sepertinya dia terus menjagaku.
Haahh! Padahal kami bisa dekat seperti ini hanya dalam beberpa minggu saja. Kami memang satu kantor sudah cukup lama, tapi hubungan kami selama ini hanyalah sebatas hubungan kerja. Aku bahkan tidak pernah makan siang bareng bersamanya. Apalagi di kantor, Cherllyne terkenal judes dan ketus.
Akhirnya aku memutuskan untuk pergi saja ke apartemennya. Karena mungkin Cherllyne juga merasakan hal yang sama denganku, kemarin Cherllyne memberikan ku sebuah kunci serep apartemennya.
Memang dia sedang mencari apartemen baru, sejak kejadian mengerikan waktu itu. Tapi untuk sementara, dia memberikan ku sebuah kunci serep apartemennya. Dan dia memintaku untuk datang ke apartemennya sering-sering untuk menemaninya.
“Bi, aku mao keluar dulu ya” Ujar ku pamit kepada bi Asih.
“Eh? Kan uda malem non, mau kemana lagi?” Tanya bi Asih kuatir.
“Mau ke apartemennya Cherllyne kok bi. Aku kangen. Hehehe” Jawabku sambil terkekeh.
“Ohh...kenapa non Cherllyne ga tinggal di sini aja sih non?” Tanya bi Asih.
“Yah ga enak kali bi. Aku juga kalo kelamaan nginep di rumah orang kan ga enak. Yah kecuali kalo nginep di rumah Rangga. Uda kaya keluarga kalo di sana kan”, Jelas ku.
“Ya uda aku pergi dulu ya bi. Tar aku beliin makan buat bibi yah. Hehehe” Ujarku sambil memeluk tubuhnya.
“Hush...beli makanan opo sih. Yowis, non Oli ati-ati ya di jalan. Uda malem. Tar pulangnya juga jangan kemaleman yo”, Ujar bi Asih, yang aku jawab dengan anggukan kecil.
Memang sih, uda cukup malam sekarang nih. Aku malah takutnya Cherllyne uda tidur. Tapi gapapa lah. Aku juga lagi suntuk banget.
Semenjak Rangga datang ke rumah ku malam-malam itu, dan menegaskan sikapnya mengenai hubungan kami, sikapnya memang kembali ceria seperti biasa.
Tapi entah kenapa, kali ini aku ga merasakan kehangatan khas Rangga setiap kali dia mengeluarkan lelucon-lelucon konyolnya. Dan juga, aku bagaikan sebuah layang-layang yang putus benangnya, sehingga terombang-ambing di angkasa, menunggu entah jatuh kemana.
Aduuuhhh...kenapa sih dulu aku terima Gery buat jadian. Kalo dulu aku tolak kan, kejadian seperti ini ga akan pernah terjadi. Dan mungkin aku sudah jalan bareng Rangga.
Hahh...tapi, bukan waktunya menyesali diri. Bahkan mungkin ini memang sudah takdir ku, untuk hanya bersahabat saja dengan Rangga.
Setidaknya dengan bersama Cherllyne aku bisa sedikit mengurangi kesedihanku, dan sedikit membangkitkan semangatku.
Berhubung hari sudah malam, jadi jalan raya sudah lancar, sehingga aku bisa cepat sampai di apartemen Cherllyne. Dan aku pun melewati security dengan santai, karena aku memiliki kartu akses masuk yang diberikan oleh Cherllyne kemarin itu.
Aku sempat berpikir untuk mengetuk pintunya dulu, tapi aku mendengar suara Cherllyne seperti sedang berbicara dengan seseorang. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas.
Hm? Siapa tamu yang dateng malem-malem gini? Apa aku ganggu mereka yah nanti kalo aku masuk? Pikir ku jadi mulai ragu untuk masuk ataupun mengetuk pintunya.
“Rangga, mie kamu mao aku kasih sambel ga?” Suara Cherllyne tiba-tiba terdengar lebih jelas walau masih samar-samar, karena dia sedikit berteriak.
Deggg! Aku terdiam mematung kaku mendengar perkataan Cherllyne barusan. Rangga??? Cherllyne sedang membuatkan Rangga mie??? Apa...Rangga nginep lagi di apartemen Cherllyne??? Apa karena ini alasan Cherllyne ingin buru-buru pulang ke apartemennya dari rumahku???
Hatiku merasa sakit sekali mengetahui Rangga sedang berada di dalam, hanya berduaan saja dengan Cherllyne. Apa yang sudah mereka lakukan hingga selarut ini?? Apa mereka kembali melakukan hubungan ‘itu’??
Ya Allahhh! Rasanya sakit sekali, mengetahui langsung, orang yang kita cintai sedang bermesraan dengan wanita lain.
Apa seperti ini yang Rangga rasakan saat melihat ku sedang berciuman dengan Gery, waktu itu? Ya Allaaahhhh! Rasanya sakit bangettt!
Tanpa sadar air mataku telah membasahi kedua pipi ku. Aku sesenggukan di depan pintu apartemen Cherllyne.
Dan Cherllyne? Aku merasa di permainkan olehnya. Selama ini dia terus membujuk ku untuk bisa jalan bersama Rangga. Aku tau, dia memang menyayangi Rangga juga. Tapi aku benar-benar ga nyangka dia tega untuk diam-diam bermain cinta dengan Rangga di belakangku.
Saking marahnya, akhirnya aku malah membuka pintu apartemennya. Klik! Aku melihat ke dalam dan melihat Cherllyne, menggunakan sebuah kemeja besar, sedang berjalan ke arah kamarnya.
Tapi...Cherllyne tidak memakai celana panjang. Apa di balik kemeja itu, Cherllyne sudah tidak mengenakan pakaian apa-apa lagi?
“Abis makan kamu jangan lama-lama ya yang. Tar kamu kemaleman, aku kuatir kamu ada apa-apa di jalan yang.” Ujar Cherllyne, aku dengar. Hatiku menjadi semakin panas mendengar Cherllyne memanggil Rangga dengan sebutan ‘sayang’.
“Oh? Kirain kamu mao minta aku nginep lagi, Cher? Hehe” Aku mendengar suara Rangga menjawab ucapan Cherllyne tadi.
“Sejujurnya, aku mao banget kamu nginep disini lagi yang. Aku seneng banget ngelayanin kamu, kaya sekarang aku bikinin kamu makan. Aku jadi ngerasa lagi jadi istri kamu yang. Hihihi. Ihhh...apaan sih aku yah. Hehehe”, Ujar Cherllyne lagi terdengar manja.
Ngelayanin? Ngelayanin urusan ranjang kali? Bukan cuma buatin makan. Aku benar-benar marah sekali mendengar ucapan Cherllyne. Huh, dasar wanita bermuka dua! Aku menjadi begitu benci kepadanya sekarang.
“Masa sih? Seneng banget lah aku kalo punya istri secantik bidadari khayangan kaya kamu gini. Perhatian juga lagi” Jawaban Rangga membuat hati ku serasa hancur. Aku benci kamu Ga! Kamu jahat! Aku mulai menangis lagi tanpa suara di ruang dapur.
“Hehehe...gombal dasar” Mereka terus berucap mesra satu sama lain. Ingin rasanya aku mendobrak mereka. Tapi...aku bukanlah siapa-siapa bagi mereka.
“Aku mao banget sayang, kamu nginep di sini. Tapi...aku...ga enak ama Oli, yang. Aku juga sayang banget ama Oli sekarang. Sejak peristiwa kemaren, aku ama Oli, seperti uda terikat satu sama lain. Aku ga mau Oli merasa aku khianatin, kalo kamu nginep di sini yang. Aku ga mau Oli sedih ngeliat kamu nginep di sini.” Ucapan Cherllyne membuatku terkejut setengah mati. Hingga menghentikan tangisan ku.
“Kan Oli juga uda ama cowo nya kali Cher?” Ujar Rangga lagi.
“Ga, sayang. Oli tuh cinta ama sayangnya cuma ama kamu. Ama si Gery itu, dia cuma rasa kasian. Ada sayang juga, tapi ga sekuat rasa sayang dia ke kamu, yang.” Aku mendengar Cherllyne membelaku di hadapan Rangga. Ada apaan ini maksudnya? Pikirku bingung.
“Sayang, aku mao nanya sesuatu ama kamu nih” Tanya Cherllyne kemudian.
“Nanya apa Cherllyne cantik ku?” Jawab Rangga sambil ngegombal seperti biasa.
“Kamu...beneran mao ngelepasin harapan kamu ama Oli? Kamu kan sayang banget ama dia. Oli juga sayang banget ama kamu, yang. Kamu ama dia kan buat aku itu, uda pasangan paling sempurna.” Ujar Cherllyne.
Aku...tidak bisa berkata apa-apa mendengar penjelasan Cherllyne.
“Aku ga tau Cher. Yah mao gimana lagi kan? Si Oli kan ga mau ngelepasin si Gery, jadi walaupun aku sayang ama dia, tapi ga mungkin kan, aku jadian ama si Oli selama dia masih jadian ama si Gery. Bener ga? Lagian, kayanya nasib emang ga memihak ke kita. Ada aja kejadian yang membuat gw malah semakin terpisahkan dari Oli.” Jelas Rangga, membuatku kembali merasa bersalah.
Memang benar apa kata Cherllyne waktu itu ke aku. Semua ini bisa terjadi, karena aku yang membuatnya jadi seperti ini. Dan aku tidak bisa menyalahkan orang lain kecuali diriku sendiri.
“Sekarang aku yang mao nanya ama kamu Cher. Kenapa sih, kamu segitu inginnya aku jalan ama Oli? Kamu bahkan menolak aku buat jadi cowo kamu. Padahal kamu sendiri uda ngakuin kalo kamu sayang dan cinta ama aku. Dan aku pun juga sayang dan cinta ama kamu Cher.” Pertanyaan Rangga bagaikan menyayat hati ku. Rangga...mencintai Cherllyne?? Apa artinya...Rangga sudah tidak mencintaiku lagi??
“Aku...juga ga tau, yang. Aku sayang banget ama kamu. Jadi aku ingin kamu bisa bahagia. Entah apa karena kamu ama Oli, ingetin aku ama diriku sendiri waktu ama Rio dulu, dimana aku ga mau kamu ama Oli berakhir tragis seperti aku ama Rio. Mungkin juga aku ngerasa...hmm...ga pantes buat kamu Ga. Karena aku yang uda kotor, pernah dijamah sana sini ama cowo yang berlainan.” Penjelasan Cherllyne kembali membuat banyak pertanyaan dalam diri ku. Dijamah ama cowo yang berlainan? Sebenarnya seperti apa sih masa lalu Cherllyne ya?
“Tapi yang jelas aku begitu menyayangi kamu dan Oli, Ga. Oli buat aku, uda seperti saudara kandungku sendiri. Aku ingin Oli bahagia. Dan aku tau, yang bisa bahagiain Oli itu bukan Gery, tapi kamu, yang.” Penjelasan Cherllyne lebih lanjut kembali membuat ku menangis. Bukan nangis sedih atau marah. Tapi aku terharu akan ketulusan Cherllyne. Tadi aku terlalu cepat menilainya hanya karena rasa cemburu ku saja.
“Saat ini, aku lebih rela ngorbanin perasaan aku sendiri ke kamu, dengan ngelepasin kamu ke Oli, yang. Aku hanya ingin melihat kamu ama Oli jadian, trus hidup bahagia, walaupun aku harus rela mencintai kamu tanpa harus memiliki, tapi aku puas, yang. Walaupun aku ga merasakan langsung kebahagiaan kamu ama Oli nanti, tapi aku uda sangat puas kalo aku bisa nyatuin kamu ama Oli, yang.” Ya Allah...Cherllyne...kamu...aku...
Aku sampai tidak bisa berkata apa-apa mendengar ketulusan hati Cherllyne, yang ingin melihat kebahagiaan aku dengan Rangga, walaupun ia juga mencintai Rangga. Tapi ia lebih rela melihat aku bahagia bersama Rangga.
Ya Allah...aku...baru kali ini ada orang yang mao berkorban segitu besarnya hanya demi kebahagiaan ku. Aku benar-benar menangis karena terharu memiliki seorang sahabat yang tulus menyayangi ku, walau awalnya aku cemburu.
Aku...aku ga pantes jadi sahabat kamu Cher. Aku uda menilai kamu buruk barusan. Maafin aku Cher. Aku tidak sanggup lagi. Aku tidak tau harus berkata apa, atau harus bagaimana menyingkapi niat tulus Cherllyne itu.
Dan aku segera berbalik menuju pintu keluar. Lebih baik mereka tidak mengetahui aku mendengar segala ucapan mereka. Pikirku.
“Cherllyne...kamu...ampe segitunya...aku...” Aku sempat mendengar ucapan Rangga, sebelum tanganku...
TEK! TRINGG! Sekujur tubuhku kaku, saat tanganku menyenggol sebuah gelas hingga jatuh, walaupun untungnya ga ampe jatuh ke lantai.
Aduh! Mati aku! Pikirku kalut. Mereka pasti mendengar suara ini. Aku harus buru-buru keluar.
KLEK! KLIK! Aku meringis saat suara pintu yang terbuka terdengar cukup keras, dan begiut juga suara saat aku mengunci pintu, terdengar cukup nyaring. Aku merutuki keadaan ini.
Aku kemudian langsung setengah berlari menuju lift. Aku menekan tombol untuk memanggil lift. Jantungku berdetak sangat cepat. Aku kembali menengok ke belakang, takut mereka mengejar hingga ke sini.
Aduuhh! Aku begitu tidak sabar menunggu lift yang rasanya begitu lama, tidak juga terbuka pintunya.
Tring! Dan akhirnya pintu lift pun terbuka lebar. Aku segera masuk dan menutup pintunya, dan kemudian menekan tombol menuju lantai dasar.
Hufff! Aku bisa sedikit tenang, karena lift sudah bergerak turun.
Hampir saja ketahuan, pikir ku.
Begitu sampai di lantai dasar, aku kembali bergegas keluar tower, dan menuju parkiran mobil ku.
Aku baru benar-benar merasa lega, saat mobilku sudah berada di jalan raya. Aku langsung mengarahkan mobilku untuk kembali ke rumah ku.
“Saat ini, aku lebih rela ngorbanin perasaan aku sendiri ke kamu, dengan ngelepasin kamu ke Oli, yang. Aku hanya ingin melihat kamu ama Oli jadian, trus hidup bahagia, walaupun aku harus rela mencintai kamu tanpa harus memiliki.”
Aku kembali tefngiang-ngiang ucapan Cherllyne tadi. Aku tidak tau harus bersyukur atau apa. Tapi yang jelas, Cherllyne emang merupakan salah satu sahabatku yang sejati. Walaupun kami sama-sama mencintai pria yang sama, dan walau pun sesekali dia masih bermesraan dengan pria yang aku cintai itu, tapi dengan tulus dia benar-benar mengharapkan aku yang mendapatkan kebahagiaan itu.
Aku jadi merasa...jahat sekali bila sampai seperti itu. Aku berterima kasih atas niat tulusnya, tapi...aku tidak akan pernah bisa melakukannya. Karena bagi ku, itu sama saja bahagia di atas penderitaan orang lain.
Aku tidak akan bisa bahagia bersama Rangga, apabila aku tau ada seorang sahabatku justru menderita, melihat kebahagiaan kami.
Aduuuhhh...ya Allaahhh. Kenapa urusan jadi ruwet begini sih?? Pikirku.
Aku musti gimana sekarang, ya Allah?? Mohon berikanlah hamba mu ini sebuah penjelasan. Aku bingung harus bagaimana.
================================================== ========
CHARACTERS
Indah Prastiwi
Hari Suprianto
Hanya ada satu kata untuk malam ini. GILAAAAA!
Hahaha...Aku pikir petualangan dengan pak Andreas dan kawan-kawan kemarin itu merupakan hal paling gila yang pernah aku lakukan.
Tapi malam ini, benar-benar di luar batas kewajaran yang biasa ku lakukan. Hanya dengan mengingat pesta tadi aja, sudah langsung membuat vaginaku mengeluarkan cairan pelumas nya. Yang pada akhirnya, membuat sperma-sperma entah berapa banyak pria tadi, yang aku tampung di dalam vagina ku, langsung meleleh keluar lagi.
Pria pertama yang memasukan batangnya adalah pasangan undian ku yang bernama Rangga. Sebenarnya dia pria yang cukup hebat. Hanya dalam permainannya yang bisa di bilang singkat, aku bisa mendapatkan orgasme yang luar biasa nikmat.
Batang kemaluannya memang cukup besar, tapi bukan lah yang terbesar yang pernah kurasakan. Namun, cara permainannya begitu memabukan. Cara dia memompa liang kemaluanku, seakan langsung mengenai titik-titk G-spot ku, sehingga rasa geli yang kurasakan begitu konstan dan membuatku cepat meraih orgasme ku.
Bahkan si Rangga itu juga berhasil membuat Reni kelojotan, dan mendapatkan orgasmenya juga. Padahal dia sama sekali belum mendapatkan ejakulasinya, satu kali pun.
Aku benar-benar ketagihan dengan permainannya. Aku begitu terhanyut akan kejantanannya. Bahkan lebih memabukan dari permainan Mr. Robert. Namun sayangnya entah kenapa, dia terlihat terkejut saat aku membuka jilbab ku dan topeng ku. Dan langsung pergi tidak lama kemudian.
Aku dan Reni sudah memanggilnya, namun si Rangga itu tetap saja pergi keluar. Membuatku merasa sangat kecewa sekali dengannya.
Tapi, untungnya di sana banyak sekali pria yang memiliki batang hampir atau bahkan melebihi nya. Dan setelah Reni mengajak ku untuk bergabung dengan sepasang pria dan wanita yang sedang bercinta dalam woman on top, para pria lain pun langsung tertarik untuk mengajak ku bermain.
Mungkin karena aku orang baru di komunitas itu, jadi mereka masih penasaran dengan ku. Saat itu aku ingat, saat pria itu sedang merasakan nikmatnya goyangan wanita yang aku belum tau namanya itu, tiba-tiba Reni mengajak ku untuk menghampiri pasangan yang sedang asik itu.
“Ndah kita ke sana aja deh yuk, Si Rangga ngacir ga jelas, si Eko udah loyo tuh. Mending kita nyari batang laen”, Ujar Reni sambil menarik tanganku. Kami berjalan sambil bertelanjang bulat menuju pasangan itu.
Wanita itu tampaknya sudah mengenal Reni, karena langsung tersenyum melihat kedatangan Reni. Dan Reni pun langsung melumat bibir wanita itu.
Sedangkan aku yang awalnya bingung harus bagaimana, namun karena sudah terbakar birahi, aku segera melangkah ke pria itu, dan berjongkok tepat di atas wajah pria tersebut. Pria itu pun langsung menjilati bibir kemaluanku.
Ahhhh...rasanya nikmat sekali. Aku sampai meremas-remas sendiri payudara ku. Aku benar-benar telah menjadi Indah yang binal dan haus akan birahi.
“Aaashhhh...ssshhhh....aaaahhhhh...mmmfff” Aku mendesis dan merintih keenakan akan jilatan pria itu.
Namun, belum sempat aku mendapatkan orgasme dari lidah pria itu, aku kemudian tiba-tiba di tarik oleh seorang pria, entah dari mana. Dia mendorong punggung ku ke arah meja. Dan dia langsung memasukan batang kemaluannya ke dalam liang vaginaku.
Blesss! “AAAAHHHH....sshhhh...aaahhhhh” Serangan tiba-tiba itu begitu mengejutkan ku. Namun aku langsung mendesah karena rasa geli yang nikmat sekali di pangkal selangkanganku.
“Oohhhh...gilaaaa...memek lu mantab kalii....aahhhh” Ujar pria itu sambil mendesah. Dia langsung memacu batang kemaluannya dengan cepat di lubang vaginaku.
Aku bahkan sampai merebahkan tubuhku di atas meja, karena rasa geli yang begitu hebat, seakan membuat tenaga ku langsung luluh.
“Aaahhhh....enaakkk masshhh....aahhhh...cepetin lagiihhh...aahhhh” Aku terus merintih bagaikan seorang penjaja seks. Aku tidak perduli lagi. Aku harus mendapatkan orgasme ku.
Aku meremasi kedua payudaraku untuk menambah rangsangan agar aku bisa cepat mendapatkan orgasme.
“Aaaahhhh...gw mao keluaarrr nihh....uuusshhhh...memek lu enakk bangett” Pria tersebut akan mendapat orgasmenya. Aku terus berusaha mendapatkannya juga.
“Tunggu dulu...barengan masshhh...aku dikit lagiihhh...aahhhh” Jawab ku dalam rintihan ku.
Namun rupanya pria itu sudah tidak kuasa lagi untuk menahannya. Dia memegang erat pinggulku dan menekan pantatnya ke depan, agar batang nya masuk sedalam-dalamnya ke dalam liang vagina ku.
Aku merasakan semburan demi semburan hangat, menerpa hingga ke dinding rahim ku, kurasakan. Membuatku pun mendapatkan orgasme ku. Badanku langsung mengejang dan pantatku pun berkedut-kedut dengan kuat, dan berusaha memundurkan pantat ku, agar batang kemaluan pria itu masuk semakin dalam.
Dan akhirnya rasa haus ku pun terpuaskan akan goyangan pria itu. Dia berhasil membuatku orgasme lagi. Dan dia juga adalah pria pertama yang menumpahkan cadangan spermanya ke dalam rahim ku.
Pria itu langsung mencabut batang nya. Aku merasakan cairan spermanya meleleh keluar dari dalam vaginaku.
Belum selesai gelombang orgasme ku reda, aku merasakan pria lain langsung memasukan batang kemaluannya ke dalam kemaluan ku yang masih mengeluarkan sperma pria tadi yang meleleh.
“Oooohhhhh...aaaahhhh...aduuhhhh” Aku langsung merintih nikmat, saat pria itu memacu batangnya keluar masuk di dalam vagina ku.
Pria ini tidak banyak mendesah dan merintih, seperti pria tadi. Namun kocokan batangnya begitu lembut namun cepat.
Aku bahkan tidak sempat menoleh untuk melihat siapa yang sedang memacu vaginaku, karena saat itu seorang pria lagi langsung menjejalkan batang kemaluannya yang masih ber-aroma campuran cairan vagina dan sperma, ke dalam mulut ku.
“Mmmmff.....ssluurrppp...mmmmhhhh...sshhhh” Tanpa diminta, aku yang setengah mabuk minuman alkohol, dan setengah mabuk birahi, langsung saja mengulum batang pria tersebutm tanpa merasa jijik sama sekali.
Di tempat lain, aku sempat melihat Rani pun sedang menari erotis di atas tubuh seorang pria, dalam gerakan memutar bagaikan sedang mengebor. Memeras batang kemaluan pria itu.
Entah sudah berapa banyak batang kemaluan pria, yang menyemprotkan spermanya ke dalam liang vagina ku. Dan aku juga entah berapa kali merasakan multi orgasme yang luar biasa. Aku bagaikan kehilangan kesadaran ku. Vaginaku pun mulai terasa perih, saat dimasuki batang keras milik pria.
Aku begitu lelah saat batang pria terakhir menyemprotkan spermanya ke dalam vagina ku. Aku rasa, acara pesta ini pun berakhir, saat aku melihat hampir semuanya bergeletakan di lantai dan di sofa, kelelahan.
Suasana begitu hening, hanya musik house yang terus menggema di seluruh ruangan. Aku melihat ke arah Reni, yang sedang tertidur di atas tubuh seorang pria.
Aku juga masih setengah mabuk dengan tubuh sempoyongan, karena mabuk dan kelelahan, saat dalam perjalanan pulang. Baju ku sudah awut-awutan. Aku hanya memakainya asal-asalan saja. Reni pun bahkan sama sekali tidak mengenakan lagi celana panjang nya saat mengemudikan mobil, karena saat tadi akan memasuki mobil, celananya kembali di buka oleh pria berbadan kekar, yang baru ku tahu namanya Marcel.
Marcel kembali menyetubuhi Reni dengan posisi sambil berdiri, dan Reni berpegangan pada mobilnya. Aku yang awalnya hanya menonton, tiba-tiba langsung disergap lagi oleh Alex, sang tuan rumah.
Dan di dalam mobil, Alex kembali memacu pantatnya mengaduk-aduk liang vaginaku yang sudah terasa panas, akibat terlalu lama di koyak oleh berbagai jenis batang kemaluan pria. Lelehan sperma para pria tadi langsung jatuh di kursi mobil nya Reni.
Alex hanya menyibakkan rok ku saja saat menyetubuhiku habis-habisan sebelum kami pulang. Kembali vagina kami berdua menampung sperma pria yang ber ejakulasi di dalam liang kemaluan kami.
Jok mobil Reni pun sudah berlumuran sperma, dan Reni pun tidak mengindahkannya lagi, karena dia pun juga sudah setengah mabuk.
Selama perjalanan kami tertawa kembali mengingat kegilaan kami pada malam ini. Dan kami berjanji untuk mengikuti lagi event komunitas ini bulan depan.
Aku memang sudah berubah, bukan lagi Indah yang dulu malu-malu dan takut-takut masalah seks. Indah yang sekarang, adalah Indah yang penuh gairah liar dan seorang eksibisionis yang gemar memamerkan keseksian tubuhku di tempat umum.
Saat ini aku bahkan sudah tidak perduli lagi apakah mas Hari akan marah atau tidak. Bukan masalah besar. Aku hanya ingin terus menuntaskan gairah birahi ku yang meluap-luap ini.
Ngomong-ngomong tentang mas Hari, tumben mas Hari sama sekali tidak menanyakan kabarku baik melalui telepon maupun BBM. Membuat ku sedikit bertanya-tanya. Karena tidak biasanya dia tidak menelepon atau mengirim BBM sama sekali.
Aku melihat ke jam, dan waktu sudah menunjukan pukul setengah 12 malam. Artinya aku bercinta dengan liar selama hampir 5 jam. Hihihi. Memang hari yang luar biasa, hari ini.
Pas aku sampai di rumah ku, ternyata mas Hari belum tidur, dan sedang menonton TV. Membuatku was-was akan tubuhku yang lengket, dan ber-aroma sperma di sekujur tubuhku.
“Eh...mas...kok belum tidur? Kamu ga ngantuk mas?” Sapa ku sambil mencium tangan nya, dan mencium keningnya.
“Oh...aku lagi nungguin kamu pulang dulu ma”, Jawab mas Hari lembut sambil tersenyum.
“Kamu uda makan ma?” Tanya suamiku lagi. Suami ku ini memang sangat perhatian. Aku begitu mencintainya, walau pun aku juga tega mengkhianati dirinya, dengan membiarkan...hmm...lebih tepatnya, mengajak pria lain untuk menikmati seluruh tubuhku. Yang seharusnya hanya boleh dinikmati oleh suami ku.
“Uda kok sayang, tadi makan pas meeting bareng Reni juga”, Jawab ku. Aku begitu lelah sekali, setelah pertempuran panjang malam ini. Aku ingn sekali langsung ke tempat tidur.
Tiba-tiba mas Hari memelukku dari arah belakang, dan mencium leher ku dari belakang. Aku sedikit kuatir, mas Hari akan mencium bau-bau aneh dari tubuhku.
“Kamu cape ga ma? Aku pengen nih” Ujar mas Hari. Aduh, sebenarnya aku benar-benar keletihan. Ini. Aku sudah malas sekali melayani mas Hari lagi.
“Lumayan sih mas” Jawabku berusaha untuk menghindarinya.
“Oh gitu...ya uda deh, gapapa. Besok-besok aja deh” Ujar mas Hari sambil tersenyum. Aku nya malah yang menjadi tidak enak hati. Biar bagaimanapun juga, dia tetaplah satu-satunya pria yang aku cintai.
“Maaf ya mas. Aku benar-benar cape banget malam ini. Kita lanjut besok aja ya?” Ujarku berusaha menolaknya dengan halus.
“Gapapa kok ma. Ya uda kamu istirahat aja deh mas, abis bersih-bersih. Kayanya kamu kusut banget tuh, badan kamu pasti uda lengket banget kan ma. Apalagi di bagian selangkangan kamu tuh”
Degg! Ucapan mas Hari membuatku terkejut. Apa...maksudnya, di bagian selangkangan ku uda lengket banget? Apa...mas Hari mengetahui tubuhku ada yang aneh??
Aku begitu ketakutan, dan sedikit panik mendengar ucapan mas Hari tadi.
“Ehh? Mmm...maksudnya selangkangan ku apa nih mas?” Aku bertanya dengan hati-hati kepada suami ku.
“Ya kamu kan uda beraktifitas berat hari ini. Jadi pasti keringetan kan badan kamu. Apalagi di bagian selangkangan, biasanya kan paling lembab.” Jelas mas Hari, sedikit melegakan ku. Namun...beraktifitas berat??? Aku kan ga bilang ke mas Har, aku ngapain aja hari ini.
Aku menjadi sedikit curiga, mas Hari mengetahui apa yang terjadi. Tapi setelah aku pikir-pikir, ga mungkin lah bisa tau.
Saat aku menoleh ke arah mas Hari, aku melihat sebuah senyuman tersungging di bibir nya. Senyuman yang tidak pernah aku lihat dari mas Hari, sebelum nya. Seperti sebuah senyuman sedang menjalani rencana licik.
Tapi ahh...mungkin hanya karena aku masih sedikit mabuk kali. Pikirku.
================================================== ========
Hendra Suyitno
Anita
Shinta Saraswati
“Kamu musti makan Chris sayang. Kalo kamu ga makan, nanti kamu ga punya tenaga buat ngelawan penyakit kamu ini”, Ujar ku kepada anak ku yang masih berumur 6 tahun, Christian, yang sedang di rawat di rumah sakit, karena menderita demam berdarah.
“Nanti papa bawain lagi buah-buahan. Kamu juga musti minum obat warna merah yang dibuatin ama mama ya, biar cepet sembuh. Kalo Chris minum itu, pasti Chris bakal cepet sembuh. Percaya deh ama papa” Ujar ku lagi sambil membelai kepala anak ku.
“Iya pa. Tar Christian minum kok obat dari mama” Jawab Christian lesu sekali.
Aku kasihan sekali melihat keadaan Christian yang seolah tidak bertenaga ini. Aku mengecup pelan kening anak ku.
“Ya uda, papa mao balik ke kantor dulu ya Chris. Nanti malam, papa ke sini lagi”, Ujarku lagi, pamit kepada anak ku. Dan anak ku hanya menganggukan kepalanya saja.
“Aku ke kantor dulu ya ma. Tar malem aku ke sini lagi. Kamu ada mau nitip apa ga selain makanan?” Ujar ku kepada istriku, Lita.
“Hmm...apa yah. Apa aja deh pa buat cemilan mama disini” Jawab Lita.
“Ati-ati yah pa”, Ujar Lita lagi, saat aku meninggalkan istri dan anak ku yang sedang terbaring sakit.
“Saya permisi dulu ya bu”, Ujar Nita, sekretaris ku, kepada istri ku.
“Oh iya Nit. Makasih ya Nit”, Jawab istriku.
Aku dan Nita kemudian berjalan ber-iringan menuju mobil ku. Nita sudah menjadi sekretaris ku selama hampir 4 tahun. Orangnya baik dan teliti. Aku sangat menyukainya menjadi sekretaris ku.
“Bapak jadi ga mao di massage?” Tanya Nita, saat kami berdua sudah berada di dalam mobil.
Aku tidak pernah mau menggunakan jasa supir untuk mengantarku. Aku lebih suka mengendarai sendiri kendaraan ku.
“Hmm...jadi dong Nit. Nih saya mao langsung ke lokasi” Jawabku sambil tersenyum kepadanya.
“Kamu sendiri jadi mao di terapi?” Tanya ku balik.
“Apaan sih pak” Jawab Nita sambil tersenyum malu-malu. Membuat ku tergelak dengan sikap malu-malunya itu.
Nita adalah seorang wanita yang cantik. Dia sudah bersuami, namun belum memiliki anak. Saat ini dia sedang mengikuti terapi agar bisa mendapatkan seorang anak.
Beberapa lama kemudian, setelah mengarungi lalu lintas ibu kota yang padat, kami akhirnya tiba di lokasi yang telah aku rencanakan. Nita telah membantuku untuk mempersiapkan dengan mem-booking tempat nya.
“Yuk, dek Nita, kita ke lokasi” Ujar ku menggodanya.
“Hihihi...iya mas Hendra” Jawab Nita malu-malu gemesin.
Nita kemudian masuk ke bagian respsionis untuk menyiapkan tempat yang telah ia booking. Sementara aku berjalan dan menunggu di lobby.
“Yuk pak, semua uda siap” Ujar Nita saat aku sedang membaca koran.
“Oke, yuk” Jawabku.
Kami berdua kemudian berjalan menuju tempat aku akan di massage. Di ikuti oleh pelayan yang mengantar kan kami ke lokasi.
“Semua sudah lengkap dan berfungsi dengan baik ya pak. Ada lagi yang bisa saya bantu?” Tanya pelayan tadi.
“Uda cukup, terima kasih ya” Jawabku sambil menyelipkan uang ke dalam tangannya.
Aku segera menutup pintu nya saat kami sudah berada di dalam. Aku melihat Nita hanya berdiri sambil memperhatikan suasana ruangan ini. Aku pun segera menghampirinya dari belakang.
“Kamu masih grogi, sayang?” Bisik ku di telinganya, saat aku menyusup kan tangan ku dan memeluknya dari belakang.
Yah, nita saat ini selain sebagai sekretaris ku, juga merupakan wanita selingkuhan ku. Awalnya aku sama sekali tidak berniat untuk berselingkuh dengannya. Aku bahkan menyayanginya bagaikan kerabatku sendiri.
Namun, nasib ternyata berkata lain. Berawal saat Nita curhat mengenai masalah dia yang belum juga memiliki anak dari suaminya. Mereka telah berobat ke setiap tempat dan dokter yang direkomendasikan ke mereka oleh teman maupun kerabat mereka berdua.
Tetap saja hasilnya nihil. Padahal hasil lab menunjukan bahwa keduanya normal dan tidak ada masalah mengenai kesuburan.
Aku yang terus mendengarkan curhatnya, tanpa sadar mulai memainkan tangan ku. Aku membelai kepalanya, punggungnya. Hanya untuk menghiburnya, pada awalnya. Hingga tiba-tiba Nita merebahkan kepalanya di dada ku.
Nita masih saja terus bercerita saat berada di dalam pelukanku. Hingga satu saat dia mendongakan kepalanya ke arah ku dengan pandangan sayu. Dan tanpa aku sadari, bibir ku telah mendekati bibirnya, dan menciumnya pelan dan lembut, bagaikan sedang mencium benda kesayangan yang sangat rapuh.
Nita sesaat hanya menatap wajahku dengan pandangan mata yang sedikit terkejut. Hal itu membuat ku sedikit malu, akan tindakan ku itu. Namun yang terjadi selanjutnya malah mengejutkan ku, saat Nita justru menarik kepala ku turun, dan langsung mencium lagi bibir ku.
Bukan sekedar mencium, namun langsung melumat dengan lembut bibir ku. Aku yang sudah lama tidak merasakan ini, sejak istri ku mengalami menopouse, langsung terpancing gairah ku.
Aku pun balas melumat bibirnya. Bahkan lidah kami mulai saling bertautan dan saling membelit. Kami saling bertukar air liur kami. Bibirnya terasa manis dan hangat sekali.
Tangannya meraih tangan ku, dan menariknya ke arah payudaranya. Payudara Nita, bukan lah termasuk payudara berukusan besar. Aku taksir kemungkinan paling maksimal seukuran 32 B.
Tapi payudaranya terasa kenyal sekali di tangan ku. Jauh lebih kenyal dari payudara istri ku yang memang berbeda usia sangat jauh.
Nita kemudian membuka sendiri kancing kemeja nya, hingga menampakan kedua bongkah payudara kencang miliknya, yang terbungkus sebuah bra berwarna hitam.
Nita juga langsung membuka kaitan bra nya yang terletak di depan, sehingga aku langsung melihat bentuk utuh kedua payudara nya itu. Terlihat indah sekali di mataku.
Kepala ku langsung di tariknya, ke arah dada nya. Dan aku pun langsung mencium dan menjilati puting payudaranya itu.
“Oohhhhh pakk...sshhhh...iya gituh pakk...teruss pakk...aahhhhh” Desis Nita, saat aku sedang sibuk ‘mengurusi’ payudara kanan nya.
Sementara tanganku sibuk meremasi payudara kiri nya. Nita terus merintih kenikmatan, saat lidah ku bergerilya di area payudara nya. Bibir ku terus meng-explore seluruh bagian payudaranya.
Tangan Nita pun mulai memegang dan meremasi batang kemaluan ku, walau masih dari luar celana. Aku yang sudah lama tidak bercumbu, rasanya nikmat sekali.
Tangan Nita kemudian membuka ikat pinggang ku, kancing celana ku, hingga resleting celana ku, dan langsung mengeluarkan batang kemaluan ku, sambil mengocoknya pelan. Membuat remasan tangan ku di payudaranya pun semakin kuat.
Nita lalu sedikit membungkuk, hingga wajah nya berada tepat di hadapan batang kemaluanku yang sudah tegak berdiri. Dengan perlahan lidah Nita tampak menyentuh kulit kemaluanku.
Ughh...rasanya...hangat dan geli.
Lidahnya lalu menyusuri batang kemaluanku, dari atas ke bawah. Nita kemudian menjilati kedua buah bola ku, sambil sesekali menghisap pelan. Aku yang keenakan langsung memegang kepala Nita.
Nita kemudian menjilati lagi batang ku dari bawah hingga ke ujung kepala helm kemaluan ku. Nita memainkan lidah nya di ujung kemaluanku. Dan lalu, langsung melahap batang ku hingga cukup dalam.
Nita lalu menarik mulutnya sambil menghisap kemaluanku. Dan di masukan lagi ke dalam mulutnya. Nita sedang mengocok batang ku menggunakan mulutnya.
“Aaahhhh...Nitaa...geli sayangg...enak bangethh”. Aku mulai meracau ga jelas, karena rasa nikmat saat Nita mengulum batang ku, serasa tidak terkirakan.
Tidak berapa lama, Nita melepaskan batangku dari dalam mulutku. Dan dia hanya tersenyum lembut menatap wajahku. Nita lalu berdiri, dan mengangkat roknya ke atas. Terlihat celana dalam berwarna hitam juga.
Nita menurunkan celana dalam nya, tanpa melepaskan rok nya. Hanya dia angkat hingga ke atas perut saja. Nita lalu memposisikan dirinya duduk di pangkuan ku, aku pangku saling berhadapan.
Tangan Nita meraih batang kejantanan ku, dan mulia menggesek-gesekan batangku ke bibir vagina nya beberapa saat, sebelum...
Blessss! Tidak lama kemudian, Nita menurunkan pantatnya, sehingga batang ku pun, langsung membelah pelan bibir kemaluan Nita, melesak hingga terasa dalam.
“Ssshhhh....aaaahhhhh” Nita langsung mendesah panjang, saat batang milik ku melesak ke dalam liang kemaluannya. Aku merasakan nikmat yang teramat sangat, yang tidak pernah kurasakan lagi beberapa tahun belakangan ini.
Aku adalah seorang suami yang baik, yang tidak pernah membiarkan diri ku meniduri wanita lain, selain istri ku tercinta. Dulunya.
Sayangnya kali ini aku tergoda mereguk kenikmatan dari seorang wanita, yang hanya satu dekade lebih tua dari anak ku.
Nita mendiamkan dulu batang ku yang berada di dalam kemaluannya. Dia langsung mencari bibir ku dan melumatnya pelan. Aku begitu terhanyut akan permainan Nita ini. Sebuah permainan terlarang, yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya selama aku bekerja lebih dari 30 tahun.
Nita kemudian memundurkan pinggulnya, membuat batangku keluar dari dalam vaginanya. Namun belum sampai keluar, pinggul Nita langsung bergerak maju, melesakan kembali batang ku ke dalam vagina Nita.
“Ooohhhh...pakk...ssshhhh....aaaahhhh...mmffff” Nita mulai merintih cukup keras, saat pinggulnya bergerak semakin cepat, mengocok batang milik ku.
Aku rupanya sudah lupa, kami sedang bercinta di dalam ruang kantor ku. Aku hanya terus mengulum kedua payudara Nita, seolah tidak pernah puas melahap nya.
“Adduuhhh...pakkk...gelliii bangettthhhh...aaahhhhh...ga tahannnn akuuhhh” Rintihnya. Goyangannya pun semakin liar, hingga akhirnya tiba-tiba badan Nita melengking ke belakang. Kedua pahanya menjepit keras tubuh ku.
Badannya bergetar halus, sebelum pantatnya tiba-tiba mengejat-ngejat. Dan aku merasakan batang milik ku seperti di remas-remas dengan kuat, membuat ku tidak tahan. Dan tanpa mampu ku cegah, akhirnya aku pun ejakulasi di dalam rahim nya Nita.
“Oo-ohhhh Nittt...a-akuu keluarr Nit...a-awaasshh aaahhhhh” Aku sempat kuatir dan memintanya untuk mengeluarkan batangku, namun
Croott! Crooottt! Crooottt! Croootttt! Secara reflek, aku justru menaikan pantat ku, agar batang kemaluanku melesak semakin dalam ke liang vagina Nita. Batangku berdenyut-denyut menyemprotkan banyak sperma ku, ke dalam rahimnya.
Pandanganku langsung memutih, saat aku ber-ejakulasi. Badanku tegang dan kaku. Nafasku seolah berhenti. Aahhhhh...aku begitu lega bisa merasakan hal yang sudah lama tidak pernah kurasakan lagi.
Nafas kami berdua pun sudah memburu. Dan keringat kami rupanya sudah sedikit membasahi tubuh kami berdua.
Saat kesadaran ku akhirnya kembali, mataku langsung menangkap wajah Nita, yang menatap ku sedih. Bibir nya bergetar, sambil menggigit bibir bawah ku. Seketika juga aku merasa telah menyesal sekali telah melakukan ini kepada nya. Kepada bawahanku.
“Ahh...N-Nit-Nita...a-a-aku minta maaf. A-aku khilaf Nit” Ujar ku meminta maaf kepadanya. Tapi aku tidak bergerak atau meminta tubuhnya untuk menyingkir, sehingga batang kemaluanku masih berada di dalam liang kemaluannya.
“Huuu...pak Hendraa....maafin Nita juga pakk...huuuu” Ujar Nita yang langsung memeluk tubuhku sambil menangis. Aku merasa geli saat Nita bergerak maju untuk memeluk ku, karena otomatis vaginanya semakin dalam menelan lagi batang milik ku.
“Ehh...emm...i-iyaa N-Nit. Sa-sama-sama Nit” Ujar ku mengusap kepalanya ragu-ragu. Karena rasa bersalah ku, batang milik ku pun langsung mengecil, hingga terlepas dengan sendiri nya dari dalam vagina Nita.
Tapi, sejak itu kami justru bukannya saling membatasi diri, kami malah semakin sering bercinta di mana saja. Aku seolah sudah terikat akan pesona sekretaris ku itu. Aku sudah membutuhkan nya lebih dari sekedar peran sebagai sekretaris.
“Aku selalu deg-degan setiap kita cek in pak. Hihihi. Padahal kita uda 2 kali yah pak, kesini” Jawab Nita sambil tertawa, dan menyandarkan kepalanya ke belakang, di dadaku.
“Deg-degan karena takut ketahuan suami kamu? Atau takut ketahuan istri aku?” Tanya ku sambil mulai menciumi lehernya yang harum oleh parfum lembut yang di pakai nya.
“Ahahahaha...ihhhh...pak Hendra, usil deh. Ga tau sih pak. Deg-degan aja akunya, kaya orang yang mau di perawanin. Hihihi” Jawab Nita centil.
“Jadi...apanya yang mau di massage pak ama aku?” Tanya Nita sambil ber balik badannya, menghadap ke arahku.
“Ini ku nih Nit. Uda pegel banget” Jawabku sambil sedikit meremas batang kemaluanku.
“Ihh...nakal” Jawabnya singkat sambil tersenyum genit, sebelum Nita berlutut di hadapanku.
Tangan Nita langsung membuka ikat pinggangku, kancing celana dan resleting ku. Lalu menurunkan celana panjang dan celana dalam ku sekaligus. Batang ku yang masih lemas menggantung layu.
Nita kembali menatap ku sambil tersenyum genit, sebelum mulai memasukan batang milik ku ke dalam mulutnya, dan mulai mengulumnya seperti sedang menikmati lolly pop.
Aku merasakan rasa geli yang nikmat, saat mulutnya mulai bergerak maju mundur, seiring semakin tegang dan berdiri batang milik ku di dalam mulutnya.
Tangan Nita pun mulai membantu mengocok batang kemaluanku, saat akhirnya batang milik ku sudah tegak sempurna. Dan aku pun mulai mendesis sambil memegan kepalanya, yang sedang bergerak maju mundur.
Aku akhirnya memaksa mengeluarkan batangku dari mulut Nita, karena aku merasa sudah hampir ejakulasi. Aku masih ingin menikmati hidangan utamanya. Karena di usia ku seperti sekarang, tidak lah sama seperti saat aku muda dulu.
Di usia ku yang sekarang, setelah ejakulasi, aku tidak mampu membuat batangku berdiri kembali untuk beberapa lama.
Nita hanya tersenyum genit ke arah ku, masih sambil berlutut. Nita kemudian berdiri, dan melepaskan seluruh pakaiannya di hadapan ku. Hingga Nita pun sudah telanjang bulat. Darah ku semakin berdesir melihat tubuh telanjangnya hanya beberapa jengkal di hadapanku.
Dengan kedua payudara yang tidak besar, namun cukup kencang, dan vagina yang mulus bersih tanpa ada bulu sama sekali, menambah keindahan tubuhnya di mataku ini. Dalam usia ku seperti ini, aku tidak menyangka masih bisa menikmati pemandangan ini.
Aku pun juga membuka kemeja dan kaus dalam ku, sehingga aku juga telanjang bulat di hadapannya.
Nita langsung naik ke tempat tidur, dan mulai mengangkang kan kaki nya, memamerkan belahan vaginanya yang merah merekah, sambil tangannya memanggilku.
“Ayo pak, mulai dong terapi nya, biar aku bisa punya anak” Ujarnya manja, sambil mengulurkan tangannya ke arah ku.
Aku pun langsung mendekatinya, mendekati vaginanya. Lidahku mulai bersentuhan dengan klitoris nya. Lidah ku mulai menari-nari di sekitar klitorisnya.
Nita pun langsung menggelinjang tubuhnya, dengan rintihan-rintihan halus yang mulai menggema dari bibirnya.
“Aaahhhhh...sshhhh...aaaahhhh...gelii pakk” Rintih Nita menikmati jilatan lidahku.
Aku semakin melebarkan kedua paha Nita, membuat bibir vaginanya semakin melebar. Aku mulai memainkan lidah ku di liang kemaluannya. Rambutku serasa di jambak-jambak kecil oleh Nita.
“Ooohhhhh...pakkkk....sshhhh...ahhhhh....aaaahhhhh ” Nita semakin tidak bisa diam. Kepala nya menggeleng-geleng, tangannya semakin kuat menjambak rambutku.
“Aduuduuhhh paakkk...sayaa ga tahaannn....aahhh...aahhhh...ahhhhh” Kedua paha Nita tiba-tiba menjepit kepala ku, sementara badannya melengking ke belakang, hingga punggungnya terangkat dari tempat tidur.
Aku merasakan wajah ku tiba-tiba seperti ada air yang menyembur seperti cairan pipis, namun tidak bau pesing. Baru kali ini aku melihat wanita orgasme bisa seperti pipis seperti ini.
Nafas Nita tersengal-sengal. Badannya langsung terlihat lemas sekali.
“Aduuhh pakk...aku lemesss...hihihi...makasih yah pak” Ujar Nita kemudian bangun dan mencium pipi ku.
“Ayo pak kesini, aku punya kejutan buat pak Hendra. Hihihi”, Ujar Nita genit. Membuatku menjadi penasaran, kejutan apa yang dimaksudnya itu.
Nita kemudian beranjak menuju tas nya. Dia terlihat mengambil sesuatu dari dalam tas nya.
“Taraaaaa!” Ucapnya dengan riang seperti anak kecil. Sebuah kain panjang berwarna hitam. Aku bingung untuk apa kain itu sebenarnya.
“Hihihi...sini, mata pak Hendra musti di tutup dulu yah. Pokoknya pak Hendra nikmatin aja yah apapun itu nanti”, Ujar Nita, semakin membuatku penasaran.
“Kamu mao ngapain sih Nit? Jangan bikin saya penasaran deh” Ujar ku saat Nita mulai mengikatkan kain hitam itu menutup mata ku. Kain itu benar-benar hitam pekat, sehingga aku bahkan tidak melihat cahaya sedikitpun.
“Udah...pak Hendra pokoknya tenang aja. Pasti keenakan deh tar. Hihihi” Jawabnya dengan nada centil.
“Bentar yah pak. Diem dulu, jangan gerak. Awas yah kalo ampe gerak” Ujar Nita, kemudian entah apa yang di lakukannya. Aku hanya mendengar suara langkah kaki dia, kesana kemari. Dan entah suara apa lagi, aku tidak mendefinisikan suara itu dengan jelas.
Beberapa lama kemudian tiba-tiba sebuah suara berbisik di telinga ku.
“Pak Hendra uda siap kan? Aku mulai yah...” Bisik Nita di telinga ku.
Kemudian aku mulai merasakan tempat tidur yang kutiduri bergoyang, menandakan ada seseorang yang menaikinya. Dan tidak lama aku merasakan sebuah sentuhan halus dan basah di telingaku.
Tampaknya Nita sedang menjilati telinga ku. Dan aku pun mendesah karena rasa geli yang mendera ku. Lidahnya terus bergerak menyusuri wajahku. Dan saat menjilati bibir ku, Nita sedikit mengulum bibir ku, sebelum lidahnya mulai bergerak lagi.
Kali ini turun ke leher, dan bermain-main di sekitar leher. Darahku semakin mendesir. Degup jantung ku semakin cepat, seiring gairahku yang semakin meninggi. Cumbuan Nita benar-benar telah membuatku mabuk kepayang.
Nita mulai menjilati puting dada ku, baik yang kiri maupun yang kanan, membuatku mendesah kegelian akan permainan lidahnya.
Ini permainan yang baru untuk ku, di seusia ku sekarang. Saat aku bermain dengan istriku, paling jauh hanya melakukan oral sex saja. Tidak pernah mencoba permainan yang aneh-aneh.
Namun bersama Nita, aku bagaikan mendapatkan sebuah pelajaran baru tentang hubungan sex. Aku begitu menikmati cara permainannya yang begitu lembut tapi begitu membangkitkan gairah ku, yang telah lama mati suri.
Sembari lidahnya menjelajah tubuhku, tangannya dengan halus membelai kulit tubuhku dengan lembut. Menambah rasa geli yang nikmat di sekujur tubuhku. Aku benar-benar telah terbius akan permainan cintanya. Aku berpikir, sungguh beruntung suami si Nita ini, mendapatkan seorang istri yang pandai memuaskan suaminya di ranjang.
Lidahnya mulai menjelajahi batang kejantanan ku yang telah menegak dengan sempurna. Sampai tiba-tiba aku merasakan sebuah kehangatan yang basah, disertai rasa geli yang sangat. Aku menduga Nita mulai mengulum batang kemaluan ku.
Aku hanya bisa mendesah dan merintih menikmati permainan mulutnya. Tangannya juga mulai mengurut-ngurut batang kemaluan ku.
Nita cukup lama memainkan batang kemaluanku di dalam mulutnya. Aku beberapa kali hampir ‘jebol’ pertahanan ku, apa bila Nita tidak mengalihkan cumbuannya ke tempat lain, setiap kali aku hampir ejakulasi. Hingga kemudian Nita melepaskan batangku dari dalam mulutnya.
“Ayo kita mulai permainan yang sebenarnya ya pak” Bisik Nita lagi di telinga ku.
Tiba-tiba aku merasakan batang kemaluanku seperti di telan bibir basah, tapi lebih mencengkram batang kemaluanku. Rasanya seperti di kulum oleh mulut, tapi ini lebih nikmat rasanya. Aku langsung medesah panjang, begitu pun Nita, saat batang kemaluanku telah melesak cukup dalam ke dalam liang kemaluannya.
Secara perlahan, Nita mulai menggoyangkan pantatnya, berusaha mengocok dan meremas batang kemaluanku. Tiap gerakan Nita membuatku terus mendesis saking nikmatnya. Tanganku di tariknya dan di arahkan ke payudaranya.
Aku meremas-remas dengan kuat payudara Nita. Tapi...rasanya ada yang aneh. Pikirku. Payudaranya rasanya lebih besar dari yang biasa aku remas. Biasanya payudara Nita masuk semua ke dalam tanganku. Tapi kali ini aku tidak bisa memasukan payudaranya ke dalam kepalan tanganku.
Tapi aku tidak begitu memikirkannya lagi, karena sedang menikmati goyangan demi goyangan yang dilakukan oleh Nita. Membuatku semakin terhanyut dari kesadaran normal ku.
Rintihan Nita pun semakin keras, seiring goyangan nya yang semakin bergerak dengan liar. Kedua tangannya bahkan ikut membantu tanganku untuk meremas lebih kuat kedua payudaranya.
“Aaaahhhhhh....sshhhhhh....oooohhhhh....oohhhhhh” Rintihan Nita berubah menjadi pekikan kecil.
“Ohhhh...Nittt....akuu udaa ga kuattt...aku mao keluarrrr nihhh” Ujarku tidak bisa menahan rasa nikmat ini lebih lama lagi.
“Ooohhhh...Nitaaaa....aku keluaaarrrr” Teriak ku, saat batang ku berdenyut keras dan menyemprotkan cadangan sperma ku ke dalam rahimnya. Kedua tanganku meremas dengan kuat kedua payudara Nita. Aku merasa pandangan ku menggelap, walau kedua mataku masih tertutup rapat. Suara seakan menjadi hening sekali saat aku ejakulasi hebat.
Hingga beberapa lama, kesadaran ku mulai kembali laig, seiring menurunnya gairah ejakulasi yang aku rasakan tadi. Nafasku tersengal-sengal bagaikan habis berlari jauh.
“Udah pak? Enak ga? Cuma ampe segini aja kemampuan pak Hendra?” Ujar Nita, terdengar meremehkan ku. Tidak seperti Nita biasanya, yang terdengar manja dan riang. Pikirku.
Tapi...suaranya pun berbeda dari Nita. Aku...aku mengenal suara ini. Sangat mengenalinya malah. Kesadaran ku yang mulai pulih membantuk otak ku untuk mencerna dan mengolah informasi ini, sehingga memberikan ku sebuah ingatan siapa orang yang memiliki suara dan nada bicara seperti ini.
Tidak mungkin, pikirku...tidak mungkin dia...
Aku langsung membuka ikatan kain hitam yang menutupi kedua mataku. Namun sinar lampu, sedikit memudarkan pandangan ku yang lama tertutup. Tapi perlahan tapi pasti aku mulai bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang menduduki tubuhku, dengan batang kemaluanku yang masih berada di dalam vagina nya.
Ya Tuhaannnn...apa yang terjadi??? Aku melihat ke samping, melihat ke araha Nita yang sedang berdiri dengan bertelanjang bulat, sambil memegang sebuah kamera video, yang di arahkan kepada ku, dan wanita yang sedang menduduki tubuh ku ini.
“B-b-bu...b-bu S-Shin...ta??” Aku begitu terkejut sampai tidak bisa berbicara dengan baik, saat aku melihat bu Shinta, istri muda bos ku, pak Yoga, dengan tubuh telanjang bulat, dengan payudara bulat yang cukup besar, dan puting susu berwarna kecoklatan, sedang menduduki tubuhku.
“Gimana pak? Masih mampu buat lanjut ga? Ato kejantanan pak Hendra cuma segini doang? Saya bahkan belum ampe ngerasain big ‘O’ loh pak.” Ujar bu Shinta, dengan nada suara semakin meremehkan.
“N-Nita?? A-apa...apa yang kamu sedang lakuin? P-Permainan apa sebenarnya ini?” Aku bertanya ke arah Nita, yang kali ini sudah melepaskan kamera video nya. Nita hanya tersenyum manis, seolah tidak terjadi apa-apa.
“Heh...payah. Kejantanan anda ga lebih dari kejantanan anak ingusan pak” Ujar bu Shinta bangkit dari tubuhku. Cairan sperma ku segera meleleh dari dalam vagina bu Shinta yang tertutup lebatnya bulu kemaluannya, menetesi batang kemaluanku yang telah mengkerut, karena rasa terkejut ku.
“Oke, sekarang saya to the point aja pak Hendra. Asal pak Hendra tau, Nita sudah merekam adegan percintaan kita. Kalo pak Hendra tidak mau bekerja sama, saya akan serahkan rekaman video ini ke istri bapak, juga ke internet. Tentu saja wajah saya akan saya sensor sebelum saya melepas video ini ke internet.” Ujar bu Shinta, sambil duduk di sofa dengan menyilangkan kaki nya.
“Dan satu lagi, saya tau anak bapak lagi di rawat di rumah sakit Selulam kan? Pak Hendra tentunya tidak ingin kan, anak pak Hendra tiba-tiba terkena kasus mal praktik yang menyebabkan anak pak Hendra kenapa-kenapa. Saya punya kenalan yang bisa mengatur masalah itu di rumah sakit tempat anak pak Hendra di rawat.” Ujar bu Shinta lagi, seolah menekankan kekuasaan nya atas diri ku.
Bu Shinta terlihat tidak perduli dengan keadaan tubuhnya yang telanjang bulat, dengan cairan sperma yang masih menetes hingga membasahi sofa yang ia duduki itu.
“K-kerja sama apa maksud bu Shinta?” Tanya ku. Aku mulai mendapat firasat buruk akan peringatan dari pak Yoga sebelumnya.
“Saya tahu, pak Yoga menitipkan dua buah surat sama pak Hendra kan? Dan saya juga tau, kedua surat itu selalu pak Hendra simpan di kantung rahasia di tas pak Hendra. Jadi, ini yang saya minta dari pak Hendra, kalo pak Hendra ga mau rumah tangga hancur atau anak pak Hendra kenapa-kenapa.” Ujar bu Shinta, membuat hati ku mencelos. Ini dia yang aku takutkan, akhirnya benar-benar terjadi. Sebenarnya, apa sih yang sedang terjadi di antara pak Yoga dengan istri muda nya ini? Pikiran ku begitu kalut.
“Pertama, berikan surat itu kepada saya sekarang juga” Ujar bu Shinta dengan nada memerintah.
“Nita, ambilkan tas nya pak Hendra. Kasih ke dia.” Perintah bu Shinta kepada Nita. Dan Nita pun segera mengambil kan tas ku, dan menyerahkannya kepadaku.
Sesaat pandangan mata ku dengan Nita saling bertemu, dan saling menatap. Aku seakan tidak percaya aku di khianati oleh sekretaris ku sendiri. Nita hanya tersenyum saja seperti biasa.
Aku seharusnya mendengarkan kata-kata pak Yoga dengan lebih baik. Aku seharusnya sudah tau, saat Nita menggoda ku waktu pertama kali kami berhubungan intim itu, pasti ada sesuatu di balik itu semua, karena segitu mudah nya Nita menyerahkan tubuhnya kepada ku.
“Jangan sampai saya mengulang perintah saya untuk kedua kali nya, pak Hendra. Saya ga suka mengulang perintah saya” Tegas bu Shinta.
“Inget istri pak Hendra. Inget anak pak Hendra yang lagi di rawat.” Ancamnya, mebuat hati ku terenyuh.
Di satu sisi, aku ingin menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pak Yoga, menyangkut keselamatan dirinya dan anaknya, Olivia. Tapi di sisi lain akan mengorbankan rumah tangga ku, dan mungkin nyawa anak ku.
Aku bingung harus memilih yang mana. Aku bagaikan sedang memakan buah simalakama. Pilihan mana yang harus ku ambil. Aku menyadari segala konsekuensi atas semua pilihan itu nantinya. Ya Allah, kenapa aku membiarkan diri ku terjebak begitu mudahnya oleh pesona wanita muda. Aku mengutuk diri ku sendiri.
“PAK HENDRAAA!” Hentak bu Shinta mengejutkan ku. Tapi aku tetap diam tidak bergerak sama sekali.
“NITA! TELEPON KE RUMAH SAKIT SELULAM SEKARANG!” Teriak bu Shinta, membuatku langsung terpikirkan anak ku yang lagi terbaring lemah.
“Tu-tunggu bu! Saya mohon bu! Tolong, jangan apa-apakan anak saya bu.” Ujar ku memelas meminta bu Shinta untuk tidak menyakiti anak ku.
Bu Shinta hanya menatap ku tajam, sambil mengulurkan tangannya meminta sesuatu dari ku. Walau bu Shinta telanjang bulat seperti ini, tapi aku justru ketakutan oleh aura nya yang terlihat galak dan berbahaya.
Aku dengan ragu-ragu, mulai membuka tas ku, dan membuka kantung rahasia di dalam tas ku ini, dan mengambil dua buah surat yang di percayakan kepada ku oleh pak Yoga. Maafkan saya pak, saya tidak punya pilihan lain. Demi anak saya. Ucap ku dalam hati sambil menangis. Menangisi ketidak berdayaanku menghadapi rencana licik bu Shinta, yang menjebak ku melalui pesona Nita.
“Nita, ambil surat itu, kasih ke saya” Perintah bu Shinta lagi kepada Nita, yang segera bergerak untuk mengambil dua buah surat, dari tanganku yang gemetar. Nita langsung menyerakan surat-surat itu ke tangan bu Shinta.
Bu Shinta segera menyobek segel yang diberikan oleh pak Yoga, dan membacanya. Beberapa lama kemudian, membuka surat yang tadinya hendak kuberikan kepada pak Chandra.
“Hmm...sialan. Jadi dia berniat menyesatkan ku ya, dengan mengatakan akan menjadikan Rangga sebagai pewarisnya, taunya di hendak mewariskannya justru kepada pak Broto dan anaknya yang di jodohkan dengan Olivia. Hmm...si Yoga keparat bahkan sampai berniat memberitahu ke pak Chandra mengenai rencana dia. Hehehe. Sekarang rencana kamu uda gagal sayang. Begitu aku tau, pak Broto yang akan menjadi pewarismu, saat itu juga lah palu kematian buat pak Broto di ketuk. Hahahahaha”
Bu Shinta terlihat berbicara sendiri, dan tertawa keras akan segala rencana jahat yang dia buat sendiri. Sedangkan aku dan Nita hanya diam membisu melihatnya. Bu Shinta...memang sungguh menakutkan. Dia rela berbuat apa saja agar segala rencananya berhasil. Dia juga sangat licik. Aku...telah bersalah kepada pak Yoga.
“Hendra!” Hardik bu Shinta kemudian memanggilku tanpa embel-embel ‘pak’ lagi.
“Yang kedua, yang paling penting. Saya tau kamu sering bermain golf berdua dengan pak Yoga seminggu sekali, yang lanjut minum teh bersama, untuk sekedar ngobrol bersama. Kamu harus memasukan obat ini ke dalam teh nya, tanpa sepengetahuan nya. Kamu paham?” Perintah bu Shinta mengejutkan ku.
“B-bu Shinta meminta saya untuk meracuni pak Yoga? SUBHANALLAH! Saya tidak bisa melakukannya kalo itu bu. Ya Allah! Saya ga bisa menyakiti pak Yoga” Ujar ku menolak perintahnya.
“Pilihannya hanya ada dua, Hendra. Kamu lakukan seperti yang saya perintahkan, atau kamu harus mendoakan istri dan anak kamu di liang kubur. Mao pilih yang mana?” Ancam bu Shinta.
“Tenang aja, obat ini hanya untuk melemahkan pak Yoga saja. Tidak langsung membunuhnya. Jadi kamu tidak akan di tuntut melakukan pembunuhan, Hendra.” Ujar bu Shinta lagi.
Keringat dingin langsung mengucur dari tubuhku. Aku benar-benar bingung harus bagaimana agar bisa keluar dari kesulitan ini.
Tiba-tiba bu Shinta meraih ponsel yang sedang dipegang oleh Nita, dan langsung menelepon seseorang.
“Dok? Ini saya, Shinta. Kamu lanjutin rencana ke dua. Berikan obat yang kita rencanain ke anak itu, biar jadi peringatan yang bagus untuk dia, apa jadinya kalo melawan perintah saya.” Ujar bu Shinta mengejutkan ku, sehingga reflek aku langsung bergerak ke arahnya, dan berlutut memohon kepadanya.
“Bu..tolong bu! Tolong jangan anak saya! Tolong bu, dia masih kecil bu.” Ujar ku mengiba di lutut bu Shinta.
“Masukan obat ini ke dalam teh nya Yoga, maka saya baru akan lepasin keluarga kamu dari cengkraman saya. Mao lapor polisi ato ke Yoga, tau sendiri akibatnya ke anak istri kamu.” Ujarnya sambil menyerahkan obat yang dibungkus oleh kertas susu.
Dengan tangan gemetar, saya mengambil obat tersebut dari tangan bu Shinta. Ya Allah, kali ini aku sungguh akan berbuat dosa keji, pertama kalinya dalam hidupku, demi keselamatan keluarga ku.
“Ha! Bagus. Awas kalo kamu macem-macem ya Hen! Nita, saya serahkan Hendra buat kamu awasin. Awas kalo kamu ampe gagal ngawasin dia ya. Saya mao pergi dulu. Kamu lanjutin acara kamu ama si Hendra aja, Nit” Ujar bu Shinta sambil bangkit berdiri dan memakai lagi baju terusannya tanpa mencuci dulu vaginanya, bahkan tanpa mengenakan bra maupun celana dalam lagi. Dan segera keluar kamar, meninggalkan aku dan Nita berdua saja.
“Maaf ya pak, jangan sakit hati ya ama saya. Saya terpaksa menjebak pak Hendra. Demi kehidupan saya dan suami saya pak.” Ujar Nita di sampingku dengan nada ceria dan manja seperti biasa. Namun kali ini, suara manja itu justru membuatku merasa sangat...jijik!
“Jadi, terapi saya masih mao di lanjutin kan pak?” Tanya Nita dengan genit sambil melingkarkan tanganku memeluk tubuhku. Aku langsung membuang muka ke arah lain.
CHARACTERS
Karina Nayla Putri
Tanty
Ike
Gara
24 | I Am So Happy
“Rin...ayo ke sini Rin, uda mulai lagi pentas musik nya.” Ujar sahabat ku Tanty, memanggilku dari kejauhan.
“Iya...iya...sabar...gw lagi kesono nek” Jawabku semakin mempercepat langkah ku.
Saat ini sedang ada pentas musik di kampus ku. Suasana begitu ramai sekali, mengingat jadwal kuliah kami yang sudah mulai senggang seiring berlalunya UAS kemarin. So, after the long road on learning all the exam matters til drop, It’s show time now. Hwehehe.
Tanty langsung menarik tanganku menuju lokasi pentas musik itu, sementara aku menahan tangannya dulu, karena aku masih menunggu sahabat kami satu lagi, Ike. Si Ike ini emang selalu lelet dalam hal apa pun. Kemayu sekali dari mulai cara jalannya, caranya mengerjakan sesuatu, terkadang membuat kami berdua menjadi tidak sabar.
“Ehhh...tunggu noh si Ike, kasian tar ilang anak orang” Ujar ku sambil menahan tangan Tanty.
“Hadehhh...tuh anak emang paling-paling deh ihhh. Lelet banget kaya keong rebus, jalannya. Serasa putri solo kali dia yah” Ujar Tanty terlihat tidak sabar.
Tanty ini cukup mungjil tubuhnya. Lebih pendek sedikit dari aku. Wajahnya seperti masih SMA aja, bahkan sempat ada yang mengiranya anak SMP. Tapi cantik dan imut sih.
Sedangkan si Ike, selalu menggunakan jilbab untuk menutupi kepala nya itu. Anaknya baik dan setia kawan. Dia lah yang paling sabar saat salah satu di antara kami sedang curhat. Tapiiii...itu tadi. Lelet nya kaga tahaaaannn.
“IKEEE...BURUANN NAPEEE!” Teriak Tanty, karena hingar bingar pentas musik yang cukup keras suaranya.
Ike aku lihat sedang berlari-lari kecil mengejar kami. Sedang berlari-lari kecil saja, aku tetap yakin mampu mengejarnya hanya dengan berjalan cepat tanpa harus berlari. Hihihi.
“Duuhhh...lu orang buru-buru amat sih?” Ujar Ike, sedikit ngos-ngosan.
“Lu nya keles yang kelewatan lelet nya. Hadehh...putri solo” Ujar Tanty tapi sambil tersenyum.
Kami bertiga lalu menuju pentas musik yang sedang berlangsung. Semakin mendekati panggung pentas, semakin penuh dengan para mahasiswa dan mahasiswi yang menontong pentas dengan semangat menggebu-gebu.
Di panggung aku melihat beberapa orang yang sedang berada di atas panggung, sedang membereskan alat-alat musik mereka. Tampaknya kami terlambat untuk menyaksikan penampilan grup band itu. Tapi kan masih banyak grup band lainnya lah, pikir ku. Aku sendiri tidak terlalu antusias sih dengan pentas musik ini.
Hanya saja si Tanty terus mengajak kami untuk menonton. Siapa tau tar ketemu cowo ganteng trus ngeliat gw, trus nembak gw deh. Begitu lah kalimat si Tanty nenek geblek satu itu, kepada kami.
“Are you readyyy?” Tiba-tiba MC pentas musik ini berteriak lantang ke arah penonton, yang di sambut seruan para penonton sehingga menjadi riuh sekali.
“Kurang keras! ARE YOU READYYY???” Teriak si MC lagi, berusaha membangkitkan semangat para audiens ini. Kali ini seruan para penonton, jauh lebih menggema lagi. Gila kali ya nih orang pada, pikir ku sambil menutup kedua kupingku.
“Mari kita panggil...MEDUSAAAA BAND!” Seru sang MC, yang membuat para penonton langsung menggemakan sebuah kata.
“Livi! Livi! Livi! Livi! Livi! Livi! Livi! Livi! Livi! Livi! Livi!”
Aku melihat beberapa pria dan satu wanita naik ke atas panggung sambil melambai kepada para mahasiswa yang bersorak sorai.
“Heh...siapa sih yang pentas? Kok pada heboh gini sih?” Tanya ku ke Tanty, yang juga terlihat antusias.
“Ahhh lu dasar anak kuper ababil sih. Medussa band coy, suara vokalisnya si Livia tuh keren buangettt, tau gak seh lo” Jawab Tanty dengan nada bicara anak alay gitu. Membuat Ike sampai tertawa melihat Tanty. Dan aku pun menjadi tertawa melihatnya.
“Hwahahaha...dasar nenek alay” Seru ku sambil tertawa geli.
“Selamat siang semuanyaaaaa” Seru wanita yang tadi naik ke atas panggung, menyapa para penonton. Seruan para penonton pun kembali langsung menggema. Jadi ini vokalisnya, yang di bilang Tanty keren banget itu.
Eh? Tapi...itu kan...vokalis...yang waktu itu di mall...
Aku berusaha melihat lebih jelas lagi wajahnya. Iya, wajah yang sama dengan penyanyi yang aku tonton di mall waktu jalan ama kak Rangga, dan kak Oli. Kalo ga salah namanya kan Livia. Wah musti kasih tau kak Rangga nih. Hihihi.
“Hari ini, di hari yang spesial ini, kami akan membawakan dua buah lagu.” Ujar vokalis itu, yang langsung di sambut seruan, “Kurang! Kurang! Kurang! Kurang! Kurang!”
“Hehehe...untuk lagu pertama, lagunya Rihanna, California King Bed” Ujar vokalis itu dengan gaya yang cantik.
Musik intro pun segera dimainkan oleh para musisi pendukung sang vokalis. Sementara sang vokalis cantik pun mulai bertrasnformasi menjadi vokalis yang enerjik di atas panggung.
Chest to chest, nose to nose
Palm to palm, we were always just that close
Wrist to wrist, toe to toe
Lips that felt just like the inside of a rose
So how come when I reach out my finger
It feels like more than distance between us?
In this California king bed
We're ten thousand miles apart
I've been California wishing on these stars
For your heart on me, my California king
Para penonton langsung menggila, saat sang vokalis menyanyikan reffrain nya dengan nada yang pas sekali dengan suara yang tak kalah indahnya, dengan penyanyi aslinya, sang diva, Rihanna,
Eye to eye, cheek to cheek
Side by side, you were sleeping next to me
Arm in arm, dusk to dawn with the curtains drawn
And a little last night on these sheets
So how come when I reach out my fingers
It seems like more than distance between us?
In this California king bed
We're ten thousand miles apart
I've been California wishing on these stars
For your heart on me, my California king
Just when I felt like giving up on us
You turned around and gave me one last touch
That made everything feel better
And even then my eyes got wetter
So confused wanna ask you if you love me
But I don't wanna seem so weak
Maybe I've been California dreaming
Seruan para penonton yang memuji suara sang vokalis, kembali menggema, sementara sebagian besar para penonton berjingkrak-jingkrak mengikuti alunan nada yang membangkitkan semangat para penonton.
Bahkan si Tanty pun ikut-ikutan berjingkrak-jingkrakan. Namun, kemudian terjadi dengan begitu cepat, saat tiba-tiba para penonton di depanku, terdorong ke belakang, hingga tanpa dapat dihindarkan terjadi saling dorong di antara penonton, membuat suasana sedikit rusuh.
Banyak para penonton yang terdorong kebelakang hingga terjatuh, bagaikan efek domino. Karena kejadiannya begitu cepat, gelombang para penonton yang berjatuhan itu menghampiri tempat kami berdiri, aku sempat berbalik badan untuk menghindar, namun tidak sempat lagi, hingga aku bagaikan terhempas gelombang laut. Terdorong sana sini, hingga aku merasakan tubuhku jatuh terjerembab ke depan bergedebuk keras, tapi di tempat yang empuk.
Aucchh...walau jatuh terjatuh di tempat empuk, tapi tetap saja tubuhku berasa sakit semua, serasa abis di tabrak banteng ketaton.
Aku kemudian mendengar hanya alunan musik yang terus menggema, tanpa suara sang vokalis. Tentunya dia kuatir melihat banyak penonton yang berjatuhan seperti ini pikir ku.
“Rin...emm...lu...gapapa Rin? Hihihihi” Aku mendengar suara Ike, menanyakan keadaanku, tapi kok tertawa sih, bukannya prihatin. Rese juga nih anak satu.
“Ya gapapa lah, orang jatuh nya pas banget di situ. Ya betah lah ga bangun-bangun. Yang ada juga, yang bangun tuh yang ada di balik celana kali” Ujar Tanty kali ini, dan aku juga mendengar suara tertawa banyak orang. Membuatku menjadi semakin penasaran.
Aku segera berusaha berdiri dan melihat keadaan sekitar, dan aku menyadari semua orang melihat ke arahku sambil tertawa keras. Jantungku langsung menciut. Apa ada celana ku yang robek? Atau baju ku yang robek? Atau hal memalukan lainnya?
Tanty dan Ike pun aku lihat tertawa terpingkal-pingkal ke arah ku. Aku segera hendak berdiri dengan menumpukan kedua tanganku ke tanah, untuk mengangkat tubuhku. Tapi, begitu pandangan mataku melihat ke bawah, aku menyadari sesuatu yang aneh. Dan reflek aku melihat ke arah pinggul ku.
“Oh my God!” Aku reflek berseru, saat melihat posisi tubuhku yang terjatuh ini. Aku menjadi kaku dan tidak bisa bergerak, saking malu dan paniknya. Wajahku langsung memerah abis pasti nih.
“Uuoooyyy...wu’wuaannn wediwii...wa wisa nawassh nih wuee” Ujar seseorang, yang berbicara seperti sedang di tutupi sesuatu mulutnya.
Mendengar ucapan orang itu, semua orang pun langsung tertawa keras kembali.
Ya Tuhan, ini posisi yang memalukan sekali. Ingin rasanya aku memakai sebuah topeng, kemudian mengecil menjadi seekor semut, dan menghilang dari pandangan semua orang.
Aku terjatuh dengan posisi menindih tubuh seorang pria, dimana wajah ku tepat berada di atas kemaluannya yang tertutup celana jeans. Sedangkan wajahnya dia, tepat berada di selangkangan ku. Aduuhhh. Ini bagaikan sebuah posisi yang erotis sekali, membuatku menjadi semakin malu sekali, rasanya.
Akhirnya aku menguatkan diri, dan berusaha untuk berdiri. Kali ini Ike membantu ku untuk berdiri, namun masih tertawa.
“Gimana Rin? Enak ga? Ada rasa anyep-anyep nya ga? Hwahahaha” Sialann! Si Tanty kurang ajar, bukannya bantuin aku berdiri, malah ngecengin aku di hadapan semua orang, membuat semuanya menjadi tertawa terbahak-bahak lagi mendengar celetukan Tanty.
Karena merasa malu sekali, aku langsung saja pergi meninggalkan kedua sahabat ku. Ya ampunn. Apes banget sih gw. Pikir ku kesal sekali. Aku tidak menghiraukan lagi panggilan kedua sahabat ku itu, dan juga tertawaan orang-orang itu. Aku hanya terus berlari kencang.
Aku ingin menangis rasanya, saking malunya. Aku juga kesal setengah mati dengan kedua sahabatku itu. Bukannya nolongin aku, malah tertawa dan membuat aku semakin dipermalukan aja di depan banyak orang gitu.
Aku akhirnya berhenti di sebuah lorong yang sepi. Aku menjatuhkan diriku di sana, dan mulai menangis sesenggukan, menyesali ketidak beruntunganku. Tau gini, aku ga mau ikut tadi waktu di ajak si Tanty nenek peyot nyebelin, ke pentas musik.
Aku sebel! Sebel! Sebel! Sebel! Sebel! Sebel! Sebeeeeeeel! Maki ku, sambil menangis dan memeluk kedua lutut ku.
“Hey...lu...gapapa?” Tiba-tiba seorang wanita menepuk pundak ku dengan lembut sambil menanyakan keadaan ku, beberapa lama setelah aku menangis dalam kesunyian. Aku tidak menjawabnya, dan hanya menangis saja. Dia mana tau aku abis dapet malu yang teramat sangat. Ingin rasanya aku berhenti kuliah sekarang juga.
“jangan terlalu dipikirin, temen gw juga pernah kok dapet malu yang lebih dari yang lu dapet tadi” Ujar wanita itu sambil duduk di samping ku.
“He? Lu...ngeliat gw tadi?” Tanya ku ke arah wanita itu.
“Iya gw liat. Gw persis ada di samping lu waktu kejadian tadi kok. Dan cowo yang...mm...sori yah...lu tindihin tadi itu, calon ade ipar gw.” Jawab wanita itu mengejutkan ku.
“Gw tau kok rasa malu yang lu rasain. Makanya gw yang ngeliat lu lari gini, langsung ngejar lu. Temen-temen lu juga pada nyariin lu tuh. Ya emang sih, lu pasti marah kan ama mereka, karena ngetawain lu pas lu jatuh tadi?” Ujar wanita itu.
“Yah tapi, kalo lu jadi mereka, dan salah satu dari mereka ada yang jatuh dengan posisi memalukan kaya lu tadi, gw yakin, lu juga pasti bakalan ketawa kan?” Tanyanya dengan lembut.
Ya iya sih. Emang sih, buat gw yang ngalamin langsung, posisi jatuh kaya gitu emang malu-maluin banget. Tapi kalo aku ada di posisi Tanty atau Ike, ya kemungkinan besar sih aku emang bakalan ikut tertawa juga. Karena bagi yang menonton, sesuatu yang memalukan itulah sesuatu yang lucu. Haaahhh...tapi kan nyebelin.
“Iya sih...lu...bener sih” Jawab ku ke wanita itu.
“C’mon. Embrace yourself, will you? Jangan cuma karena kejadian memalukan kaya gini, trus lu jadi patah semangat” Ujar wanita itu lagi. Ucapan wanita itu membuat hatiku menjadi lebih tenang. Walau masih manyun sih.
Aku pun menganggukan kepala ku sambil tersenyum kecil ke arahnya.
“Nah gitu kan cantik kalo lagi senyum. Hihihi. Oya by the way, gw Merry” Ujarnya sambil mengulurkan tangan ke arah ku.
“Karina” Jawabku sambil menyambut uluran tangannya.
“A lovely name. Hehe. Lu...uda semester berapa?” Tanya Merry lagi.
“Semester depan sih seharusnya semester terakhir gw, Mer. Yah tergantung gw dapet dosen pembimbing skripsi gw rese ato ga deh” Jawab ku, mulai bisa normal kembali.
“Lu sendiri ud...” Belum sempat aku menyelesaikan pertanyaan ku ke wanita yang bernama Merry ini, tiba-tiba ada seseorang yang menyela kami.
“Eh...nih dia di sini. Gimana Mer, dia? Lu gapapa kan? Maafin ade gw ya” Tiba-tiba seorang pria berambut gondrong, dan berwajah tampan datang menghampiri kami, menyapa si Merry, sebelum berbicara ke arah ku.
Aku melihat seorang pria lagi di belakang pria yang berbicara kepada ku, sedang membuang muka, seperti sedang menahan rasa malu. Eh? Maafin ade gw? Tadi si Merry bilang gw jatuh nindihin calon ade iparnya dia kan. Jadi artinya, apa pria itu...apa pria di belakang si rambut gondrong ganteng ini, cowo yang aku tindihin??
Ya ampun, aku langsung menundukan wajahku menahan malu lagi.
“Ah lu kan Lang, uda gw bilang si Gara jangan lu tarik dulu. Jadi malu lagi kan si Karina ini” Protes Merry ke pria berambut gondrong itu.
“Eh...emm...so-sori. Maksud gw tadi, biar si Gara tuh minta maaf ke dia, Mer” Ujar pria berambut gondrong itu.
“Eh...emm...sori ya, hmm...kalo...gw uda bikin lu malu” Ujar pria itu sambil malu-malu
“Hmm...sori yah. Oya, nama gw Gilang, dan ini...ade gw, Gara” Ujar pria berambut gondrong itu memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan ke arah ku.
“Hmm...Karin” Jawabku sambil menjabat tangan si Gilang. Kemudian si Gara juga mengulurkan tangannya ke arah ku
“Gara” Ujarnya.
Aku reflek melihat ke arahnya. Wajahnya ternyata juga seganteng kakak nya. Aku sedikit terpana menatap wajahnya itu.
“Eh...mm...so-sori. Karina” Jawabku malu-malu. Bukan malu karena kejadian tadi, tapi malu karena aku sempat menatap wajahnya.
“Cieee...cieee...cieee...ada yang jatuh cintrong pada pandangan pertama nih. Eh...tapi kan, pandangan pertamanya Karin tadi ke arah...hwahahaha” Si nenek peyot, Tanty kembali nyeletuk dari belakang ku. Membuatku menjadi semakin malu. Aku sebel banget ama si Tanty.
Duakk!
“Aduuhhh...sakit Ke, gila luh” Ujar Tanty kesakitan tiba-tiba, karena di sikut oleh Ike, karena terus menertawakan ku. Membuatku sedikit tersenyum ke arah Ike, yang juga sedang tersenyum ke arah ku.
Tanty dan Ike pun berkenalan juga akhirnya dengan Merry, Gilang dan Gara.
“Hmm...lu orang ada acara ga? Mao...ikut rombongan kita makan ga? Yuk kita kumpul bareng-bareng?” Ajak Merry ke arah ku. Aku sempat melihat ke arah Gara, yang ternyata juga sedang melihat ke arah ku. Aku buru-buru mengalihkan pandangan ke Ike dan Tanty, yang senyum-senyum penuh arti.
“Boleh, yuk kita ikut Rin.” Ujar Tanty mendahului ku untuk menjawab, sambil menggamit lenganku.
“Dasar lu” Ujar ku masih sewot ke arahnya.
Kami bertiga kemudian berjalan mengikuti Merry, Gilang dan Gara, berjalan menuju kantin. Aku melihat seseorang sedang melambaikan tangan ke arah kami ber-enam. Eh? Yang melambaikan tangan itu, bukan nya vokalis wanita yang tadi nyanyi ya?.
Aku dan Tanty kemudian saling berpandang-pandangan sebelum tersenyum.
“Banyak berkahnya juga lu jatuh Rin” Ujar Tanty sambil tersenyum. Tapi aku tidak menangkap nada mengejek ku lagi seperti tadi. Malah lebih ke...kagum.
“Uda lama Liv?” Tanya Merry ke vokalis wanita itu, yang bernama Livia kalo ga salah.
“Gak kok, baru aja” Jawab Livia dengan senyuman yang sangat manis. Semanis kak Oli kalo lagi tersenyum.
“Oya Liv, San, Sel, Fen. ini kenalin, ini Karina, yang ini Tanty, yang ini Ike” Ujar Merry memperkenalkan kami satu-satu.
“Livia” Jawab sang vokalis.
“Sandi” Jawab pria yang di samping Livia.
“Selly” Jawab wanita yang di samping Sandi.
“Fenny” Jawab wanita yang di hadapan Selly.
“Sori ya Karina, gara-gara gw nyanyi, jadi pada rusuh gitu tadi, dan lu yang paling kena ga enaknya.” Ujar Livia dengan tulus.
“Eh...emm...gapapa kok. Namanya juga kecelakaan” Jawabku malu-malu, tidak berani melihat ke arah Gara.
“Kecelakaan yang enak” Ujar Tanty yang kembali menyeletuk, yang kembali di sikut oleh Ike.
“Wah Lang, ini ada elu versi cewe nih, suka nyeletuk. Hahahaha” Ujar wanita yang bernama Selly tadi, membuat yang lain pada tertawa.
Kami akhirnya duduk bergabung dengan mereka berempat yang sudah lebih dulu duduk. Gilang dan Gara mengambil meja satu lagi, juga kursi-kursi agar buat untuk kami semua. Dan, ternyata aku duduk di sebelah...Gara. Mati gaya beneran nih aku.
“Si Robi jadi nyusul ga Sel?” Tanya Gilang kemudian.
“Jadi kok, baru kelar meeting ama bokap tadi tuh waktu si Livi mulai mentas. Katanya bentar lagi nyampe” Jawab Selly.
Kami pun mulai terasa akrab, saling bercanda dan ngobrol bersama. Mereka ternyata orang yang asik sekali, bahkan si Gilang ini beneran sering nyeletuk yang bikin kami semua tertawa. Mirip ama kak Rangga kalo aku bilang. Bisa membawa suasana menjadi riuh penuh tawa.
“Hmm...lu orang brarti bukan anak kuliahan sini ya semua nya?” Tanya Tanty kepada mereka.
“Hehe...kita orang uda alumni dari kampus laen. Duh, jadi berasa tua sih, padahal baru juga wisudaan. Hihihi.” Jawab Livia. Livia ini emang bener-bener manis kaya kak Oli deh. Pikir ku.
“Nih, cuma Fenny yang kuliah disini. Tinggal nunggu sidang aja dia” Kali ini Selly yang menjawab.
“Wah? Lu dapet siapa yang jadi dosen PA nya Fen?” Tanya Tanty lagi.
“Untung nya gw dapet pak Yanto. Orangnya asik dan ga rese kok.” Jawab Fenny.
“Lu orang emang uda mao skripsi juga?” Tanya si Fenny balik.
“Iya, baru kelas UAS kan. Semester depan uda tinggal skripsi nya doang nih. Makanya lagi nyari-nyari info dosen mana aja yang rese nih.” Jelas ku kali ini.
“Jangan ampe lu orang dapet ama bu Bernadeth, pak Joko, ama bu Yanti deh. Ughh...amit-amit deh dapet dia. Bisa lama punya urusan lu tar skripsi lu.” Jawab Fenny dengan mimik jijik gitu. Wah....moga-moga jangan ampe dapet deh aku. Hiii...takutt.
Kami pun mulai semakin akrab satu sama lain. Ternyata mereka benar-benar kompak. Aku baru liat persahabatan yang begitu kompak seperti mereka. Walau saling cela, tapi selalu saling mendukung. Aku salut. Semoga aku ama Ike dan Tanty bisa kaya mereka deh. Eh, Tanty?? Ihh si nenek peyot itu aja tadi malah ngecengin aku mulu, bukannya bantuin aku. Huhh...sori yee.
Dari obrolan dan gesture mereka, aku pun juga mengetahui, bahwa hampir mereka semua saling berpasangan. Livia dengan Sandi, Merry dengan Gilang. Tadinya aku kira Selly atau Fenny jadian dengan Gara, tapi aku baru tau, Selly itu bersama dengan orang bernama Robi. Sedangkan Fenny dan Gara, masih jomblo bo! Hihihi.
Dan Gara pun ternyata cukup supel juga orangnya. Walau wajahnya terlihat serius, tapi ternyata gampang bercanda juga.
Beberapa lama kemudian, datang seorang pria bergabung bersama kami. Pria ini lah yang bernama Robi, yang menjadi kekasih Selly. Ganteng juga pikir ku.
Tidak terasa obrolah kami pun menjadi panjang. Bahkan hampir 2 jam kami ngobrol bersama. Aku juga sempat tukeran pin BB dan nomot telepon dengan mereka, tentu saja dengan Gara juga dong. Hihihi. Sebelum mereka beranjak pergi.
“Hmm...kayanya bentar lagi kita cuma beduaan aja nih Ke” Ujar Tanty sambil melingkarkan tangannya di pundak ku.
“Yup...ada yang terpesona ama wajah Gara nih tadi” Jawab Ike sambil senyum-senyum.
“Wajah Gara...ato...’anu’ nya Gara? Hwahaha” Tanty kembali usil mengingatkan aku lagi dengan kejadian memalukan tadi.
“Ihhhhh...Tanty! lu tuh ya dari tadi rese bener sih. Lu tuh temen gw ato bukan sih??” Ujar ku sambil mencubit dengan keras pinggang Tanty, hingga dia kesakitan.
“Awww...AAWW...sakit Rin...ADAWWW...Karin...beneran sakit....aaawww” Teriak Tanty kesakitan, sementara Ike hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kami.
================================================== ========
Olivia Khumaira Putri
Cherllyne Agustina
Gery Anggoro
“Ol...can we have a minute?” Ujar Cherllyne, saat jam makan siang, dan aku hendak makan bersama Rani dan Hari.
“Oh...hai Cher...gw mao makan rame-rame nih. Lu gabung aja yuk?” Jawab ku sambil mengajak nya untuk makan siang bersama. Melihat Cherllyne, jujur aku ga tau harus marah ato bersyukur.
“You know what I’m going to talk to you, right?. Do you really think it’s fine to talk about it in front of them? I mean, it’s fine with me. But do you honestly think that you want them to hear what I’m about to say? You sure?” Tanya Cherllyne sambil menantang balik kepadaku.
Aku menatap wajah Cherllyne. Aku sebenarnya males untuk membahasnya lagi. Aku...entah lah. Aku ga tau harus bersikap bagaimana terhadapnya sekarang.
“Ol...udah, lu omongin ama Cherllyne dulu gih. Better watch it. Dia suka ngorek-ngorek orang demennya” Ujar Rani sambil tersenyum penuh arti ke arah Cherllyne. Wait, what’s that suppose to mean?
“Ouch Rani. Kaya gitu kah penilaian lu tentang gw? It hurt my feelings” Jawab Cherllyne dengan wajah manyun.
“Heh...dasar. lu ga cocok manyun-manyun kaya si Oli tau. Hehehe. Muka lu galak tau. Hihihi. AWWW” Ujar Rani lagi sebelum terpekik karena di colok pinggangnya oleh jari Cherllyne.
“Gitu ya Ran. Awas yah” Ancam Cherllyne sambil bercanda.
“Eh...emm...Har...hmm...lu...ikutan makan juga?” Cherllyne tiba-tiba terlihat kaku saat menyapa Hari. He? Tumben-tumbenan si Cherllyne negur si Hari pake gugup gitu. Biasanya ketus dan jutek abis.
“Ha? Kesambet setan apaan lu Cher? Biasa lu galak kan ama gw. Hehehe. Iya lah ikut. Gw kan juga pengen ikut ngerumpi dong. Hahaha” Jawab Hari santai sambil nyerocos.
“Sial lo. Uda bagus gw nyapa. Uda sana pergi, jauh-jauh. Hushh!” Ujar Cherllyne sambil mengusir Hari, namun aku melihat sunggingan senyum kecil di bibirnya.
“Hehehe...iya mami” Jawab Hari sambil bercanda juga.
Dan akhirnya hanya tinggal kami berdua saja yang berada di ruangan accounting.
“So Cher, lu mao ngomong apa?” Tanya ku sedikit acuh tak acuh.
Cherllyne hanya menatap aku seperti sedang menilai ku. Aku tidak membalas tatapannya.
“Lu...marah ama gw Ol? Pasti lu marah sih. Kalo gw jadi lu, juga pasti gw bakalan marah lah, kalo ada temen gw, yang keliatan baik ama gw, tiba-tiba gw ngeliat dia lagi sekamar ama cowo yang gw sayang. Gw...tau banget kok gimana rasa sakitnya itu, Ol. Tau banget.” Ujar Cherllyne, membuat ku memalingkan wajah ku ke arah lain. Aku menggigit bibir bawah ku, berusaha menahan agar air mata ini tidak keluar.
“Anyway, gw cuma mao bilang, gw minta maaf kalo gw uda nyakitin lu. Gw minta maaf lu harus ngeliat gw di kamar berduaan ama Rangga. Gw ga akan menyangkal apa pun. Dan gw juga ga akan bikin alesan apa pun. Gw suka dan seneng saat itu Rangga ada di samping gw. Tapi gw juga ngerasa sakit, waktu gw tau lu ngeliat gw ama Rangga lagi berduaan di dalam kamar.” Ujar Cherllyne. Aku masih tidak menanggapi nya.
“Tapi, gw beneran tulus pengen lu jadian ama Rangga, Ol. Gw janji, gw ga akan berduaan lagi ama Rangga, saat lu berdua uda resmi jadi pasangan sejoli.” Jelas Cherllyne lagi
“Kenapa Cher? Kenapa lu mao gw jadian ama Rangga? Gw liat, lu sayang banget kan ama dia? Perhatian, cantik, seksi. Semua kriteria cewe yang di suka Rangga kan ada di lu semua. Rangga juga gw liat sayang banget ama lu. Jadi, kenapa gw yang musti jadian ama Rangga? Kenapa bukan lu aja yang jadian ama dia?” Tanyaku tanpa melihat ke arah nya.
“Justru karena gw sayang banget ama Rangga, gw pengen lu yang jadi pasangan Rangga, Ol. Dengan masa lalu gw yang pait, yang kotor, gw rasa gw bukanlah cewe ideal buat Rangga. Lu, yang paling ideal buat Rangga sekarang. Gak ada yang lain.” Jelas Cherllyne lagi.
“Lu boleh benci gw seumur hidup lu. Lu boleh pukulin gw ampe lu puas. Tapi lu jangan buat Rangga melepas lagi harapan nya ama lu, Ol. Karena gw tau, seberapa cinta lu ama Rangga, begitu juga sebaliknya.” Ujar Cherllyne dengan ketulusan wajah, saat aku akhirnya menatap ke arahnya.
“Sekarang, gw punya kabar buat lu. Ga tau lu nanggapinnya sebagai kabar baik, atau kabar buruk. Mengenai cowo lu si Gery. Seperti gw bilang kemarin, gw pernah ngeliat nya di mana gw lupa kan. Tadi pagi gw uda dapet jawabannya dari temen gw.” Ujar Cherllyne mengejutkan ku.
“Tentang Gery? Maksud lu?” Aku meminta kejelasan dari nya.
“Lu...lagi sibuk ga?” Tanya Cherllyne tiba-tiba keluar dari topik, sehingga membuatku binggung untuk menjawabnya.
“Eh? Apa hubungannya ama gw lagi sibuk ato ga, Cher?” Tanya ku bingung.
“lu perlu liat sendiri Ol. Dan kalo mao liat dengan mata kepala sendiri, siapa cowo lu itu sebenarnya, kita musti jalan sekarang Ol. Gw anterin lu ke sana. Lu liat dia aslinya gimana, baru lu tentuin keputusan lu setelah itu. Gw ga mao bilang apa-apa sekarang.” Jelas Cherllyne.
“Makanya gw tanya, lu lagi sibuk ga?” Tanya Cherllyne lagi.
Aku masih bingung. Otak ku belum bisa mencerna semua informasi, yang bertubi-tubi masuk ke dalam otak ku ini, sehingga aku menjadi seperti orang gagap, tidak mampu menjawab pertanyaan Cherllyne yang sederhana.
“Mending lu ijin dulu ama mba Liana...”
“Ol, kamu boleh pergi kalo kamu mao. Kalo menurut kamu ini penting untuk masa depan kamu. Saya kasih ijin kamu pulang lebih awal” Ujar mba Liana tiba-tiba memotong ucapan Cherllyne, yang benar-benar mengejutkan ku dan Cherllyne juga.
“M-mba Liana?”. Aku kaget ternyata ada mba Liana. Artinya dia juga mendengarkan pembicaran kami dong?
“Oke, uda dapet ijin kan dari mba Liana, so shall we leave now?” Ujar Cherllyne kepadaku.
“Ta-tapi mba...apa mba mendengar obrolan aku ama Cherllyne mba?” Tanya ku ke mba Liana.
“Iya, tadi aku mao keluar makan siang, tapi begitu ngeliat kamu lagi ngobrol serius ama Cherllyne, saya mao nyela takut ada hal penting yang lagi kamu berdua omongin. Saya sempet mao balik ke ruangan saya, tapi hmm...saya sedikit penasaran. Maaf kalo aku nguping omongan kalian jadinya.” Jawab mba Liana salah tingkah dengan pertanyaan ku.
Aku melihat Cherllyne hanya senyum-senyum kecil ke arah mba Liana, dan begitu juga sebaliknya. Aku sebenarnya cukup aneh melihat mereka, namun, karena aku masih bingung dengan beberapa hal, jadinya aku tidak terlalu perhatikan.
“Ayo, beresin barang-barang lu cepet, Olivia. We need to haste now” Ujar Cherllyne sambil bertepuk tangan agar aku bergerak cepat membereskan barang-barangku.
Otaku ku belum mampu mencerna, apalagi merespon segala informasi yang sangat baru ini. Aku harus bagaimana dengan Cherllyne? Apa yang terjadi dengan Gery?
Tapi tubuhku lebih cepat mencerna di banding otak ku, saat tubuhku bergerak untuk membereskan barang-barang ku secepat yang ia bisa. Mematikan komputer, menulis pesan penting untuk Rani dan Hari, untuk meng-handle sedikit kerjaan ku mengenai laporan yang harus dikirim sekarang. All done now.
“Oke...kita jalan sekarang. Mba Liana, don’t forget about our deal tonight, right?” Ujar nya sambil meraih tanganku, dan kemudian berbicara kepada mba Liana.
“Fine” Jawab mba Liana terdengar pasrah. Hmm? Ada perjanjian apa di antara mba Liana dengan Cherllyne?
Cherllyne dan aku segera berjalan dengan cepat. Kami menjelaskan singkat kepada rekan kerja kami, yang tidak sengaja bertemu dan heran melihat kami seperti hendak pulang.
“Kita pergi kemana sih Cher?” Tanya ku, saat sudah berada di dalam mobil Cherllyne.
“Ke apartemen deket Central Garden. Tempat temennya temen gw itu.” Jawab Cherllyne.
Mobil Cherllyne, dengan cukup cepat, sudah meliuk-liuk di tengah padat nya lalu linta ibu kota. Cherllyne terlihat sangat mahir mengendarai mobil. Lebih mahir di banding aku.
“Cher...gw mao tanya sesuatu ke lu” Ujar ku sambil memandang ke luar.
“Tanya apa Ol?” Tanya balik Cherllyne.
“Lu...semalem...ama Rangga...ngelakuin ‘itu’ lagi?” Hatiku rasanya pedih sekali rasanya. Walau aku uda yakin, mereka pasti berhubungan badan lagi, tapi aku ingin mendengar langsung dari Cherllyne, walau sesakit apapun rasanya.
“Apa ada pengaruhnya lu tau masalah itu apa ga, Ol?” Seperti biasa, Cherllyne selalu membalikan pertanyaan ku.
“Cherllyne, pleasee! Jawab aja pertanyaan gw!” Ujarku tegas kali ini, membuat Cherllyne sedikit melihat ke arah ku.
Namun Cherllyne tetap tidak mau menjawab pertanyaan ku itu. Dan saat aku melihat ke arahnya, dia tampak menahan tangisannya dengan menggigit bibir bawahnya.
“Cher? Please?” Ujarku kali ini dengan lembut.
“I can’t Olivia...huu...huuuu...I just can’t” Ujar Cherllyne yang kali ini benar-benar tidak tertahankan lagi tangisannya.
“I don’t wanna hurt you anymore Ok? Huuu...I can’t hurting you anymore than I did. I love you as my own sis. So please Ol. I’m so sorry for what I have done. Bur please, don’t ask me the question that made me feel so bad. Please don’t make me lying to you. I don’t wanna lie to you” Ujarnya sambil menangis.
Well...I guess...that’s the honest answer. Ujarku dalam hati sambil menatap sayu ke arah Cherllyne, yang sedang menangis pilu penuh penyesalan.
“I’m sorry Ol, and I wanna make things right again between us. I don’t want you to hate me. Not after finally I come to know what it’s like to having a sister in my life.” Ujar Cherllyne.
Aku kemudian memegang tangannya, dan meremasnya pelan. Tapi sambil memandang ke luar mobil
Dan sepanjang sisa perjalanan itu, hanya ada keheningan di antara kami berdua. Aku, entah apa yang ku hadapi, rasanya, tidak ada lagi yang bisa membuatku terkejut. Sudah terlalu banyak yang terjadi untuk ku. Jadi rasanya, uda ga ada kejutan-kejutan lain yang begitu hebatnya hingga bisa membuat ku terpana lagi.
Mobil yang di kendarai Cherllyne pun tiba di apartemen yang kami tuju. Setelah Cherllyne memarkirkan mobilnya, kami segera turun, dan Cherllyne aku lihat sedang menghubungi seseorang.
“Hai Mira, gw uda di bawah nih. Lu lagi dimana?” Tanya Cherllyne di telepon.
“Oh oke gw tunggu di lobby deh ya, nunggu lu jemput gw.” Ujar Cherllyne kemudian.
Kami berdua pun kemudian menunggu di lobby apartemen, menunggu kedatangan temannya Cherllyne untuk membuka pintu agar kami bisa naik.
Tidak lama kemudian, datang seorang wanita yang cukup cantik, memanggil ke arah Cherllyne.
“Lu kok bisa di atas aja Mir?” Tanya Cherllyne.
“Tadi si Priscill yang bukain pintu, alesan mao kasih barang ke gw. Yang ini kah, yang lu bilang itu?” Jawab wanita itu, sebelum bertanya ke arah ku.
“Yup, kenalin Mir, ini Olivia” Cherllyne memperkanalkan aku ke temannya itu.
“Miranda” Jawab wanita itu sambil menyalami tanganku.
“Hmm...lu...cantik banget Ol. Emang sialan itu orang. Ya uda yuk buruan naek. Si Priscil uda siap ama rencana kita” Ujar Miranda itu. Emang sialan orang itu? Siapa? si Gery? Rencana apa sih? Apa sih yang sebenarnya terjadi ini.
Kami berdua pun mengikuti Miranda masuk ke dalam lift. Miranda memencet angka 21 di panel lift.
“Hmm...kalo gw boleh tau, rencana apa yang lu maksud Mir?” Tanyaku ke Miranda.
“Lu belum cerita Cher ke temen lu?” Miranda justru bertanya ke arah Cherllyne dengan wajah terkejut.
“Nope...gw mau nya dia ngeliat langsung tanpa tau apa rencana kita. Jadi segala penilaian dia ga bias ama pemikiran kita, Mir” Jawab Cherllyne.
“Well excuse me Cherllyne! Lu uda ngajak gw ampe kesini, jadi kayanya gw perlu tau deh apa rencana lu” Ujarku mulai sewot kepada Cherllyne. Aku lelah dengan segala tindakannya yang penuh rahasia. Dia tadi bilang no more secret kan.
“Yes you are darling, I’m not gonna tell you, I’m going to show you just in a second” Jawab Cherllyne sambil tersenyum manis. Urghhh! Pengen aku tonjok rasanya si Cherllyne ini.
Akhirnya dengan menahan sabar dengan perjuangan yang luar biasa. Kami sampai di lantai 21. Kami berjalan mengikuti Miranda, yang menjadi penunjuk arah untuk kami.
“Ready?” Tanya Miranda kepada kami berdua, saat kami bertiga sedang berdiri di depan pintu apartemen.
Klek! Miranda langsung membuka pintu apartemen itu, yang entah milik siapa. Miranda berjalan pelan, sehingga kami berdua pun mengikutinya dengan berjalan pelan.
“Aaaahhh...terus Priss...isepin kaya gitu kontol gw...aahhhh” Tiba-tiba kami dikejutkan suara seorang pria yang sedang merintih di dalam kamar yang tidak tertutup rapat. Aku...kenal dengan suara itu. Jadi ini kah rencana mereka yang sebenarnya? Menangkap basah saat dia lagi berbuat mesum ama wanita lain?
BRAKKK! Miranda langsung membuka pintu dengan keras, sehingga membuat mereka berdua terkejut melihat ke arah Miranda.
Aku yang berada di belakang Miranda melihat sepasang pria dan wanita, yang tidak mengenakan pakaian sama sekali. Dimana, sang wanita yang telanjang, sedang berlutut di hadapan sang pria yang juga telanjang. Batang kemaluan sang pria, sedang berada di dalam mulut sang wanita.
“NGENTOT! SIAPA LU MAEN MASUK SEMBARANG...” Sang pria yang awalnya terlihat marah melihat Miranda, langsung pucat saat melihat ke arah ku, yang berdiri di belakang Miranda.
“O-O-O-Oli?” Ujarnya tergagap dengan wajah pucat.
Hmm...jadi ini toh yang Cherllyne ingin perlihatkan langsung kepada ku. Menangkap basah si Gery yang sedang bercinta ama wanita lain. Well, I must admit it. I am so wrong about nothing can surprise me anymore. This IS a suprise for me. Coz it means...I have my own chance to be with Rangga now.
Aku hanya terdiam melihat ke arah Gery. Dan dalam hati kecil ku yang terdalam, aku merasa...lega sekali, hingga tanpa sadar membuatku tersenyum lebar.
“You like my surprise, didn’t you?” Tanya Cherllyne sambil tersenyum.
“Well...not that surprise kok Cher. But yes, I am so happy now. Thanks to you.” Ujarku dengan senyuman lebar.
“Oli...k-ka-kamu...kok b-bi-bisa a-ada di sini?” Tanya Gery, sambil menutup batang kemaluannya yang sudah ia keluarkan dari mulut sang wanita, dengan kedua tangannya.
“Terima kasih buat sahabat-sahabat ku di sini. Allah uda ngasih petunjuk ke aku, melalui bantuan mereka, biar aku bisa tau kamu yang asli itu kaya gimana.” Ujarku semakin membuat wajah Gery pucat.
“Jadi...mengenai hubungan kita, yang sempat kamu mohon-mohon untuk di pertahanin, yang kamu bilang aku bertindak zolim ama kamu, sepertinya sudah terjawab semua yah disini. Siapa yang zolim juga uda ketahuan kan. Jadi untuk hubungan kita, uda ga ada masalah kan Ger?” Tanyaku ke Gery.
“G-ga ada masalah, maksud kamu? O-Ol, a-aku bisa jelasin ini semua Ol.” Gery terlihat sangat panik sekali.
“Ga ada masalah kan sekarang kalo kita mulai detik ini uda ga ada hubungan sama sekali. Jadi mulai detik ini, kamu...ga perlu dan jangan pernah lagi datang menemui ato nyari-nyari aku lagi. Apalagi ampe dateng ke rumah aku. Inget itu ya Ger.” Ujar ku penuh ketegasan.
“Ol tu-tunggu dulu. Dengerin penjelasan aku dulu” Gery hendak maju mendekat ke arah ku.
“EHH! JANGAN DEKET-DEKET!” Aku langsung berteriak lantang sehingga mengejutkannya.
“Aku cuma mao bilang, aku seneng banget Ger. Ini...ini hadiah kamu buat aku yang paling indah dan berkesan banget Ger. Thanks ya Ger. Thanks banget” Ujar ku penuh ketulusan hati. Karena dengan perbuatan Gery ini, telah melepaskan belenggu tubuhku yang selama ini menahan ku.
“Ayo Cher, we’re done here” Ujar ku sambil menarik tangan Cherllyne untuk keluar.
“OL...DENGERIN AKU DULU OL” Teriak Gery berusaha mengejarku sambil berlari bugil.
Siungg! Brakkk! BLENTANGG! Sebuah piring kaleng yang tergeletak di meja, di lempar oleh Cherllyne, walau Gery sempat menahannya dengan tangannya. Hingga piring kaleng itu jatuh bergelontangan di lantai.
“Jangan coba-coba lu ngejar ato deketin adek gw lagi. Ato gw teriak disini ada pemerkosa, biar lu di gebukin orang-orang ampe bonyok” Ujar Cherllyne. Anceman Cherllyne sedikit banyak rupanya berhasil menahan gerakan Gery.
Aku, Cherllyne dan Miranda langsung bergegas meninggalkan tempat ini.
“ARRGHHH! BANGSAAATT!” Aku mendengar Gery berteriak di sana, saat kami baru saja masuk ke dalam lift.
“Thanks ya Cher. Dan Thanks ya Mir” Ujar ku saat sudah berada di luar apartemen.
“Orang kaya gitu emang musti di kasih pelajaran biar kapok. Mungkin dia belum kapok sekarang, tapi yang jelas dia uda ketauan belangnya” Ujar Miranda.
Setelah itu kami pun berpisah. Aku bersama Cherllyne kembali menaiki mobil Cherllyne dan mobil itu pun kembali bergerak menyusuri padatnya lalu lintas ibu kota.
“Apa semua cowo itu begitu mendambakan sex dari seorang wanita, Cher?” Tanyaku sambil menerawang ke samping. Perasaan ku begitu bergejolak saat ini. Aku tidak tau lagi apa perbedaan nafsu dengan sayang. Aku hanya melihat cowo begitu mudahnya untuk tidur dengan tiap wanita yang rela untuk di tiduri. Apakah aku harus mengikuti arus, dan meninggalkan keyakinan dan prinsip ku sendiri? Hanya untuk menunjukan rasa sayangku?
“Most of them...ya. Tapi ga semua cowo menganggap sex itu segalanya dari cewe kok, Ol. Ada banyak juga contoh nyata cowo yang berhubungan sex hanya pada orang yang dia sayang aja” Jawab Cherllyne. Masa iya? Aku ga yakin ada cowo yang bisa menahan godaan wanita telanjang, terlepas cowo itu sayang ato ga kepada wanita telanjang itu.
“I doubt it...” Jawab ku pelan.
Cherllyne hanya menatap ke arah ku, sementara aku kembali memalingkan pandanganku ke arah luar.
“Jadi lu juga ngeraguin Rangga maksud lu?” Tanya Cherllyne
“Gw...ga tau Cher. Saat ini, gw bingung gimana musti bersikap. Selama ini gw ngeliat, cowo manapun sama aja. Dengan gampangnya tidur ama cewe-cewe. Baik itu cewe nya ato bukan, ato bahkan istri orang, Rangga, atau Gery, bukannya semua sama aja kan?” Jawabku penuh dengan nada pesimis.
“Yah buat orang yang belum pernah ngelakuin hubungan itu, kaya lu, mungkin semua cowo terlihat sama aja Ol. Tapi buat gw, Rangga itu jauh berbeda dari Gery atau pun cowo mana pun. Walau yah, dia emang uda bukan perjaka lagi. Bahkan sebelum ngelakuin itu ama gw.” Jawab Cherllyne.
“Berbeda gimana maksud lu?” Tanya ku lagi.
“Look, I don’t wanna say something that might hurt you Ol, and I mean it. Tapi just for your information only, cara Rangga menyayangi itu benar-benar tulus dan membuat kita merasa nyaman dan aman. Gw yakin lu sebenarnya uda ngerasain kan kehangatan Rangga, walau belum pernah bermesraan ama Rangga. Bahkan lu mungkin lebih sering bermesraan ama Gery atau ama mantan lu yang laen. Tapi lu pasti bisa ngerasain kan kehangatan Rangga, walau hanya dari sikap dan perilakunya aja. Apa lu juga rasain itu ama Gery? Kalo buat gw, satu-satunya cowo sebelum Rangga, yang bisa membuat gw merasa nyaman, selama gw deket ama cowo berbagai jenis dan usia, itu cuma ama almarhum mantan gw, Ol.” Jawab Cherllyne.
“Sekarang gw uda kasih lu kesempatan buat putus ama Gery. Dan sekarang gw mao bikin kesempatan buat lu jalan ama Rangga, Ol. Dan gw janji ama lu, gw ga akan pernah lagi deketin Rangga. Gw lebih milih lu dibanding Rangga. But itu semua tergantung ama lu sendiri Ol. Apa lu masih sayang ama Rangga, atau pandangan lu uda berubah ke Rangga, hanya karena Rangga uda banyak bermain cinta ama wanita lain. It’s up to you Ol.” Ujar Cherllyne sambil menggenggam tangan ku erat.
“Kenapa Cher? Semalam lu juga bilang lebih milih ngorbanin perasaan lu ke Rangga, walau harus mencintai Rangga tanpa memiliki. Kenapa ampe segitu nya lu ama gw sih Cher? Ato ampe segitunya ama Rangga?” Tanya ku.
“Because I already thought you as my own sister dummy. I love you. And I love Rangga too. The only way I can make you both happy, is to get you both to be together. As long I can see you both happy, that is my own happiness, silly girl.” Ujar Cherllyne sambil tersenyum lembut.
“Why?” Tanya ku lagi. Berusaha memastikan lagi.
“Perlukan sebuah alasan untuk bisa menyukai dan menyayangi seseorang? Orang mungkin punya beribu alasan untuk saling membenci satu sama lain. Tapi jika hanya untuk menyayangi seseorang, gw rasa ga perlu alasan khusus deh Ol. Alasan untuk menyukai seseorang, hanyalah sesuatu yang di cari-cari atau di buat-buat, ga murni lagi, sedang kan rasa cinta kasih itu sangat pure, sangat murni, yang muncul begitu saja saat kita merasakannya.” Jelas Cherllyne membuat ku tersenyum, sambil menatapnya.
Aku sampai tidak bisa berbicara apa-apa lagi. Aku reflek langsung mencium pipinya, saking bahagianya mendengar ucapan Cherllyne.
"Kalo nanti lu uda resmi ama Rangga, gw cuma minta satu hal dari lu berdua ya syaratnya". Ujar Cherllyne tiba-tiba.
"Syarat apa Cher?" Tanya ku.
"Sekali-sekali kalo lu lagi bercumbu ama Rangga, jangan lupa ajak-ajak gw biar gw ga ngiri" Ujar Cherllyne sambil memeletkan lidahnya.
"Hahaha...dasar lu. Enak aja. Lu kan uda sering ama Rangga bercumbu. Huh. Gw aja malah belom pernah tau. Wekkk" Balas ku juga sambil memeletkan lidah.
================================================== ========
CHARACTERS
Rani Raisya Ramadhani
Fadli Rangga Putra
Dear diary,
I never thought this night could be this wonderful. Hihihi. I will never forget this night. Why? Because...I have a wonderful dinner with Rangga duong. Hwehehe. Ihhh apaan sih Rani. Genit dasar.
Jadi tuh tadi sebenarnya ga ada rencana sama sekali sih mao jalan ama Rangga. Ini semua karena si Hari aja.
Awalnya si Hari curhat dengan ku masalah si Indah yang selingkuh di belakang Hari.
"Uda pasti Ran. Gw uda dapet bukti bini gw maen gila di belakang gw." Ujar Hari saat kami sedang berada di lift, sedang dalam perjalanan turun ke lantai dasar.
"Hah? Si Indah beneran selingkuh Har?" Aku setengah tidak percaya ama ucapan Hari. Masa sih, Indah kan orangnya religius banget dulu waktu kita masih sering hang out bareng. Lagian keluarganya pun juga religius banget kan. Kok bisa jadi seperti sekarang, aku benar-benar tidak habis pikir.
"Jadi si Indah itu...sori yah Har...punya cowo laen? Beneran bos nya dia Har?" Tanyaku dengan tidak enak sebenarnya.
"Hahaha..." Si Hari malah tertawa getir. Tampaknya ini benar-benar pukulan yang berat buatnya.
"Guess what? Bukan cuma bos nya dia Ran. Bukan cuma 1-2 orang juga Ran.” Ujar si Hari benar-benar mengejutkan ku.
“Hah??? Serius lu Har? Kok bisa segila itu sih si Indah?” Aku benar-benar spechless mendengar ucapan si Hari.
“Yup. Kemaren gw uda punya rekaman suara dia, Ran. Gw beli alat sadap yang bentuknya power bank. Gw kasih ke dia. Kemaren lu tau dia ngapain Ran? Dia ikut di sebuah komunitas yang menyelenggarakan pesta orgy. Astaghfirullah Ran.” Ujar Hari terlihat lesu.
Saat pintu lift sudah terbuka, kami tidak langsung menuju parkiran motor seperti biasa. Kami malah berjalan-jalan santai mencari tempat untuk ngobrol lebih jauh.
“Ya Allah Har, kok Indah bisa berubah ampe jadi murahan kaya gitu sih? Trus hmm...lu...masih nyampur ama dia Har?” Tanya ku saat kami sedang nongkrong di pinggir tembok parkiran mobil, yang menghadap ke jalan raya. Dari sini kami bisa memantau situasi lalu lintas yang padat merayap.
“Heh...ga lah Ran. Terus terang Ran. Dalam hati gw, uda terucap kata talak, sejak gw tau masalah dia selingkuh. Tapi gw musti nangkep basah dia dulu, Ran. Baru saat itu gw ucapin kata talak di hadapan dia Ran” Jawab Hari dingin.
“Subhanallah Har. Yang sabar ya Har. Semoga Indah dapet hidayah nya biar kembali ke jalan yang benar.” Ujar ku miris sekali melihat sahabatku ini.
“Iya lah Ran. Gw...keliatan banget seorang pecundang ya?” Ujar Hari terdengar ironis.
“Nope, justru si Indah yang bego, uda menyia-nyiakan cowo baik kaya lu. Gw ga tau alasan si Indah ampe jadi murahan kaya gitu. Apa cuma karena nafsu birahi, atau ada alasan lain. Tapi, gw yakin, dia gak akan pernah dapetin lagi cowo yang baik kaya lu, Har. Mustinya lu bersyukur Har.” Ujar ku berusaha membangkitkan semangat sahabatku ini.
“Bersyukur gimana Ran?” Tanya Hari.
“Bersyukur lu tau sifat aslinya dia kaya gimana, sebelum lu punya anak ama dia.” Jawab ku.
“Hmm...bener juga yah. Allah emang maha adil yah. Gw di kasih liat sifat asli si Indah, makanya si Indah belom hamil-hamil juga yah.” Jawab Hari.
“Ya uda yuk, kita balik. Uda malem juga nih” Ajak Hari untuk balik.
“Lu yakin uda ga papa Har?” Tanya ku kuatir dengan mentalnya.
“Aku rapopo kok Ran. Hehe. Yuk kita balik”, Jawab Hari sambil berjalan menuju parkiran motor.
Saat hampir mencapai parkiran motor, aku melihat Rangga juga sedang berjalan ke arah motor nya.
“Rangga!” Teriak Hari memanggil Rangga.
“Eh...lu orang abis darimana? Tumben lom balik?” Sapa Rangga.
“Lu sendiri napa lom balik jek?” Tanya Hari sambil menepuk pundaknya.
“Eh...emm...hehe...yah biasa deh Har. Hmm...urusan lelaki gitu deh” Jawab Rangga.
Hm? Perasaan dari tadi pagi ada yang aneh deh ama si Rangga. Kenapa tiap ngobrol ama si Hari kaya orang salting gitu nih anak? Pikirku.
“Lah...lagu lu urusan lelaki. Urusan lelaki lu palingan juga makan somay di depan kan” Ujar Hari sambil bercanda.
“Hehehe...ngehe lu, pake buka-buka rahasia dapur” Jawab Rangga. Aku melihat Rangga berusaha bersikap normal, tapi entah Hari menyadari juga atau tidak, tapi sikap Rangga benar-benar berbeda deh dari biasanya.
“Eh lu...langsung balik ato mao nyoli kemana lu cuy?” Seru si Hari, yang langsung aku tepak aja pundaknya dengan keras.
“Heh! Sopan ngomong depan cewe!” Ujar ku sewot.
“Hahaha...sukurin lu Har” Ujar Rangga sambil tertawa.
“Iya...iya Ran maap.” Seru si Hari.
“Lu mao balik ato mao pergi ke tempat laen Ga?” Tanya Hari lagi, kali ini lebih sopan kata-katanya.
“Balik lah. Nape mang?” Jawab Rangga.
“Nah kebetulan, si Rani tuh tadi bilang pengen banget pulang bareng lu. Pengen banget pulang di bonceng ama lu, sambil dia peluk dari belakang, kata dia tadi.” Aku kembali menepak dengan keras pundak Hari.
“Sembarangan lu kalo ngomong. Gw gampar bolak balik nih” Ujar ku sewot dengan wajah galak.
“Hahaha...tapi serius nih Ga, lu bisa ga tolong anterin si Rani pulang?” Tanya Hari, mengejutkan ku, karena si Hari ternyata serius. Apa dia ada rencana tentang si Indah lagi? Pikirku.
“He? Mo kemana mang lu?” Tanya Rangga.
“Ada urusan nih gw jek. Tolong lu anterin dulu deh si Rani, kalo lu emang mao langsung balik.” Jawab si Hari.
“Hmm...oke-oke aja sih gw. Ya uda yuk Ran kalo gitu, kita kemon deh” Ujar Rangga lagi.
“Lu ada helm dobel ga Ga?” Tanya Hari lagi.
“Ada bro, nyante aje. Uda Rani aman deh ama gw. Hehe” Jawab si Rangga
Aku sempat melihat wajah Hari, untuk memastikan kenapa tiba-tiba ada urusan, dengan menitipkan ku ke Rangga kaya gini. Namun saat melihat ke arahnya, si Hari langsung tersenyum sambil ngedipin matanya. Dasar, jadi dia emang pengen aku pulang bareng si Rangga aja, bukan karena ada urusan. Tapi...aku sih senang-senang aja. Hehehe.
“Awas, si Rangga jangan lu perkosa ya Ran, hehehe...have fun yah” Bisik si Hari, yang langsung aku jawab dengan cubitan di pinggangnya.
“Hahaha...di kasih enak malah nyubit.” Seru si Hari sambil tertawa.
“Tumben lu tadi uda jam segini baru pada mao balik? Hayo, abis ehem-ehem dimana tuh?” Ujar Rangga sok usil, saat kami sudah berada di jalan raya.
“Udah deh, jangan usil deh” Jawab ku sambil mencolek pinggangnya.
“Hehehe...eh...lu uda dinner lom? Gw laper nih” Ujar Rangga.
“Bloman juga. Ya udah yuk kita makan dulu. Mao dimana?” Jawabku. Hihihi. Aku seneng deh. Thanks yah Har.
“Enaknya dimana? Lu ada ide ga? Ato lu mao makan apa?” Tanya Rangga.
“Emmm...gw ikut lu aja deh Ga” Jawabku. Karena aku juga bingung sih. Aku kan cuma mao berduaan aja ama si Rangga. Hihihi.
“Iya sih ya, istri mah emang kudu ikut apa kata suami aja kan ya. Hahaha” Ujar Rangga usil lagi. Tapi, aku seneng sih usil kaya gini mah.
“Yeee...dasar” Jawabku sambil mencolek lagi pinggangnya.
“Hmm...gimana kalo kita makan sushi aja Ran? Lu doyan ga?” Tanya Rangga kemudian.
“Boleh sushi, doyan juga kok gw Ga” Jawabku dengan jantung yang cukup berdebar-debar.
“Oke deh, sushi then” Ujar Rangga sambil mengarahkan motornya ke arah resto khusus sushi.
Lokasi tempat makan tidak begitu jauh sih, dari kosan ku. Tapi, aku juga belum pernah nih nyobain di sini. Sekalian deh aku pikir.
“Mao di table ato di bar, kita Ran?” Tanya Rangga kepada ku.
“Hmm...enak di bar aja kali ya, jadi kita tinggal nyomot sushi yang lewat gitu. Kalo yang ga ada baru kita order. Gimana?” Jawabku mengutarakan pendapatku.
“Duduk di kursi, sambil milih baju di butik, penuh bintang yang terang benderang. Abang makan sushi, ditemanin cewe cantik, dimana aja pasti abang senang.” Jawab Rangga sambil ngegombal, membuat wajah ku langsung bersemu merah.
“Hahaha...ihhh...apaan sih lu Ga” Ujar ku sambil malu-malu, yang langsung meninggalkan Rangga, dan duduk di sushi bar.
“Lu suka sushi yang mana Ran, biasanya?” Tanya Rangga, saat kami sedang memilih-milih sushi yang berjalan di ban berjalan di depan kami.
“Hmm...biasanya sih gw demen yang salmon ama mini gurita sih. Kalo lu, doyan nya yang mana Ga?” Jawabku, sebelum bertanya balik.
“Gw...hmm...yang salmon ama unagi. Gw demen banget ama unagi bakarnya itu. Wuih...mantab deh” Jawab Rangga penuh semangat. Dasar.
Dan kebetulan, unagi sushi lewat duluan di depan Rangga. Rangga pun dengan cepat mengambil piringnya. Rupanya Rangga bukan cuma ambil unagi sushi, tapi sushi yang lain sekalian dia ambil juga sekitar 3 piring.
Salmon sushi yang kutunggu pun akhirnya tiba, yang langsung aku ambil juga. Kebetulan ada 2 piring salmon sushi. Jadi aku ambil aja dua-dua nya. Hehehe. Kan rencananya satu piring buat Rangga dong.
“Lu ga doyan ya Ran? Unagi sushi ini?” Tanya Rangga, saat mulutnya sedang mengunyah.
“Hmm...belom pernah makan sih. Abis kebayang belutnya uda bikin gw takut sih” Jawab ku.
“Wah...lu cobain dulu, pasti lu jadi ketagihan. Jangan lu bayangin lah. Nih coba buka mulut lu, gw suapin deh setengah dulu” Ujar Rangga, yang kemudian benar-benar mengejutkan ku, karena tangannnya menyodorkan sushi yang di pegangnya, ke arah mulut ku.
“Ayo aaaaaa” Ujar Rangga kepada ku, seperti sedang meminta anak kecil untuk membuka mulutnya. Ihhh...dasar.
Aku pun membuka mulutku, dan tangan Rangga segera memasukan dengan lembut sushi yang ada di tangannya ke dalam mulutku. Kalau dalam keadaan normal sih, mungkin aku ga bakal mau makan unagi sushi, karena kebayang terus bentuk belut yang seperti ular itu.
Tapi, setelah di suapin oleh Rangga, aku baru menyadari bahwa rasa unagi sushi ini emang enak sekali. Tapi ga ada yang lebih enak lagi selain rasa bahagia, saat Rangga menyuapkan makanan ke dalam mulutku. Hihihi.
“Nih Ga, katanya lu doyan salmon juga. Sini gw suapin” Entah apa yang ada di kepala ku, reflek aku malah menyodorkan sushi yang aku ambil, ke mulut Rangga.
Rangga pun langsung membuka mulutnya lebar-lebar, sehingga aku tidak susah untuk memasukan sushinya. Ihh...hihihi....jadi suap-suapan gini sih kita.
Dan tanpa aku sadari, aku ternyata terus menatap wajah Rangga sambil tersenyum, yang sedang mengunyah dan menikmati sushi yang aku suapin itu, bagaikan sedang menatap sesuatu yang begitu indah sehingga kita tidak bisa melepaskan pandangan kita darinya.
Saat aku melihat Rangga sudah selesai mengunyah, aku kembali menyodorkan salmon sushi lagi ke mulutnya.
“Nih, satu lagi” Ujarku.
“Eh? Lu ga makan Ran?” Tanya Rangga ke arahku.
Aku hanya menggeleng pelan sambil tersenyum dan tetap terus menatap wajahnya.
“Ga, buat lu aja dulu Ga” Jawabku. Aku benar-benar terpesona dengan pria di hadapan ku ini. Ya ampun, jantung ku berdebar begitu kencang. Sesuatu yang ga pernah aku rasain seumur hidup aku. Aku pikir dengan mantan ku itu merupakan cinta seumur hidupku. Tapi ternyata ada cinta lain yang terasa jauh lebih indah dan hangat.
Rangga pun membuka mulutnya sambil memajukan kepalanya ke arah tanganku. Dan saat salmon sushi itu masuk ke dalam mulut Rangga, entah kenapa aku tidak langsung menarik tanganku, dan sepertinya Rangga mengetahui itu, kemudian malah mengemut jemari ku sambil menatap mata ku.
Keringat dingin rasanya langsung mengguyur tubuhku, saat kami berdua saling berpandangan, sementara Rangga mengemut pelan jemari ku.
Sesaat kemudian, Rangga melepaskan mulutnya dari jemari ku, dan langsung tersenyum lebar, sebelum mengunyah sushi yang berada di dalam mulutnya sambil menghadap ke depan lagi.
Ughh...aku ga tahaannnn...aku rasanya pengen banget meluk dia sekarang, pengen nyiumin dia sekarang. Tapi aku ga punya keberanian untuk memulai itu semua. Aku malu sekali bila harus memulai. Aku berharap Rangga langsung saja mencium ku.
Rasa lapar yang tadi kurasakan telah lenyap sepenuhnya. Bukan karena sudah kenyang, tapi karena aku begitu bahagia saat ini sehingga aku tidak memikirkan hal lainnya selain pria yang ada di hadapan ku ini.
Setelah itu, Rangga masih sempat beberapa kali balik menyuapi sushi ke dalam mulut ku. Begitu juga aku. Namun hanya sampai di situ lah tingkat kemesraan kami. Padahal saat ini aku berharap lebih. Aku ingin menyuapi nya bukan dengan tangan ku lagi. Tapi...dengan bibir ku ini. Ihhhh...Rani nakal banget kan pikirannya.
Dan saat perjalanan menuju kosan ku setelah kami selesai makan, tanpa di duga, di malam yang indah itu malah turun hujan saat kami sedang dalam perjalanan pulang. Rangga tadinya hendak menepikan motornya dulu untuk berteduh. Tapi aku pikir sudah dekat kosan ku jadinya Rangga meneruskan perjalanan kami sambil hujan-hujanan.
Dan aku seakan tanpa malu-malu lagi mendekap erat tubuhnya dari belakang, sambil menyandarkan kepala ku di punggungnya. Apa kamu tau Rangga, betapa aku merindukanmu setiap hari, betapa aku mencintaimu lebih dari apa pun, selain Yang Maha Kuasa dan kedua orang tua ku. Aku merasa begitu nyaman, begitu hangat, dan begitu aman saat aku memelukmu erat seperti ini.
Hawa dingin dan air hujan sama sekali tidak mengurangi rasa hangat yang aku alami, saat aku sedang memelut erat punggung Rangga seperti ini. Aku tidak perduli dengan hujan dan angin. Aku begitu terbuai berada dalam pelukannya ini.
Kami segera berlari-lari kecil ke dalam kosan ku. Aku segera mengambil handuk untuk Rangga, yang terlihat cukup basah kuyup di bandingkan tubuhku, yang terlindungi oleh tubuhnya.
“Lu neduh di sini aja dulu Ga, nunggu hujan reda dulu. Lu mao mandi dulu ga?” Ujar ku menawarkannya untuk menunggu hujan, dan agar aku bisa lebih lama lagi bersamanya.
“Hmm...jangan deh Ran, tar biar gw pake jas ujan aja pulangnya. Ga enak gw ama lu, Ran. Tar malah jadi mengundang fitnah kalo gw nunggu di sini malem-malem berduaan aja. Lagian, bisa bahaya tar kalo lu tiba-tiba pengen trus perkosa gw disini. Hahaha” Jawabnya sambil bergurau.
“Yeee...ada juga lu kali yang merkosa gw”, Jawabku sambil tersenyum. Kalo benar Rangga ingin memperkosaku, hmm...mungkin aku juga ga nolak sih. Hihihi. Ihhh apaan sih Rani.
TRING! TRING! Bunyi nada dering dari ponsel Rangga menyela pembicaraan kami. Aku melihat Rangga mengambil ponselnya, dan melihat pesan masuk di ponselnya, sambil mengeringkan tubuh sekedarnya, karena bajunya pun terlihat basah.
“HEK! UHUK! UHUK! Gilaa!” Tiba-tiba Rangga seperti orang tersedak hingga terbatuk-batuk, sambil matanya melotot memandang ke arah ponselnya.
“He? Kenapa Ga? Ada BBM dari siapa?” Tanya ku penasaran.
“Oh? Hmm...hehe...dari adek gw nih” Ujar Rangga terlihat kikuk saat menjawab pertanyaanku.
“Dah ahh Ran, makasih yah handuknya, gw cabut dulu deh ya” Ujarnya saat aku sedang melamun, sambil hendak menyerahkan handuk yang di pakai olehnya.
SETTTTT...tiba-tiba Rangga terpeleset oleh air yang mungkin tadi menetes dari tubuhku saat aku hendak mengambil handuk. Rangga berusaha menjaga keseimbangannya, namun malah terjerunuk ke depan dan menabrak tubuhku hingga jatuh terlentang di tempat tidur, dengan Rangga sedikit menindih tubuhku.
Darahku langsung mendesir dengan cepat, saat wajah Rangga tepat berada di hadapanku, hanya terpisah beberapa mili saja. Aku bisa merasakan hangatnya nafas Rangga. Kami yang sama-sama terkejut saling berpandangan.
Aku bisa melihat pantulan wajahku di bola mata Rangga yang menatap lekat ke arahku. Nafasku mulai memburu, karena hasrat ku yang naik dengan cepat saat berhadapan sangat dekat di hadapanku ini.
Dan entah siapa yang memulai, bibir kami secara perlahan, mulai saling bertemu. Awalnya hanya tempelan dan kecupan kecil, namun lama-lama berubah menjadi lumatan yang semakin lama semakin tidak bisa terkontrol.
Di suasana hujan yang turun cukup deras di luar, kami berciuman penuh gairah. Bibir kami saling melumat satu sama lain. Kami saling bertukar air liur. Dan lidah kami saling membelit. Tubuhku pun menjadi semakin hangat dengan gairah yang samakin meninggi. Aku merasakan cairan yang keluar dari dalam liang kemaluanku. Nampaknya gairahku telah membuat cairan pelumasku membasahi bibir kemaluan ku.
Tanganku melingkar dengan erat di leher Rangga, sementara tangan Rangga bergerak aktif membelai setiap jengkal tubuhku.
“Mmmmhhh” Lenguh ku saat tangan Rangga yang dingin karena terkena air hujan tadi, menyusup masuk ke dalam bajuku, dan bra yang kukenakan, dan langsung bersentuhan dengan payudaraku.
“Mmmmff....ssshhhh..mmmhhh” Aku mulai mendengus cukup keras, dalam ciuman ku, saat tangan Rangga meremas cukup kuat payudaraku, dan sedikit memainkan puting payudaraku yang sudah mengeras.
“Astaghfirullah!” Tiba-tiba Rangga menghentikan ciuman dan remasan tangannya di payudaraku, serta langsung menarik keluar tangannya.
Rangga langsung berdiri dengan nafas yang memburu. Rangga berusaha mengatur nafasnya. Aku mencoba untuk duduk di ranjangku dengan nafas yang memburu juga. Aku melihat payudara sebelah kiri ku terbuka dengan bebas, saat Rangga tadi mengeluarkannya dari dalam sangkarnya.
Dengan malu-malu, aku segera memasukan lagi payudaraku ke dalam bra ku, dan menurunkan kemeja yang kupakai.
“Ran...maafin gw ya, gw..khilaf banget. Gw...pulang dulu deh yah. Maaf ya Ran” Ujar Rangga sambil tersenyum lembut sekali ke arah ku.
Aku yang masih dalam gairah tinggi sebenarnya mengharapkan Rangga melanjutkan lagi ‘kegiatan’ kami barusan. Aku hanya menatap wajahnya dalam sayu. Rangga kemudian menghampiri ku yang terduduk di pinggir tempat tidur, dan tiba-tiba mengecup keningku.
“Maaf atas kekhilafan gw Ran...gw...ga mau nama lu jadi jelek di lingkungan sini. Gw...sangat menghormati dan menghargai lu Ran.” Bisik Rangga sambil mengecup cukup lama keningku, sebelum Rangga berlalu keluar dari dalam kamar kos ku.
“Rangga, makasih ya Ga, uda bayarin gw makan, uda anterin pula ampe kos, ampe keujanan gini.” Ujar ku, saat aku berada di ambang pintu kamar kos ku, saat aku mengejarnya.
“Gapapa kok, gw juga seneng kok jalan ama lu kaya gini Ran. Bye Ran. Sweet dream yah tar malem” Jawab Rangga sambil tersenyum.
“Rangga aku mau kamu nginep di sini, temenin aku tidur Ga. Buat aku bermimpi indah di pelukan mu. Aku rela kamu milikin aku seutuhnya Ga”
Ingin sekali rasanya bibir ini mengucapkan kalimat itu, namun entah kenapa kata-kata itu seolah tidak mau keluar, walau pun aku sudah membuka mulutku.
“Hmm? Lu...mao ngomong apa Ran?” Tanya Rangga heran melihatku seperti ingin berbicara.
“Hmm...ati-ati lu pulangnya. Tar kabarin gw ya kalo lu uda nyampe rumah” Haah...Rani, kok malah ngucapin kalimat itu sih???? Iiihhhh...gimana sih aku nih. Aku mah gitu sih orangnya.
“Oke Ran. Hmm...ya uda, gw...hmm...pulang dulu ya Ran” Jawab Rangga seperti ragu-ragu. Seolah-olah enggan meninggalkan tempat ini. Namun mungkin melihat aku yang tak kunjung bicara, akhirnya membuat Rangga berbalik dan meninggalkan kosan ku.
Ughhhh! Raniiiii, lu tuh bego amat sih??
“Ranggaa!” Aku segera mengejar Rangga lagi ke parkiran motor sambil berlari.
“Eh? Kenapa Ran?” Tanya Rangga heran melihat ku berlari.
“Ga...hehehe...gw...seneng banget hari ini. Hmm...gw...mao bilang makasih uda bikin gw seneng, ama...hmmm...” Aku tidak mampu melanjutkan kata-kata ku itu karena rasanya malu sekali.
“Amaa...??” Tanya Rangga lagi yang juga kebingungan.
Aku tidak menjawabnya, hanya bergerak maju dan meraih kedua pipi nya dengan kedua tangan ku, lalu aku memajukan kepalaku ke arah kepala nya, dan akhirnya bibir ku bisa meraih pelan bibir nya.
Sebuah kecupan singkat, namun rasanya begitu lama dan membuatku terbuai, saat bibir kami kembali bertemu untuk kedua kalinya malam ini, hingga aku terpaksa kembali ke alam sadar ku, saat bibir ku melepas bibir Rangga.
“Eh?” Rangga terlihat terkejut sekali melihat kenekatan ku.
“Hmm...ati-ati yah Ga” Aku hanya mampu mengucapkan kalimat itu, sebelum aku segera berbalik dan berlari kecil ke dalam kamar kos ku.
Di dalam kamar kos ku, nafasku begitu memburu. Jantung ku berdebar sangat cepat. Dan wajahku terasa sangat panas. Aduuuhhh. Aku malu banget nih. Tapi aku juga seneng banget. Hihihi. Aku langsung berbaring di tempat tidur, sambil memeluk erat guling, bagaikan sedang memeluk erat Rangga seperti tadi di motor. Aku bahkan lupa bahwa baju ku yang basah masih belum aku ganti, hingga membuat tempat tidurku jadi lembab.
Aku ga tau harus senang atau bersedih saat Rangga menghentikan aksinya menjelajahi tubuhku. Memang aku merasakan kasih sayang Rangga saat itu, tapi aku juga merasakan Rangga begitu melindungi kehormatanku. Aku merasa bangga sekali terhadapnya. Aku merasa telah mencintai pria yang tepat kali ini.
Haaahhh...Rangga...I’m so happy today. Aku menjadi teringat akan lagu yang dulu sering kunyanyikan. Lagu milik band Utopia, Hujan.
Rani Raisya Ramadhani
Fadli Rangga Putra
Dear diary,
I never thought this night could be this wonderful. Hihihi. I will never forget this night. Why? Because...I have a wonderful dinner with Rangga duong. Hwehehe. Ihhh apaan sih Rani. Genit dasar.
Jadi tuh tadi sebenarnya ga ada rencana sama sekali sih mao jalan ama Rangga. Ini semua karena si Hari aja.
Awalnya si Hari curhat dengan ku masalah si Indah yang selingkuh di belakang Hari.
"Uda pasti Ran. Gw uda dapet bukti bini gw maen gila di belakang gw." Ujar Hari saat kami sedang berada di lift, sedang dalam perjalanan turun ke lantai dasar.
"Hah? Si Indah beneran selingkuh Har?" Aku setengah tidak percaya ama ucapan Hari. Masa sih, Indah kan orangnya religius banget dulu waktu kita masih sering hang out bareng. Lagian keluarganya pun juga religius banget kan. Kok bisa jadi seperti sekarang, aku benar-benar tidak habis pikir.
"Jadi si Indah itu...sori yah Har...punya cowo laen? Beneran bos nya dia Har?" Tanyaku dengan tidak enak sebenarnya.
"Hahaha..." Si Hari malah tertawa getir. Tampaknya ini benar-benar pukulan yang berat buatnya.
"Guess what? Bukan cuma bos nya dia Ran. Bukan cuma 1-2 orang juga Ran.” Ujar si Hari benar-benar mengejutkan ku.
“Hah??? Serius lu Har? Kok bisa segila itu sih si Indah?” Aku benar-benar spechless mendengar ucapan si Hari.
“Yup. Kemaren gw uda punya rekaman suara dia, Ran. Gw beli alat sadap yang bentuknya power bank. Gw kasih ke dia. Kemaren lu tau dia ngapain Ran? Dia ikut di sebuah komunitas yang menyelenggarakan pesta orgy. Astaghfirullah Ran.” Ujar Hari terlihat lesu.
Saat pintu lift sudah terbuka, kami tidak langsung menuju parkiran motor seperti biasa. Kami malah berjalan-jalan santai mencari tempat untuk ngobrol lebih jauh.
“Ya Allah Har, kok Indah bisa berubah ampe jadi murahan kaya gitu sih? Trus hmm...lu...masih nyampur ama dia Har?” Tanya ku saat kami sedang nongkrong di pinggir tembok parkiran mobil, yang menghadap ke jalan raya. Dari sini kami bisa memantau situasi lalu lintas yang padat merayap.
“Heh...ga lah Ran. Terus terang Ran. Dalam hati gw, uda terucap kata talak, sejak gw tau masalah dia selingkuh. Tapi gw musti nangkep basah dia dulu, Ran. Baru saat itu gw ucapin kata talak di hadapan dia Ran” Jawab Hari dingin.
“Subhanallah Har. Yang sabar ya Har. Semoga Indah dapet hidayah nya biar kembali ke jalan yang benar.” Ujar ku miris sekali melihat sahabatku ini.
“Iya lah Ran. Gw...keliatan banget seorang pecundang ya?” Ujar Hari terdengar ironis.
“Nope, justru si Indah yang bego, uda menyia-nyiakan cowo baik kaya lu. Gw ga tau alasan si Indah ampe jadi murahan kaya gitu. Apa cuma karena nafsu birahi, atau ada alasan lain. Tapi, gw yakin, dia gak akan pernah dapetin lagi cowo yang baik kaya lu, Har. Mustinya lu bersyukur Har.” Ujar ku berusaha membangkitkan semangat sahabatku ini.
“Bersyukur gimana Ran?” Tanya Hari.
“Bersyukur lu tau sifat aslinya dia kaya gimana, sebelum lu punya anak ama dia.” Jawab ku.
“Hmm...bener juga yah. Allah emang maha adil yah. Gw di kasih liat sifat asli si Indah, makanya si Indah belom hamil-hamil juga yah.” Jawab Hari.
“Ya uda yuk, kita balik. Uda malem juga nih” Ajak Hari untuk balik.
“Lu yakin uda ga papa Har?” Tanya ku kuatir dengan mentalnya.
“Aku rapopo kok Ran. Hehe. Yuk kita balik”, Jawab Hari sambil berjalan menuju parkiran motor.
Saat hampir mencapai parkiran motor, aku melihat Rangga juga sedang berjalan ke arah motor nya.
“Rangga!” Teriak Hari memanggil Rangga.
“Eh...lu orang abis darimana? Tumben lom balik?” Sapa Rangga.
“Lu sendiri napa lom balik jek?” Tanya Hari sambil menepuk pundaknya.
“Eh...emm...hehe...yah biasa deh Har. Hmm...urusan lelaki gitu deh” Jawab Rangga.
Hm? Perasaan dari tadi pagi ada yang aneh deh ama si Rangga. Kenapa tiap ngobrol ama si Hari kaya orang salting gitu nih anak? Pikirku.
“Lah...lagu lu urusan lelaki. Urusan lelaki lu palingan juga makan somay di depan kan” Ujar Hari sambil bercanda.
“Hehehe...ngehe lu, pake buka-buka rahasia dapur” Jawab Rangga. Aku melihat Rangga berusaha bersikap normal, tapi entah Hari menyadari juga atau tidak, tapi sikap Rangga benar-benar berbeda deh dari biasanya.
“Eh lu...langsung balik ato mao nyoli kemana lu cuy?” Seru si Hari, yang langsung aku tepak aja pundaknya dengan keras.
“Heh! Sopan ngomong depan cewe!” Ujar ku sewot.
“Hahaha...sukurin lu Har” Ujar Rangga sambil tertawa.
“Iya...iya Ran maap.” Seru si Hari.
“Lu mao balik ato mao pergi ke tempat laen Ga?” Tanya Hari lagi, kali ini lebih sopan kata-katanya.
“Balik lah. Nape mang?” Jawab Rangga.
“Nah kebetulan, si Rani tuh tadi bilang pengen banget pulang bareng lu. Pengen banget pulang di bonceng ama lu, sambil dia peluk dari belakang, kata dia tadi.” Aku kembali menepak dengan keras pundak Hari.
“Sembarangan lu kalo ngomong. Gw gampar bolak balik nih” Ujar ku sewot dengan wajah galak.
“Hahaha...tapi serius nih Ga, lu bisa ga tolong anterin si Rani pulang?” Tanya Hari, mengejutkan ku, karena si Hari ternyata serius. Apa dia ada rencana tentang si Indah lagi? Pikirku.
“He? Mo kemana mang lu?” Tanya Rangga.
“Ada urusan nih gw jek. Tolong lu anterin dulu deh si Rani, kalo lu emang mao langsung balik.” Jawab si Hari.
“Hmm...oke-oke aja sih gw. Ya uda yuk Ran kalo gitu, kita kemon deh” Ujar Rangga lagi.
“Lu ada helm dobel ga Ga?” Tanya Hari lagi.
“Ada bro, nyante aje. Uda Rani aman deh ama gw. Hehe” Jawab si Rangga
Aku sempat melihat wajah Hari, untuk memastikan kenapa tiba-tiba ada urusan, dengan menitipkan ku ke Rangga kaya gini. Namun saat melihat ke arahnya, si Hari langsung tersenyum sambil ngedipin matanya. Dasar, jadi dia emang pengen aku pulang bareng si Rangga aja, bukan karena ada urusan. Tapi...aku sih senang-senang aja. Hehehe.
“Awas, si Rangga jangan lu perkosa ya Ran, hehehe...have fun yah” Bisik si Hari, yang langsung aku jawab dengan cubitan di pinggangnya.
“Hahaha...di kasih enak malah nyubit.” Seru si Hari sambil tertawa.
“Tumben lu tadi uda jam segini baru pada mao balik? Hayo, abis ehem-ehem dimana tuh?” Ujar Rangga sok usil, saat kami sudah berada di jalan raya.
“Udah deh, jangan usil deh” Jawab ku sambil mencolek pinggangnya.
“Hehehe...eh...lu uda dinner lom? Gw laper nih” Ujar Rangga.
“Bloman juga. Ya udah yuk kita makan dulu. Mao dimana?” Jawabku. Hihihi. Aku seneng deh. Thanks yah Har.
“Enaknya dimana? Lu ada ide ga? Ato lu mao makan apa?” Tanya Rangga.
“Emmm...gw ikut lu aja deh Ga” Jawabku. Karena aku juga bingung sih. Aku kan cuma mao berduaan aja ama si Rangga. Hihihi.
“Iya sih ya, istri mah emang kudu ikut apa kata suami aja kan ya. Hahaha” Ujar Rangga usil lagi. Tapi, aku seneng sih usil kaya gini mah.
“Yeee...dasar” Jawabku sambil mencolek lagi pinggangnya.
“Hmm...gimana kalo kita makan sushi aja Ran? Lu doyan ga?” Tanya Rangga kemudian.
“Boleh sushi, doyan juga kok gw Ga” Jawabku dengan jantung yang cukup berdebar-debar.
“Oke deh, sushi then” Ujar Rangga sambil mengarahkan motornya ke arah resto khusus sushi.
Lokasi tempat makan tidak begitu jauh sih, dari kosan ku. Tapi, aku juga belum pernah nih nyobain di sini. Sekalian deh aku pikir.
“Mao di table ato di bar, kita Ran?” Tanya Rangga kepada ku.
“Hmm...enak di bar aja kali ya, jadi kita tinggal nyomot sushi yang lewat gitu. Kalo yang ga ada baru kita order. Gimana?” Jawabku mengutarakan pendapatku.
“Duduk di kursi, sambil milih baju di butik, penuh bintang yang terang benderang. Abang makan sushi, ditemanin cewe cantik, dimana aja pasti abang senang.” Jawab Rangga sambil ngegombal, membuat wajah ku langsung bersemu merah.
“Hahaha...ihhh...apaan sih lu Ga” Ujar ku sambil malu-malu, yang langsung meninggalkan Rangga, dan duduk di sushi bar.
“Lu suka sushi yang mana Ran, biasanya?” Tanya Rangga, saat kami sedang memilih-milih sushi yang berjalan di ban berjalan di depan kami.
“Hmm...biasanya sih gw demen yang salmon ama mini gurita sih. Kalo lu, doyan nya yang mana Ga?” Jawabku, sebelum bertanya balik.
“Gw...hmm...yang salmon ama unagi. Gw demen banget ama unagi bakarnya itu. Wuih...mantab deh” Jawab Rangga penuh semangat. Dasar.
Dan kebetulan, unagi sushi lewat duluan di depan Rangga. Rangga pun dengan cepat mengambil piringnya. Rupanya Rangga bukan cuma ambil unagi sushi, tapi sushi yang lain sekalian dia ambil juga sekitar 3 piring.
Salmon sushi yang kutunggu pun akhirnya tiba, yang langsung aku ambil juga. Kebetulan ada 2 piring salmon sushi. Jadi aku ambil aja dua-dua nya. Hehehe. Kan rencananya satu piring buat Rangga dong.
“Lu ga doyan ya Ran? Unagi sushi ini?” Tanya Rangga, saat mulutnya sedang mengunyah.
“Hmm...belom pernah makan sih. Abis kebayang belutnya uda bikin gw takut sih” Jawab ku.
“Wah...lu cobain dulu, pasti lu jadi ketagihan. Jangan lu bayangin lah. Nih coba buka mulut lu, gw suapin deh setengah dulu” Ujar Rangga, yang kemudian benar-benar mengejutkan ku, karena tangannnya menyodorkan sushi yang di pegangnya, ke arah mulut ku.
“Ayo aaaaaa” Ujar Rangga kepada ku, seperti sedang meminta anak kecil untuk membuka mulutnya. Ihhh...dasar.
Aku pun membuka mulutku, dan tangan Rangga segera memasukan dengan lembut sushi yang ada di tangannya ke dalam mulutku. Kalau dalam keadaan normal sih, mungkin aku ga bakal mau makan unagi sushi, karena kebayang terus bentuk belut yang seperti ular itu.
Tapi, setelah di suapin oleh Rangga, aku baru menyadari bahwa rasa unagi sushi ini emang enak sekali. Tapi ga ada yang lebih enak lagi selain rasa bahagia, saat Rangga menyuapkan makanan ke dalam mulutku. Hihihi.
“Nih Ga, katanya lu doyan salmon juga. Sini gw suapin” Entah apa yang ada di kepala ku, reflek aku malah menyodorkan sushi yang aku ambil, ke mulut Rangga.
Rangga pun langsung membuka mulutnya lebar-lebar, sehingga aku tidak susah untuk memasukan sushinya. Ihh...hihihi....jadi suap-suapan gini sih kita.
Dan tanpa aku sadari, aku ternyata terus menatap wajah Rangga sambil tersenyum, yang sedang mengunyah dan menikmati sushi yang aku suapin itu, bagaikan sedang menatap sesuatu yang begitu indah sehingga kita tidak bisa melepaskan pandangan kita darinya.
Saat aku melihat Rangga sudah selesai mengunyah, aku kembali menyodorkan salmon sushi lagi ke mulutnya.
“Nih, satu lagi” Ujarku.
“Eh? Lu ga makan Ran?” Tanya Rangga ke arahku.
Aku hanya menggeleng pelan sambil tersenyum dan tetap terus menatap wajahnya.
“Ga, buat lu aja dulu Ga” Jawabku. Aku benar-benar terpesona dengan pria di hadapan ku ini. Ya ampun, jantung ku berdebar begitu kencang. Sesuatu yang ga pernah aku rasain seumur hidup aku. Aku pikir dengan mantan ku itu merupakan cinta seumur hidupku. Tapi ternyata ada cinta lain yang terasa jauh lebih indah dan hangat.
Rangga pun membuka mulutnya sambil memajukan kepalanya ke arah tanganku. Dan saat salmon sushi itu masuk ke dalam mulut Rangga, entah kenapa aku tidak langsung menarik tanganku, dan sepertinya Rangga mengetahui itu, kemudian malah mengemut jemari ku sambil menatap mata ku.
Keringat dingin rasanya langsung mengguyur tubuhku, saat kami berdua saling berpandangan, sementara Rangga mengemut pelan jemari ku.
Sesaat kemudian, Rangga melepaskan mulutnya dari jemari ku, dan langsung tersenyum lebar, sebelum mengunyah sushi yang berada di dalam mulutnya sambil menghadap ke depan lagi.
Ughh...aku ga tahaannnn...aku rasanya pengen banget meluk dia sekarang, pengen nyiumin dia sekarang. Tapi aku ga punya keberanian untuk memulai itu semua. Aku malu sekali bila harus memulai. Aku berharap Rangga langsung saja mencium ku.
Rasa lapar yang tadi kurasakan telah lenyap sepenuhnya. Bukan karena sudah kenyang, tapi karena aku begitu bahagia saat ini sehingga aku tidak memikirkan hal lainnya selain pria yang ada di hadapan ku ini.
Setelah itu, Rangga masih sempat beberapa kali balik menyuapi sushi ke dalam mulut ku. Begitu juga aku. Namun hanya sampai di situ lah tingkat kemesraan kami. Padahal saat ini aku berharap lebih. Aku ingin menyuapi nya bukan dengan tangan ku lagi. Tapi...dengan bibir ku ini. Ihhhh...Rani nakal banget kan pikirannya.
Dan saat perjalanan menuju kosan ku setelah kami selesai makan, tanpa di duga, di malam yang indah itu malah turun hujan saat kami sedang dalam perjalanan pulang. Rangga tadinya hendak menepikan motornya dulu untuk berteduh. Tapi aku pikir sudah dekat kosan ku jadinya Rangga meneruskan perjalanan kami sambil hujan-hujanan.
Dan aku seakan tanpa malu-malu lagi mendekap erat tubuhnya dari belakang, sambil menyandarkan kepala ku di punggungnya. Apa kamu tau Rangga, betapa aku merindukanmu setiap hari, betapa aku mencintaimu lebih dari apa pun, selain Yang Maha Kuasa dan kedua orang tua ku. Aku merasa begitu nyaman, begitu hangat, dan begitu aman saat aku memelukmu erat seperti ini.
Hawa dingin dan air hujan sama sekali tidak mengurangi rasa hangat yang aku alami, saat aku sedang memelut erat punggung Rangga seperti ini. Aku tidak perduli dengan hujan dan angin. Aku begitu terbuai berada dalam pelukannya ini.
Kami segera berlari-lari kecil ke dalam kosan ku. Aku segera mengambil handuk untuk Rangga, yang terlihat cukup basah kuyup di bandingkan tubuhku, yang terlindungi oleh tubuhnya.
“Lu neduh di sini aja dulu Ga, nunggu hujan reda dulu. Lu mao mandi dulu ga?” Ujar ku menawarkannya untuk menunggu hujan, dan agar aku bisa lebih lama lagi bersamanya.
“Hmm...jangan deh Ran, tar biar gw pake jas ujan aja pulangnya. Ga enak gw ama lu, Ran. Tar malah jadi mengundang fitnah kalo gw nunggu di sini malem-malem berduaan aja. Lagian, bisa bahaya tar kalo lu tiba-tiba pengen trus perkosa gw disini. Hahaha” Jawabnya sambil bergurau.
“Yeee...ada juga lu kali yang merkosa gw”, Jawabku sambil tersenyum. Kalo benar Rangga ingin memperkosaku, hmm...mungkin aku juga ga nolak sih. Hihihi. Ihhh apaan sih Rani.
TRING! TRING! Bunyi nada dering dari ponsel Rangga menyela pembicaraan kami. Aku melihat Rangga mengambil ponselnya, dan melihat pesan masuk di ponselnya, sambil mengeringkan tubuh sekedarnya, karena bajunya pun terlihat basah.
“HEK! UHUK! UHUK! Gilaa!” Tiba-tiba Rangga seperti orang tersedak hingga terbatuk-batuk, sambil matanya melotot memandang ke arah ponselnya.
“He? Kenapa Ga? Ada BBM dari siapa?” Tanya ku penasaran.
“Oh? Hmm...hehe...dari adek gw nih” Ujar Rangga terlihat kikuk saat menjawab pertanyaanku.
“Dah ahh Ran, makasih yah handuknya, gw cabut dulu deh ya” Ujarnya saat aku sedang melamun, sambil hendak menyerahkan handuk yang di pakai olehnya.
SETTTTT...tiba-tiba Rangga terpeleset oleh air yang mungkin tadi menetes dari tubuhku saat aku hendak mengambil handuk. Rangga berusaha menjaga keseimbangannya, namun malah terjerunuk ke depan dan menabrak tubuhku hingga jatuh terlentang di tempat tidur, dengan Rangga sedikit menindih tubuhku.
Darahku langsung mendesir dengan cepat, saat wajah Rangga tepat berada di hadapanku, hanya terpisah beberapa mili saja. Aku bisa merasakan hangatnya nafas Rangga. Kami yang sama-sama terkejut saling berpandangan.
Aku bisa melihat pantulan wajahku di bola mata Rangga yang menatap lekat ke arahku. Nafasku mulai memburu, karena hasrat ku yang naik dengan cepat saat berhadapan sangat dekat di hadapanku ini.
Dan entah siapa yang memulai, bibir kami secara perlahan, mulai saling bertemu. Awalnya hanya tempelan dan kecupan kecil, namun lama-lama berubah menjadi lumatan yang semakin lama semakin tidak bisa terkontrol.
Di suasana hujan yang turun cukup deras di luar, kami berciuman penuh gairah. Bibir kami saling melumat satu sama lain. Kami saling bertukar air liur. Dan lidah kami saling membelit. Tubuhku pun menjadi semakin hangat dengan gairah yang samakin meninggi. Aku merasakan cairan yang keluar dari dalam liang kemaluanku. Nampaknya gairahku telah membuat cairan pelumasku membasahi bibir kemaluan ku.
Tanganku melingkar dengan erat di leher Rangga, sementara tangan Rangga bergerak aktif membelai setiap jengkal tubuhku.
“Mmmmhhh” Lenguh ku saat tangan Rangga yang dingin karena terkena air hujan tadi, menyusup masuk ke dalam bajuku, dan bra yang kukenakan, dan langsung bersentuhan dengan payudaraku.
“Mmmmff....ssshhhh..mmmhhh” Aku mulai mendengus cukup keras, dalam ciuman ku, saat tangan Rangga meremas cukup kuat payudaraku, dan sedikit memainkan puting payudaraku yang sudah mengeras.
“Astaghfirullah!” Tiba-tiba Rangga menghentikan ciuman dan remasan tangannya di payudaraku, serta langsung menarik keluar tangannya.
Rangga langsung berdiri dengan nafas yang memburu. Rangga berusaha mengatur nafasnya. Aku mencoba untuk duduk di ranjangku dengan nafas yang memburu juga. Aku melihat payudara sebelah kiri ku terbuka dengan bebas, saat Rangga tadi mengeluarkannya dari dalam sangkarnya.
Dengan malu-malu, aku segera memasukan lagi payudaraku ke dalam bra ku, dan menurunkan kemeja yang kupakai.
“Ran...maafin gw ya, gw..khilaf banget. Gw...pulang dulu deh yah. Maaf ya Ran” Ujar Rangga sambil tersenyum lembut sekali ke arah ku.
Aku yang masih dalam gairah tinggi sebenarnya mengharapkan Rangga melanjutkan lagi ‘kegiatan’ kami barusan. Aku hanya menatap wajahnya dalam sayu. Rangga kemudian menghampiri ku yang terduduk di pinggir tempat tidur, dan tiba-tiba mengecup keningku.
“Maaf atas kekhilafan gw Ran...gw...ga mau nama lu jadi jelek di lingkungan sini. Gw...sangat menghormati dan menghargai lu Ran.” Bisik Rangga sambil mengecup cukup lama keningku, sebelum Rangga berlalu keluar dari dalam kamar kos ku.
“Rangga, makasih ya Ga, uda bayarin gw makan, uda anterin pula ampe kos, ampe keujanan gini.” Ujar ku, saat aku berada di ambang pintu kamar kos ku, saat aku mengejarnya.
“Gapapa kok, gw juga seneng kok jalan ama lu kaya gini Ran. Bye Ran. Sweet dream yah tar malem” Jawab Rangga sambil tersenyum.
“Rangga aku mau kamu nginep di sini, temenin aku tidur Ga. Buat aku bermimpi indah di pelukan mu. Aku rela kamu milikin aku seutuhnya Ga”
Ingin sekali rasanya bibir ini mengucapkan kalimat itu, namun entah kenapa kata-kata itu seolah tidak mau keluar, walau pun aku sudah membuka mulutku.
“Hmm? Lu...mao ngomong apa Ran?” Tanya Rangga heran melihatku seperti ingin berbicara.
“Hmm...ati-ati lu pulangnya. Tar kabarin gw ya kalo lu uda nyampe rumah” Haah...Rani, kok malah ngucapin kalimat itu sih???? Iiihhhh...gimana sih aku nih. Aku mah gitu sih orangnya.
“Oke Ran. Hmm...ya uda, gw...hmm...pulang dulu ya Ran” Jawab Rangga seperti ragu-ragu. Seolah-olah enggan meninggalkan tempat ini. Namun mungkin melihat aku yang tak kunjung bicara, akhirnya membuat Rangga berbalik dan meninggalkan kosan ku.
Ughhhh! Raniiiii, lu tuh bego amat sih??
“Ranggaa!” Aku segera mengejar Rangga lagi ke parkiran motor sambil berlari.
“Eh? Kenapa Ran?” Tanya Rangga heran melihat ku berlari.
“Ga...hehehe...gw...seneng banget hari ini. Hmm...gw...mao bilang makasih uda bikin gw seneng, ama...hmmm...” Aku tidak mampu melanjutkan kata-kata ku itu karena rasanya malu sekali.
“Amaa...??” Tanya Rangga lagi yang juga kebingungan.
Aku tidak menjawabnya, hanya bergerak maju dan meraih kedua pipi nya dengan kedua tangan ku, lalu aku memajukan kepalaku ke arah kepala nya, dan akhirnya bibir ku bisa meraih pelan bibir nya.
Sebuah kecupan singkat, namun rasanya begitu lama dan membuatku terbuai, saat bibir kami kembali bertemu untuk kedua kalinya malam ini, hingga aku terpaksa kembali ke alam sadar ku, saat bibir ku melepas bibir Rangga.
“Eh?” Rangga terlihat terkejut sekali melihat kenekatan ku.
“Hmm...ati-ati yah Ga” Aku hanya mampu mengucapkan kalimat itu, sebelum aku segera berbalik dan berlari kecil ke dalam kamar kos ku.
Di dalam kamar kos ku, nafasku begitu memburu. Jantung ku berdebar sangat cepat. Dan wajahku terasa sangat panas. Aduuuhhh. Aku malu banget nih. Tapi aku juga seneng banget. Hihihi. Aku langsung berbaring di tempat tidur, sambil memeluk erat guling, bagaikan sedang memeluk erat Rangga seperti tadi di motor. Aku bahkan lupa bahwa baju ku yang basah masih belum aku ganti, hingga membuat tempat tidurku jadi lembab.
Aku ga tau harus senang atau bersedih saat Rangga menghentikan aksinya menjelajahi tubuhku. Memang aku merasakan kasih sayang Rangga saat itu, tapi aku juga merasakan Rangga begitu melindungi kehormatanku. Aku merasa bangga sekali terhadapnya. Aku merasa telah mencintai pria yang tepat kali ini.
Haaahhh...Rangga...I’m so happy today. Aku menjadi teringat akan lagu yang dulu sering kunyanyikan. Lagu milik band Utopia, Hujan.
Rinai hujan basahi aku
temani sepi yang mengendap
kala aku mengingatmu
dan semua saat manis itu
Segalanya seperti mimpi
kujalani hidup sendiri
andai waktu berganti
aku tetap tak'kan berubah
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Selalu ada cerita
tersimpan di hatiku
tentang kau dan hujan
tentang cinta kita
yang mengalir seperti air
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Aku bisa tersenyum
sepanjang hari
karena hujan pernah
menahanmu disini
untukku ooohhh
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Aku bisa tersenyum
sepanjang hari
karena hujan pernah
menahanmu disini
untukku ooohhh
temani sepi yang mengendap
kala aku mengingatmu
dan semua saat manis itu
Segalanya seperti mimpi
kujalani hidup sendiri
andai waktu berganti
aku tetap tak'kan berubah
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Selalu ada cerita
tersimpan di hatiku
tentang kau dan hujan
tentang cinta kita
yang mengalir seperti air
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Aku bisa tersenyum
sepanjang hari
karena hujan pernah
menahanmu disini
untukku ooohhh
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Aku bisa tersenyum
sepanjang hari
karena hujan pernah
menahanmu disini
untukku ooohhh
CHARACTERS
Liana Aryanti Widjaya
Cherllyne Agustina
25 | Dari Hati Ke Hati
“Mmmfff....ssluurprp...mmmmfff..ssshhh” Sedikit suara dan desahan ku saat sedang bergulat bibir dengan Arjuna ku, Rangga, di mobil ku, yang masih terparkir di basement kantor.
“Mba jadi ketemuan ama si Cherllyne sekarang?” Bisik Rangga di telinga ku. Aku yang sedang di pangku Rangga, dengan rok dan celana dalam yang sudah terlepas, hanya menyisakan kemeja yang kancingnya sudah terbuka semua, dan juga sebuah bra berwarna hitam, yang juga kaitannya yang berada di depan, sudah terlepas.
“Jadi tuh. Tadi dia BBM ketemuan jam 7an di apartemen dia. Haduh, aku malu tau kita ketauan orang lain gitu lagi ML.” Jawabku.
“Hehehe...yah abis kita terlalu hot sih waktu itu. Mba sih emang terlalu menggairahkan buat aku” Bisik Rangga sambil menggigit pelan telinga ku.
“Aaaahhh..geli sayang. Hehehe...abis hmm...itu kamu enak banget sih. Bikin aku jadi lupa diri deh” Jawabku kegelian saat telinga ku di gigit Rangga.
“Hm? Itu? Apaan itu aku mba?” Tanya Rangga belaga polos.
“Aaahhh...kamu nakal ahh...pasti mao nyuruh aku ngomong jorok kan?” Rengek ku manja, ama pria yang lebih muda dari ku ini.
“Hehehe...trus, itu aku mao di masukin lagi ga nih? Uda siap nih soalnya?” Rangga kembali menggodaku dengan menggoyang-goyangkan pantatnya ke atas, menggesekan batang nya yang sudah keras, ke bibir vagina ku yang sudah sangat basah.
“Sshhhh...iiihhhh...nakal nih...awas yahh...aku pelintir nih itu kamu” Ujar ku dengan tersenyum, sambil meraih batang nya, untuk kemudian aku arahkan ke lubang kemaluanku, yang telah siap menyambut kedatangannya.
Blesssss...Aku langsung menggigit bibir bawah ku, saat batang Rangga melesak semakin dalam, dan semakin dalam hingga terasa mentok di rahim ku.
“Aaaaaaahhhh...sayangghhh...eengghhhh...geliihh bangett” Desis ku akan rasa nikmat di pangkal paha ku, yang menjalar hingga ke seluruh tubuh.
Aku mulai menggoyangkan pinggul ku, dengan gerakan maju mundur. Sementara Rangga sedang aktif mengulum dan menjilati kedua payudaraku, sambil di remas-remasnya dengan kuat.
Aku mendongak kan kepala ku ke belakang, membuat kedua payudaraku semakin membusung, dan lebih mudah di jelajahi oleh lidah dan bibir rangga. Sementara goyangan pantat ku, semakin cepat dalam melumat batang kemaluan Rangga.
“Oooohhhh....yanngghhh...aaaahhhhh...mmmff....aaaa hhhh” Tanpa sadar aku mulai mendesah semakin keras.
“Mba, jangan kenceng-kenceng mendesahnya. Ini kita masih di basement lho” Ujar Rangga mengingatkanku. Membuatku merasa begitu tersiksa harus menahan suara juga.
Untuk meredam suara ku, aku kemudian menggigit bahu Rangga, sambil menggoyangkan pinggulku lebih cepat. Rangga membantuku dengan menyodok dari bawah, membuat batang kemaluannya melesak semakin dalam ke dalam liang vaginaku, setiap aku menurunkan pantatku.
Aku merasa sudah hampir mencapai puncak orgasme ku. Getaran-getaran itu mulai kurasakan. Membuat gerakan ku menjadi semakin liar dan semakin cepat. Walau sudahmenggigit bahu Rangga, aku tetap saja tidak kuasa untuk menahan suara ku sepenuhnya.
Rangga kemudian memegang pinggulku dengan kedua tanganya, membantu ku menaik turunkan pantat ku, menelan habis batang kemaluannya itu. Gerakan kami semakin cepat, dan rasa geli yang nikmat di pangkal paha ku, semakin tidak tertahankan lagi rasanya.
Dan saat puncak gairahku tercapai, saat itu juga tubuhku langsung menegang kaku. Gigit ku semakin kuat menancap di bahu Rangga. Badan ku bergetar halus, dengan pantat yang berkedut-kedut.
Rangga pun sepertinya juga mencapai orgasmenya, saat dia memeluk erat tubuhku, dan menaikan pantatnya berusaha memasukan batang kemaluannya sedalam-dalamnya di dalam liang vagina ku.
Aku merasakan semburan demi semburan kuat menyemprot ke dalam rahim ku. Semprotan demi semprotan sperma itu, terasa hangat dan nikmat sekali. Membuatku menjadi lupa diri. Segala sekelilingku terasa putih semua.
Saat gelombang orgasme ku sudah mereda, perlahan-lahan penglihatanku kembali normal. Nafas kami terengah-engah. Peluh kami pun cukup membanjiri tubuh kami. Aku berusaha mengumpulkan lagi nafasku.
Dan aku juga segera mengambil tas ku, untuk mengambil sesuatu dari dalam tas ku. Aku mengeluarkannya dari dalam tas. Aku ingin memakai ini, sesaat setelah aku mengeluarkan batang Rangga dari dalam kemaluanku nanti.
“Mba ngambil apa itu? Softex?” Tanya Rangga.
“Pantyliner sayang. Aku mao buru-buru pake pantyliner ini, biar sperma kamu ga langsung keluar dari dalam vegi aku, yang. Hehehe.” Jawabku, yang langsung segera menutup lubang vagina ku dengan pantyliner ini, saat aku mengeluarkan batang kemaluan Rangga.
“Ga mao dibersihin dulu mba?” Tanya Rangga lagi.
“Hehehe...ga. Aku ingin, punya kamu tetep berasa di dalam vegi aku yang. Yah siapa tau aku hamil anak kamu kan. Hehehe” Jawabku genit.
“He? Dasar mba yah” Ujar Rangga kemudian. Lalu aku buru-buru mengenakan celana dalam ku, agar panty liner ini tidak bergese-geser yang mengakibatkan melelehnya sperma Rangga nantinya. Aku ga mau itu. Aku mao sperma Rangga terus tertampung di dalam vagina ku.
“Mba...hmm...aku boleh tanya ga mba?” Tanya Rangga saat kami sudah berpakaian lagi.
“Tanya apa sayang” Jawabku.
“Hmm...mba...ga di cariin suami mba kah? Pulang malem gitu hampir tiap hari?” Tanya nya.
“Ga sih sayang. Kaya hari ini misalnya, dia tadi telepon, katanya ada lembur lagi. Ahh...palingan juga lempengin burung nya dia aja ama si Rasti itu. Ya kalo gitu aku juga bisa kan, lempengin burung kamu. Hihihi” Jawabku, namun tidak membuat Rangga tersenyum dengan jawaban ku.
“Mba...ngelakuin ini ama aku, karena buat ngebales suami mba aja jadinya sekarang?” Tanya Rangga mengejutkan ku.
“Eh...bukan gitu sayang maksudku. Aku, uda ga anggep dia sebagai suami aku lagi sekarang. Hanya sebagai papa dari anak aku, si Lukas, yang. Aku ga pernah sedikit pun anggep kamu dan hubungan kita sebagai pelampiasan atau ajang pembalasan dendam ama si Kevin kok. Hubungan kita ini buat aku sangat spesial, Ga.” Aku berusaha menjelaskannya ke Rangga.
“Trus si Lukas sendirian dong mba di rumah, kalo papa nya lembur gitu?” Tanya Rangga lagi.
“Hmm...iya sih, ama suster nya aja.” Jawabku merasa bersalah kepada Lukas, karena tidak langsung pulang untuk menemaninya.
“Maaf ya mba ku sayang. Bukan nya aku sok tau ato gimana ya, bukan ga mao nemenin mba juga, kalo kita lagi mesra-mesraan kaya sekarang. Tapi apa ga kasian mba si Lukas? Aku ya jadi ga tega, papanya pulang malem, mba juga seringnya pulang malem karena lagi ama aku. Kalo bisa sih, aku pengen nemenin mba di rumah mba aja deh, biar kita bisa nemenin juga si Lukas mba, saat papa nya pulang malem terus.” Ujar Rangga menyadarkan ku.
“Papa nya asik ama cewe laen. Dan...hmm...kita juga sering asik sendiri gini. Aku malah merasa bersalah mba jadinya.” Ujar Rangga lagi.
“Eh...iya sih Ga. Aku...emang uda cukup jarang nemenin Lukas kalo malem. Paling cuma ketemu pagi doang, pas dia berangkat sekolah ama papa nya. Jadi...gimana dong yang?” Tanya ku. Aku seolah tidak lagi menjadi seorang Liana, yang memimpin tim accounting dan finance, kalo sedang berduaan ama Rangga gini.
“Ya, sebaiknya kalo bisa sih, mba sering luangin waktu buat sekedar nemenin si Lukas mba, kalo sempet sekalian makan malem bareng ama Lukas, mba. Aku beneran kasian mba, kalo negeliat anak, makan sendiri cuma ama pengasuhnya aja, tanpa kehadiran salah satu orang tua nya. Jadi serasa anak panti asuhan deh” Ucapan Rangga benar-benar menusuk hati ku. Memang selama perselisihan terselubung ku dengan Kevin, aku seakan menemukan dunia ku sendiri saat sedang bersama Rangga, dan melupakan dunia anak ku. Dan Rangga lah yang menyadarkan ku akan hal itu sekarang.
“Apa...janji ketemuanku ama si Cherllyne aku postpone aja dulu yah?” Tanyaku kepadanya.
“Hmm...yah sekarang uda terlanjur malem, mending selesain dulu deh urusan ama si Cherllyne mba. Toh di postpone juga yah tetep pulang malem juga nantinya kan. Yang penting, mba, kita, musti sedikit membatasi diri kita mba kalo malem. Aku mungkin ga bisa bantu mba biar mba deket lagi ama suami. Tapi setidaknya aku bisa mengingatkan mba untuk selalu dekat dengan anak mba” Ujar Rangga sambil membelai rambutku.
“Kamu bener banget yang. Aku...uda mengabaikan Lukas cukup lama kalau malam. Aku uda begitu terbuai ama kamu sih Ga. Tapi, untungnya kamu juga yang ingetin aku akan hal ini Ga. Makasih ya sayang” Ujar ku sambil mencium bibirnya lembut.
“Ya uda, mba buruan deh ketemuin si Cherllyne mba, biar urusan cepet selesai, dan mba bisa cepet pulang ke rumah juga” Ujar Rangga penuh perhatian.
“Kamu gapapa yang? Punya kamu kan masih keras nih. Biasanya kan kamu butuh minimal 2 kali keluar?” Tanya ku sambil terus menciumi pipi nya.
“Hahaha...itu kan gara-gara mba aja yang terlalu seksi buat aku” Jawab Rangga sambil tergelak.
Mengikuti saran Rangga, maka aku pun segera menuju ke apartemen Cherllyne, meninggalkan Rangga di basement kantor, yang juga segera menuju parkiran motornya.
Aku melihat saat ini sudah hampir jam 7. Kami bercinta cukup singkat hari ini. Tapi nikmatnya terasa begitu membekas di hati dan seluruh tubuhku.
Karena lalu lintas yang padat, aku baru sampai di apartemen Cherllyne sekitar jam setengah delapan malam.
“Halo? Cher...aku uda di bawah nih” Ujar ku saat menelepon Cherllyne.
“Oke..”
Aku menunggu Cherllyne di lobby apartemennya. Dan tidak berapa lama kemudian, Cherllyne telah turun untuk menemuiku.
"Kenapa Cher?" Tanya ku saat melihat Cherllyne melihat ku, seperti ada sesuatu di wajah ku. Jantungku pun langsung berdebar, takut Cherllyne kembali memgetahui aku habis bercinta dengan Rangga, dari tanda-tanda entah apa yang ia temukan di tubuhku.
"Hmm...gapapa kok mba. Yuk naik." Jawab Cherllyne tapi sambil senyum-senyum di kulum gitu, seolah dia sedang mengetahui suatu rahasia dari ku. Membuatku menjadi waspada.
Tanpa sadar aku memperhatikan sekujur tubuhku, apakah ada sesuatu yang aneh ato ga. Cherllyne kan sangat jeli untuk menemukan kesalahan orang lain. Lebih jeli dari mata ku, aku akuin itu.
"Hahaha. Ga ada apa-apa kok mba, ketakutan amat sih. Cuma..." Cherllyne sengaja menggantung ucapannya sambil kembali senyum-senyum dikulum gitu.
"Apaan sih Cher?" Tanyaku penasaran sekali melihat sikapnya.
"Hehe..gapapa. yuk naik mba" Ajaknya saat pintu lift sudah terbuka.
"Mba..." Cherllyne kembali memainkan kata-katanya untuk membuatku penasaran.
"Apa?" Jawabku mulai ketus.
"Dapet berapa ronde ama Rangga tadi mba?" Tanya Cherllyne mengejutkan ku. Wajah ku langsung pucat. Apa lagi kesalahan kami kali ini, pikir ku kalut.
"B-berapa ronde apanya maksud kamu?" Aku berusaha menyangkalnya.
"Hihihi..itu spermanya Rangga masih nempel di leher mba Liana tau" Ujar Cherllyne bagaikan sebuah petir yang menyambar. Ya ampunnn! Apa aku luput membersihkannya tadi. Reflek aku langsung memegang leher berusaha menutupi nya.
Tapi aku tidak merasakan ada bagian leher ku yang basah atau lengket. Pikirku. Tiba-tiba aku teringat, kalau tadi Rangga mengeluarkan sperma nya kam di dalam vagona ku, yang aku tutupi dwngan panty liner.
Wajahku langsung memerah, mengetahui bahwa Cherllyne telah sukses kembali menjebak ku. Aku melihat ke arahnya dengan pandangan marah. Namun ia hanya senyum-senyum polos sambil melihat ke arah lain.
Pas pintu lift terbuka, Cherlkyne langsung berjalan sambil tersenyum nakal, telah berhasil membuatku mengungkapkan lagi rahasia ku dengan sendirinya. Aku gemas sekali melihat si Cherllyne.
"Kenapa sih mba ampe melotot gitu sih? Hmm?" Ujar Cherllyne masih berlagak polos saat kami sudah berada di dalam apartemennya.
"Kamu tuh emang super nyebelin ya. Pernah ada yang bilang ga sih kalo kamu itu tuh bener-bener cewe yang nyebelin banget?" Ujar ku penuh emosi.
"Loh...emang aku ngapain sih mba?" Cherllyne masih saja seperti itu.
"Hah...ya uda lah saya pulang aja kalo harus buat jadi bahan lelucon kamu aja" Ujarku sewot.
"Hihihi...ya ampuunnnn...ampe segitu sewotnya sih mba Liana ini" Cherllyne langsung memeluk tubuhku dari belakang, saat aku hendak meninggalkan kamar apartemen nya.
Dari cara Cherllyne memeluk ku, membuat ku mengurungkan niat ku untuk menunggalkan tempat ini.
"Mba tau? Rangga semalam abis dari sini lho". Ujar Cherllyne kembali membuat hatiku panas.
"Trus kamu mao bilang semalam kamu ML lagi ama Rangga? Kamu mau nya apa sih Cher cerita kaya gitu ke saya?" Tanya ku emosi.
"Kamu mau saya sharing ama kamu, saya ngapain aja ama Rangga, ato kamu ngapain aja ama Rangga? Sori ya Cher, saya bukan wanita seperti itu. Kalo itu niat kamu ngajak saya kesini, lebih baik saya pulang Cher. Saya ga ada urusan ama hal kaya gitu." Seru aku ketus.
"Heh...ya udah terserah mba Liana. Saya hanya mencoba untuk bersikap bersahabat aja, mengingat Rangga begitu menyayangi mba. Setidaknya saya sempat berpikir bahwa kita akan bisa cocok satu sama lain, karena berada di pihak yang sama." Jawab Cherllyne sambil melepaskan pelukannya dari tubuhku.
"Setidaknya saya sempat berpikir akan memiliki seseorang yang bisa mengerti dan berbagi perasaan ama saya tentang Rangga. Mengingat saya tidak akan memiliki Rangga lagi setelah Rangga uda jalan ama Oli." Ujar Cherllyne kemudian, samjil berjalan dan duduk di sofa. Terlihat wajahnya menunjukan kesedihan. Tidak, lebih tepatnya...kesepian. Seketika itu juga aku menjadi iba dengan dengannya.
Ucapannya benar, karena aku memahami perasaannya saat ini. Memang benar, apabila Rangga berpacaran dengan Olivia, aku pun juga akan menjaga jarak demi menjaga perasaan Olivia.
Karena sebagai seorang istri yang suaminya berkhianat dengan wanita lain, aku tidak ingin Olivia merasakan apa yang aku rasakan bersama Kevin. Rangga harus bisa menjadi seorang pendamping yang baik dan setia.
Aku...walaupun aku tidak bisa memiliki Rangga seutuhnya, asal dia bisa bahagia, aku cukup merasa senang, walau aku pasti akan dilanda rasa kesepian tanpa adanya Rangga lagi di sisi ku. Sama seperti yang pasti sudah dirasakan Cherllyne, apabila dia merupakan wanita yang sesuai dengan komitmen dirinya sendiri, untuk mengorbankan dirinya sendiri, demi kebahagiaan Rangga.
Huff...Aku pun kemudian berjalan menuju sofa tempat Cherllyne duduk, dan duduk juga di sebelahnya.
“Setelah kematian almarhum mantan saya, Rio, saya merasa hancur dan tidak ada tujuan hidup yang jelas lagi. Saya yang sempat memiliki angan-angan tinggi bersama Rio, sudah merencanakan pernikahan kami. Bahkan konsep pernikahan dan konsep undangan pun sudah kami buat. Saya bahkan sudah menyerahkan mahkota saya, keperawanan saya untuknya. Karena saya merasa dia lah pria yang di takdir kan untuk saya.” Ujar Cherllyne tiba-tiba sambil tetap merebahkan kepalanya ke pinggiran sofa.
“Takdir...saya sempat benci dengan yang namanya takdir. Karena takdir lah yang merenggut Rio dari kehidupan saya. Karena takdir lah yang membuat saya merasa hampa dan tidak berharga lagi sebagai seorang wanita. Karena takdir lah yang membuat saya harus hidup dan tumbuh besar sendiri tanpa adanya orang tua yang menemani, menjaga, membimbing dan mengajari saya. Karena takdir lah yang membuat saya akhirnya terjerumus ke dalam kehidupan seks bebas. Karena saat itu, hanya dalam kehidupan itu lah saya tidak merasakan yang namanya, kesepian.” Jelas Cherllyne lebih lanjut.
“Tapi...takdir jua lah yang akhirnya menuntun saya untuk bisa mengenal seorang pria, yang awalnya saya begitu jijik melihat gaya nya, bahkan hanya untuk sekedar mengobrol dan beramah tamah. Takdir lah yang membuatnya menolong saya dari tindakan kasar mantan saya. Takdir juga yang membuatnya berpaling untuk kami menjadi saling mengenal kepribadian kami masing-masing, di saat dirinya sedang dekat dengan Rani saat itu. Takdir juga yang pada akhirnya membuat saya merasakan debaran jantung sekali lagi, setelah bertahun-tahun merasa hampa. Takdir juga lah yang akhirnya menuntun saya untuk merasakan jatuh cinta untuk kedua kalinya.” Lanjutnya.
“Dan pada saat hampir saja kehormatan saya ama Oli terenggut oleh mantan saya, oleh sebuah takdir yang buruk, untungnya keburu diselametin ama pria itu. Dia begitu gagah menolong kami bedua saat itu. Dan pada saat saya hampir di perkosa itu lah, saya hanya memikirkan pria itu. Bukan yang lain” Cerita yang membuatku terkejut setengah mati. Ternyata Cherllyne dan Oli hampir mengalami kejadian yang paling ditakutkan oleh seorang wanita. Pemerkosaan.
“Ya Tuhaaann” Ujarku mendesis.
“Namun, di saat pada akhirnya saya memiliki seorang pria yang bisa membuat saya jatuh cinta lagi, di saat itu pula lah timbul ketakutan di dalam hati saya, dimana saya sudah merasa tubuh saya ini kotor, karena kehidupan masa lalu saya yang cukup kelam dan liar. Saya tidak ingin takdir buruk menimpa saya untuk yang kedua kalinya. Makanya saya berusaha untuk membantunya mendapatkan cinta sejatinya dengan teman masa kecilnya, yang saya tau juga sangat menyayanginya.” Ujar Cherllyne. Sedangkan aku hanya mendengar dan meresapi ucapannya itu. Memang kehidupannya itu, terasa pahit dan kelam, di banding kehidupan ku.
“Takdir jua lah, yang akhirnya membuat saya menemukan orang yang menurut saya, senasib ama saya. Mencintai seorang pria, tanpa punya kemampuan untuk memiliki nya secara utuh. Namun, kali ini rupanya penilaian saya salah. Saya hanya bisa berharap kita bisa saling berbagi kesedihan, atau berbagi perasaan rindu, saat kita merindukan kehadiran orang yang sama, yang sudah tidak bisa terjangkau lagi. Karena saya memang tidak ingin pria itu menjangkau kami lagi. Kami punya kehidupan yang berbeda darinya yang masih cukup murni.” Ucapannya kali ini, sedikit membuatku merasa pedih. Karena apa yang diucapkannya itu memang itu lah yang kurasakan juga.
“Maafin saya ya mba, kalo apa yang sudah saya lakukan, banyak menyinggung perasaan mba. Lebih baik kita batalin aja deal kita, mba, kalo memang mba merasa tidak nyaman dan terusik.” Ujar Cherllyne sambil melihat ke arah ku sambil tersenyum.
“Tapi sebelum mba pulang, yah at least kita bisa dinner bareng yuk. Saya uda siapin makanannya. Yah cuma makanan sekedarnya aja sih, jadi maap kalo ga masuk selera mba Liana. Dan saya janji, saya ga akan ngebahas masalah Rangga lagi ama mba, seterusnya dan selamanya.” Ujar Cherllyne membuatku menjadi merasa bersalah.
“Yuk mba kita mak...”
“Takdir...hmm...mungkin kamu benar juga ya. Kita semua seperti sedang di permainkan oleh yang namanya takdir.” Ujar ku tiba-tiba memotong ucapannya, saat hendak berdiri dan mengajak ku untuk makan. Membuat Cherllyne kemudian duduk lagi sambil memperhatikan ku.
“Yah mungkin takdir yang saya alamin ini, tidak sekelam dan sekeras yang kamu alamin, Cher. Tapi kamu emang bener banget. Awalnya, saya merasa sangat marah, tidak berharga, kecewa, dan sakit hati. Saat saya menemukan chattingan suami saya, Kevin, dengan seorang wanita yang bernama Rasti.” Aku mulai menjelaskan apa yang ada di pikiranku saat ini.
“Saya menemukan obrolan-obrolan mesra cenderung mesum mereka berdua. Saya bahkan menemukan banyak foto bugil wanita itu di HP suami saya itu. Saya kecewa dan marah. Sehingga emosi saya pun terbawa ke dalam dunia pekerjaan saya. Saya sering marah-marah dengan anak buah saya. Dan puncaknya, karena emosi saya yang tinggi terus, membuat saya menjadi tidak teliti dalam mengecek laporan Rika, sehingga saya marah dan menuduh Rangga tidak becus dalam bekerja. Di luar dugaan saya, Rangga malah berbalik memarahi saya, dan mengatakan justru saya yang tidak becus dalam bekerja.” Jelasku panjang lebar.
“Tapi justru membuat saya berpikir ulang, bahwa mungkin saya lah yang terbawa emosi, karena masih labil dan sakit hati atas pengkhianatan Kevin. Di saat saya mulai bisa berpikir jernih itu lah saya menemukan fakta, bahwa memang saya lah yang kurang teliti. Dan saya merasa bersalah terhadap Rangga.”
“Saya pun memanggil dia ke kantor, untuk meng-clear-kan masalah di antara kami berdua. Di luar dugaan, Rangga justru bisa menemukan saya yang sedang menangis karena tidak tahan lagi menahan kepedihan di curangi suami sendiri. Dia menawarkan diri sebagai tempat untuk sharing masalah saya. Awalnya saya ragu dan malu, tapi karena memang saya butuh seseorang yang bisa membantu saya dalam berpikir, dan saat itu saya tidak memiliki siapa pun yang cukup dekat untuk mengerti masalah saya, maka akhirnya saya terima tawaran Rangga, asal bukan di kantor.”
“Rangga...memang mampu meredam emosi ku. Rangga mampu membantu ku untuk berpikir dengan jernih, untuk bisa melihat akar permasalahan di dalam rumah tangga saya dengan Kevin. Bahwa mungkin aku lah yang paling bersalah dalam hubungan rumah tangga kami. Aku lah yang tidak peka terhadap kebutuhan seorang suami. Namun semuanya sudah terlanjur, dan aku tidak tau harus bagaimana untuk memperbaiki sikap kolot ku itu.”
“Dan...dan akhirnya...aku...hmm...Rangga mengajari ku, bagaimana seorang istri harus bersikap terhadap suami. Bagaimana cara kita membuat suami tetap melihat kita hmm...seksi dan menarik. Tapi...malah kami lah yang akhirnya hmm...kebablasan hingga tanpa bisa ku cegah lagi, aku pun melakukan hubungan terlarang dengan Rangga. Bawahan di kantor ku.”
“Saat itu aku bertekat bahwa ini hanya lah sebuah kesalahan. Dan ini yang terakhir kalinya. Namun setelah apa yang Rangga ajarkan kepada ku, ternyata awalnya berjalan efektif dengan suami ku, dimana dia begitu bernafsu dan memuji tubuhku, aku menjadi ingin tahu lebih banyak lagi dari Rangga.”
“Aku...tidak bisa mencegah lagi perasaanku yang semakin meluap. Semakin kami sering bersama, semakin aku jatuh cinta kepadanya. Apalagi saat aku menemukan lagi chattingan suami ku dengan si Rasti, dimana dia menjelek-jelek kan aku, istrinya sendiri, menghina aku di hadapan seorang wanita asing. Itu benar-benar membuat hatiku hancur. Aku merasa segala usaha yang telah aku lakukan, sia-sia belaka.”
“Dan itu lah yang mendorong ku untuk lebih terbuka lagi dengan Rangga. Hingga tanpa bisa aku cegah lagi, aku begitu bergantung kepadanya. Aku begitu mencintainya lebih dari suami ku sendiri. Tapi aku juga menyadari bahwa status ku yang masih istri orang, tidak akan punya masa depan yang jelas untuk Rangga, seberapa aku mencintainya. Saat itu lah aku berpikir, sebelum Rangga pun menjadi semakin bergantung kepada ku, aku harus membantunya menemukan seorang wanita yang pantas dan sesuai untuknya.”
“Yah...itu lah yang terjadi antara aku dan Rangga. Itu lah takdir ku bersama Rangga. Nah, sekarang aku sudah menjawab pertanyaan kamu waktu itu. Aku sudah melunasi perjanjian kita.” Ujar ku menutup segala penjelasanku.
“Yah benar banget. Mba uda melunasi segala perjanjian kita waktu itu. Dan aku bersyukur, mba juga memiliki pandangan yang sama dengan aku, mengenai Rangga. Aku paham banget apa yang mba Liana rasakan, semuanya.” Jawab Cherllyne sambil tersenyum.
“Sekarang, kita berdua sudah saling mengungkap kan isi hati kita terhadap Rangga. Sebaiknya, kita makan malem dulu yuk mba. Kalo mba masih bersedia ngobrol ama saya, ada beberapa yang ingin saya diskusikan ama mba Liana. Gimana mba?” Tanya Cherllyne menawarkan untuk melanjutkan obrolan kami sambil makan malam.
“Huff...boleh Cher. Yuk kita makan bareng.” Jawabku menerima ajakannya.
Cherllyne rupanya sudah menyiapkan beberapa makanan chinesse food di meja. Ada bakmi goreng, ada gurame asam manis, ada sapo tahu, dan terakhir ayam nanking. Ini tidak mungkin dihabiskan oleh kami berdua saat ini. Seandainya ada Rangga, pasti dia bisa....eh, apa yang kupikirkan ya, kenapa bisa kepikiran untuk mengajak Rangga sih.
“Banyak amat Cher lauk nya? Kamu bilang ala kadarnya. Ini mah ala keblenger yang ada.” Ujar ku kepadanya, yang langsung disambut tawanya.
“Hahaha...bisa aja mba Liana. Yah kan aku belum tau selera mba Liana kaya gimana. Jadi aku pesen aja beberapa pilihan menu. Jadi mba Liana bisa milih, kalo ga mau dihabiskan semua.” Jawab Cherllyne.
“Ya ga mungkin lah habis semua. Kalo ada Rangga mungkin...ehh” Tuh kan, lagi-lagi aku kepikiran Rangga, kalo melihat makanan banyak seperti ini, kenapa selalu kepikiran ke dia mulu sih.
“Hihihi...baru juga tadi kan mba? Uda kangen aja. Jangan-jangan mba belum...hmm...hmm...hehe...ga jadi deh mba” Cherllyne menghentikan ucapannya, yang justru membuatku menjadi penasaran.
“Apa sih Cher? Kamu mao bilang apa pake di gantung gitu? Mao bikin saya penasaran lagi?” Tanya ku langsung.
“Hehehe...ga kok, cuma takut mba Liana tersinggung aja. Apalagi tadi aku uda janji ga akan ngebahas masalah Rangga lagi ama mba, kan” Jawab Cherllyne justru semakin membuatku penasaran.
“Ngomong cepetan, kamu mao ngomong apa?” Ujarku tegas.
“Hahaha...ga ada masalah apa-apa kok mba, cuma asal ngomong aja. Tadi tuh aku cuma mao nyeletuk, jangan-jangan mba belum mmm....bersih-bersih ya, abis itu ama Rangga, ampe jadi kepikiran Rangga mulu?” Pertanyaan yang begitu cetar di hatiku. Membuat wajahku menjadi merah bagaikan kepiting rebus sambil menggigit bibir bawahku, menahan malu.
“HA? SERIUS MBA BELUM ITU?” Teriak Cherllyne dengan wajah terkejut. Aduuhhh tuh kan, dia bisa langsung tau cuma ngeliat ekpresi muka aku, yang ga sengaja keluar.
“A-apaan sih Cher kamu? Uda yuk kita makan” Ujarku menahan rasa malu yang amat sangat, saat Cherllyne mengetahui bahwa aku belum mencuci kemaluanku setelah bermain birahi dengan Rangga tadi.
“Hihihi...ga gatel ato lengket kah mba?...hehehe...ya udah ga usah di bahas. Kita makan dulu aja yuk” Cherllyne kemudian mengalihkan pembicaraan kami.
Namun tidak lama kemudian baru satu suap Cherllyne mengunyah makanannya, saat aku masih berusaha menelan makananku sambil menahan rasa maluku, Cherllyne kembali...
“HWAHAHAHA...aduuhh...duhh...mm...maaap mba...tapi....HWAHAHAHA” Cherllyne sampai terpingkal-pingkal sambil menutup mulutnya dengan tangannya, sementara tangan yang lain memegangi perut nya.
“CHERLLYNEEE!” Seru ku dengan wajah yang merah. Wajah ku panas sekali rasanya. Adduuhhh...kenapa sih dia bisa ampe tau. Kesel banget deh jadinya. Padahal aku kan emang mau menyimpan ‘kenang-kenangan’ ku ama Rangga hari ini.
“Aduhh...maap mba...tapi saya bener-bener ga tahan banget mba...HWAHAHAHA” Cherllyne bahkan sampai terpingkal-pingkal di lantai. Dan aku hanya mendiamkannya saja sambil berusaha menahan debaran jantung ku yang menggila karena malu sekali rasanya.
“Haaaahhhh..aduuuhhh...perut aku sakit banget mba....haaaahhh” Ujarnya sambil ngos-ngosan.
“Sukurin sana. Sekalian aja ampe pingsan sana” Ujar ku ketus. Aku kembali memakan makanan ku, tanpa memperdulikannya.
“Haaahhh...ampun deh. Tapi mba, aku beneran serius nih mau nanya” Ujar Cherllyne lagi sambil duduk kembali di kursi.
“Apa?” Jawabku ketus.
“”Mba...emang sengaja ga mau...mmm...bersih-bersih, atau emang saking terburu-buru datang kesini mba? Maap ya mba aku nanya hal pribadi gini. Tapi aku beneran mau tau. Bukan buat ketawa. Aku cuma pengen tau alasan mba aja yang sejujurnya.” Tanya Cherllyne.
“Buat apa kamu tau? Emang ada beda nya kamu tau ato ga?” Jawabku asal masih dengan nada ketus ku.
“Hehehe...hmm...ada sih mba. Tapi yah itu buat aku aja deh.” Jawab Cherllyne sambil tersenyum simpul. Dasar nih anak.
“Oya, gimana tadi urusan kamu ama Oli, Cher? Kamu ajak dia kemana sih tadi?” Tanyaku baru ke inget masalah Olivia tadi pagi.
“Oh...hehe...masalah cowo nya Oli, si Gery. Dulu waktu pertama kali ketemu dia, di rumah Oli, aku seperti pernah ngeliat dia dimana gitu. Aku tanya-tanya temen-temen aku. Dan akhirnya aku dapet jawaban ku. Jadi dia itu ternyata juga pacaran ama temen nya temen aku mba. Jadi si Oli itu di duain di belakang Oli.” Jawab Cherllyne.
“Nah tadi pagi, temen aku ngabarin kalo si Gery itu mao maen ke rumah cewenya, temen nya temen aku itu. Maka nya aku bawa Oli ke sana juga, biar dia ngeliat si Gery lagi main gila di belakang Oli. Karena selama ini kan si Oli selalu kasian mulu kalo ama dia. Tiap ampir di putusin, selalu waktu si Gery mengiba-iba gitu, pasti Oli langsung luluh, ga tega.” Lanjutnya.
“Dan guess what mba? Ternyata dia di dalem ga cuma lagi berduaan aja. Pas kita masuk, tuh si Gery lagi di sepongin ama temennya temen aku itu mba.” Aku cukup terkejut mendengar cerita Cherllyne.
“Hah? Trus si Oli pas ngeliat langsung dong kejadian kaya gitu?” Tanya ku mulai terbawa suasana.
“Ya iya lah mba. Nah si Oli langsung ngeliat tuh gimana kelakuan cowonya itu. Jadi lah akhirnya keluar keputusan pisah dari mulut Oli. Yah gitu deh mba. Sekarang si Oli uda single, rencana aku bisa berjalan lagi ngejodohin dia ama Oli.” Jelas Cherllyne.
“Cowonya terima di putusin si Oli, Cher?” Tanya ku lagi.
“Ga lah, tuh cowo masih ngejar-ngejari si Oli, pas kita orang mao keluar dari apartemen temennya temen ku itu, sambil bugil mba. Bayangin aja. Aku langsung lempar priring kaleng yang ada di meja, pas aku liat dia ngedeketin kita sambil telanjang gitu.” Jawab Cherllyne membuat mataku terbelalak.
“Ha? Ka-kamu lempar dia pake piring kaleng? Gila kamu. Dia ga ngebales kamu gitu?” Tanya lagi.
“Ga sih mba. Untungnya. Hehehe. Saat itu, aku cuma mao ngelindungin Oli aja dari dia mba. Jadi aku reflek aja, ga banyak mikir.” Jawab Cherllyne lagi.
“Ati-ati kamu ah Cher, kamu tadi kan bilang kamu berdua Oli ampir aja diperkosa kan ama mantan kamu. Jangan ampe dia macem-macem tar ama kamu ama Oli juga, Cher, kaya mantan kamu itu.” Ujar ku penuh kekuatiran.
“Iya sih mba, aku nekat aja karena kuatir ama si Oli. Entah kenapa, aku merasa sayang ama Oli, sejak kejadian itu mba. Aku jadi ngerasa seperti punya adik, kalau aku lagi ama Oli, mba. Mungkin karena kami sama-sama anak tunggal kali ya mba. Makanya aku dengan tulus berusaha menyatukan dia ama Rangga. Walau aku mungkin belum bisa di bilang tulus kali yah. Hehehe” Jelas Cherllyne.
“Belum tulus gimana maksud kamu? Karena kamu juga menyayangi Rangga?” Tanyaku.
“Karena, hmm...mba jangan marah ya mba. Karena aku masih berhubungan itu ama Rangga kemarin. Dan itu ampir aja ketauan Oli, saat dia tiba-tiba datang ke sini, pas ada Rangga di kamar aku, abis kita selesai ngelakuin itu. Dan saat itu lah aku menyesal banget telah mengajak Rangga untuk melakukan hubungan itu lagi, di saat aku sedang berusaha menyatukan dia dengan Oli.” Penjelasan Cherllyne sebenarnya cukup menyakitkan hatiku.
Aku, bisa berhubungan sejauh ini dengan Rangga, sedikit banyak karena dipengaruhi oleh suami ku yang bermain cinta dengan wanita lain di belakang ku. Tapi, saat ini, mungkin yang di lakukan Rangga sama saja dengan yang di lakukan Kevin kepadaku. Walau aku sadar, Rangga tidak terikat dengan ku, karena Rangga belum menjadi kekasih ku, apalagi suami ku. Tapi, hati kecil ku selalu berharap bahwa Rangga hanya berhubungan dengan ku saja.
“Mba, aku boleh nanya sesuatu ga mba?” Tiba-tiba pertanyaan Cherllyne membuyarkan lamunanku saat sedang memikirkan Rangga yang bermain cinta dengan wanita lain selain diriku.
“Hm? Tanya apa Cher?” Jawabku sedikit lesu.
“Jujur, apa menurut mba, Rangga sama saja seperti para pria pada umumnya? Yang dengan gampang tidur ama cewe yang menggodanya untuk melakukan itu?” Pertanyaan yang jawabannya justru sedang aku pikirkan saat ini.
Aku hanya menatap kosong ke arah piring makan ku yang sudah kosong, karena isinya sudah berpindah ke dalam perutku.
“Saya...ga tau Cher. Saat saya tau dia berhubungan intim ama kamu, jujur saya marah sekali dengannya. Saya merasa dipermainkannya. Disaat saya sedang berharap ada seseorang yang setia dengan saya, karena suami saya yang selingkuh, ternyata Rangga pun juga bermain cinta dengan wanita lain.” Jawabku.
“Tapi...saya juga sadar, saya tidak bisa berharap lebih dari Rangga, karena Rangga bukan siapa-siapa ku. Kami hanyalah sepasang manusia yang sedang menjalin sebuah perselingkuhan juga. Tapi saya sebagai wanita juga berharap agar Rangga hanya berhubungan dengan diri ku seorang, Cher. Apa kamu juga berpikir demikian?” Tanya ku ingin mendengar pendapatnya.
“Aku mengerti yang mba rasakan mba. Bener aku sangat paham maksud mba. Dan aku juga paham kalo mba marah ama aku, karena pernah berhubungan intim ama Rangga. Bukan cuma sekali dua kali, tapi cukup, hampir menyamai intensitas hubungan intim Rangga dengan mba Liana sendiri.” Jawabnya membuat wajahku memerah. Iya, aku menyadari aku sangat sering berhubungan badan dengan Rangga, yang notabene bukan seseorang yang seharusnya dan sepantasnya untuk menjamah tubuhku ini.
“Tapi buat aku, Rangga itu sangat berbeda mba. Jujur aku ini bukan wanita baik-baik mba. Aku wanita kotor yang sering melakukan seks bebas, walau selalu aku lakukan dengan pengaman. Mba sebutin semua aktifitas seks bebas yang mba tau, hampir semua nya pernah aku lakukan mba. Aku malu mengakui itu sekarang mba, setelah Rangga menyadarkan aku dengan sikap dan kasih sayangnya.” Jawab Cherllyne, yang semakin membuatku merasa iba dengan kehidupannya yang kelam dan keras, jika dibandingkan dengan kehidupanku.
“Namun karena hm...banyaknya pengalaman ku dengan berbagai pria. Aku bisa melihat dengan jelas segala keistimewaan Rangga mba. Bagi ku, keistimewaan itu sangat terlihat, bagaikan melihat sebuah sinar di kegelapan yang kelam. Tapi, bagi orang-orang yang bukan seperti aku, kaya mba Liana, atau pun Oli dan Rani, kelakuan Rangga mungkin tidak ada bedanya dengan para penjahat kelamin biasa. Tidur ama cewe yang satu, trus ketemu cewe lain, tidurin lagi, begitu seterusnya.” Lanjut penjelasannya.
“Satu hal yang aku yakinin sekarang mba. Rangga hanya mau melakukan hubungan intim, hanya dengan wanita yang membuatnya merasa aman dan di sayang mba. Bukan sekedar ketemu, trus langsung maen, selesai, beres trus pulang. Ga gitu kalo Rangga mba.” Jelasnya.
“Aku mao bicara jujur tentang satu hal ke mba. Aku ga tau pandangan mba semakin berubah atau tidak terhadap Rangga setelah saya cerita ini. Pada saat pertama kali kami berhubungan, kami banyak sharing mengenai kehidupan kami. Aku terus menggali perasaannya kepada Oli dan Rani. Dimana saat itu aku belum tau mengenai hubungan mba Liana dengan Rangga.”
“Saat Rangga mengetahui kehidupan seks bebas ku, pandangan Rangga sama sekali tidak berubah kepadaku mba. Tidak seperti cowo-cowo lainnya. Memang, sebagai laki-laki, Rangga penasaran dengan salah satu kegiatan yang pernah aku ikutin mba. Orgy party. Mba Liana pasti tau apa itu orgy. Di hadapan mba Liana saya mengakui saya pernah melakukan itu dulu. Dan Rangga mengatakan ingin tau dan mencoba orgy party, walau hanya sekali. Aku ga setuju saat itu, tapi karena aku mulai sayang ama dia, rasa sayang yang salah kaprah saat itu, dan aku sesalin banget, aku janji akan bawa dia ke orgy party.”
“Kamu APA? NGAJAK DIA PESTA SEKS? KAMU GILA CHER?” Suaraku langsung meninggi saking marahnya. Aku benar-benar ga paham, yang ada di kepala Cherllyne, dan juga Rangga. Aku jadi merasa murahan telah berhubungan badan dengannya setelah mendengar ucapan Cherllyne yang ini.
“Iya aku tau mba, makanya aku bilang aku nyesel banget uda janjiin itu ke Rangga. Bahkan selama perjalanan aku berusaha membujuknya untuk membatalkan perjanjian aku ama dia mba. Tapi saat itu dia bilang dia hanya ingin tau aja rasanya. Dan dengan segala perdebatan, akhirnya aku mengalah. Mba jangan marah dulu ya, dengerin cerita aku ampe selesai dulu baru mba komen ya” Ujar Cherllyne mengingatkan ku. Aku hanya mengangguk pelan, karena masih marah ama Rangga.
“Benar, saat itu Rangga berhubungan intim ama dua cewe mba. Sedangkan aku sendiri keluar, karena aku yang sekarang merasa jijik disentuh cowo selaen Rangga mba. Aku terus menangis di mobil, menangisi kebodohan ku menjanjikan ini ke Rangga dulu.”
“Tapi, tidak berapa lama kemudian, Rangga pun keluar dari tempat pesta sesat itu dengan tergesa-gesa mba. Aku awalnya merasa ga yakin itu beneran Rangga atau bukan. Aku langsung memanggilnya. Dan itu beneran Rangga mba. Aku seneng banget tau ga mba, ngeliat Rangga keluar dari pesta biadab itu sebelum acara kelar, bahkan baru juga mulai.”
“Aku bersyukur banget. Aku nangis di pelukan Rangga. Dan saat aku tanya kenapa dia keluar, apa mba tau apa jawaban Rangga, mba?” Tanya Cherllyne.
“Rangga jawab apa Cher?” Tanya ku penasaran.
“Saat dia hendak mulai melakukan itu, dia langsung ke inget wajah kita berdua mba!” Jawab Cherllyne dengan mata berbinar-binar, mengejutkan ku. Masa sih?
“Dia bilang, dia bener-bener kepikiran ama kita saat ngelakuin itu mba. Dia kepikiran wajah mba Liana yang lagi nangis, kalo ampe tau dia sedang berbuat hal kaya gitu ke cewe asing gitu. Dia juga kepikiran ama aku yang menurut pikiran dia lagi di gagahi ama cowo laen juga. Dan, dia benar-benar tidak menikmati ngelakuin hubungan itu. Dia merasa muak dan mati rasa, dan akhirnya keluar dari tempat itu mba. Mba tau artinya ga?” Jelas Cherllyne sambil bertanya kepada ku.
Artinya? Artinya aku begitu melekat di hati Rangga, hingga membuat dia tidak bisa melakukan itu dengan wanita lain. Rasa amarah ku yang tadi kurasakan, seketika langsung lenyap, dan berganti dengan rasa bangga dan haru, hingga membuat meleleh nya air mata dari kedua bola mata ku.
“Yes mba. Seperti itu rasanya saat aku mendengar penjelasan Rangga. Rasa bahagia karena ternyata keberadaan kita, terasa begitu kuat di hati Rangga, sampai-sampai membuat dia mati rasa bercinta ama cewe laen. Itu lah salah satu perbedaan Rangga, dengan penjahat kelamin biasa mba.” Jelas Cherllyne.
“Seperti yang saya bilang tadi di awal mba. Takdir jua lah, yang akhirnya membuat saya menemukan orang yang menurut saya, senasib ama saya. Yaitu mba Liana.” Ujar Cherllyne sambil menghampiri tempat duduk ku, dan memeluk ku.
“Kita, adalah keberadaan yang penting bagi Rangga, mba. Mba jangan cemburu dan marah ama aku dan Rangga ya. Karena Rangga amat sangat menyayangi mba, dan juga aku. Aku bukannya mengajak mba untuk berbagi Rangga, tapi aku ingin bilang, mungkin ini lah takdir kita bertiga mba. Saling mencintai dan menyayangi dengan situasi dan keadaan yang unik, yang biasanya membuat orang saling bertengkar, bahkan sampai bunuh-bunuhan. Tapi bukan kita mba, yang seperti itu. Kita berdua, yang sangat menyayangi dan mencintai Rangga, harus menjadi penopang hidupnya agar bisa melangkah maju mba, dengan wanita yang tepat. Karena bukan kita lah yang di takdirkan untuk menjadi pasangan Rangga.” Jelas Cherllyne sambil memeluk ku.
Semua perkataan Cherllyne memang benar sekali. Aku malah menjadi semakin mencintai Rangga, walau tau hati Rangga bukan hanya untuk ku seorang. Ada Cherllyne, Olivia, dan juga mungkin Rani. Tapi aku tetap saja mencintainya.
Apa bedanya Rangga dengan Kevin? Kevin mencintai wanita lain tapi menghapus dan menghina keberadaan ku. Sementara Rangga, justru membuat keberadaan ku semakin besar, walau pun hati dia terbagi dengan wanita lain. Tapi cinta dan kasih sayangnya terhadapku tidak pernah terbagi, apalagi terhapus.
“Makasih yah Cher, uda menjelaskan semua hal ke saya” Ujar ku sambil memeluk tubuhnya. Aku merasakan ketulusan yang amat besar di dalam diri Cherllyne. Aku...kagum dan menghargainya...mulai menyayanginya bahkan.
Kami saling berpandangan. Dua wanita yang terukir dalam hati Rangga. Saling menyadari penting nya keberadaan keduanya bagi Rangga, menimbulkan rasa simpati dan empati yang kuat di antara keduanya saat ini.
“Mmmuaahhhh” Tiba-tiba Cherllyne mengecup bibir ku. Membuatku terkejut.
“Eh? Kenapa kamu nyium bibir saya Cher?” Tanya ku heran.
“Hehehe...ga tau, pengen nyium aja tiba-tiba. Mungkin saking senengnya punya seseorang yang seperasaan ama aku mba. Hehehe” Jawabnya.
“Mba...emm...pernah ciuman sesama cewe ga?” Tanya Cherllyne kembali membuatku terkejut.
“Ha? Belum lah...kamu...jangan aneh-aneh deh” Ujar ku uda bisa melihat arah pertanyaan nya.
“Sssshhhh...mba diem dulu, saya cuma mao nyium mba aja” Ujar Cherllyne yang kembali mencium bibir ku. Kali ini bukan hanya mengecup seperti tadi, tapi sedikit melumat bibir bawah ku.
Walau berciuman dengan sesama wanita, bukan lah yang pernah sedetik pun aku bayangkan, tapi walaupun perlahan mampu membuat darah ku sedikit berdesir.
Ciuman lembut bibir Cherllyne, sedikit banyak berhasil membuatku terhanyut dalam gairahku sendiri.
Saat bibir kami akhirnya berpisah, kami kemudian saling bertatapan dengan pandangan sayu, dan nafas yang sedikit memburu. Entah apa yang kupikirkan, aku malah memajukan lagi dagu ku, dan kembali bibir kami saling menempel dan melumat.
Ciuman kami rasanya semakin hangat. Aku yang awalnya risih, tapi malah jadi terhanyut dengan cara Cherllyne melumat bibir ku. Lidah kami pun bahkan mulai ikut bermain, dan saling melilit satu sama lain.
Tangan kami mulai saling membelai tubuh kami. Nafas kami berdua pun menjadi semakin memburu, seiring remasan-remasan pada masing-masing tubuh kami berdua. Sentuhan Cherllyne terasa begitu halus dan lembut di tubuhku, sungguh berbeda dengan sentuhan seorang pria, sehalus apapun sentuhannya itu.
Cherllyne kemudian mulai membuka satu per satu kancing kemeja ku, hingga telah terbuka semuanya. Tangannya mulai menyentuh perutku dengan lembut, membuat ku sedikit menggelinjang kegelian.
Hisapan mulutku di bibir Cherllyne pun semakin kuat, seiring gairah ku yang juga semakin meluap-luap. Entah kenapa aku tidak bisa mengontrol gairahku sendiri. Tangan Cherllyne yang lembut terus membelai perut, dan mulai naik hingga ke dada dan payudaraku yang masih tertutup bra ku.
Aku yang seperti orang kehausan, terus melumat dan menghisap bibir Cherllyne sambil mendesah, saat tangan dan jemari Cherllyne dengan lincah mulai membelai dan meremas payudaraku.
Ctik! Cherllyne membuka kaitan bra ku yang berada di depan, sehingga untuk kedua kali nya hari ini, aku bertelanjang dada di hadapan seseorang sambil berciuman dengan penuh gairah.
“Sssshhhh...aahhhhh....ssssshhhh” Aku mulai mendesis pelan, saat Cherllyne menciumi leherku, dengan jari jemarinya yang memainkan putingku yang sudah keras.
“Aaahhh...Cher...stoppp...kita keterusann nihhh” Ujarku sambil mendesah akibat rasa geli yang kurasakan di leher dan payudara ku.
“Sebentar aja mba, temenin aku mba...pliss...aku pengen mba” Bisik Cherllyne di telinga ku.
Tanganku malah mencoba melepaskan kaus yang dikenakan oleh Cherllyne. Cherllyne kemudian melepaskan dulu cumbuannya di leherku dan tangannya di payudaraku, saat Cherllyne mengangkat kedua tangannya ke atas, meloloskan baju yang aku buka, beserta bra nya. Sehingga kami berdua sudah bertelanjang dada satu sama lain.
Cherllyne langsung mencium leherku, sambil tangannya memainkan kedua payudara ku, yang masih menempel air liur Rangga, karena belum aku bersihkan saat kami bermain birahi kilat di mobil ku.
Mendapat serangan terus menerus, membuat tanganku pun reflek mulai membelai lembut payudara Cherllyne. Ini payudara wanita lain yang pernah aku sentuh. Aku tidak pernah membayangkan akan melakukan ini dengan sesama wanita, tapi aku tidak menampik bahwa gairah ku pun menjadi meningkat.
“Ooouughhhh Cher...geli tetek aku kamu maenin gituuh putingnyaah” Rintih ku saat jemari Cherllyne sedang memilin puting payudara ku.
“Hm? ...kalo aku giniin?” Tanya Cherllyne yang langsung mengulum puting payudaraku dengan mulutnya, bagaikan seorang bayi yang sedang menyusu pada ibunya.
“Oooohhhhh...aaduuhhh...ssshhhh...aaahhhhhh” Rintihan ku pun semakin keras, hingga tanpa sadar aku meremasi rambut panjang Cherllyne.
Sambil mengulum payudaraku, Cherllyne mendorong tubuhku ke arah meja makan selangkah demi selangkah. Rasa geli di payudaraku benar-benar membuatku gelisah sekali. Tubuhku terus merinding menahan rasa geli.
Dan aku malah semakin keras meremasi payudara Cherllyne, sehingga aku pun mendengar rintihan halus Cherllyne, yang sedang mengulum payudara ku.
Aaaahhhh...ini gilaaa...aku melakukan hubungan sejenis. Tidak pernah kubayangkan sama sekali sebelumnya, tapi aku harus mengakui bahwa ini benar-benar memabukan. Aku menikmati sekali cumbuan Cherllyne.
Terasa berbeda dengan saat Rangga sedang mencumbu ku. Kalau dengan Cherllyne, rasanya lebih halus dan tenang tapi menghanyutkan, sedangkan dengan Rangga, aku merasa selalu bergairah sekali dan menggebu-gebu.
Saat sedang menikmati cumbuan bibir Cherllyne dan sentuhan tangan dan jemarinya di payudaraku, aku merasakan sentuhan-sentuhan ringan di paha ku. Aku awalnya tidak terlalu ngeh akan sentuhan-sentuhan itu.
Namun saat jemari Cherllyne terus naik hingga ke pangkal paha ku, masuk ke dalam rok ku, dan terus menyusup melalui pinggir celana dalam ku, dan menyentuh klit ku yang ‘masih’ basah, aku langsung terkejut, dan menahan tangannya.
“Cher...Cher...Cher...T-tunggu Cherr...sshhh...aku...belum siap jika kita ampe sejauh itu” Ujar ku dengan pandangan sayu ke arahnya.
“Why? I am curious nih mba...ama meki mba yang masih berasa aroma dan rasa Rangga. Aku kangen ama Rangga lagi nih mba” Desah Cherllyne dengan pandangan memohon sayu, dan nada yang manja.
“Aduuhhh....jangan Cher...aku maluuu” Jawabku jujur.
Cherllyne kembali mengecup pelan bibir ku, sambil menatap ku dengan pandangan sayu.
“Please mba?” Ujar Cherllyne mengiba.
“Iihhh kamu kalo kangen kan bisa minta lagi ama Rangga, masa ama saya aaaaahhhh...Cherrrr....uushhhhh” Aku berusaha menolak karena malu, tapi jemari Cherllyne kembali langsung saja menyusup melalui pinggiran celana dalam ku, dan langsung menggesek-gesek bibir kemaluanku. Mulutnya pun kembali mengulum dan memainkan puting payudara ku.
Cherllyne kemudian mendorong pelan tubuhku, memintaku untuk berbaring. Cherllyna lalu menaikan kedua kaki ku, kemudian menarik celana dalam ku turun melewati kedua kaki ku. Dan saat celana dalam ku terbuka, aku merasakan seperti ada gumpalan cairan yang keluar dari dalam lubang kemaluanku.
Plup! Plup!
“Hmm...banyak banget spermanya Rangga nih...padahal baru aja aku peras semalem...hihihi...sluuurppp” Ujar Cherllyne, mengejutkan ku lagi dan lagi. Semalam Rangga habis bercinta dengan Cherllyne? Duhh...apakah aku harus marah terhadap Rangga? Tapi...aku saat ini tidak merasakan marah sih.
Malah aku langsung mendesah panjang, saat lidah Cherllyne langsung menjilati vagina ku yang sedang melelehkan sperma Rangga, yang tadi sempat tertampung di dalam vagina ku beberapa lama.
“Aaahhhh...Cherrr....kamu ngapaainn?? Aku kan belum cuci Cherr...aahhhh...jorok kamu ihhh” Ujar ku di sela-sela rintihanku menahan rasa geli, saat lidah Cherllyne bermain-main di labia mayora ku.
Namun Cherllyne tidak memperdulikan ucapanku, dan terus saja menjilati vaginaku, sementara tangannya meremasi payudara ku. Membuat ku menjadi semakin menggila saja rasanya.
“Ooohhhhh...ssshhh...ooooohhh...Cherrr...kok dimasukin jarii sihhh??? Oohhhh” Aku langsung merintih-rintih saat aku merasakan vaginaku di susupi oleh jari Cherllyne. Sperma Rangga pun semakin banyak yang keluar dari dalam vaginaku.
Crokkk! Crokkk! Crokkk! Crokkk!
Bunyi vagina ku yang becek sedang di kocok, terdengar begitu nyaring. Hampir menyaingi suara rintihan ku. Uhhh...ini...enak sekali.
Beberapa lama kemudian, dengan intensitas yang stabil saat mengocok vagina ku, aku pun merasa akan ‘meledak’. Rasa gairah ku semakin memuncak, dan tak terkendali.
“Ohhhh...Cherrr...akuuhhh...dapettt...AAHHHHH...AA AHHHHH...OOOHHHH” Aku langsung berteriak kecil sambil memegang erat lengan Cherllyne, saat badan ku mengejang kaku, dengan pantat berkejat-kejat. Aku orgasme di tangan seorang wanita untuk pertama kalinya dalam hidupku. Uhhh tapi nikmat juga. Walau ga senikmat kalo Rangga yang muasin aku sih. Hihihi.
“Enak ga mba?” Tanya Cherllyne dengan tatapan nakal, saat aku masih sedikit ngos-ngosan setelah orgasme ku mereda.
“Nakal banget kamu sih Cher? Ya ampuunn...kamu tuh ya.” Ujar ku kehabisan kata-kata.
“Hihihi...tapi suka kan mba?” Tanya Cherllyne lagi menggoda ku.
“Ga tau ah, ya udah saya mao pulang dulu. Uda malem” Ujar ku sambil bangun dan berdiri, sambil merapihkan pakaianku yang terbuka, dan menurunkan rok ku, tanpa mengenakan lagi celana dalam ku.
“Lho? Ihhhh...bisaan banget nih mba Liana. Uda dapet, saya di tinggal gitu aja.” Wajah Cherllyne langsung berubah jutek, melihat aku merapihkan pakaianku, membuatku mau tak mau menjadi tersenyum melihatnya sedikit ngambek.
“Oh? Kamu ngambek Cher?” Tanya ku balik menggodanya.
Liana Aryanti Widjaya
Cherllyne Agustina
25 | Dari Hati Ke Hati
“Mmmfff....ssluurprp...mmmmfff..ssshhh” Sedikit suara dan desahan ku saat sedang bergulat bibir dengan Arjuna ku, Rangga, di mobil ku, yang masih terparkir di basement kantor.
“Mba jadi ketemuan ama si Cherllyne sekarang?” Bisik Rangga di telinga ku. Aku yang sedang di pangku Rangga, dengan rok dan celana dalam yang sudah terlepas, hanya menyisakan kemeja yang kancingnya sudah terbuka semua, dan juga sebuah bra berwarna hitam, yang juga kaitannya yang berada di depan, sudah terlepas.
“Jadi tuh. Tadi dia BBM ketemuan jam 7an di apartemen dia. Haduh, aku malu tau kita ketauan orang lain gitu lagi ML.” Jawabku.
“Hehehe...yah abis kita terlalu hot sih waktu itu. Mba sih emang terlalu menggairahkan buat aku” Bisik Rangga sambil menggigit pelan telinga ku.
“Aaaahhh..geli sayang. Hehehe...abis hmm...itu kamu enak banget sih. Bikin aku jadi lupa diri deh” Jawabku kegelian saat telinga ku di gigit Rangga.
“Hm? Itu? Apaan itu aku mba?” Tanya Rangga belaga polos.
“Aaahhh...kamu nakal ahh...pasti mao nyuruh aku ngomong jorok kan?” Rengek ku manja, ama pria yang lebih muda dari ku ini.
“Hehehe...trus, itu aku mao di masukin lagi ga nih? Uda siap nih soalnya?” Rangga kembali menggodaku dengan menggoyang-goyangkan pantatnya ke atas, menggesekan batang nya yang sudah keras, ke bibir vagina ku yang sudah sangat basah.
“Sshhhh...iiihhhh...nakal nih...awas yahh...aku pelintir nih itu kamu” Ujar ku dengan tersenyum, sambil meraih batang nya, untuk kemudian aku arahkan ke lubang kemaluanku, yang telah siap menyambut kedatangannya.
Blesssss...Aku langsung menggigit bibir bawah ku, saat batang Rangga melesak semakin dalam, dan semakin dalam hingga terasa mentok di rahim ku.
“Aaaaaaahhhh...sayangghhh...eengghhhh...geliihh bangett” Desis ku akan rasa nikmat di pangkal paha ku, yang menjalar hingga ke seluruh tubuh.
Aku mulai menggoyangkan pinggul ku, dengan gerakan maju mundur. Sementara Rangga sedang aktif mengulum dan menjilati kedua payudaraku, sambil di remas-remasnya dengan kuat.
Aku mendongak kan kepala ku ke belakang, membuat kedua payudaraku semakin membusung, dan lebih mudah di jelajahi oleh lidah dan bibir rangga. Sementara goyangan pantat ku, semakin cepat dalam melumat batang kemaluan Rangga.
“Oooohhhh....yanngghhh...aaaahhhhh...mmmff....aaaa hhhh” Tanpa sadar aku mulai mendesah semakin keras.
“Mba, jangan kenceng-kenceng mendesahnya. Ini kita masih di basement lho” Ujar Rangga mengingatkanku. Membuatku merasa begitu tersiksa harus menahan suara juga.
Untuk meredam suara ku, aku kemudian menggigit bahu Rangga, sambil menggoyangkan pinggulku lebih cepat. Rangga membantuku dengan menyodok dari bawah, membuat batang kemaluannya melesak semakin dalam ke dalam liang vaginaku, setiap aku menurunkan pantatku.
Aku merasa sudah hampir mencapai puncak orgasme ku. Getaran-getaran itu mulai kurasakan. Membuat gerakan ku menjadi semakin liar dan semakin cepat. Walau sudahmenggigit bahu Rangga, aku tetap saja tidak kuasa untuk menahan suara ku sepenuhnya.
Rangga kemudian memegang pinggulku dengan kedua tanganya, membantu ku menaik turunkan pantat ku, menelan habis batang kemaluannya itu. Gerakan kami semakin cepat, dan rasa geli yang nikmat di pangkal paha ku, semakin tidak tertahankan lagi rasanya.
Dan saat puncak gairahku tercapai, saat itu juga tubuhku langsung menegang kaku. Gigit ku semakin kuat menancap di bahu Rangga. Badan ku bergetar halus, dengan pantat yang berkedut-kedut.
Rangga pun sepertinya juga mencapai orgasmenya, saat dia memeluk erat tubuhku, dan menaikan pantatnya berusaha memasukan batang kemaluannya sedalam-dalamnya di dalam liang vagina ku.
Aku merasakan semburan demi semburan kuat menyemprot ke dalam rahim ku. Semprotan demi semprotan sperma itu, terasa hangat dan nikmat sekali. Membuatku menjadi lupa diri. Segala sekelilingku terasa putih semua.
Saat gelombang orgasme ku sudah mereda, perlahan-lahan penglihatanku kembali normal. Nafas kami terengah-engah. Peluh kami pun cukup membanjiri tubuh kami. Aku berusaha mengumpulkan lagi nafasku.
Dan aku juga segera mengambil tas ku, untuk mengambil sesuatu dari dalam tas ku. Aku mengeluarkannya dari dalam tas. Aku ingin memakai ini, sesaat setelah aku mengeluarkan batang Rangga dari dalam kemaluanku nanti.
“Mba ngambil apa itu? Softex?” Tanya Rangga.
“Pantyliner sayang. Aku mao buru-buru pake pantyliner ini, biar sperma kamu ga langsung keluar dari dalam vegi aku, yang. Hehehe.” Jawabku, yang langsung segera menutup lubang vagina ku dengan pantyliner ini, saat aku mengeluarkan batang kemaluan Rangga.
“Ga mao dibersihin dulu mba?” Tanya Rangga lagi.
“Hehehe...ga. Aku ingin, punya kamu tetep berasa di dalam vegi aku yang. Yah siapa tau aku hamil anak kamu kan. Hehehe” Jawabku genit.
“He? Dasar mba yah” Ujar Rangga kemudian. Lalu aku buru-buru mengenakan celana dalam ku, agar panty liner ini tidak bergese-geser yang mengakibatkan melelehnya sperma Rangga nantinya. Aku ga mau itu. Aku mao sperma Rangga terus tertampung di dalam vagina ku.
“Mba...hmm...aku boleh tanya ga mba?” Tanya Rangga saat kami sudah berpakaian lagi.
“Tanya apa sayang” Jawabku.
“Hmm...mba...ga di cariin suami mba kah? Pulang malem gitu hampir tiap hari?” Tanya nya.
“Ga sih sayang. Kaya hari ini misalnya, dia tadi telepon, katanya ada lembur lagi. Ahh...palingan juga lempengin burung nya dia aja ama si Rasti itu. Ya kalo gitu aku juga bisa kan, lempengin burung kamu. Hihihi” Jawabku, namun tidak membuat Rangga tersenyum dengan jawaban ku.
“Mba...ngelakuin ini ama aku, karena buat ngebales suami mba aja jadinya sekarang?” Tanya Rangga mengejutkan ku.
“Eh...bukan gitu sayang maksudku. Aku, uda ga anggep dia sebagai suami aku lagi sekarang. Hanya sebagai papa dari anak aku, si Lukas, yang. Aku ga pernah sedikit pun anggep kamu dan hubungan kita sebagai pelampiasan atau ajang pembalasan dendam ama si Kevin kok. Hubungan kita ini buat aku sangat spesial, Ga.” Aku berusaha menjelaskannya ke Rangga.
“Trus si Lukas sendirian dong mba di rumah, kalo papa nya lembur gitu?” Tanya Rangga lagi.
“Hmm...iya sih, ama suster nya aja.” Jawabku merasa bersalah kepada Lukas, karena tidak langsung pulang untuk menemaninya.
“Maaf ya mba ku sayang. Bukan nya aku sok tau ato gimana ya, bukan ga mao nemenin mba juga, kalo kita lagi mesra-mesraan kaya sekarang. Tapi apa ga kasian mba si Lukas? Aku ya jadi ga tega, papanya pulang malem, mba juga seringnya pulang malem karena lagi ama aku. Kalo bisa sih, aku pengen nemenin mba di rumah mba aja deh, biar kita bisa nemenin juga si Lukas mba, saat papa nya pulang malem terus.” Ujar Rangga menyadarkan ku.
“Papa nya asik ama cewe laen. Dan...hmm...kita juga sering asik sendiri gini. Aku malah merasa bersalah mba jadinya.” Ujar Rangga lagi.
“Eh...iya sih Ga. Aku...emang uda cukup jarang nemenin Lukas kalo malem. Paling cuma ketemu pagi doang, pas dia berangkat sekolah ama papa nya. Jadi...gimana dong yang?” Tanya ku. Aku seolah tidak lagi menjadi seorang Liana, yang memimpin tim accounting dan finance, kalo sedang berduaan ama Rangga gini.
“Ya, sebaiknya kalo bisa sih, mba sering luangin waktu buat sekedar nemenin si Lukas mba, kalo sempet sekalian makan malem bareng ama Lukas, mba. Aku beneran kasian mba, kalo negeliat anak, makan sendiri cuma ama pengasuhnya aja, tanpa kehadiran salah satu orang tua nya. Jadi serasa anak panti asuhan deh” Ucapan Rangga benar-benar menusuk hati ku. Memang selama perselisihan terselubung ku dengan Kevin, aku seakan menemukan dunia ku sendiri saat sedang bersama Rangga, dan melupakan dunia anak ku. Dan Rangga lah yang menyadarkan ku akan hal itu sekarang.
“Apa...janji ketemuanku ama si Cherllyne aku postpone aja dulu yah?” Tanyaku kepadanya.
“Hmm...yah sekarang uda terlanjur malem, mending selesain dulu deh urusan ama si Cherllyne mba. Toh di postpone juga yah tetep pulang malem juga nantinya kan. Yang penting, mba, kita, musti sedikit membatasi diri kita mba kalo malem. Aku mungkin ga bisa bantu mba biar mba deket lagi ama suami. Tapi setidaknya aku bisa mengingatkan mba untuk selalu dekat dengan anak mba” Ujar Rangga sambil membelai rambutku.
“Kamu bener banget yang. Aku...uda mengabaikan Lukas cukup lama kalau malam. Aku uda begitu terbuai ama kamu sih Ga. Tapi, untungnya kamu juga yang ingetin aku akan hal ini Ga. Makasih ya sayang” Ujar ku sambil mencium bibirnya lembut.
“Ya uda, mba buruan deh ketemuin si Cherllyne mba, biar urusan cepet selesai, dan mba bisa cepet pulang ke rumah juga” Ujar Rangga penuh perhatian.
“Kamu gapapa yang? Punya kamu kan masih keras nih. Biasanya kan kamu butuh minimal 2 kali keluar?” Tanya ku sambil terus menciumi pipi nya.
“Hahaha...itu kan gara-gara mba aja yang terlalu seksi buat aku” Jawab Rangga sambil tergelak.
Mengikuti saran Rangga, maka aku pun segera menuju ke apartemen Cherllyne, meninggalkan Rangga di basement kantor, yang juga segera menuju parkiran motornya.
Aku melihat saat ini sudah hampir jam 7. Kami bercinta cukup singkat hari ini. Tapi nikmatnya terasa begitu membekas di hati dan seluruh tubuhku.
Karena lalu lintas yang padat, aku baru sampai di apartemen Cherllyne sekitar jam setengah delapan malam.
“Halo? Cher...aku uda di bawah nih” Ujar ku saat menelepon Cherllyne.
“Oke..”
Aku menunggu Cherllyne di lobby apartemennya. Dan tidak berapa lama kemudian, Cherllyne telah turun untuk menemuiku.
"Kenapa Cher?" Tanya ku saat melihat Cherllyne melihat ku, seperti ada sesuatu di wajah ku. Jantungku pun langsung berdebar, takut Cherllyne kembali memgetahui aku habis bercinta dengan Rangga, dari tanda-tanda entah apa yang ia temukan di tubuhku.
"Hmm...gapapa kok mba. Yuk naik." Jawab Cherllyne tapi sambil senyum-senyum di kulum gitu, seolah dia sedang mengetahui suatu rahasia dari ku. Membuatku menjadi waspada.
Tanpa sadar aku memperhatikan sekujur tubuhku, apakah ada sesuatu yang aneh ato ga. Cherllyne kan sangat jeli untuk menemukan kesalahan orang lain. Lebih jeli dari mata ku, aku akuin itu.
"Hahaha. Ga ada apa-apa kok mba, ketakutan amat sih. Cuma..." Cherllyne sengaja menggantung ucapannya sambil kembali senyum-senyum dikulum gitu.
"Apaan sih Cher?" Tanyaku penasaran sekali melihat sikapnya.
"Hehe..gapapa. yuk naik mba" Ajaknya saat pintu lift sudah terbuka.
"Mba..." Cherllyne kembali memainkan kata-katanya untuk membuatku penasaran.
"Apa?" Jawabku mulai ketus.
"Dapet berapa ronde ama Rangga tadi mba?" Tanya Cherllyne mengejutkan ku. Wajah ku langsung pucat. Apa lagi kesalahan kami kali ini, pikir ku kalut.
"B-berapa ronde apanya maksud kamu?" Aku berusaha menyangkalnya.
"Hihihi..itu spermanya Rangga masih nempel di leher mba Liana tau" Ujar Cherllyne bagaikan sebuah petir yang menyambar. Ya ampunnn! Apa aku luput membersihkannya tadi. Reflek aku langsung memegang leher berusaha menutupi nya.
Tapi aku tidak merasakan ada bagian leher ku yang basah atau lengket. Pikirku. Tiba-tiba aku teringat, kalau tadi Rangga mengeluarkan sperma nya kam di dalam vagona ku, yang aku tutupi dwngan panty liner.
Wajahku langsung memerah, mengetahui bahwa Cherllyne telah sukses kembali menjebak ku. Aku melihat ke arahnya dengan pandangan marah. Namun ia hanya senyum-senyum polos sambil melihat ke arah lain.
Pas pintu lift terbuka, Cherlkyne langsung berjalan sambil tersenyum nakal, telah berhasil membuatku mengungkapkan lagi rahasia ku dengan sendirinya. Aku gemas sekali melihat si Cherllyne.
"Kenapa sih mba ampe melotot gitu sih? Hmm?" Ujar Cherllyne masih berlagak polos saat kami sudah berada di dalam apartemennya.
"Kamu tuh emang super nyebelin ya. Pernah ada yang bilang ga sih kalo kamu itu tuh bener-bener cewe yang nyebelin banget?" Ujar ku penuh emosi.
"Loh...emang aku ngapain sih mba?" Cherllyne masih saja seperti itu.
"Hah...ya uda lah saya pulang aja kalo harus buat jadi bahan lelucon kamu aja" Ujarku sewot.
"Hihihi...ya ampuunnnn...ampe segitu sewotnya sih mba Liana ini" Cherllyne langsung memeluk tubuhku dari belakang, saat aku hendak meninggalkan kamar apartemen nya.
Dari cara Cherllyne memeluk ku, membuat ku mengurungkan niat ku untuk menunggalkan tempat ini.
"Mba tau? Rangga semalam abis dari sini lho". Ujar Cherllyne kembali membuat hatiku panas.
"Trus kamu mao bilang semalam kamu ML lagi ama Rangga? Kamu mau nya apa sih Cher cerita kaya gitu ke saya?" Tanya ku emosi.
"Kamu mau saya sharing ama kamu, saya ngapain aja ama Rangga, ato kamu ngapain aja ama Rangga? Sori ya Cher, saya bukan wanita seperti itu. Kalo itu niat kamu ngajak saya kesini, lebih baik saya pulang Cher. Saya ga ada urusan ama hal kaya gitu." Seru aku ketus.
"Heh...ya udah terserah mba Liana. Saya hanya mencoba untuk bersikap bersahabat aja, mengingat Rangga begitu menyayangi mba. Setidaknya saya sempat berpikir bahwa kita akan bisa cocok satu sama lain, karena berada di pihak yang sama." Jawab Cherllyne sambil melepaskan pelukannya dari tubuhku.
"Setidaknya saya sempat berpikir akan memiliki seseorang yang bisa mengerti dan berbagi perasaan ama saya tentang Rangga. Mengingat saya tidak akan memiliki Rangga lagi setelah Rangga uda jalan ama Oli." Ujar Cherllyne kemudian, samjil berjalan dan duduk di sofa. Terlihat wajahnya menunjukan kesedihan. Tidak, lebih tepatnya...kesepian. Seketika itu juga aku menjadi iba dengan dengannya.
Ucapannya benar, karena aku memahami perasaannya saat ini. Memang benar, apabila Rangga berpacaran dengan Olivia, aku pun juga akan menjaga jarak demi menjaga perasaan Olivia.
Karena sebagai seorang istri yang suaminya berkhianat dengan wanita lain, aku tidak ingin Olivia merasakan apa yang aku rasakan bersama Kevin. Rangga harus bisa menjadi seorang pendamping yang baik dan setia.
Aku...walaupun aku tidak bisa memiliki Rangga seutuhnya, asal dia bisa bahagia, aku cukup merasa senang, walau aku pasti akan dilanda rasa kesepian tanpa adanya Rangga lagi di sisi ku. Sama seperti yang pasti sudah dirasakan Cherllyne, apabila dia merupakan wanita yang sesuai dengan komitmen dirinya sendiri, untuk mengorbankan dirinya sendiri, demi kebahagiaan Rangga.
Huff...Aku pun kemudian berjalan menuju sofa tempat Cherllyne duduk, dan duduk juga di sebelahnya.
“Setelah kematian almarhum mantan saya, Rio, saya merasa hancur dan tidak ada tujuan hidup yang jelas lagi. Saya yang sempat memiliki angan-angan tinggi bersama Rio, sudah merencanakan pernikahan kami. Bahkan konsep pernikahan dan konsep undangan pun sudah kami buat. Saya bahkan sudah menyerahkan mahkota saya, keperawanan saya untuknya. Karena saya merasa dia lah pria yang di takdir kan untuk saya.” Ujar Cherllyne tiba-tiba sambil tetap merebahkan kepalanya ke pinggiran sofa.
“Takdir...saya sempat benci dengan yang namanya takdir. Karena takdir lah yang merenggut Rio dari kehidupan saya. Karena takdir lah yang membuat saya merasa hampa dan tidak berharga lagi sebagai seorang wanita. Karena takdir lah yang membuat saya harus hidup dan tumbuh besar sendiri tanpa adanya orang tua yang menemani, menjaga, membimbing dan mengajari saya. Karena takdir lah yang membuat saya akhirnya terjerumus ke dalam kehidupan seks bebas. Karena saat itu, hanya dalam kehidupan itu lah saya tidak merasakan yang namanya, kesepian.” Jelas Cherllyne lebih lanjut.
“Tapi...takdir jua lah yang akhirnya menuntun saya untuk bisa mengenal seorang pria, yang awalnya saya begitu jijik melihat gaya nya, bahkan hanya untuk sekedar mengobrol dan beramah tamah. Takdir lah yang membuatnya menolong saya dari tindakan kasar mantan saya. Takdir juga yang membuatnya berpaling untuk kami menjadi saling mengenal kepribadian kami masing-masing, di saat dirinya sedang dekat dengan Rani saat itu. Takdir juga yang pada akhirnya membuat saya merasakan debaran jantung sekali lagi, setelah bertahun-tahun merasa hampa. Takdir juga lah yang akhirnya menuntun saya untuk merasakan jatuh cinta untuk kedua kalinya.” Lanjutnya.
“Dan pada saat hampir saja kehormatan saya ama Oli terenggut oleh mantan saya, oleh sebuah takdir yang buruk, untungnya keburu diselametin ama pria itu. Dia begitu gagah menolong kami bedua saat itu. Dan pada saat saya hampir di perkosa itu lah, saya hanya memikirkan pria itu. Bukan yang lain” Cerita yang membuatku terkejut setengah mati. Ternyata Cherllyne dan Oli hampir mengalami kejadian yang paling ditakutkan oleh seorang wanita. Pemerkosaan.
“Ya Tuhaaann” Ujarku mendesis.
“Namun, di saat pada akhirnya saya memiliki seorang pria yang bisa membuat saya jatuh cinta lagi, di saat itu pula lah timbul ketakutan di dalam hati saya, dimana saya sudah merasa tubuh saya ini kotor, karena kehidupan masa lalu saya yang cukup kelam dan liar. Saya tidak ingin takdir buruk menimpa saya untuk yang kedua kalinya. Makanya saya berusaha untuk membantunya mendapatkan cinta sejatinya dengan teman masa kecilnya, yang saya tau juga sangat menyayanginya.” Ujar Cherllyne. Sedangkan aku hanya mendengar dan meresapi ucapannya itu. Memang kehidupannya itu, terasa pahit dan kelam, di banding kehidupan ku.
“Takdir jua lah, yang akhirnya membuat saya menemukan orang yang menurut saya, senasib ama saya. Mencintai seorang pria, tanpa punya kemampuan untuk memiliki nya secara utuh. Namun, kali ini rupanya penilaian saya salah. Saya hanya bisa berharap kita bisa saling berbagi kesedihan, atau berbagi perasaan rindu, saat kita merindukan kehadiran orang yang sama, yang sudah tidak bisa terjangkau lagi. Karena saya memang tidak ingin pria itu menjangkau kami lagi. Kami punya kehidupan yang berbeda darinya yang masih cukup murni.” Ucapannya kali ini, sedikit membuatku merasa pedih. Karena apa yang diucapkannya itu memang itu lah yang kurasakan juga.
“Maafin saya ya mba, kalo apa yang sudah saya lakukan, banyak menyinggung perasaan mba. Lebih baik kita batalin aja deal kita, mba, kalo memang mba merasa tidak nyaman dan terusik.” Ujar Cherllyne sambil melihat ke arah ku sambil tersenyum.
“Tapi sebelum mba pulang, yah at least kita bisa dinner bareng yuk. Saya uda siapin makanannya. Yah cuma makanan sekedarnya aja sih, jadi maap kalo ga masuk selera mba Liana. Dan saya janji, saya ga akan ngebahas masalah Rangga lagi ama mba, seterusnya dan selamanya.” Ujar Cherllyne membuatku menjadi merasa bersalah.
“Yuk mba kita mak...”
“Takdir...hmm...mungkin kamu benar juga ya. Kita semua seperti sedang di permainkan oleh yang namanya takdir.” Ujar ku tiba-tiba memotong ucapannya, saat hendak berdiri dan mengajak ku untuk makan. Membuat Cherllyne kemudian duduk lagi sambil memperhatikan ku.
“Yah mungkin takdir yang saya alamin ini, tidak sekelam dan sekeras yang kamu alamin, Cher. Tapi kamu emang bener banget. Awalnya, saya merasa sangat marah, tidak berharga, kecewa, dan sakit hati. Saat saya menemukan chattingan suami saya, Kevin, dengan seorang wanita yang bernama Rasti.” Aku mulai menjelaskan apa yang ada di pikiranku saat ini.
“Saya menemukan obrolan-obrolan mesra cenderung mesum mereka berdua. Saya bahkan menemukan banyak foto bugil wanita itu di HP suami saya itu. Saya kecewa dan marah. Sehingga emosi saya pun terbawa ke dalam dunia pekerjaan saya. Saya sering marah-marah dengan anak buah saya. Dan puncaknya, karena emosi saya yang tinggi terus, membuat saya menjadi tidak teliti dalam mengecek laporan Rika, sehingga saya marah dan menuduh Rangga tidak becus dalam bekerja. Di luar dugaan saya, Rangga malah berbalik memarahi saya, dan mengatakan justru saya yang tidak becus dalam bekerja.” Jelasku panjang lebar.
“Tapi justru membuat saya berpikir ulang, bahwa mungkin saya lah yang terbawa emosi, karena masih labil dan sakit hati atas pengkhianatan Kevin. Di saat saya mulai bisa berpikir jernih itu lah saya menemukan fakta, bahwa memang saya lah yang kurang teliti. Dan saya merasa bersalah terhadap Rangga.”
“Saya pun memanggil dia ke kantor, untuk meng-clear-kan masalah di antara kami berdua. Di luar dugaan, Rangga justru bisa menemukan saya yang sedang menangis karena tidak tahan lagi menahan kepedihan di curangi suami sendiri. Dia menawarkan diri sebagai tempat untuk sharing masalah saya. Awalnya saya ragu dan malu, tapi karena memang saya butuh seseorang yang bisa membantu saya dalam berpikir, dan saat itu saya tidak memiliki siapa pun yang cukup dekat untuk mengerti masalah saya, maka akhirnya saya terima tawaran Rangga, asal bukan di kantor.”
“Rangga...memang mampu meredam emosi ku. Rangga mampu membantu ku untuk berpikir dengan jernih, untuk bisa melihat akar permasalahan di dalam rumah tangga saya dengan Kevin. Bahwa mungkin aku lah yang paling bersalah dalam hubungan rumah tangga kami. Aku lah yang tidak peka terhadap kebutuhan seorang suami. Namun semuanya sudah terlanjur, dan aku tidak tau harus bagaimana untuk memperbaiki sikap kolot ku itu.”
“Dan...dan akhirnya...aku...hmm...Rangga mengajari ku, bagaimana seorang istri harus bersikap terhadap suami. Bagaimana cara kita membuat suami tetap melihat kita hmm...seksi dan menarik. Tapi...malah kami lah yang akhirnya hmm...kebablasan hingga tanpa bisa ku cegah lagi, aku pun melakukan hubungan terlarang dengan Rangga. Bawahan di kantor ku.”
“Saat itu aku bertekat bahwa ini hanya lah sebuah kesalahan. Dan ini yang terakhir kalinya. Namun setelah apa yang Rangga ajarkan kepada ku, ternyata awalnya berjalan efektif dengan suami ku, dimana dia begitu bernafsu dan memuji tubuhku, aku menjadi ingin tahu lebih banyak lagi dari Rangga.”
“Aku...tidak bisa mencegah lagi perasaanku yang semakin meluap. Semakin kami sering bersama, semakin aku jatuh cinta kepadanya. Apalagi saat aku menemukan lagi chattingan suami ku dengan si Rasti, dimana dia menjelek-jelek kan aku, istrinya sendiri, menghina aku di hadapan seorang wanita asing. Itu benar-benar membuat hatiku hancur. Aku merasa segala usaha yang telah aku lakukan, sia-sia belaka.”
“Dan itu lah yang mendorong ku untuk lebih terbuka lagi dengan Rangga. Hingga tanpa bisa aku cegah lagi, aku begitu bergantung kepadanya. Aku begitu mencintainya lebih dari suami ku sendiri. Tapi aku juga menyadari bahwa status ku yang masih istri orang, tidak akan punya masa depan yang jelas untuk Rangga, seberapa aku mencintainya. Saat itu lah aku berpikir, sebelum Rangga pun menjadi semakin bergantung kepada ku, aku harus membantunya menemukan seorang wanita yang pantas dan sesuai untuknya.”
“Yah...itu lah yang terjadi antara aku dan Rangga. Itu lah takdir ku bersama Rangga. Nah, sekarang aku sudah menjawab pertanyaan kamu waktu itu. Aku sudah melunasi perjanjian kita.” Ujar ku menutup segala penjelasanku.
“Yah benar banget. Mba uda melunasi segala perjanjian kita waktu itu. Dan aku bersyukur, mba juga memiliki pandangan yang sama dengan aku, mengenai Rangga. Aku paham banget apa yang mba Liana rasakan, semuanya.” Jawab Cherllyne sambil tersenyum.
“Sekarang, kita berdua sudah saling mengungkap kan isi hati kita terhadap Rangga. Sebaiknya, kita makan malem dulu yuk mba. Kalo mba masih bersedia ngobrol ama saya, ada beberapa yang ingin saya diskusikan ama mba Liana. Gimana mba?” Tanya Cherllyne menawarkan untuk melanjutkan obrolan kami sambil makan malam.
“Huff...boleh Cher. Yuk kita makan bareng.” Jawabku menerima ajakannya.
Cherllyne rupanya sudah menyiapkan beberapa makanan chinesse food di meja. Ada bakmi goreng, ada gurame asam manis, ada sapo tahu, dan terakhir ayam nanking. Ini tidak mungkin dihabiskan oleh kami berdua saat ini. Seandainya ada Rangga, pasti dia bisa....eh, apa yang kupikirkan ya, kenapa bisa kepikiran untuk mengajak Rangga sih.
“Banyak amat Cher lauk nya? Kamu bilang ala kadarnya. Ini mah ala keblenger yang ada.” Ujar ku kepadanya, yang langsung disambut tawanya.
“Hahaha...bisa aja mba Liana. Yah kan aku belum tau selera mba Liana kaya gimana. Jadi aku pesen aja beberapa pilihan menu. Jadi mba Liana bisa milih, kalo ga mau dihabiskan semua.” Jawab Cherllyne.
“Ya ga mungkin lah habis semua. Kalo ada Rangga mungkin...ehh” Tuh kan, lagi-lagi aku kepikiran Rangga, kalo melihat makanan banyak seperti ini, kenapa selalu kepikiran ke dia mulu sih.
“Hihihi...baru juga tadi kan mba? Uda kangen aja. Jangan-jangan mba belum...hmm...hmm...hehe...ga jadi deh mba” Cherllyne menghentikan ucapannya, yang justru membuatku menjadi penasaran.
“Apa sih Cher? Kamu mao bilang apa pake di gantung gitu? Mao bikin saya penasaran lagi?” Tanya ku langsung.
“Hehehe...ga kok, cuma takut mba Liana tersinggung aja. Apalagi tadi aku uda janji ga akan ngebahas masalah Rangga lagi ama mba, kan” Jawab Cherllyne justru semakin membuatku penasaran.
“Ngomong cepetan, kamu mao ngomong apa?” Ujarku tegas.
“Hahaha...ga ada masalah apa-apa kok mba, cuma asal ngomong aja. Tadi tuh aku cuma mao nyeletuk, jangan-jangan mba belum mmm....bersih-bersih ya, abis itu ama Rangga, ampe jadi kepikiran Rangga mulu?” Pertanyaan yang begitu cetar di hatiku. Membuat wajahku menjadi merah bagaikan kepiting rebus sambil menggigit bibir bawahku, menahan malu.
“HA? SERIUS MBA BELUM ITU?” Teriak Cherllyne dengan wajah terkejut. Aduuhhh tuh kan, dia bisa langsung tau cuma ngeliat ekpresi muka aku, yang ga sengaja keluar.
“A-apaan sih Cher kamu? Uda yuk kita makan” Ujarku menahan rasa malu yang amat sangat, saat Cherllyne mengetahui bahwa aku belum mencuci kemaluanku setelah bermain birahi dengan Rangga tadi.
“Hihihi...ga gatel ato lengket kah mba?...hehehe...ya udah ga usah di bahas. Kita makan dulu aja yuk” Cherllyne kemudian mengalihkan pembicaraan kami.
Namun tidak lama kemudian baru satu suap Cherllyne mengunyah makanannya, saat aku masih berusaha menelan makananku sambil menahan rasa maluku, Cherllyne kembali...
“HWAHAHAHA...aduuhh...duhh...mm...maaap mba...tapi....HWAHAHAHA” Cherllyne sampai terpingkal-pingkal sambil menutup mulutnya dengan tangannya, sementara tangan yang lain memegangi perut nya.
“CHERLLYNEEE!” Seru ku dengan wajah yang merah. Wajah ku panas sekali rasanya. Adduuhhh...kenapa sih dia bisa ampe tau. Kesel banget deh jadinya. Padahal aku kan emang mau menyimpan ‘kenang-kenangan’ ku ama Rangga hari ini.
“Aduhh...maap mba...tapi saya bener-bener ga tahan banget mba...HWAHAHAHA” Cherllyne bahkan sampai terpingkal-pingkal di lantai. Dan aku hanya mendiamkannya saja sambil berusaha menahan debaran jantung ku yang menggila karena malu sekali rasanya.
“Haaaahhhh..aduuuhhh...perut aku sakit banget mba....haaaahhh” Ujarnya sambil ngos-ngosan.
“Sukurin sana. Sekalian aja ampe pingsan sana” Ujar ku ketus. Aku kembali memakan makanan ku, tanpa memperdulikannya.
“Haaahhh...ampun deh. Tapi mba, aku beneran serius nih mau nanya” Ujar Cherllyne lagi sambil duduk kembali di kursi.
“Apa?” Jawabku ketus.
“”Mba...emang sengaja ga mau...mmm...bersih-bersih, atau emang saking terburu-buru datang kesini mba? Maap ya mba aku nanya hal pribadi gini. Tapi aku beneran mau tau. Bukan buat ketawa. Aku cuma pengen tau alasan mba aja yang sejujurnya.” Tanya Cherllyne.
“Buat apa kamu tau? Emang ada beda nya kamu tau ato ga?” Jawabku asal masih dengan nada ketus ku.
“Hehehe...hmm...ada sih mba. Tapi yah itu buat aku aja deh.” Jawab Cherllyne sambil tersenyum simpul. Dasar nih anak.
“Oya, gimana tadi urusan kamu ama Oli, Cher? Kamu ajak dia kemana sih tadi?” Tanyaku baru ke inget masalah Olivia tadi pagi.
“Oh...hehe...masalah cowo nya Oli, si Gery. Dulu waktu pertama kali ketemu dia, di rumah Oli, aku seperti pernah ngeliat dia dimana gitu. Aku tanya-tanya temen-temen aku. Dan akhirnya aku dapet jawaban ku. Jadi dia itu ternyata juga pacaran ama temen nya temen aku mba. Jadi si Oli itu di duain di belakang Oli.” Jawab Cherllyne.
“Nah tadi pagi, temen aku ngabarin kalo si Gery itu mao maen ke rumah cewenya, temen nya temen aku itu. Maka nya aku bawa Oli ke sana juga, biar dia ngeliat si Gery lagi main gila di belakang Oli. Karena selama ini kan si Oli selalu kasian mulu kalo ama dia. Tiap ampir di putusin, selalu waktu si Gery mengiba-iba gitu, pasti Oli langsung luluh, ga tega.” Lanjutnya.
“Dan guess what mba? Ternyata dia di dalem ga cuma lagi berduaan aja. Pas kita masuk, tuh si Gery lagi di sepongin ama temennya temen aku itu mba.” Aku cukup terkejut mendengar cerita Cherllyne.
“Hah? Trus si Oli pas ngeliat langsung dong kejadian kaya gitu?” Tanya ku mulai terbawa suasana.
“Ya iya lah mba. Nah si Oli langsung ngeliat tuh gimana kelakuan cowonya itu. Jadi lah akhirnya keluar keputusan pisah dari mulut Oli. Yah gitu deh mba. Sekarang si Oli uda single, rencana aku bisa berjalan lagi ngejodohin dia ama Oli.” Jelas Cherllyne.
“Cowonya terima di putusin si Oli, Cher?” Tanya ku lagi.
“Ga lah, tuh cowo masih ngejar-ngejari si Oli, pas kita orang mao keluar dari apartemen temennya temen ku itu, sambil bugil mba. Bayangin aja. Aku langsung lempar priring kaleng yang ada di meja, pas aku liat dia ngedeketin kita sambil telanjang gitu.” Jawab Cherllyne membuat mataku terbelalak.
“Ha? Ka-kamu lempar dia pake piring kaleng? Gila kamu. Dia ga ngebales kamu gitu?” Tanya lagi.
“Ga sih mba. Untungnya. Hehehe. Saat itu, aku cuma mao ngelindungin Oli aja dari dia mba. Jadi aku reflek aja, ga banyak mikir.” Jawab Cherllyne lagi.
“Ati-ati kamu ah Cher, kamu tadi kan bilang kamu berdua Oli ampir aja diperkosa kan ama mantan kamu. Jangan ampe dia macem-macem tar ama kamu ama Oli juga, Cher, kaya mantan kamu itu.” Ujar ku penuh kekuatiran.
“Iya sih mba, aku nekat aja karena kuatir ama si Oli. Entah kenapa, aku merasa sayang ama Oli, sejak kejadian itu mba. Aku jadi ngerasa seperti punya adik, kalau aku lagi ama Oli, mba. Mungkin karena kami sama-sama anak tunggal kali ya mba. Makanya aku dengan tulus berusaha menyatukan dia ama Rangga. Walau aku mungkin belum bisa di bilang tulus kali yah. Hehehe” Jelas Cherllyne.
“Belum tulus gimana maksud kamu? Karena kamu juga menyayangi Rangga?” Tanyaku.
“Karena, hmm...mba jangan marah ya mba. Karena aku masih berhubungan itu ama Rangga kemarin. Dan itu ampir aja ketauan Oli, saat dia tiba-tiba datang ke sini, pas ada Rangga di kamar aku, abis kita selesai ngelakuin itu. Dan saat itu lah aku menyesal banget telah mengajak Rangga untuk melakukan hubungan itu lagi, di saat aku sedang berusaha menyatukan dia dengan Oli.” Penjelasan Cherllyne sebenarnya cukup menyakitkan hatiku.
Aku, bisa berhubungan sejauh ini dengan Rangga, sedikit banyak karena dipengaruhi oleh suami ku yang bermain cinta dengan wanita lain di belakang ku. Tapi, saat ini, mungkin yang di lakukan Rangga sama saja dengan yang di lakukan Kevin kepadaku. Walau aku sadar, Rangga tidak terikat dengan ku, karena Rangga belum menjadi kekasih ku, apalagi suami ku. Tapi, hati kecil ku selalu berharap bahwa Rangga hanya berhubungan dengan ku saja.
“Mba, aku boleh nanya sesuatu ga mba?” Tiba-tiba pertanyaan Cherllyne membuyarkan lamunanku saat sedang memikirkan Rangga yang bermain cinta dengan wanita lain selain diriku.
“Hm? Tanya apa Cher?” Jawabku sedikit lesu.
“Jujur, apa menurut mba, Rangga sama saja seperti para pria pada umumnya? Yang dengan gampang tidur ama cewe yang menggodanya untuk melakukan itu?” Pertanyaan yang jawabannya justru sedang aku pikirkan saat ini.
Aku hanya menatap kosong ke arah piring makan ku yang sudah kosong, karena isinya sudah berpindah ke dalam perutku.
“Saya...ga tau Cher. Saat saya tau dia berhubungan intim ama kamu, jujur saya marah sekali dengannya. Saya merasa dipermainkannya. Disaat saya sedang berharap ada seseorang yang setia dengan saya, karena suami saya yang selingkuh, ternyata Rangga pun juga bermain cinta dengan wanita lain.” Jawabku.
“Tapi...saya juga sadar, saya tidak bisa berharap lebih dari Rangga, karena Rangga bukan siapa-siapa ku. Kami hanyalah sepasang manusia yang sedang menjalin sebuah perselingkuhan juga. Tapi saya sebagai wanita juga berharap agar Rangga hanya berhubungan dengan diri ku seorang, Cher. Apa kamu juga berpikir demikian?” Tanya ku ingin mendengar pendapatnya.
“Aku mengerti yang mba rasakan mba. Bener aku sangat paham maksud mba. Dan aku juga paham kalo mba marah ama aku, karena pernah berhubungan intim ama Rangga. Bukan cuma sekali dua kali, tapi cukup, hampir menyamai intensitas hubungan intim Rangga dengan mba Liana sendiri.” Jawabnya membuat wajahku memerah. Iya, aku menyadari aku sangat sering berhubungan badan dengan Rangga, yang notabene bukan seseorang yang seharusnya dan sepantasnya untuk menjamah tubuhku ini.
“Tapi buat aku, Rangga itu sangat berbeda mba. Jujur aku ini bukan wanita baik-baik mba. Aku wanita kotor yang sering melakukan seks bebas, walau selalu aku lakukan dengan pengaman. Mba sebutin semua aktifitas seks bebas yang mba tau, hampir semua nya pernah aku lakukan mba. Aku malu mengakui itu sekarang mba, setelah Rangga menyadarkan aku dengan sikap dan kasih sayangnya.” Jawab Cherllyne, yang semakin membuatku merasa iba dengan kehidupannya yang kelam dan keras, jika dibandingkan dengan kehidupanku.
“Namun karena hm...banyaknya pengalaman ku dengan berbagai pria. Aku bisa melihat dengan jelas segala keistimewaan Rangga mba. Bagi ku, keistimewaan itu sangat terlihat, bagaikan melihat sebuah sinar di kegelapan yang kelam. Tapi, bagi orang-orang yang bukan seperti aku, kaya mba Liana, atau pun Oli dan Rani, kelakuan Rangga mungkin tidak ada bedanya dengan para penjahat kelamin biasa. Tidur ama cewe yang satu, trus ketemu cewe lain, tidurin lagi, begitu seterusnya.” Lanjut penjelasannya.
“Satu hal yang aku yakinin sekarang mba. Rangga hanya mau melakukan hubungan intim, hanya dengan wanita yang membuatnya merasa aman dan di sayang mba. Bukan sekedar ketemu, trus langsung maen, selesai, beres trus pulang. Ga gitu kalo Rangga mba.” Jelasnya.
“Aku mao bicara jujur tentang satu hal ke mba. Aku ga tau pandangan mba semakin berubah atau tidak terhadap Rangga setelah saya cerita ini. Pada saat pertama kali kami berhubungan, kami banyak sharing mengenai kehidupan kami. Aku terus menggali perasaannya kepada Oli dan Rani. Dimana saat itu aku belum tau mengenai hubungan mba Liana dengan Rangga.”
“Saat Rangga mengetahui kehidupan seks bebas ku, pandangan Rangga sama sekali tidak berubah kepadaku mba. Tidak seperti cowo-cowo lainnya. Memang, sebagai laki-laki, Rangga penasaran dengan salah satu kegiatan yang pernah aku ikutin mba. Orgy party. Mba Liana pasti tau apa itu orgy. Di hadapan mba Liana saya mengakui saya pernah melakukan itu dulu. Dan Rangga mengatakan ingin tau dan mencoba orgy party, walau hanya sekali. Aku ga setuju saat itu, tapi karena aku mulai sayang ama dia, rasa sayang yang salah kaprah saat itu, dan aku sesalin banget, aku janji akan bawa dia ke orgy party.”
“Kamu APA? NGAJAK DIA PESTA SEKS? KAMU GILA CHER?” Suaraku langsung meninggi saking marahnya. Aku benar-benar ga paham, yang ada di kepala Cherllyne, dan juga Rangga. Aku jadi merasa murahan telah berhubungan badan dengannya setelah mendengar ucapan Cherllyne yang ini.
“Iya aku tau mba, makanya aku bilang aku nyesel banget uda janjiin itu ke Rangga. Bahkan selama perjalanan aku berusaha membujuknya untuk membatalkan perjanjian aku ama dia mba. Tapi saat itu dia bilang dia hanya ingin tau aja rasanya. Dan dengan segala perdebatan, akhirnya aku mengalah. Mba jangan marah dulu ya, dengerin cerita aku ampe selesai dulu baru mba komen ya” Ujar Cherllyne mengingatkan ku. Aku hanya mengangguk pelan, karena masih marah ama Rangga.
“Benar, saat itu Rangga berhubungan intim ama dua cewe mba. Sedangkan aku sendiri keluar, karena aku yang sekarang merasa jijik disentuh cowo selaen Rangga mba. Aku terus menangis di mobil, menangisi kebodohan ku menjanjikan ini ke Rangga dulu.”
“Tapi, tidak berapa lama kemudian, Rangga pun keluar dari tempat pesta sesat itu dengan tergesa-gesa mba. Aku awalnya merasa ga yakin itu beneran Rangga atau bukan. Aku langsung memanggilnya. Dan itu beneran Rangga mba. Aku seneng banget tau ga mba, ngeliat Rangga keluar dari pesta biadab itu sebelum acara kelar, bahkan baru juga mulai.”
“Aku bersyukur banget. Aku nangis di pelukan Rangga. Dan saat aku tanya kenapa dia keluar, apa mba tau apa jawaban Rangga, mba?” Tanya Cherllyne.
“Rangga jawab apa Cher?” Tanya ku penasaran.
“Saat dia hendak mulai melakukan itu, dia langsung ke inget wajah kita berdua mba!” Jawab Cherllyne dengan mata berbinar-binar, mengejutkan ku. Masa sih?
“Dia bilang, dia bener-bener kepikiran ama kita saat ngelakuin itu mba. Dia kepikiran wajah mba Liana yang lagi nangis, kalo ampe tau dia sedang berbuat hal kaya gitu ke cewe asing gitu. Dia juga kepikiran ama aku yang menurut pikiran dia lagi di gagahi ama cowo laen juga. Dan, dia benar-benar tidak menikmati ngelakuin hubungan itu. Dia merasa muak dan mati rasa, dan akhirnya keluar dari tempat itu mba. Mba tau artinya ga?” Jelas Cherllyne sambil bertanya kepada ku.
Artinya? Artinya aku begitu melekat di hati Rangga, hingga membuat dia tidak bisa melakukan itu dengan wanita lain. Rasa amarah ku yang tadi kurasakan, seketika langsung lenyap, dan berganti dengan rasa bangga dan haru, hingga membuat meleleh nya air mata dari kedua bola mata ku.
“Yes mba. Seperti itu rasanya saat aku mendengar penjelasan Rangga. Rasa bahagia karena ternyata keberadaan kita, terasa begitu kuat di hati Rangga, sampai-sampai membuat dia mati rasa bercinta ama cewe laen. Itu lah salah satu perbedaan Rangga, dengan penjahat kelamin biasa mba.” Jelas Cherllyne.
“Seperti yang saya bilang tadi di awal mba. Takdir jua lah, yang akhirnya membuat saya menemukan orang yang menurut saya, senasib ama saya. Yaitu mba Liana.” Ujar Cherllyne sambil menghampiri tempat duduk ku, dan memeluk ku.
“Kita, adalah keberadaan yang penting bagi Rangga, mba. Mba jangan cemburu dan marah ama aku dan Rangga ya. Karena Rangga amat sangat menyayangi mba, dan juga aku. Aku bukannya mengajak mba untuk berbagi Rangga, tapi aku ingin bilang, mungkin ini lah takdir kita bertiga mba. Saling mencintai dan menyayangi dengan situasi dan keadaan yang unik, yang biasanya membuat orang saling bertengkar, bahkan sampai bunuh-bunuhan. Tapi bukan kita mba, yang seperti itu. Kita berdua, yang sangat menyayangi dan mencintai Rangga, harus menjadi penopang hidupnya agar bisa melangkah maju mba, dengan wanita yang tepat. Karena bukan kita lah yang di takdirkan untuk menjadi pasangan Rangga.” Jelas Cherllyne sambil memeluk ku.
Semua perkataan Cherllyne memang benar sekali. Aku malah menjadi semakin mencintai Rangga, walau tau hati Rangga bukan hanya untuk ku seorang. Ada Cherllyne, Olivia, dan juga mungkin Rani. Tapi aku tetap saja mencintainya.
Apa bedanya Rangga dengan Kevin? Kevin mencintai wanita lain tapi menghapus dan menghina keberadaan ku. Sementara Rangga, justru membuat keberadaan ku semakin besar, walau pun hati dia terbagi dengan wanita lain. Tapi cinta dan kasih sayangnya terhadapku tidak pernah terbagi, apalagi terhapus.
“Makasih yah Cher, uda menjelaskan semua hal ke saya” Ujar ku sambil memeluk tubuhnya. Aku merasakan ketulusan yang amat besar di dalam diri Cherllyne. Aku...kagum dan menghargainya...mulai menyayanginya bahkan.
Kami saling berpandangan. Dua wanita yang terukir dalam hati Rangga. Saling menyadari penting nya keberadaan keduanya bagi Rangga, menimbulkan rasa simpati dan empati yang kuat di antara keduanya saat ini.
“Mmmuaahhhh” Tiba-tiba Cherllyne mengecup bibir ku. Membuatku terkejut.
“Eh? Kenapa kamu nyium bibir saya Cher?” Tanya ku heran.
“Hehehe...ga tau, pengen nyium aja tiba-tiba. Mungkin saking senengnya punya seseorang yang seperasaan ama aku mba. Hehehe” Jawabnya.
“Mba...emm...pernah ciuman sesama cewe ga?” Tanya Cherllyne kembali membuatku terkejut.
“Ha? Belum lah...kamu...jangan aneh-aneh deh” Ujar ku uda bisa melihat arah pertanyaan nya.
“Sssshhhh...mba diem dulu, saya cuma mao nyium mba aja” Ujar Cherllyne yang kembali mencium bibir ku. Kali ini bukan hanya mengecup seperti tadi, tapi sedikit melumat bibir bawah ku.
Walau berciuman dengan sesama wanita, bukan lah yang pernah sedetik pun aku bayangkan, tapi walaupun perlahan mampu membuat darah ku sedikit berdesir.
Ciuman lembut bibir Cherllyne, sedikit banyak berhasil membuatku terhanyut dalam gairahku sendiri.
Saat bibir kami akhirnya berpisah, kami kemudian saling bertatapan dengan pandangan sayu, dan nafas yang sedikit memburu. Entah apa yang kupikirkan, aku malah memajukan lagi dagu ku, dan kembali bibir kami saling menempel dan melumat.
Ciuman kami rasanya semakin hangat. Aku yang awalnya risih, tapi malah jadi terhanyut dengan cara Cherllyne melumat bibir ku. Lidah kami pun bahkan mulai ikut bermain, dan saling melilit satu sama lain.
Tangan kami mulai saling membelai tubuh kami. Nafas kami berdua pun menjadi semakin memburu, seiring remasan-remasan pada masing-masing tubuh kami berdua. Sentuhan Cherllyne terasa begitu halus dan lembut di tubuhku, sungguh berbeda dengan sentuhan seorang pria, sehalus apapun sentuhannya itu.
Cherllyne kemudian mulai membuka satu per satu kancing kemeja ku, hingga telah terbuka semuanya. Tangannya mulai menyentuh perutku dengan lembut, membuat ku sedikit menggelinjang kegelian.
Hisapan mulutku di bibir Cherllyne pun semakin kuat, seiring gairah ku yang juga semakin meluap-luap. Entah kenapa aku tidak bisa mengontrol gairahku sendiri. Tangan Cherllyne yang lembut terus membelai perut, dan mulai naik hingga ke dada dan payudaraku yang masih tertutup bra ku.
Aku yang seperti orang kehausan, terus melumat dan menghisap bibir Cherllyne sambil mendesah, saat tangan dan jemari Cherllyne dengan lincah mulai membelai dan meremas payudaraku.
Ctik! Cherllyne membuka kaitan bra ku yang berada di depan, sehingga untuk kedua kali nya hari ini, aku bertelanjang dada di hadapan seseorang sambil berciuman dengan penuh gairah.
“Sssshhhh...aahhhhh....ssssshhhh” Aku mulai mendesis pelan, saat Cherllyne menciumi leherku, dengan jari jemarinya yang memainkan putingku yang sudah keras.
“Aaahhh...Cher...stoppp...kita keterusann nihhh” Ujarku sambil mendesah akibat rasa geli yang kurasakan di leher dan payudara ku.
“Sebentar aja mba, temenin aku mba...pliss...aku pengen mba” Bisik Cherllyne di telinga ku.
Tanganku malah mencoba melepaskan kaus yang dikenakan oleh Cherllyne. Cherllyne kemudian melepaskan dulu cumbuannya di leherku dan tangannya di payudaraku, saat Cherllyne mengangkat kedua tangannya ke atas, meloloskan baju yang aku buka, beserta bra nya. Sehingga kami berdua sudah bertelanjang dada satu sama lain.
Cherllyne langsung mencium leherku, sambil tangannya memainkan kedua payudara ku, yang masih menempel air liur Rangga, karena belum aku bersihkan saat kami bermain birahi kilat di mobil ku.
Mendapat serangan terus menerus, membuat tanganku pun reflek mulai membelai lembut payudara Cherllyne. Ini payudara wanita lain yang pernah aku sentuh. Aku tidak pernah membayangkan akan melakukan ini dengan sesama wanita, tapi aku tidak menampik bahwa gairah ku pun menjadi meningkat.
“Ooouughhhh Cher...geli tetek aku kamu maenin gituuh putingnyaah” Rintih ku saat jemari Cherllyne sedang memilin puting payudara ku.
“Hm? ...kalo aku giniin?” Tanya Cherllyne yang langsung mengulum puting payudaraku dengan mulutnya, bagaikan seorang bayi yang sedang menyusu pada ibunya.
“Oooohhhhh...aaduuhhh...ssshhhh...aaahhhhhh” Rintihan ku pun semakin keras, hingga tanpa sadar aku meremasi rambut panjang Cherllyne.
Sambil mengulum payudaraku, Cherllyne mendorong tubuhku ke arah meja makan selangkah demi selangkah. Rasa geli di payudaraku benar-benar membuatku gelisah sekali. Tubuhku terus merinding menahan rasa geli.
Dan aku malah semakin keras meremasi payudara Cherllyne, sehingga aku pun mendengar rintihan halus Cherllyne, yang sedang mengulum payudara ku.
Aaaahhhh...ini gilaaa...aku melakukan hubungan sejenis. Tidak pernah kubayangkan sama sekali sebelumnya, tapi aku harus mengakui bahwa ini benar-benar memabukan. Aku menikmati sekali cumbuan Cherllyne.
Terasa berbeda dengan saat Rangga sedang mencumbu ku. Kalau dengan Cherllyne, rasanya lebih halus dan tenang tapi menghanyutkan, sedangkan dengan Rangga, aku merasa selalu bergairah sekali dan menggebu-gebu.
Saat sedang menikmati cumbuan bibir Cherllyne dan sentuhan tangan dan jemarinya di payudaraku, aku merasakan sentuhan-sentuhan ringan di paha ku. Aku awalnya tidak terlalu ngeh akan sentuhan-sentuhan itu.
Namun saat jemari Cherllyne terus naik hingga ke pangkal paha ku, masuk ke dalam rok ku, dan terus menyusup melalui pinggir celana dalam ku, dan menyentuh klit ku yang ‘masih’ basah, aku langsung terkejut, dan menahan tangannya.
“Cher...Cher...Cher...T-tunggu Cherr...sshhh...aku...belum siap jika kita ampe sejauh itu” Ujar ku dengan pandangan sayu ke arahnya.
“Why? I am curious nih mba...ama meki mba yang masih berasa aroma dan rasa Rangga. Aku kangen ama Rangga lagi nih mba” Desah Cherllyne dengan pandangan memohon sayu, dan nada yang manja.
“Aduuhhh....jangan Cher...aku maluuu” Jawabku jujur.
Cherllyne kembali mengecup pelan bibir ku, sambil menatap ku dengan pandangan sayu.
“Please mba?” Ujar Cherllyne mengiba.
“Iihhh kamu kalo kangen kan bisa minta lagi ama Rangga, masa ama saya aaaaahhhh...Cherrrr....uushhhhh” Aku berusaha menolak karena malu, tapi jemari Cherllyne kembali langsung saja menyusup melalui pinggiran celana dalam ku, dan langsung menggesek-gesek bibir kemaluanku. Mulutnya pun kembali mengulum dan memainkan puting payudara ku.
Cherllyne kemudian mendorong pelan tubuhku, memintaku untuk berbaring. Cherllyna lalu menaikan kedua kaki ku, kemudian menarik celana dalam ku turun melewati kedua kaki ku. Dan saat celana dalam ku terbuka, aku merasakan seperti ada gumpalan cairan yang keluar dari dalam lubang kemaluanku.
Plup! Plup!
“Hmm...banyak banget spermanya Rangga nih...padahal baru aja aku peras semalem...hihihi...sluuurppp” Ujar Cherllyne, mengejutkan ku lagi dan lagi. Semalam Rangga habis bercinta dengan Cherllyne? Duhh...apakah aku harus marah terhadap Rangga? Tapi...aku saat ini tidak merasakan marah sih.
Malah aku langsung mendesah panjang, saat lidah Cherllyne langsung menjilati vagina ku yang sedang melelehkan sperma Rangga, yang tadi sempat tertampung di dalam vagina ku beberapa lama.
“Aaahhhh...Cherrr....kamu ngapaainn?? Aku kan belum cuci Cherr...aahhhh...jorok kamu ihhh” Ujar ku di sela-sela rintihanku menahan rasa geli, saat lidah Cherllyne bermain-main di labia mayora ku.
Namun Cherllyne tidak memperdulikan ucapanku, dan terus saja menjilati vaginaku, sementara tangannya meremasi payudara ku. Membuat ku menjadi semakin menggila saja rasanya.
“Ooohhhhh...ssshhh...ooooohhh...Cherrr...kok dimasukin jarii sihhh??? Oohhhh” Aku langsung merintih-rintih saat aku merasakan vaginaku di susupi oleh jari Cherllyne. Sperma Rangga pun semakin banyak yang keluar dari dalam vaginaku.
Crokkk! Crokkk! Crokkk! Crokkk!
Bunyi vagina ku yang becek sedang di kocok, terdengar begitu nyaring. Hampir menyaingi suara rintihan ku. Uhhh...ini...enak sekali.
Beberapa lama kemudian, dengan intensitas yang stabil saat mengocok vagina ku, aku pun merasa akan ‘meledak’. Rasa gairah ku semakin memuncak, dan tak terkendali.
“Ohhhh...Cherrr...akuuhhh...dapettt...AAHHHHH...AA AHHHHH...OOOHHHH” Aku langsung berteriak kecil sambil memegang erat lengan Cherllyne, saat badan ku mengejang kaku, dengan pantat berkejat-kejat. Aku orgasme di tangan seorang wanita untuk pertama kalinya dalam hidupku. Uhhh tapi nikmat juga. Walau ga senikmat kalo Rangga yang muasin aku sih. Hihihi.
“Enak ga mba?” Tanya Cherllyne dengan tatapan nakal, saat aku masih sedikit ngos-ngosan setelah orgasme ku mereda.
“Nakal banget kamu sih Cher? Ya ampuunn...kamu tuh ya.” Ujar ku kehabisan kata-kata.
“Hihihi...tapi suka kan mba?” Tanya Cherllyne lagi menggoda ku.
“Ga tau ah, ya udah saya mao pulang dulu. Uda malem” Ujar ku sambil bangun dan berdiri, sambil merapihkan pakaianku yang terbuka, dan menurunkan rok ku, tanpa mengenakan lagi celana dalam ku.
“Lho? Ihhhh...bisaan banget nih mba Liana. Uda dapet, saya di tinggal gitu aja.” Wajah Cherllyne langsung berubah jutek, melihat aku merapihkan pakaianku, membuatku mau tak mau menjadi tersenyum melihatnya sedikit ngambek.
“Oh? Kamu ngambek Cher?” Tanya ku balik menggodanya.
Cherllyne tidak menjawab pertanyaanku dan hanya cembetut saja. Melihatnya cembetut sambil bertelanjang dada seperti itu, membuatku ingin tertawa rasanya saking lucunya.
Aku lalu melangkah mendekatinya dari belakang, dan menyusup kan kedua tanganku melalui sela-sela tangannya, dan langsung meremas kedua payudaranya.
“Mmmff....ssshhhh” Cherllyne memejamkan matanya, saat sedang menikmati remasan tangan ku di dada nya.
Aku sebenarnya agak bingung harus bagaimana. Aku lalu membayangkan gerakan yang akan Rangga lakukan apabila sedang bercumbu dengan diri ku. Aku mendekatkan kepala ku ke lehernya, dan mengecup bagian lehernya pelan. Tubuh Cherllyne pun menggelinjang sedikit, saat bibirku bersentuhan dengan kulit bahu nya.
Kecupan bibirku mulai menyusuri bahunya, sambil kali ini kedua tangan ku memainkan puting payudara Cherllyne yang sudah mengeras. Kedua tangan Cherllyne langsung mendekap kedua tanganku di kedua payudaranya.
“Ooohhh...mbaaa....ssshhhh” Cherllyne mulai merintih pelan.
Kedua tangan Cherllyne bahkan ikut meremasi tanganku yang sedang memilin kedua puting payudaranya. Dan tiba-tiba Cherllyne berbalik menghadap ku, dan langsung melumat bibir ku.
Kami berciuman penuh gairah, terutama Cherllyne. Cherllyne begitu bergairah menciumi seluruh wajahku, kemudian melumat lagi bibir ku. Kedua tangan kami saling meremasi payudara kami. Rintihan demi rintihan kami saling bersahutan.
“Aaahhh...aku ga tahan mba...ke kemar yuk”, Cherllyne langsung menarik tanganku menuju kamarnya. Dan begitu sampai di kamar, Cherllyne langsung melepas celana panjang berikut celana dalam nya, sehingga Cherllyne bertelanjang bulat di hadapan ku.
“Cher...aku...” Aku menjadi ragu-ragu saat melihat Cherllyne sudah bertelanjang bulat. Apakah aku juga harus melucuti rok ku juga, hingga sama-sama bertelanjang bulat sepertinya?
“Mba...maaf ya mba, aku ga niat jahat apapun ama mba. Hanya saja, seperti yang sudah aku bilang tadi, waktu aku cerita, kalo aku uda ga bisa lagi membiarkan lelaki selain Rangga, menyentuh dan menjamah tubuhku. Aku sudah berubah, aku tidak ingin menjadi Cherllyne yang liar seperti dulu lagi. Tapi...aku tetap wanita yang memiliki hasrat birahi, mba. Setidaknya selain Rangga, saat ini, cuma mba aja yang aku percaya bisa ngebantu aku untuk mmm...berbagi rasa rindu ama Rangga” Jelas Cherllyne dengan wajah lembut.
“Jadi...mba mao ga...mmm...bantu aku buat itu?” Tanya Rangga dengan wajah pasrah.
“Hehhh...aku tau, kamu mau minta tolong Oli ga enak ya, karena dia masih mmm...polos?” Tanyaku.
“Hehehe...iya lah. Aku juga tau diri lah mba. Kalo Oli, biar jadi urusan Rangga aja lah yang kasih pengalaman pertama buat Oli.” Jawab Cherllyne. Sesaat hati ku merasa menyusut saat membayangkan Rangga sedang bercumbu mesra dengan Olivia. Walau ini juga yang aku inginkan. Tapi dalam hatiku terdalam, aku tetap saja merasakan rasa cemburu juga.
“Ya uda kalo mao aku bantuin, tar aku kemaleman. Kasian anak ku. Rangga juga tadi meminta aku untuk lebih sering menemani Lukas di rumah. Jangan keseringan pulang malem.” Jawabku berniat membantu Cherllyne. Aku tau rasa gairah yang menggantung itu memang gak enak dan mempengaruhi emosi kita.
“Iya ya, kasian anak mba...hmm...ya uda, kalo gitu mba kalo mao balik, balik aja deh mba. Aku jadi kasian kalo Rangga bilang gitu.” Ujar Cherllyne.
“Hmm...gapapa, yuk aku bantu kamu dulu Cher. Aku ga mau kamu terjerumus lagi kaya dulu. Jadi mending aku bantu kamu dulu sekarang.” Jawabku kemudian, membuat Cherllyne tersenyum lembut ke arah ku.
Aku kemudian berjalan mendekati Cherllyne, dan kali ini aku yang mendorong pelang tubuhnya, agar dia berbaring di tempat tidur. Aku mengangkat kedua kakinya, dan melebarkan pahanya. Vagina Cherllyne begitu mulus tanpa adanya rambut kemaluan di sekitar vaginanya.
Aku mendekatkan wajahku ke vaginanya. Sekali lagi, merupakan pengalaman pertama ku merasakan rasanya vagina. Lidah ku mulai membelai bibir vagina Cherllyne dengan lembut. Aku membayangkan lagi, apa yang Rangga biasanya lakukan kepada ku. Termasuk cara menjilat dan memainkan lidah di bibir kemaluan Cherllyne, sama seperti yang Rangga lakukan dengan vagina milik ku.
“Auucchhh...mbaa....aaaahhhhh....ssshhhh” Cherllyne mulai merintih erotis saat lidah ku mulai menari-nari di bibir vaginanya dan juga klitoris nya.
Pantatnya mengangkat dan menurun seiring gerakan lidahku, seakan-akan mengejar kemana pun lidah ku bergertak. Dan pada saat aku memainkan klitorisnya. Tanganku meremasi payudara dan memainkan putingnya. Kadang aku menekan-nekan atau memencet dengan pelan putingnya itu. Kepala Cherllyne pun tidak bisa diam, terus menggeleng ke kiri dan ke kanan.
Cairan yang keluar dari liang vaginanya pun semakin membanjiri bibir vaginanya, bercampur dengan air liur ku. Pantat Cherllyne bergoyang-goyang dengan erotis sekali. Terutama bagi para pria yang melihat ini.
Slebb! Dua jari langsung kumasukan ke dalam liang vaginanya. Terasa sangat licin sekali. Kedua paha Cherllyne langsung menjepit tanganku, dan badannya menghadap ke samping, dan badan nya menekuk menjadi seperti udang.
Aku terus mengocok jari jemari ku di dalam liang vagina Cherllyne. Cherllyne pun bagaikan orang kesurupan, terus merintih dan memekik, dengan pantatnya yang bergerak semakin liar.
“Aaahhhh mbaaa...aku...dapetthhhh...aaaaahhh...ahhhhh” Rintih Cherllyne sambil menjepit dengan keras tanganku. Aku kemudian merasakan liang vaginanya berdenyut-denyut, dengan gerakan pantatnya yang berkejat-kejat, saat orgasme nya tiba melanda tubuhnya bagaikan sebuah tsunami.
Hingga beberapa saat, pantat Cherllyne terus berkejat-kejat, namun cengkraman kedua pahanya tidak sekuat tadi. Badai orgasme nya tampaknya mulai mereda. Nafas Cherllyne pun terlihat tersengal-sengal.
“Haaahhhh...makasih ya mba. Lega banget rasanya.” Ujarnya sambil memandang ke arah ku.
“Sama-sama Cher. Bener apa yang kamu bilang. Kita...memang hampir dikatakan senasib. Jadi kita emang uda sepatutnya saling mendukung dan saling membantu satu sama lain.” Jawabku sudah mempercayainya sekarang.
“Hehehe...iyah mba. Oya mba...hmm...tadi tuh, waktu...mba lagi jilatin meki aku, kok aku berasanya kaya Rangga yang lagi jilatin sih? Aduh maaf lho mba, bukan maksud aku mao manas-manasin mba gitu. Beneran bukan. Aku...cuma penasaran aja kenapa cara mba mainin lidah mba gitu, yah boleh di bilang persis seperti Rangga sih?” Tiba-tiba Cherllyne bertanya kepadaku.
“Iya aku ga marah kok Cher. Ya bisa jadi sih Cher kamu bisa kepikiran seperti itu, karena saat lagi jilatin meki kamu, karena saya belom pernah melakukan hubungan sesama cewe gini, jadi saya bayangin Rangga kalau lagi jilatin meki saya Cher.” Jelas ku kemudian.
“Ehh...emm...ngomong-ngomong Rangga. Emm...mba mao ga kita godain Rangga?” Tanya Cherllyne tiba-tiba kepada ku.
“Godain gimana maksud kamu?” Tanyaku lagi.
“Hmm...kita foto bugil bareng sambil pelukan berdua, trus kita kirim ke dia. Reaksi mukanya pasti seru tuh mba kalo tiba-tiba ngeliat foto bugil kita berdua. Hihihihi.” Ujar Cherllyne memberikan sebuah usulan berani. Bahkan cenderung gila, kalo menurutku.
“Haah?? Foto bugil? Ga mau ah. Gila kamu. Yang ada tar kesebar lagi lah. Ga mau foto-fotoan ah.” Ujar ku menolak mentah-mentah ide nya.
“Ayo lah mba, satu aja. Tar langsung kita apus mba.” Ujar Cherllyne lagi terlihat mengiba kepadaku.
“Satu aja ya” Ujar ku lagi, menyetujui dengan terpaksa.
“Hehehe...asikkk” Ujar Cherllyne yang langsung mengambil ponselnya, kemudian mengajak ku bergabung dan berpose, dengan latar belakang ada sebuah kaca besar di arah samping kami.
Aku dan Cherllyne berpose saling berhadap-hadapan dan sedikit menghadap ke depan, dengan kedua payudara kami saling menempel. Namun karena posisi kami sediki menghadap ke depan, sehingga payudara kami yang menampakan puting susu payudara kami tanpa bisa di hindari. Cherllyne pun memoto kami dengan menggunakan sebuah tongsis.
“Hihihi...dah jadi. Aku kirim nih mba. Pengen tau banget deh gimana reaksinya saat melihat foto seksi kita berdua gini mba. Hehehe” Ujar Cherllyne tertawa.
Beberapa lama kemudian, aku berniat untuk kembali ke rumah. Karena waktu yang sudah semakin malam. Dan aku juga jadi kepikiran mulu ama Lukas. Cherllyne kemudian menatap mata gw, dan tersenyum lembut sekali. “Makasih ya mba” Ujar Cherllyne sambil mengucap keningku.
“Sama-sama Cher” Jawabku.
Dan di dalam mobil, aku masih merenungkan apa yang telah terjadi tadi, masih sedikit sulit kupahami. Terutama bagian aku bercumbu mesra dengan sesama wanita. Tapi lalu aku tertawa sendiri mengingat kejadian tadu. Aku pun menyaladakan kendaraan ku, dan segera berlalu menuju rumah ku. Menuju pangeran kecilku.
CHARACTERS
Hari Suprianto
Indah Prastiwi
26 | Here’s The Plan
"Halo? Ndah?" Tanya ku di telepon.
"Eh...mm...iya mas?" Jawab Indah.
"Kamu hari ini masih lembur?" Tanya ku lagi.
"Emm...iya sih mas. Maaf ya aku jadi lembur mulu minggu-minggu ini." Jawab Indah.
"Oya ud deh kalo gitu. Ati-ati ya tar pulangnya." Ujarku kemudian setelah memastikan keberadaan Indah.
"Kamu uda makan mas?" Tanya Indah tapi langsung aku putuskan sambungan teleponnya. Aku sudah memiliki sebuah rencana, dan aku harus cukup bergegas untuk menyiapkan segala sesuatu nya, sebelum si Indah pulang.
Walaupun aku sudah mematikan bahwa Indah masih di luar, tapi aku tetap menyalakan alat penyadapku, yang sedang dibawa oleh Indah tanpa ia sadari. Aku tetap berjaga-jaga, karena entah kebohongan apa lagi yang keluar dari mulutnya.
"Laki lu nyariin lu Ndah?" Tanya Reni aku dengar.
"He em...biasa mas Hari mastiin gw lembur ato ga. Tapi pas gw tanya dia uda makan ato belom, malah keburu di matiin." Jawab Indah aku dengar. Sedangkan aku sedang menyiapkan alat-alat yang aku perlukan untuk memasang kamera tersembunyi di rumah ku.
"Perasaan, belakangan ini sikap mas Hari agak berubah sih ya Ren." Ucapan Indah itu, membuatku menghentikan kegiatan ku.
"Berubah gimana maksud lu Ndah?" Tanya Reni.
"Hmm...sikapnya sih keliatannya masih normal kaya biasa, tapi gw...sempet beberapa kali ngeliat tatapan mata mas Har yang...ga kaya biasanya gitu deh, ato terkadang mas Har suka bersikap misterius gitu. Ga tau lah Ren. Mungkin ini cuma perasaan gw aja kali. Tapi gw kaya ngerasa mas Hari uda agak beda aja sekarang." Jelas Indah.
Aku sedikit tertegun mendengar ucapan Indah itu. Aku tak menyangka bahwa Indah merasakan perubahan ku itu,walau pun aku sudah berusaha sekeras mungkin untuk bersikap seperti biasa aja.
"Apa...dia tau lu...hmm...you know lah?" Tanya Reni lagi.
"Ya itu dia Ren. Kayanya sih belum tau ya karena mas Hari masih perhatian ama gw. Tapi gw tetep ngerasa beda aja ama mas Hari." Jawab Indah.
Hmm...aku musti lebih berhati-hati lagi kalo ga mao rencanaku ketahuan sebelum waktunya. Indah harus belum sadar bahwa aku telah mengetahui segala kisah perselingkuhannya.
"Hmm...trus lu ama laki lu masih rutin kan maen?" Tanya Reni.
"Eh...emm...iya sih. Gw juga baru nyadar. Gw...emang uda lama ga maen ama dia Ren. Saking gw sering maen ama laki laen, gw ampe lupa ama laki sendiri. Hehehe." Jawaban Indah benar-benar membuat kuping ku panas mendengarnya.
"Mungkin karena belum dapet jatah lu aja kali Ndah?" Tanya Reni.
Huh...setelah mendengar dan mengetahui apa saja yang...hmmm...siapa saja yang telah meniduri dirinya, rasa-rasanya membuatku merasa...jijik jika ingin berhubungan intim dengannya lagi sekarang. Aku rasa mungkin itulah yang dirasakan hampir setiap suami yang di khianati.
"Mungkin juga kali yah. Abis sekarang, mas Hari uda ga pernah ngajak gw maen lagi sih Ren. Karena gw rada sibuk kan ama lu belakangan ini, jadinya gw ga nyadar juga kalo mungkin aja mas Hari lagi pengen. Jadinya mungkin sekarang rada beda gitu ya.” Ujar Indah. Heh, aku tertawa getir mendengar ucapan Indah itu. Aku kembali melanjutkan kegiatanku dalam menyiapkan segala peralatan yang ku perlukan, untuk memasang kamera tersembunyi ini.
“Ya coba aja lu rangsang dia gitu Ndah. Kadang emang cowo kalo uda lama ga maen tuh bisa bikin kepala nya puyeng, trus pasti sifatnya langsung aneh-aneh deh.” Ujar Reni, aku dengar.
“Eh Ren...hmm...kayanya kali ini gw ga ikutan dulu kali ya? Acara ama Mr. Robert nya. Besok kan mas Hari uda berangkat ikut acara kantor dia. Gw...jadi ga enak kalo gw pulang malem nih. Gw...pengen bantuin dia beres-beres barang-barang yang mao dia bawa juga Ren.” Aku kembali menghentikan kegiatanku. Aduh, gawat kalo Indah memutuskan untuk pulang ke rumah, sementara aku bahkan belum mulai untuk proses pemasangan. Musti buru-buru nih, pikirku.
“Uda ikut dulu aja lah. Ya gampang lah tar gw bilang ama Mr. Robert lu ga bisa terlalu malem. Dia uda nyiapin tempat khusus lho buat kita. Hihihi.” Reni berusaha membujuk Indah untuk ikut. Kali ini aku mendukung usaha Reni dalam membujuk Indah.
“Tapi Ren...gw...ga tega kalo ngebiarin mas Hari beres-beres sendirian gitu. Biar gimana juga, gw kan istrinya mas Hari.” Ujar Indah, aku dengar.
Puih! Setelah apa yang dia lakukan, mengumbar kemaluan ke sana ke mari, masih inget kewajiban seorang istri gitu? Ucapannya sungguh membuatku ingin muntah.
Aku segera bergegas untuk memasang kamera mini wireless, yang total berjumlah 8 buah. Pertama aku memasang 2 kamera di kamar ku. Aku membuat kameranya bisa mengambil gambar di area tempat tidur dengan jelas, dari 2 arah.
“Ya elah Ndah, laki lu kan uda gede ini. Ngapain lah lu ngurusin dia masalah gituan doang. Kaya anak kecil aja sih. Uda lu pokoknya ikut dulu ama gw. Tar baru lu balik baru lu bantuin laki lu deh.” Seru Reni lagi. Sepertinya yang menjadi racun dalam kehidupan rumah tangga aku tuh seperti nya orang ini. Sepertinya si Reni ini lah yang membuat Indah menjadi liar seperti sekarang.
“Ya...aduuhhh Ren...perasaan gw kok ya ga enak nih. Gw ngerasa harus pulang sekarang Ren. Plis ya, biarin gw pulang?” Indah bahkan sampai memohon ke Reni. Hmm...apa Indah bisa ngerasain ya kalo aku lagi ngerencanain sesuatu buat kejutan untuknya nanti.
“Tanggung nih Ndah, masa lu mao pulang sekarang sih. Trus tar gw bilang apa lu tiba-tiba pulang? Uda lu ikut aja dulu deh yuk. Kita ga lama-lama kok.” Reni masih bersikeras menahan Indah.
Kemudian suara menjadi hening, sehingga aku bisa sedikit lebih fokus dalam memasang kamera mini nya. Mungkin Indah akhirnya tetap mengikuti Reni.
Done! Aku uda mencoba hasilnya melalui ponselku, dan angle nya sudah pas. Oke, next room. Ruang makan yang gabung dengan dapur.
“Ren! Sori Ren, tapi kali ini gw beneran musti balik nih Ren. Gw ga bisa ikut nih. Feeling gw bener-bener ga enak Ren!” Ujar Indah tiba-tiba terdengar gugup dan panik. Hmmm...masih bisa ngerasain feeling bahaya juga. Hmm...aku musti lebih cepat lagi nih, pikir ku.
“Aduh Indah! Udah deh ah. Gw ga mao denger rengekan lu lagi. Pokoknya lu musti ikut sekarang juga. Ga ada alesan lagi. Uda pen ya!” Suara Reni pun langsung meninggi. Sementara aku sedang bergegas untuk memasang kamera mini di dapur dan ruang makan. Kamera yang ku siapkan di ruangan ini ada 3 kamera.
Hmm...Indah tampaknya benar-benar tidak berkutik apabila menghadapi Reni, pikir ku. Ahhh...aku tidak perduli. Yang penting aku keburu menyelesaikan pekerjaan ini dulu sebelum besok aku pergi selama 2 hari 2 malam. Entah apa yang akan di lakukan Indah di rumah ini selama aku pergi. Aku sih sudah memintanya untuk tetap di rumah selama 2 hari ini. Tapi setelah mendengar sikap Indah terhadap Reni, aku bisa yakinkan bahwa pasti akan terjadi sesuatu di rumah ini.
"Ini rumah siapa Ren?" Tanya Indah saat aku sedang memasang kamera di dapur, setelah lama dalam keheningan. Tampaknya mereka sudah sampai di tempat tujuan.
"Oya lu belum pernah dateng sih ya Ndah, biar lu uda lama jadi sekretaris dia" Jawab Reni.
"Maksud lu, ini rumah Mr. Ribert?", Tanya Indah terdengar cukup terkejut.
"Yup. Gede yah rumahnya. Lu tar liat dalemnya deh. Artistik banget Ndah." Jawab Reni.
"Mr. Robert emang bikin acara apa sih Ren?". Tanya Indah lagi. Karena Indah sekarang ada di rumah bos nya yang mesum itu, aku bisa menyiapkan semua kamera dengan lebih santai dan teliti.
"Well, dia juga ga bilang sih. Dia cuma bilang ini pesta yang khusus dia adain buat kita." Ujar Reni.
Hm? Pesta yang khusus di adain buat Indah? Apa Indah akan di gangbang lagi? Heh, dasar wanita murahan. Walau sebenarnya seharusnya ini merupakan kesalahan ku sebagai seorang suami, yang tidak bisa menjaga istrinya.
Tiba-tiba aku mendengar bunyi musik yang keras dan beat yang menggebu-gebu. Tampaknya mereka sudah masuk ke dalam rumah si Mr. Mesum itu. Pikirku.
Oke, pekerjaan di dapur juga uda siap. Aku uda coba melihat hasilnya di ponselku. Dan hasilnya cukup memuaskan. Kamar tidur dan ruang makan sudah siap. Tinggal 1 kamera di kamar mandi, dan 2 kamera di ruang tamu.
"Ahhh...you finally came. We've been waiting for you.............." Terdengar suara si Mr. Mesum itu. (Kamu akhirnya tiba. Kami sudah menunggumu)
"And of course you too Indah, my honey..............", Ujar Mr. Mesum kepada Indah, tampaknya. (Dan tentu saja kau juga, Indah, sayangku)
"So...shall we begin the party then? Everyone's waiting for you." Tanya si Mr. Mesum lagi. (Jadi...bisa kita mulai pestanya? Semua sudah menunggu kalian)
Aku kemudian sedang naik ke atas tangga di ruang tamu untuk memasang kamera di sudut atas ruangan, saat aku mendengar suara Indah.
"Ren...kita pesta di kolam renang? Tapi...aku ga bawa baju renang ku Ren" Ujar Indah, terdengar panik.
"Lho? Siapa yang butuh baju renang? Ga usah pake apa-apa lagi lah. Ato lu mao pake BH ama celana dalam lu aja?" Tanya balik Reni.
"Gila lu ah. Gw kan jilbaban Ren. Masa gw cuma pake daleman doang sih?" Ujar Indah.
"Lah kemaren juga lu buka semua kan baju lu di orgy party? Apa bedanya ama sekarang?" Tanya Reni lagi. Huh. Emang benar-benar istri yang solehah si Indah, ampe pamer aurat kemana-mana. Pikir ku getir.
"Aduhh...gw malu nih Ren." Ujar si Indah.
"Gapapa...gw temenin kok. Lu liat deh, banyak juga yang pada di kolam uda ga pake baju kan?" Ujar Reni. Hmm...ucapan Reni, malah membuatku penasaran seperti apa sih pesta nya itu.
“Hey what are you waiting for? C’mon take off your clothes already.” Ujar Mr. Robert tiba-tiba. (Ayo tunggu apa lagi? buka baju kalian)
“”Come...let me take off your clothes eh?” Ujar Mr. Mesum entah ke siapa. aku menghentikan gerakanku, dan mendengarkan dengan seksama, baju siapa yang di lepaskan oleh si Me. Mesum. (Sini, biar saya yang membukakan baju kamu)
“Slurrppp...................mmmmfff............... .sslluurrppp” Aku hanya mendengar sedikit suara-suara aneh, seperti suara...orang berciuman. Dengan siapa Mr. Mesum sedang berciuman nih?
“C’mssss...zonsss....sss....sssaii” Aku tidak mendengar jelas, karena nampaknya Mr. Robert berbisik, dan suaranya tidak kedengaran karena suara musik yang keras.
Dan setelah itu aku bahkan tidak mendengar suara apa pun lagi, selain suara desisan ga jelas dan suara musik yang hingar bingar. Aku berusaha mendengarkan suara sekecil apa pun yang aneh, tapi aku tidak berhasil mendengar suara lainnya.
Siall! Maki ku dalam hati. Tidak banyak yang bisa aku perbuat lagi, selain meneruskan pekerjaan ku memasang kamera mini ini.
“WUUUUU....SUIT...SUIT...SUITTTT” Tiba-tiba aku di kejutkan oleh suara seruan banyak orang, disertai dengan suitan-suitan yang melengking tinggi. Dada ku langsung deg-degan. Apa yang sedang terjadi sebenarnya. Aku pun langsung kembali menghentikan kegiatanku, dan kembali mendengarkan apa yang sedang terjadi.
Tapi aku tidak dapat lagi mendengarkan suara Indah, atau Reni. Bahkan suara si Mr. Mesum. Tampaknya, lokasi Indah telah berjauhan dengan tas nya.
Karena memang tidak terdengar apa-apa lagi kecuali sorak sorai orang-orang dan tertawaan mereka. Aku kembali fokus melanjutkan pekerjaan ku. Tapi aku tetap tidak mematikan alat penyadap ku, walaupun harus membuang-buang banyak pulsa. Tapi siapa tau aku mendapatkan fakta baru mengenai kegiatan Indah yang ‘baru’ ini.
Aku akhirnya telah memasang kamera di ruang tamu. 1 kamera menghadap ke dalam, 1 kamera lagi menghadap ke luar. Angle nya pun sudah pas. Tinggal 1 kamera lagi untuk di kamar mandi.
Saat aku sedang memasang kamera di kamar mandi, aku sudah tidak lagi mendengar suara riuh dan tawa seperti tadi. Suasana bahkan terdengar cukup hening.
Dan beberapa menit kemudian, aku pun telah memasang kamera di kamar mandi. Dan akhirnya 8 kamera telah lengkap aku pasang. Aku melihat ke arah jam, dan waktu menunjukan pukul 8 malam. Artinya aku sudah 1 jam lebih memasang kamera. Dan sudah hampir setengah jam aku tidak mendengar suara Indah lagi.
Setelah aku puas dengan berbagai angle dan view kamera nya, aku pun segera mengisi perut yang sudah mulai keroncongan. Aku pun mulai memasak nasi goreng sendiri. Yang seharusnya menjadi tugas seorang istri, untuk menyiapkan makanan untuk suami nya. Namun, saat ini aku sudah menganggap diri ku bukan lagi seorang suami, saat Indah mengambil keputusan untuk ‘menerima’ orang lain ke dalam tubuhnya.
“.....gila lu Ndahhh...hahaha...gw akuin lu emang liar banget tadi. Walau gw juga sering kaya gitu, tapi lu bisa meng-handle 5 konti sekaligus. Hahaha. Trus, gimana Ndah rasanya waktu pantat lu di perawanin si Joni?” Tiba-tiba aku mendengar suara Reni, saat aku hampir menghabiskan nasi goreng yang aku masak sendiri tadi. Dan aku benar-benar terkejut mendengar ucapan Reni. Pantat Indah....diperawanin? maksudnya Indah juga di anal sekarang? Astaghfirullah!
Aku hanya mengusap-usap dadaku saja, sekaligus sakit sekali rasanya hati ku ini, mendengar ucapan Reni tadi.
“Ihhh....hihihi...haaahhh...gw...puas banget Ren. Agak sakit banget sih awalnya Ren, tapi si Joni jago juga, bikin gw nyaman, akhirnya malah jadi keenakan gw Ren.” Jawab Indah. Heh...dasar munafik, tadi belaga gak mau ikut, sekarang malah keenakan.
“Tadi sok gak mau ikut lu. Taunya malah lebih gila dibanding gw lu.” Ujar Reni, aku dengar.
“Hihihi...yah...abis tadi beneran hati gw berasa ga enak banget. Tapi pas tadi Mr. Robert uda mulai ngerangsang gw, apa lagi pas gw hmm...lu orang ngerjain gw di games ga jelas itu, rasanya gw ga tahan banget deh. Vegi gw uda langsung basah aja. Apalagi BH ama celana dalam gw keliatan transparan gitu kan kena aer. Ughh...jadi ga ada bedanya ama telanjang bulet. Gilaaa...gw liar banget yah. Muka gw ampe ikut belepotan sperma nih, bukan cuma bo’ol ama meki gw aja yang belepotan. Hihihi.” Jawab Indah terdengar bagaikan seorang anak kecil yang mendapatkan mainan baru. What a slut. Pikir ku.
Aku menjadi hilang selera makan ku. Tunggu saja Indah. Tunggu tanggal mainnya. Aku juga punya sebuah pesta kejutan yang sangat istimewa buat kamu.
Hanya tinggal 1 langkah lagi yang harus aku persiapkan sebelum waktunya tiba. Kejutan istimewa yang pasti akan sangat di kenang ama kamu sampai kapan pun.
================================================== ========
CHARACTERS
Indah Prastiwi
Reni Arisandi
Mr. Robert Warr
Hati ku pedih sekali rasanya. Aku benar-benar merasakan firasat yang ga enak banget malam ini. Entah kenapa aku terus kepikiran dengan mas Hari. Dan ingin segera kembali ke rumah.
Namun Reni terus saja memaksa dan menahan ku. Walau aku ingin melawan, tapi rasanya gairah ku ini seolah juga semakin tidak terbendung rasanya. Setiap aku membayangkan mas Hari, dan menyadari sebentar lagi kami akan ‘berpesta liar’ lagi, rasanya vagina ku langsung mengeluarkan cairan pelumasnya.
Ughh...mas Hari. Maafin Indah yah mas. Indah ga kuat rasanya mas. Semoga mas bisa mengerti. Aku mencintai mas Hari, tapi aku tidak bisa membendung gairah ku untuk bercinta dengan Mr. Robert atau pria lainnya.
Aku menyadari bahwa aku telah berubah menjadi seorang wanita murahan, yang dengan mudahnya di tiduri oleh setiap pria yang membuatku terangsang. Oh, kenapa aku menjadi seperti ini sih.
Setiap kali aku ingin menghentikan ini, tapi gairah birahi ku seolah meluap-luap. Padahal dulu aku tidak pernah merasakan seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi dengan diri ku ini, aku benar-benar tidak mengerti sama sekali, mengapa aku bisa terus bergairah tinggi terus seperti ini.
Di rumah, saat bersama mas Hari, aku tidak pernah merasakan gairah seperti ini. Memang kadang-kadang aku merasakan gairah birahi bila mas Hari memancingku, saat kami hendak bercinta. Namun itu terjadi karena aku sendiri yang di rangsang terlebih dahulu.
Apabila di kantor atau saat bersama Reni, entah kenapa gairah birahi ku begitu meluap-luap hingga terkadang membuatku lupa diri dan berbuat liar. Terkadang aku merasa tersiksa sekali batinku, menyadari keadaan diri ku yang sudah begitu kotor.
Sebenarnya aku sudah tidak pantas lagi menyebut diriku seorang istri bagi mas Hari. Tapi seolah ada sebuah tali tak kasat mata yang mengikat batin dan nurani ku, saat gairah ku sedang meluap-luap.
Saat aku sedang merenungi diri lagi, Reni menawarkan ku minuman yang dipegangnya dengan menyodorkannya ke arah ku. Dan aku pun meminumnya, untuk meredam rasa kesal ku kepada Reni, dan juga kepada diri ku sendiri, yang tidak mampu untuk menolak ucapan Reni lebih keras lagi.
"Ini rumah siapa Ren?" Tanya kua saat aku melihat mobil yang dikendarai Reni sudah sampai di sebuah rumah yang sangat besar.
"Oya lu belum pernah dateng sih ya Ndah, biar lu uda lama jadi sekretaris dia" Jawab Reni. Jawaban Reni membuat dahi ku mengernyit. Maksudnya, ini rumahnya Mr. Robert? Wow banget rasanya.
"Maksud lu, ini rumah Mr. Ribert?", Tanya ku sedikit tidak mempercayai kata-kata Reni.
"Yup. Gede yah rumahnya. Ku tar liat dalemnya deh. Artistik banget Ndah." Jawab Reni sambil tersenyum.
"Mr. Robert emang bikin acara apa sih Ren?". Tanya ku lagi. Karena aku benar-benar merasa malas sekali untuk pergi kemana pun selain pulang ke rumahku.
"Well, dia juga ga bilang sih. Dia cuma bilang ini pesta yang khusus dia adain buat kita." Jawab Reni sambil menaikan sedikit bahu nya.
Ha? Pesta yang di adain khusus buat aku dan Reni? Pesta apa sih sebenarnya? Aku menjadi penasaran. Apa...jangan-jangan ini merupakan pesta seks lagi? Seperti yang pernah kami lakukan dengan grup nya pak Andreas waktu itu.
Hanya teringat sedikit saja kejadian liar waktu itu, tiba-tiba jantungku berdebar cukup keras, dan kulitku langsung merinding. Aku merasakan sangat sensitif sekali kulitku ini.
Reni kemudian membuka pintu masuk, dan dari dalam langsung terdengar suara lagu house music dengan beat cepat.
"Ahhh...you finally came. We've been waiting for you.” Aku melihat Mr. Robert datang menghampiri kami. Aku sedikit tertegun melihat Mr. Robert bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek saja. Dan yang lebih membuatku tertegun, Mr. Robert langsung melumat bibir Reni. Membuatku sedikit risih, dan melihat ke arah lain. (Kamu akhirnya tiba. Kami sudah menunggumu)
"And of course you too Indah, my honey.", Tiba-tiba Mr. Robert menarik tubuh ku, dan juga langusng melumat bibir ku dengan lembut. (Dan tentu saja kau juga, Indah, sayangku)
Ciuman ini terasa begitu...hmm...melegakan. Entah kenapa gairah ku tiba-tiba kembali memuncak dengan cepat. Sehingga hanya dengan berciuman penuh gairah dengan Mr. Robert. Ditambah dengan sedikit remasan di bokong ku, nafas ku menjadi sedikit memburu.
Mr. Robert kemudian melepaskan bibirku, dimana bibir ku secara reflek ingin meraih lagi bibir Mr. Robert, walau tidak terjadi. Mr. Robert kemudian tersenyum ke arah kami. Dan sedikit tersenyum aneh saat melihat ke arah Reni. Aku sempat melihat Reni mengedipkan sebelah matanya ke arah Mr. Robert.
"So...shall we begin the party then? Everyone's waiting for you." Tanya Mr. Robert sambil menunjuk ke arah sebuah kolam renang cukup besar. Aku melihat cukup banyak orang yang berada di area kolam renang tersebut. Ada yang sedang berendam sambil bercanda, banyak juga yang berada di pinggiran kolam renang. Aku melihat ada sekitar 10 orang. Dimana ada 2 orang wanita, sisanya para pria. (Jadi...bisa kita mulai pestanya? Semua sudah menunggu kalian)
"Ren...kita pesta di kolam renang? Tapi...aku ga bawa baju renang ku Ren" Aku sangat panik melihat pestanya ternyata pool party gitu, sedangkan aku tidak membawa baju ganti sama sekali.
"Lho? Siapa yang butuh baju renang? Ga usah pake apa-apa lagi lah. Ato lu mao pake BH ama celana dalam lu aja?" Tanya balik Reni.
"Gila lu ah. Gw kan jilbaban Ren. Masa gw cuma pake daleman doang sih?" Jawab ku sedikit sewot mendengar jawabannya.
"Lah kemaren juga lu buka semua kan baju lu di orgy party? Apa bedanya ama sekarang?" Tanya Reni lagi, mengejutkan ku. Yah..emang ada benernya juga sih ucapan si Reni ini.
"Aduhh...gw malu nih Ren." Ujar ku merasa benar-benar malu.
"Gapapa...gw temenin kok. Lu liat deh, banyak juga yang pada di kolam uda ga pake baju kan?" Ujar Reni. Aku melihat ke arah kolam renang lagi, mengikuti gerakan tangan Reni.
Eh...itu...wanita itu memang tidak memakai bra saat beberapa pria sedang meremas-remas pelan payudara wanita itu. Namun, saat aku sedang memperhatikan wanita itu, tiba-tiba Mr. Robert datang menghampiri kami sambil memeluk tubuh ku.
“Hey what are you waiting for? C’mon take off your clothes already.” Ujar Mr. Robert tiba-tiba. Aku kembali melihat ke arah Reni. (Ayo tunggu apa lagi? buka baju kalian)
Dan Reni hanya mengangkat bahu sambil tersenyum. Kemudian Reni aku lihat, membuka kancing kemeja yang ia kenakan, hingga hanya mengenakan bra nya saja. Payudaranya yang besar seolah hendak meloncat keluar dari dalam BH nya itu.
Reni pun kemudian meloloskan juga rok nya, sehingga Reni benar-benar hanya mengenakan pakaian dalam saja.
“Come...let me take off your clothes eh?” Ujar Mr. Robert sambil kembali mencium ku. Sedangkan tangannya dengan lembut, berusaha membuka seluruh pakaian luar ku. Dan anehnya, aku seolah tidak berkuasa untuk menolak keinginan Mr. Robert ini. (Sini, biar saya yang membukakan baju kamu)
Aku begitu terhanyut dengan cumbuan bibir Mr. Robert di bibirku. Tangannya pun sedikit meremasi payudaraku dari luar baju, sambil melepaskan kancing blouse ku. Aku meletakan tas ku di lantai begitu saja.
“C’mon sweetheart, show us your sexy body. Don’t be shy.” Mr. Robert berbisik di telinga ku. Mr. Robert sudah membuka blouse ku, hingga terjatuh ke lantai. (Ayolah sayang, perlihatkan kepada kami semua tubuhmu yang seksi. Jangan malu-malu)
Mr. Robert pun kemudian mulai melepaskan resleting belakang rok panjang ku, hingga rok ku melorot turun, terjatuh di mata kaki ku. Aku hanya tinggal mengenakan bra, celana dalam dan jilbab yang masih melekat di kepala ku.
Mr. Robert kemudian menarik tubuhku yang sudah hampir telanjang ke luar rumah, menuju area kolam renang. Rasanya malu sekali aku. Reni pun mengikuti kami. Kembali Mr. Robert mencium penuh gairah bibir ku, sambil tangannya kali ini menyusup ke dalam bra yang ku kenakan, dan langsung menyentuh puting payudaraku yang sudah sangat keras.
Hampir semua orang tiba-tiba hening, dan fokus melihat adegan panas kami. Aku mulai mendesah-desah pelan di hadapan banyak orang. Aku sedikit berpikir bahwa aku pernah melakukan ini juga kemarin pas orgu party waktu itu. Jadi aku bisa menekan rasa malu yang mendera ku.
Dan Mr. Robert pun akhirnya berhasil menarik lepas kaitan bra ku, sehingga saat bra ku jatuh, kedua payudara ku yang masih mengkel pun langsung terekspos dengan bebas di hadapan banyak pria.
“WUUUUU....SUIT...SUIT...SUITTTT” Tiba-tiba aku di kejutkan oleh suara seruan para pria itu, disertai dengan suitan-suitan yang melengking tinggi. Aku langsung merasa malu, saat mata mereka semua memandang lekat ke arah kedua payudaraku yang menggantung indah, sesuai nama ku.
Tadinya aku hendak menutup kedua payudara ku dengan kedua tangan ku. Namun Reni menahan satu tanganku, sementara Mr. Robert pun menahan tangan satu lagi.
Satu per satu para pria itu pun menghampiri ku dan mendekati ku. Awalnya ku lihat mereka datang bergerombol tidak beraturan. Namun kemudian aku melihat mereka seperti membuat satu barisan memanjang ke belakang, dimana ujung barisan itu mengarah kepada ku.
Ujung barusan yang paling depan, seorang pria muda dan beambut cukup panjang maju mendekati ku. Aku merasa malu sekali rasanya, dengan keadaanku yang hanya tinggal memakai celana dalam sebagai ‘pertahanan’ terakhir tubuhku.
“Wah body kamu emang luar biasa Indah. Benar-benar sesuai dengan nama kamu.” Ujar pria paling ujung itu.
Dan tanpa aku duga, dia tiba-tiba bergerak maju, dengan kepalanya mendekati kepalaku. Dan tanpa dapat terelakan lagi, bibir pria itu langsung bersentuhan dengan bibir ku. Dia sedikit melumat bibir ku pelan, sementara aku yang terkejut hanya diam, namun sedikit membuka mulutku.
“Hai...nama ku Roni. Salam kenal. Jangan di lupain ya” Ujar nya mengenalkan diri, setelah dia melepas bibirku sesaat sebelum mengecup kembali dengan lembut.
Roni kemudian berjalan berlalu meninggalkan diriku. Kemudian pria di belakang Roni bergerak maju menggantikan posisi nya. Dan seperti Roni tadi, dia pun langsung mencium bibir ku dan melumatnya pelan.
“Hmm...manis....ssshhhh...strawberry...Nama gw Andika. Salam kenal cewe cantik.” Ujarnya mengenalkan diri juga. Tapi, tiba-tiba sebelum berlalu, Andika sempat meremas kecil payudara ku, hingga aku sedikit memekik kecil. Dia hanya mengedipkan matanya kepadaku, yang masih terkejut.
Belum hilang rasa kejutku, kembali bibir ku di cium seorang pria.
“Gw Tommy. Nice to meet you Indah” Ujar nya mengenalkan diri.
Dan saat bergeser, tiba-tiba Tommy langsung melumat bibir Reni, yang tangannya sedang memegangi tanganku. Mereka berciuman sangat bergairah. Bahkan tangan Tommy sempat nakal, dengan menyelip masuk ke dalam celana dalam Reni, dan mengusap-usap kemaluannya sebentar, sebelum berlalu lagi.
Orang ke-empat yang maju, ternyata seorang perempuan. Dia juga bertelanjang dada seperti ku. Wajahnya cukup cantik, dengan usia yang aku taksir, beberapa tahun di atas ku. Dia berambut pendek, namun membuatnya menjadi lebih atraktif dan lebih menggairahkan, dengan payudara lebih besar dariku. Mungkin seukuran dengan payudara Reni, pikirku.
Dia pun juga langsung mencium bibir ku. Apa-apaan ini pikir ku. Apa mereka semua ini merupaka suatu komunitas, seperti kemaren saat aku pesta orgy bersama Reni? Semua pemikiran ini membuatku justru seperti lumpuh dan tidak bergerak sama sekali saat mereka satu per satu mencium dan melumat pelan bibir ku.
“Gw Intan. Welcome to the club, dear.” Ujarnya sambil tersenyum manis.
Kemudian aku melihat wajah yang tak asing lagi sedang menyeringai ke arah ku. Ya Allah, ternyata...mereka semua memang satu komunitas. Pantesan mereka begitu kompak meng-gangbang ku waktu itu.
“Well...kamu tau? Aku selalu ketagihan ama jepitan daging kecil di pangkal paha kamu ini, Ndah. Hehe.” Ujar pak Andreas setelah melumat pelan bibirku, sambil tangannya menyelip dengan nakal, ke dalam celana dalam ku, dan menggesek klitorisku, membuatku sedikit mendesah. Ooohhhh...sssshhhh...aku merasakan cairan dari dalam kemaluanku langsung merembes keluar.
Di belakang pak Andreas, menyusul dua orang rekannya yang tak lain tak bukan, adalah pak Bagas, yang langsung melumat ku dengan buas sambil meremas-remas payudaraku.
“Oohhh....mmmfff...sssluuurppp...mmmmffff” Aku mulai mengerang dan mendesah atas perlakuan pak Bagas. Rasa gairah ku seakan semakin tidak tertahankan lagi. Aku ingin segera di puaskan. Jantungku berdebar kencang. Ingin rasanya aku menarik batang kemaluan pak Bagas keluar dari sarangnya sekarang juga.
Namun pak Bagas keburu melepaskan ku. Meninggalkan diriku yang mulai bergairah, dengan peluh yang sedikit membasahi kepalaku.
Pak Doni lebih lembut dalam mencium bibir ku tanpa adanya remasan payudara ku. Membuatku justru sedikit kecewa. Karena aku ingin sekali di jamah lagi seperti tadi. Gairah ku ingin di tuntaskan.
Kemudian aku terkejut melihat seorang wanita yang datang mendekatiku. Mungkin lebih tepat kalo di bilang seorang gadis cantik. Karena aku yakin usianya masih di bawah 20 tahun. Wajahnya sangat cantik, mengenakan kaca mata, dengan rambut panjang yang di kuncir ekor kuda.
Dia lah wanita yang tadi aku lihat, saat Reni sedang menunjukan kepada ku, bahwa mereka semua bertelanjang dada, yang saat aku lihat, kedua payudaranya sedang di remas-remas oleh dua orang pria di sebelah kiri dan kanannya.
Namun yang paling membuatku terkejut adalah, keadaan tubuhnya yang telanjang bulat di hadapanku. Dengan payudara tidak terlalu besar, namun begitu kencang dan bulat. Dan juga vaginanya yang mulus bersih tanpa adanya rambut sedikitpun. Membuatnya terlihat begitu seksi dan erotis.
Terutama dengan ‘tatto’ nya berupa bercak-bercak kemerahan di sekitar dadanya, dan noda-noda berupa cairan bening di sekitar leher dan wajahnya.
Aku langsung mengenali aroma yang menusuk hidungku, saat dia mencium bibirku. Aroma sperma yang menyengat kuat. Mungkin ini bekas sperma lebih dari dua orang, pikir ku.
“Hai, nama aku Sandra. Salam kenal ya kak.” Ujar nya memperkenalkan diri dengan nada suara yang jernih dan centil.
“KYAAAAA” Aku sedikit memekik, saat tiba-tiba seseorang menarik, atau lebih tepatnya membetot turun celana dalam ku, memamerkan vagina ku yang berbulu lebat di hadapan semua orang. Membuat mereka semua kembali riuh dengan suitan-suitan nakal.
Belum sempat aku menyiapkan diriku, pria yang tadi membetot turun celana dalam ku, langsung menjilati vaginaku. Kali ini terdengar suitan-suitan protes dari para pria itu. Sedangkan aku, yang bagaikan tersengat aliran listrik, langsung mengejang kaku seluruh tubuhku.
Namun aku begitu terlena dengan rasa nikmat saat pria itu sedang menjilati bibir kemaluanku dan klitoris ku begitu intensif. Aku pun mulai mendesah-desah kecil. Pantat ku pun bergerak maju mundur mengikut gerakan lidah nya.
Namun aku kembali memendam rasa kecewa yang amat sangat saat dia melepaskan mulutnya dari vaginaku, dan kembali berdiri sambil menaikan lagi celana dalam ku. Dan langsung mencium bibir ku.
“Gw Tono. Kita lanjutin abis ini ya” Ujarnya sambil mencuil dagu ku. Wajah ku sudah terasa panas karena gairah yang tanggung dari tadi.
Nafasku pun mulai memburu. Aku sempat melihat ke arah Reni, dimana Reni sedang tersenyum penuh arti ke arah Mr. Robert. Namun hanya sesaat, karena Reni langsung melihat ku dengan senyuman seperti biasanya lagi.
Apa...maksudnya senyuman Reni itu. Namun belum sempat aku berpikir lebih jauh, tiba-tiba seorang pria, pria terakhir langsung mencium bibir ku. Dan langsung menarik tanganku untuk memegang sesuatu.
Ya ampun! Pria ini rupanya sudah telanjang bulat, dan dia menarik tanganku untuk memegang batang kemaluannya yang aku rasakan masih berlendir, dan setengah tegang. Apa pria ini salah satu yang habis menumpahkan spermanya di leher dan wajah Sandra ya? Pikirku.
“Hai, gw Joni. Pleasure to meet you” Ujarnya kemudian.
“So, all of you has intriduce your self to Indah. Then, shall we begin our games for tonight?” Seru Mr. Robert ke semua orang, yang langsung di setujui oleh semua orang. (Jadi, semuanya sudah berkenalan dengan Indah. Jadi, bisa kita mulai permainannya malam ini?)
“Games? Games apa lagi Ren?” Tanya ku ke arah Reni.
“Well..ga selalu sama sih Ndah. Yah sekedar games untuk menambah gairah kita-kita aja. Kaya games yang pak Andreas ajuin waktu kita lagi meeting waktu itu, inget? Well...something like that deh, kurang lebih nya.” Jelas Reni.
Mengingat kembali games eortis waktu dulu itu, membuat vagina ku langsung berdenyut-denyut. Gairah ku terasa begitu tinggi. Seolah-olah aku ingin segera melahap beberapa batang kemaluan seorang pria, sekaligus.
“Andreas! What’s our game for tonight?” Tanya Mr. Robert ke pak Andrea. Di sini, Mr. Robert memanggil pak Andreas dengan sebutan Andreas saja, tanpa embel-embel Mister lagi. (Permainan apa untuk malam ini?)
“Well...we’ve play this games several times, indeed. But I would love to play this game again, as a welcome ceremony, to our newest member, Indah. How about itu?” Ujar pak Andreas. Game apa yang di rencanain ama pak Andreas untuk menyambut ku itu? Jantungku kembali berdebar-debar menantikan game macam apa nantinya. (kita telah memainkan permainan ini beberapa kali memang. Tapi saya ingin kita memainkan lagi, sebagai perayaan selamat datang, untuk anggota baru kita, Indah. Bagaimana?)
“And what kind of game do you wish to play for us?” Tanya Mr. Robert lagi. (Dan jenis permainan apa yang kamu ingin kita mainkan lagi?
“Truth or dare. And as usual, the only restriction on this game is, no gay thing, well except female, no grossy things, and always about sex, no other challange. How about it?” Jelas Mr. Andreas. Aku tidak mengerti game macam apa itu sebenarnya. (Truth or Dare, dan seperti biasa, satu-satunya larangan dalam permainan ini, tidak ada aksi sesama jenis, kecuali sesama wanita, tidak ada aksi yang menjijikan dan jorok, dan tantangannya selalu tentang seks. Bagaimana?)
Dan semuanya pun menganggukan kepala menyetujui rencana pak Andreas itu.
“So, it’s decide it then. We shall play truth or dare. C’mon, let’s make a draw whose gonna be the first one. Gather up boys....and girls” Seru Mr. Andreas mengajak kami semua berkumpul di dekat kolam renang. Mr. Robert memegang cukup banyak batang sedotan di tangannya, yang ujung atasnya di ratakan tingginya, sementara sisanya dalam genggaman Mr. Robert. (Sudah diputuskan kalau begitu. Kita akan bermain Truth or Dare. Ayo, mari kita undi siapa yang mendapat giliran pertama. Kumpul semuanya.)
“Come, let’s our newest member, Indah, to take the draw for the first time.” Ujar Mr. Robert sambil mempersilahkan ku untuk mengambil sedotan itu pertama kali. (Ayo, biar anggota baru kita, Inda, yang mengambil undian pertama kali)
Aku pun menarik satu buah sedotan dari tangan Mr. Robert. Yang dilanjutkan oleh Reni, dan seterusnya, hingga kami semua sudah memegang satu buah sedotan.
“So the longest one, will be the first one to start this game. Who’s the lucky bastard?” Ujar Mr. Robert. (Siapa yang mendapat sedotan paling panjang, akan mendapat giliran pertama dalam permainan ini. Siapakah yang beruntung?)
Kami semua lalu menjejerkan batang sedotan kami untuk melihat sedotan siapa yang paling panjang. Dan ternyata pemenangnya adalah Andika. Yang tadi meremas payudara ku untuk pertama kalinya, saat sedang berkenalan. Andika pun langsung berteriak kegirangan.
“So, Dika, who’s the one you choose to take your first challange?” Tanya Mr. Robert. (Siapa yang akan kamu pilih untuk mendapat tantangan pertama mu?)
“Hmm...let’s say...of course our newest member, Indah. It’s her welcome ceremony, right?” Andika langsung menunjuk ke arah ku. Sementara semua orang pun langsung bersuit. Dan tubuhku langsung menegang. Aku grogi sekali apa yang akan terjadi nanti. (Bagaimana kalau, anggota baru kita, tentu saja, Indah. Ini perayaan selamat datang untuknya kan?)
“So, Indah, which one will you take the challange, truth? Or dare?” Tanya Andika. (Jadi, mana yang akan kamu pilih Ndah, truth? atau dare?)
“Sorry, I-I re-really don’t know what kind of game is this” Ujar ku polos, membuat suasana menjadi hening. Sementara Andika pun terlihat terkejut. (Maaf, aku benar-benar tidak tau permainan macam apa ini sebenarnya?)
“What? You never heard about truth or dare games before?” Ujar Andika tidak mempercayai ucapaan ku. Dan aku hanya menggeleng-geleng kepala dengan polos. (Hah? kamu gak pernah denger permainan truth atau dare sebelumnya?)
“Hwahahaha...hey Andreas! You really got your point to make this games as her welcome ceremony.” Ujar Andika ke arah pak Andreas, sambil tertawa besar. Yang lain pun ada yang tertawa. Sementara aku yang tak mengerti menjadi sedikit dongkol, karena merasa di olok-olok karena ketidaktahuan ku ini. (Hey Andreas, kamu benar-benar tepat memilih permainan ini sebagai perayaan selamat datang untuknya.)
“Oke, let me explain it for you dear. No matter, don’t be shy. It’s a challange game, it started when the first player, will choose another one player among many, to take his challange, wether it’s a “dare” challange, or a “truth” challange. If the chosen player chooses "truth", then the first player asks a question, usually an embarrassing one, which the second player must answer truthfully. Remember, you have to answer it with the truth. No Lies. If we notice that you were lie, then you will receive any punishment we all set for your punishment.” Jelas Andika. (Biar saya jelaskan. Tidak masalah, jangan malu-malu. Ini jenis permainan yang menantang. Berawal saat pemain pertama akan memilih satu orang untuk menerima tantangan orang pertama. Apa itu milih tantangan dare? atau truth. Bila pemain yang terpilih memilih menerima tantangan truth, maka pemain pertama akan mengajukan sebuah pertanyaan, yang biasanya sangat memalukan, dan pemain kedua haru menjawab pertanyaan itu sejujurnya. Ingat, gak boleh bohong. kalau ketahuan berbohong, akan mendapatkan hukuman yang kami semua tentukan.)
“If the player instead chooses "dare", then the first player dares them to do something, often embarrassing but not dangerous, we only do have some fun, not life risking. Which they must do, no matter how embarassing the challange. But like Andreas told us before, no gay things challange, except for ladies, or grossy things. After answering the question or performing the dare, that chosen player will be the one to asks "Truth or Dare?" to another player, but you cannot choose the ones who challange you before, Ok? Got it?, and the game continues till the first player, become the last challanger. However, the player cannot dare someone to say the truth.” Jelas Andika lagi panjang lebar. (Jika pemain kedua memilih tantangan dare, maka pemain pertama akan menantang nya untuk melakukan sesuatu, yang seringnya memalukan tapi tidak berbahaya, karena kita hanya untuk bersenang-senang, gak sampai mengancam keselamatan. Yang pemain kedua harus lakukan, seberapa memalukannya tantangan itu. Tapi seperti yang Andreas bilang tadi, gak ada aksi sesama jenis, kecuali para wanita, atau hal menjijikan dan jorok. Setelah memilih tantangan, maka pemain kedua akan menunjuk lagi orang lain untuk menerima tantangan truth or dare. Tapi pemain kedua tidak boleh menunjuk pemain pertama untuk menerima tantangannya. Ini terus berlanjut sampai pemain terakhir. Tetapi, pemain tidak boleh menantang, untuk mengatakan kejujuran.
“You got it? Any question you wanna ask?” Tanya Andika lagi memastikan ku agar aku sudah mengerti permainannya. Aku hanya menganggukan kepala ku saja, dengan mimik mengerti. Walau aku belum paham konsekuensi dari setiap tantangan itu. (Apa kau mengerti? apa ada pertanyaan?)
“Oke then, shall we begin?” Tanya Andika lagi. Dan aku kembali hanya menganggukan kepala ku saja. (Baiklah kalau begitu. Bisa kita mulai?)
“So, what will you take, truth? Or dare?” Tanya Andika. (Jadi, mana yang akan kau pilih? truth? atau dare?)
“Hmm...truth!” Jawab ku. Membuat beberapa orang mengeluarkan suara kecewa.
“Hmm...fine then. Oke, let me ask the first question. A simple one. Did your husband knows that you will going to have a wild sex with us?” Pertanyaan itu begitu menusuk hati ku. Seolah mengingatkan ku, betapa tidak setia dan betapa kotornya diri ku ini. Namun, kata-kata “wild sex” membuat vagina ku justru berkedut kencang. Nafasku pun semakin memburu. )Baiklah. biar saya bertanya yang sederhana dulu. apa suamimu mengetahui bahwa kau akan melakukan seks liar bersama kami semua?)
Aku hanya memejamkan mata, menahan sedikit rasa pedih di hati dan menahan gairah ku yang meluap-luap, dan menggelengkan kepala ku pelan.
“You can’t just shake your head, Indah. You have to tell it and describe it in front of us.” Ujar Andika, semakin membuat hati ku pedih sekali. (Kamu tidak bisa hanya menggelengkan kepala. Kamu harus mengucapkan jawaban kamu, dan jelaskan di depan kami semua.)
Mulutku terasa begitu kelu saat ingin menjawabnya.
“No...he...doesn’t know that I am a half naked in front of you.” Jawabku pelan, yang langsung di sambut seruan semua orang. (Tidak. Dia tidak tau, aku sudah setengah telanjang di depan kalian.)
“Well, it means that, you are indeed our true member then, hahahaha...rejoice Indah” Ujar Andika tertawa keras sambil menggendong tubuhku. Tampaknya jawabanku ini merupakan jawaban yang tepat di sini. Membuatku heran, ini komunitas apa sebenarnya? (Dan itu artinya, kamu memang benar-benar menjadi anggota kami kalau begitu. Bergembira lah.)
“Oke, Indah. It’s your turn now to pick one of them, to take your challange.” Ujar Andika kemudian. (Sekarang giliran kamu untuk memilih satu dari mereka, untuk menerima tantangan kamu.)
Jantung ku berdebar-debar saat aku melihat ke arah mereka semua. Aku memilih...Tommy. Aku penasaran dengan gayanya yang cool dan santai itu. Tommy pun maju sementara yang lain bersuit.
“Truth? Or Dare?” Tanya ku dengan pandangan sedikit nakal. Gairahku ini benar-benar hampir tidak tertahankan. Aku bahkan hendak menomprok Tommy, saat melhat gundungan besar di celana pendeknya bagian depan.
“Hmm...dare” Ujar Tommy penuh keyakinan, yang disambut sorak sorai yang lain.
Aku menggigit bibir bawahku sambil memikirkan tantangan apa yang harus kuberikan ke Tommy. Hmm...harus tentang seks, menurut peraturan pak Andreas tadi kan. Vagina ku langsung berkedut-kedut.
“Oke...hmm...are you...dare...to take my underwear off, in the water with only your mouth?” Pertanyaanku rupanya membuat suasana langsung bergema dengan sorak sorai semuanya. Ihh...aku kok bisa nakal gini sih. Padahal tadinya aku ga mau kan dateng. Tapi gairah ku ini seakan melupakan semua tentang mas Hari. (Apa kau berani untuk membuka celana dalam ku, di dalam air hanya dengan mulutmu?
Tommy hanya tersenyum saja mendengar tantangan yang ku berikan. Lalu mengulurkan tangannya untuk mengajakku masuk ke dalam kolam renang. Aku pun menyambut uluran tangannya.
Airnya terasa hangat saat aku masuk ke dalam air. Celana dalam ku yang tipis langsung memamerkan rimbun nya bulu kemaluanku di balik celana dalam ku itu.
Tommy kemudian mengambil nafas panjang 3 kali sebelum mulai menyelam, dan berusaha membuka celana dalamku dengan hanya menggunakan mulutnya saja. Aku mulai merasakan geli, saat gigi-gigi Tommy sedikit mengenai pinggangku.
Tommy berusaha keras menurunkan celana dalam ku dengan menggigitnya. Sesuatu yang hampir mustahil di lakukan, mengingat sifat kain yang langsung melekat ke tubuh saat basah oleh air.
Namun usaha keras Tommy cukup membuahkan hasil karena berhasil menurunkan celana dalamku hingga setengah bulu kemaluanku keluar dari celana dalam ku.
“HUAAHHHHH....hahahaha...sialan, ga dapet semua gw” Ujar Tommy sambil mengambil nafas.
“Eit...eit...no Indah, lu ga boleh bikin usaha gw sia-sia, dengan naikin lagi celana dalam lu. Lu musti tetap seperti itu. Hehehe” Seru Tommy saat aku hendak menaikan lagi celana dalam ku, saat kami berdua sudah keluar dari kolam renang.
Basah oleh air, membuat tubuhku menjadi mengkilap dan mengundang birahi pria manapun. Aku melihat semua pria matanya lekat memandang ke arah ku. Membuat vagina ku rasanya semakin gatal minta di garuk dengan batang keras kemaluan pria.
Tommy kemudian meminta pak Doni untuk maju dan menerima tantangannya.
“Don...are you dare enough to fuck Indah and ejaculate in only 3 minutes at maximum? After I said Go” Ujar Tommy mengejutkan ku. Belum sempat aku mencerna kata-kata Tommy barusan, Tommy sudah langsung berseru...(Don apa kamu berani untuk menyetubuhi Indah dan berejakulasi hanya dalam waktu maksimal 3 menit.)
“GO!”
Pak Doni langsung berlari ke arah ku, membetot turun celana dalam ku, dan langsung menggendong tubuhku.
Aku yang sangat terkejut, tidak bisa berbuat apa-apa saat tiba-tiba aku merasakan sebuah benda keras berusaha menerobos lubang kemaluanku dengan paksa.
“Eh..tu-tunggu dulu pak Doni. Vaginaku masih...AAAAHHHHHHH” Aku langsung berteriak keras, karena batang pak Doni terasa sakit sekali saat masuk ke dalam liang kemaluanku. Mungkin karena tadi aku habis berendam bersama Tommy, sehingga cairan pelicin ku langsung larut dari bibir vaginaku.
Sementara semua orang langsung bersiul kepada kami.
Aku menggigit pundak pak Doni untuk meredam rasa sakit di pangkal paha ku itu. Pak Doni dengan cepat terus menyodok-nyodok lubang kemaluanku.
Pak Doni pun melumat bibir ku sambil terus menggoyang-goyangkan tubuhku, mengocok batang kemaluannya. Perlahan-lahan, rasa sakit itu berkurang, dan berganti dengan rasa geli yang nikmat, saat cairan pelumasku kembali membanjiri lubang vaginaku.
“Ooohhhh...sshhh....aaahhhh...enakk banget pakk...oooohhhh” Aku bahkan mulai merintih-rintih keenakan saat pak Doni yang sedang memejamkan mata, sedang berkonsentrasi agar bisa ejakulasi dalam waktu maksimal 3 menit.
Pak Doni mendengus keras saat mengocok batang kemaluannya dengan terus menggoyangkan tubuhku. Aku pun merasa nikmat sekali. Gairah ku naik dengan cepat. Aku hampir dapat, rasanya. Walau awalnya menyakitkan sekali, tapi sekarang vaginaku mulai terbiasa dan bahkan sangat menikmatinya.
“Done, 3 minutes” Seru Tommy, yang langsung di sambut seruan pak Doni.
“SHITTT!”
Aku sebenarnya ingin terus saja melanjutkan, namun pak Doni keburu melepaskan tubuhku, sehingga batang kemaluannya terlepas dari dalam vagina ku. Dan jujur, ini membuatku merasa kesal sekali, karena aku hampir saja mendapatkan orgasme ku. Nafasku pun masih memburu.
Pak Doni kemudian menunjuk Roni untuk maju.
“Ron...truth or dare?” Tanya pak Doni kepada Roni.
“Dare of course” Jawab Roni mantab.
“Do you dare enough to fuck Indah with missionary position until ejalucate without using any hands of yours, for 3 minutes max?” Aku kembali terkejut karena aku kembali dijadikan bahan tantangan mereka. (Apa kau berani untuk menyetubuhi Inda dengan gaya missionari sampai ejakulasi tanpa menggunakan tangan sama sekali. Maksimal 3 menit.)
Roni pun langsung mendorong-dorong tubuhku dengan badannya tanpa menggunakan tangan, dan membuatku berbaring di sebuah meja.
“Buka paha lu Ndah, cepetan.” Seru Roni saat aku sedang terlentang di meja yang dingin ini. Sementara ia menurunkan celana pendeknya, membuat batang kemaluannya yang setengah tegang keluar dari sarangnya.
Reflek aku langsung melebarkan kedua pahaku. Karena aku masih merasa gantung akibat perbuatan pak Doni yang belum tuntas kepada ku tadi.
Blesss! Batang kemaluan Roni langsung melesak masuk, setelah berusaha mengepaskan tanpa menggunakan tangan.
Roni langsung mengocok vagina ku dengan cepat, sama seperti pak Doni tadi. Aku pun langsung ngap-ngapan dengan nafas yang terpatah-patah.
Aku berusaha mengimbangi gerakan Roni yang mengocok kemaluanku dengan cepat. Pantatku bergerak memutar dan mengejar kemanapun batang kemaluan Roni bergerak.
“Aaaahhh...sshhh....oooohhhh....mmmmfff.....aaahhh hh” Aku merintih-rintih keenakan.
Aku kembali mulai merasakan gejala-gejala akan mendapatkan orgasme ku. Aku semakin menggoyangkan pantatku dengan gerakan memutar. Aku sebentar lagi akan orgasme, pikirku. Aku memejamkan mataku untuk menikmati kocokan Roni, saat....
“AAAHHHHH...GW KELUARRRR!” Seru Roni membuatku kaget, saat batang kemaluannya menyemprotkan banyak sekali sperma ke dalam rahim ku. Dan yang lebih membuatku kesal, Roni langsung mengeluarkan batang kemaluannya dan meninggalkan ku, saat aku hampir saja mencapai orgasme ku.
Arrghhhh! Rasanya pengen teriak aja saking kesalnya. Aku rungsing sekali jadinya nih.
Wajah Roni terlihat sumringah, berjalan ke arah rombongan dengan batang kemaluan yang masih mengkilap karena cairan pelumas ku dan spermanya yang masih menetes. Sementara pria-pria yang lain pada bersiul dan bersorai melihat Roni mampu menuntaskan tantangan pak Doni.
Roni kemudian menunjuk ke arah Sandra. Sandra yang memang sudah bertelanjang bulat, maju dengan santainya, sambil tersenyum.
“Damn...you’re hot as ever San.” Ujar Roni sambil melihat ke arah payudara dan bibir vaginanya. (Sial, kamu menggairahkan sekali seperti biasa San.)
“Oke San, which one do you choose?” Tanya Roni, dengan pandangan tidak lepas dari buah dada Sandra.(San, mana yang kamu pilih?)
“Hmm...dare” Jawab Sandra, mengejutkan ku. Kecuali aku, hampir semua nya memilih dare.
“Excelent. Do you dare or not, put....” Roni kemudian membuat gesture memanggil kepada Andreas. Andreas segera menghampiri Roni dengan membawa sesuatu di tangannya. (Bagus sekali. Apa kamu berani untuk...)
DEGGG! Jantung ku seakan mencelos melihat apa yang di bawa oleh pak Andreas di tangannya. Entah kenapa, aku merasakan firasat buruk.
“Let me repeat the challange. Do you dare or not, put this...hmm...this eggplant, into Indah’s vagina with your mouth, for about hmm...3 minutes?” Ujar Roni, membuat Sandra langsung tersenyum lebar. (Biar ku ulangi tantangannya. Apakah kamu berani untuk memasukan terong ini, kedalam vagina Indah dengan mulut mu, selama 3 menit?)
Apa-apaan ini? Mengapa aku terus yang di jadikan objek penderita? Yah..hmm...enak banget sih sebenernya, tapi aku jadi gantung mulu, bikin aku rungsing dan kesal sekali jadinya.
Sandra langsung menggigit terong yang di sodorkan oleh Roni. Dan melangkah ke arah ku yang masih terlentang di meja. Aku yang memang masih tanggung sekali, langsung saja melebarkan kedua paha ku. Aku sudah tidak perduli, apakah terong atau batang kemaluan, atau apa saja. Yang penting gairah ku bisa terpuaskan secepatnya.
Sandra kemudian mulai membungkuk, dan mengarahkan terong yang sedang di gigitnya ke vagina ku. Aku mulai merasakan sentuhan benda yang dingin di bibir kemaluan ku. Aku langsung mendesah kecil, saat terong itu di gesek-gesekan di ujung kemaluanku oleh Sandra.
“Aaaahhhhh...ssssshhhh” Aku mendesah panjang saat merasakan batang terong yang cukup besar itu mulai melesak masuk ke dalam liang kemaluanku.
Namun saat aku sedang menikmati gesekan batang terong itu di vaginaku, Sandra langsung mengeluarkan lagi terongnya dari dalam vagina ku. Dan yang membuatku semakin kesal, Sandra melakukan itu berulang kali tanpa mendorong terongnya lebih jauh, seperti sedang menggodaku atau memancing birahi ku.
“Sssshhh...ayoohhh Sannn...masukin cepetannn aahhhh” Ujarku sambil merintih. Peluh telah mengalir cukup banyak di pelipisku.
Terkadang Sandra hanya memainkan terong di ujung bibir kemaluanku saja, membuat pantatku bergerak menekan, dengan harapan terong tersebut bisa memenuhi liang senggama ku.
“Saannn...plisss...gw...uda ga tahaannn...aaahhhh” Aku benar-benar merasa tersiksa, diperlakukan seperti ini terus oleh Sandra. Dan saat aku benar-benar sudah tidak tahan lagi, aku segera menggerakan tangan ku, ingin meraih batang terong itu dan memasukannya ke dalam vagina ku, tiba-tiba...
“Oke time’s up!” Seru Roni. Dan lagi-lagi Sandra menarik batang terong itu keluar dari dalam vagina ku tanpa adanya penyelesaian. Aku benar-benar kesal sekali rasanya.
Sandra dengan santai sambil memainkan batang terong itu di tangannya, berjalan ke arah Roni. Mereka berdua tersenyum penuh arti.
“Oke San, giliran lu milih siapa selanjutnya.” Ujar Roni.
Sandra terlihat sedang memilih dan menimbang siapa yang akan di pilih nya untuk menerima tantangannya. Kemudian, Sandra menunjuk ke satu orang.
“Rob...you’re up” Ujar nya sambil menunjuk ke Mr. Robert. Sandra yang usia nya jauh di bawah Mr. Robert, memanggil nya hanya dengan sebutan Rob tanpa embel-embel mister. Membuatku mempertanyakan tata krama wanita itu.
“Truth or dare?” Tanya Sandra.
“Dare of course” Jawab Mr. Robert.
Pada saat Mr. Robert menjawab ‘dare’, aku sudah merasakan bahwa aku emang lagi di kerjain oleh mereka. Mungkin karena aku merupakan anggota baru di lingkungan mereka. Jadi semacam perpeloncoan.
“Fine. Do you dare or not dare, to make Indah orgasm, with only your tongue in below 2 minutes?” Ujar Sandra memberi tantangan kepada Mr. Robert. (Baiklah. Apa kamu berani untuk membuat Indah orgasme, hanya dengan lidahmu dalam waktu dibawah 2 menit?)
2 menit hanya melalui oral agar aku bisa mendapatkan orgasme? Itu hal yang tidak mungkin terjadi untuk ku. Aku akhirnya yakin bahwa aku memang sedang kerjai oleh mereka.
Aku yang emosi karena gairah yang tanggung melulu dari tadi, langsung turun dari meja dan berjalan cepat ke arah Mr. Robert, yang juga sedang berjalan ke arah ku.
“Where’re you going?” Tanya Mr. Robert. Aku langsung menarik tangan Mr. Robert sambil terus berjalan ke arah Sandra, Roni, Doni dan Andika. (Kamu mao kemana>)
“C’mon. Just cut this fucking crap. I know what you’re trying to do with me. Now here’s my challange to all the men in here. Are you dare enough to fuck me all at once and make me cum over and over for hours?” Ujar ku lantang. Aku tidak benar-benar menyadari apa yang aku ucapkan saat itu, karena aku lebih di dorong oleh rasa emosi ku. (Ayolah, cukup omong kosongnya. Aku tau apa yang kalian rencanakan terhadapku. Sekarang ini tantangan ku untuk semua pria disini. Apa kalian berani untuk menyetubuhi ku sekaligus dan membuatku orgasme berulang-ulang berjam-jam?)
Semua orang kemudian terlihat hening mendengar tantangan ku. Namun, wajah terkejut mereka, dengan cepat berubah menjadi wajah hewan buas yang sedang menatap mangsanya.
“Be careful on what you wish for, Ndah” Ujar Mr. Robert pelan namun tersenyum penuh kemenangan di wajahnya. (Hati-hati dengan apa yang kau ucapkan Ndah.)
Sebelum aku benar-benar mencerna ucapan Mr. Robert, ato bahkan ucapan ku sendiri tadi, tiba-tiba ada yang mengangkat tubuhku dan menggendong nya. Aku melihat wajah Tono, yang sedang menggendong ku.
“Kita lanjutkan acara kita tadi saat perkenalan tadi.” Ujar Tono sambil merebahkan ku di atas meja tadi.
Tono langsung melebarkan kedua paha ku, dan lidahnya langsung kembali merangsek menjilati bibir kemaluanku. Membuatku bagaikan tersengat listrik, dan langsung merintih cukup keras, menikmati jilatan demi jilatan lidah Tono, di sepanjang bibir kemaluanku.
Kemudian ada seseorang yang menarik tangan kanan ku, dan memintaku untuk mengocok batang kemaluannya. Aku melihat Tommy sedang merem melek menikmati kocokan tanganku.
Belum selesai, saat tangan kiri ku juga di tarik dan diminta untuk memegang dan mengocok batang kemaluan seorang pria. Dan saat aku menengok, aku melihat wajah pak Bagas. Dia tersenyum sambil menatap wajah ku.
Disaat aku pikir sudah semua, ternyata tiba-tiba ada yang menarik kepala ku untuk menoleh ke kanan, dan berusaha memasukan batang kemaluannya ke dalam mulut ku. Aku langsung membuka mulut dan mulai mengulum kemaluannya yang mulai mengeras itu. Aku melihat wajah Joni, sambil tangan Joni memegang kepalaku, sementara dia mengocok batangnya di dalam mulutku.
Aku sempat melihat ke arah samping, dimana aku melihat Roni sedang berciuman dengan Reni, sambil meremas payudaranya, sementara Andika bahkan sudah memasukan batang kemaluannya ke dalam vagina Reni, dan sedang mengayuhnya.
Di tempat lain aku melihat Sandra sedang mengulum batang jumbo milik Mr. Robert dengan bersusah payah, karena mulutnya yang mungil, kontras dengan besarnya kemaluan Mr. Robert.
Di sebelahnya aku melihat pak Andreas dan pak Doni, yang sedang menggarap Intan. Intan aku lihat sedang mengulum batang milik pak Andreas, sementara pak Doni sedang meng-oral kemaluan Intan.
Itu hanyalah pandangan sekilas saja, karena aku sudah sibuk mengurusi 4 batang yang meminta pelayan ku. Yah, memang aku kan tadi yang meminta mereka untuk mencumbu ku sekaligus. Masih bagus hanya 4 orang doang, pikirku sambil mengulum batang Joni di mulutku.
Tono bahkan sudah mulai memasukan batang kemaluannya ke dalam liang senggama ku, dan mulai mengayuh tubuhku. Aku tidak bisa merintih, karena mulut ku terus di sumpal oleh batang milik Joni, sehingga aku hanya bisa menggeram-geram menikmati kocokan demi kocokan batang kemaluan Tono di liang vagina ku.
Aku yang dari tadi hampir mencapai orgasme, akhirnya mendapatkan juga orgasme ku dengan cepat. Tubuhku begitu kaku, dengan pantatku yang berkejat-kejat kuat, meremasi batang kemaluan Tono, hingga Tono pun langsung menyemprotkan banyak sperma ke dalam liang rahim ku.
Pak Bagas langsung menggantikan tempat Tono, sementara Tono minta aku membersihkan batang kemaluannya yang masih berlumuran campuran cairan ku dengan sperma Tono. Dan tanpa rasa jijik aku langsung mengulum dan menjilat habis cairan sperma Tono yang masih tersisa hingga bersih.
Pak Bagas pun sedang mengayuh dengan cepat batang kemaluannya di dalam liang vagina ku. Aku merasakan sperma Tono tadi langsung luber keluar dari dalam vagina ku, saat pak Bagas mengocok liang senggama ku dengan cepat dan kuat.
Dan beberapa lama kemudian, pak Bagas juga menyemprotkan spermanya ke dalam rahim ku. Saat ini aku sedang mengulum batang kemaluan Tommy.
Joni langsung mengantikan tempat pak Bagas. Joni membalikan tubuhku hingga tengkurap. Joni kemudian mengangkat pantat ku hingga aku dalam posisi menungging. Tampaknya Joni ingin gaya anjing kawin, pikirku.
Aku sempat melihat Joni mengoleskan sesuatu ke batang kemaluannya, sebelum mulai menempelkan batangnya ke pantat ku. Tusukan pertama Joni sedikit meleset karena licin. Tadinya aku pikir Joni meleset saat akan memasukan batang kemaluannya ke dalam liang senggama ku.
Namun ternyata pemikiranku salah besar. Joni kembali menempelkan batang kemaluannya di pantat ku. Tepatnya di ujung lubang dubur ku. Joni mulai menekan batang kemaluannya ke dubur ku.
“AAAWWW...sakittt! Jo-Joni, lu...lagi ngapain? Sakit banget Jon!” Ujar ku sambil berteriak kesakitan, saat batang kemaluan Joni mulai melesak masuk ke dalam duburku.
“Bentar Ndah, tahan dulu, tar juga pasti enak kok” Ujar Joni sambil mendengus.
“Sakit Jon! Gw ga mau! Gila lu ya di dubur...AAAWWW” Aku kembali berteriak, karena memang sakit sekali rasanya. Keringat ku langsung bercucuran, karena aku sedang menahan rasa sakit dan mules.
Semua gairah ku seolah langsung menguap akibat rasa sakit dan perih yang mendera pantat ku.
“UDAHH JON...SAKIITTTTT! huuuu....huuuuu” Aku mulai menangis karena kesakitan yang amat sangat itu. Sementara Tommy berusaha merangsang birahi ku lagi dengan mengulum payudara ku sebelah kanan yang menggantung, sementara payudara sebelah kiri ku sedang di kulum oleh Andika, yang tampaknya baru bercinta dengan Reni. Mereka berdua bagaikan anak puppy yang lagi menyusu ama payudara induknya yang menggantung, dari bawah.
Akhirnya batang kemaluan Joni, masuk seluruhnya ke dalam lubang duburku. Perutku terasa mules, dan lubang duburku terasa perih sekali. Joni kemudian kembali menuangkan sebuah cairan licin ke lubang duburku. Terasa dingin saat menyentuh duburku.
Dengan perlahan-lahan, Joni mulai memompa batang kemaluannya di lubang duburku itu. Sementara aku masih menangis menahan rasa pedih. Namun Joni dengan lembut terus membelai klitoris ku dan memberikan cairan pelumas ke duburku, sehinga lama-kelamaan rasa sakitnya pun berkurang.
Cumbuan Tommy dan Andika di kedua payudara ku pun juga membantu ku mengurangi rasa sakit. Aku pun mulai terhanyut kembali akan gairah birahiku.
Mulutku kali ini di sumpal oleh batang milik pak Andreas. Aku merasakan campuran sperma dan cairan kewanitaan dari Intan. Tommy kemudian masuk ke bawah ku, dan memposisiku tubuhnya sejajar ku, sehingga Andika terpaksa mengalah dulu.
Tommy kemudian sedikit menurunkan pantatku, dan memasukan batang kemaluannya ke dalam liang vagina ku, di saat pantat ku sedang di obok-obok oleh batang kemaluan Joni.
Ahhhh...gilaaa! hanya kata itu yang terpikirkan untuk menggambarkan apa yang sedang aku lakukan saat ini. 3 lubang di tubuhku sedang di isi oleh batang kemaluan pria. Membuat pemandangan yang sangat erotis bagi yang melihatnya.
Aku sudah tidak memperhatikan lagi keadaan wanita lain di sekitarku. Dan entah berapa banyak orgasme yang aku dapatkan. Apa lagi entah berapa banya batang kemaluan pria yang menyemburkan spermanya baik di dalam rahim ku, maupun di mulut dan wajahku.
Ketiga lubang ku itu terus menerus terisi hingga beberapa jam kemudian. Membuat sekujur tubuhku seolah remuk redam, dengan mulut masih belepotan sperma, baik yang masih basah maupun yang sudah mengering.
Suasana mulai sepi dengan masing-masing orang tampak kelelahan, akibat pesta liar kami selama mungkin hampir 3 jam. Dan saat aku sedang terbaring lemas sekali, tiba-tiba Reni pun berbaring di sebelah ku. Aroma tubuhnya pun hampir sama dengan tubuhku, dengan aroma sperma yang menyengat.
“Hehehe...emang gila lu Ndahhh...hahaha...gw akuin lu emang liar banget tadi. Walau gw juga sering kaya gitu, tapi lu bisa menghandle 5 konti sekaligus. Hahaha. Trus, gimana Ndah rasanya waktu pantat lu di perawanin si Joni?” Ujar Reni kepada ku.
“Ihhh....hihihi...haaahhh...gw...puas banget Ren. Agak sakit banget sih awalnya Ren, tapi si Joni jago juga, bikin gw nyaman, akhirnya malah jadi keenakan gw Ren.” Jawab aku sambil tersenyum puas.
“Tadi sok gak mau ikut lu. Taunya malah lebih gila dibanding gw lu.” Ujar Reni menggoda ku.
“Hihihi...yah...abis tadi beneran hati gw berasa ga enak banget. Tapi pas tadi Mr. Robert uda mulai ngerangsang gw, apa lagi pas gw hmm...lu orang ngerjain gw di games ga jelas itu, rasanya gw ga tahan banget deh. Vegi gw uda langsung basah aja. Apalagi BH ama celana dalam gw keliatan transparan gitu kan kena aer. Ughh...jadi ga ada bedanya ama telanjang bulet. Gilaaa...gw liar banget yah. Muka gw ampe ikut belepotan sperma nih, bukan cuma bo’ol ama meki gw aja yang belepotan. Hihihi.” Jawab ku lagi.
Haaahhh...aku memang puas sekali rasanya. Namun jauh di dalam lubuk hatiku yang terdalam, ada bagian kecil diriku yang ternyata menangis. Menangisi betapa kotor dan hinanya diriku sebagai seorang istri dari suami yang begitu baik dan perhatian kepadaku.
Membuatku merasakan sedikit penyesalan, walau masih tersamarkan oleh kepuasan birahi yang aku dapatkan hari ini.
================================================== ========
Cherllyne Agustina
Olivia Khumaira Putri
“Gimana perasaan lu Ol sekarang?” Tanya ku kepada Olivia.
Karena kemarin Oli pulang bersamaku, saat kami memergoki Gery sedang bercinta dengan wanita lain, maka hari ini aku kembali menjemputnya agar bisa ke kantor bersama.
Dan lagi, aku ada pembicaraan yang ingin kubicarakan dengan Oli, mengenai Rangga.
“Hmm...lega sih Cher. Hehehe.” Jawab Oli.
“Setelah sekian lama, akhirnya justru si Gery sendiri yang ngasih gw alesan buat mutusin dia. Itu...emang kado terindah yang pernah dia kasih buat gw. Hehehe.” Ujarnya lagi, membuatku tersenyum kepadanya.
“Trus, sekarang rencana lu gimana Ol? Tentang Rangga?” Tanya ku.
“Gw sih pengennya cepet-cepet aja kasih tau Rangga, kalo aku uda putus ama Gery, Cher. Jadi kan dia ga berpikiran buruk lagi tentang aku ama Gery.” Jawab Oli dengan wajah ceria dan cerah, di pagi hari ini. Hehehe...untung kebetulan aku bisa menjadi jalan buat Oli mutusin si Gery.
“Gitu doang? Emang...lu berharapnya Rangga langsung nembak lu, setelah lu bilang lu putus ama Gery?” Tanya ku lagi, yang rupanya cukup mengejutkan nya.
“Eh?...emm...yaa...bukannya emang kita uda saling mengungkapkan ya, waktu itu? Cuma karena ada si Gery aja jadi ngerusak suasana.” Jawab Oli.
“Really? Lu bener-bener berpikir Rangga bakalan nembak lu? Walau dia tau lu uda putus ama si Gery. Setelah apa yang terjadi di antara lu berdua, kesalahpahaman yang terus terjadi selama ini, lu bener-bener berharap Rangga bakalan langsung nembak lu, begitu tau lu putus?” Tanya ku berusaha meyakinkan maksud pertanyaanku. Aku benar-benar tidak percaya pemikiran Oli se-simple itu.
“Hm...menurut lu salah ya? Jadi, gw musti gimana dong Cher?” Tanya Oli menjadi ragu-ragu dengan keputusannya sendiri.
“Hmm...mungkin ga salah sih, kalo lu ngabarin lu putus, pas ada kejadian kaya lu jalan bareng Rangga di mall waktu itu. Tapi sekarang, dia abis marah ama lu gitu, lu juga sempet kecewa ama dia, pas lu tau dia abis hmm...itu ama gw. Kayanya ga se-simple itu deh Ol.” Jelas ku kemudian.
Oli langsung menghela nafas, dengan wajah murung sambil menatap ke lantai mobil.
“Iya juga sih, Cher...gw...bingung juga musti gimana. Karena kita uda berteman dari kecil, jadi gw anggepannya ya...kasih tau kaya biasa aja ke dia sih.” Jawab Oli.
“Gw...punya 1 rencana khusus buat lu nembak Rangga, Ol. Lu, ga bisa ngarepin cuma bilang lu uda putus ama Gery, trus Rangga nembak lu. Ga Ol. Kali ini, lu yang musti maju duluan, kalo ga mao keduluan Rani, atau yang lain.” Jelas ku lagi.
“Lu...mao ga nembak Rangga duluan? Lu ngerasa gengsi ga, sebagai cewe harus nembak duluan ke cowo gitu?” Tanya ku.
“Hmm...emang sih, gw...terbiasa di tembak ama cowo. Jadinya ya secara ga sadar, mungkin gw juga berharap demikian dari Rangga. Tapi, emang bener sih apa yang lu bilang Cher. Gw...kayanya emang musti maju duluan buat nembak Rangga.” Jawab Oli.
“Gw sih, bukan masalah gengsi ato apa. itu gw gak perduli lah. Apalagi ama orang yang gw sayang banget. Cuma, gw ga tau aja musti mulai dari mana.” Jelas Oli kemudian.
“Ya, makanya kan gw bilang, gw punya 1 rencana romantis buat lu. Gw bisa kok bantuin lu atur semuanya buat lu dapetin momen yang pas ama Rangga, buat nyatain perasaan lu ke dia.” Ujar ku membeberkan rencana ku.
“Rencana gimana Cher?” Tanya Oli penasaran.
“Nanti pelaksanaannya besok pas kita employee gathering. Pasti akan ada waktu yang pas, buat lu nembak Rangga. Gw atur lokasi dan lainnya. Gw punya rencana kaya gini nih Ol, nanti lu................................................ ...” Aku mulai menjelaskan apa yang aku rencanakan dengan cukup detil kepada Oli, yang menyimak ku dengan serius.
“Gimana menurut lu, Ol? Rencana gw?” Tanya ku setelah menjelaskan panjang lebar kepadanya.
Oli hanya menatap wajah ku dengan pandangan terharu.
“Kenapa Cher?...kenapa lu...mao berbuat sejauh ini sih buat gw ama Rangga?” Tanya Oli sedikit meneteskan air matanya.
“Heee? Nanya lagi. Kan kemaren uda gw jawab, putri cantik” Jawabku sambil mencubit hidungnya.
“Tapi...gw malah jadi ngerasa...hmm...feeling guilty ama lu Cher. Lu berkorban sejauh ini buat gw ama Rangga, sementara gw tau lu sendiri sayang ama Rangga, kan? Gw kok...jadi kaya bersenang-senang di atas penderitaan lu sih Cher.” Jelas Oli sambil sedikit mewek.
“Jangan lu pikirin yah say. Iya, gw emang sayang ama Rangga. Dan ini lah bentuk kasih sayang gw ke Rangga, juga bentuk kasih sayang gw ke lu, yang uda gw anggep sebagai ade gw sendiri, putri cantik.” Jelas ku sambil mencium tangannya.
“Uda, lu angan ngerasa ga enak ato gimana. Yang bikin gw marah tuh, kalo lu ampe ga gunain kesempatan yang gw kasih sebaik-baiknya, dan ampe kecolongan cewe laen. Lu tuh pantas mendapatkan cinta Rangga, Ol.” Jelas ku lagi. Sementara Oli pun tidak bisa berkata apa-apa lagi, selain memeluki tanganku yang sedang memegangi tangannya.
“Dah...yang penting, pokoknya besok, lu siap-siapin diri lu secantik dan semenarik mungkin buat Rangga ya. Kalo bisa, lu bawa baju khusus buat acara spesialnya, Ol.” Ujar ku kemudian.
“Hehehe...iya kak Cherllyne sayang” Jawabnya manja dengan memanggilku kakak. Membuatku menjadi tergelak dan tertawa.
Apa aku pantas di sebut sebagai kakak oleh Oli? Di saat aku mendorongnya untuk bisa bersama Rangga, namun di belakangnya aku kembali bercinta dengan Rangga tanpa sepengetahuannya.
Jujur, aku tidak bisa mengelak dan menolak gairah ku saat sedang bersama Rangga. Aku bahkan sempat berpikir untuk kembali bercinta dengan Rangga di Anyer besok, untuk yang terakhir kalinya, sebelum Rangga benar-benar di pingit ama Olivia.
Aku tidak marah dan menyesal Rangga bersama Olivia, tapi satu hal yang pasti, aku akan amat sangat merindukan keberadaan Rangga yang memeluk diri ku, yang sedang berpacu birahi gila-gilaan bersamaku.
Tapi yang pasti, setelah aku tidak bisa menyentuh Rangga lagi, aku tidak akan kembali ke kehidupanku yang lama, yang liar. Walau tanpa Rangga, aku tetap tidak akan membiarkan seorang pria pun menyentuh tubuh ku. Setidaknya sampai aku menemukan orang yang bisa mencintaiku tulus, dan menerima ku apa adanya, walaupun aku tau, aku mungkin tidak akan bisa lagi menemukan pria yang seperti Rangga lagi, yang bisa membuatku merasa nyaman, hangat, aman, dan bahagia.
CHARACTERS
Gery Anggoro
Shinta Saraswati
Karina Nayla Putri
Gara
27 | Anyer...Tempat Kenangan
“Ada apa Ger kamu meminta ketemuan di sini?” Ujar Tante Shinta yang langsung duduk di hadapan gw.
Gw, sengaja meminta janji ketemuan dengan tante Shinta, di sebuah mall. Di tempat yang umum. Karena jujur, gw...rada takut bila harus ketemuan di kamar hotel seperti waktu lalu. Karena gw akan menyampaikan sebuah berita kegagalan gw, kepada tante Shinta.
Gw bukannya takut dengan tante Shinta-nya, namun lebih kepada bodyguard nya itu. Kalo tante Shinta marah, terus nyuruh bodyguard nya nge-bogem gw, walau dia cewe, gw ga yakin bisa kasih minimal 1 pukulan ke tubuhnya, apalagi wajahnya yang cantik namun keras itu.
“Eh...tante...hmm...tante mao pesen minum apa? biar saya pesenin. Atau mao pesen makan aja sekalian makan siang?” Tanya gw berusaha basa-basi dan beramah tamah.
“Ga usah. Udah, langsung aja ke pokok permasalahan ya, karena saya masih ada janji dengan orang lain ini sebenernya. Jadi kamu mao ngomong apa sekarang?” Ujar Tante Shinta tegas.
Tante Shinta kali ini datang mengenakan sebuah longdress berwarna biru dongker tanpa lengan. Dengan gelang permata di tangan kanan, sebuah cincin emas di jemari kiri, serta kalung berlian di lehernya dan sebuah kacamata hitam di matanya, membuat kesannya elegan dan tegas, tapi cantik sekali.
“Eh...emm...iya...gini loh tan, yah...ini sebenernya, masalah hmm...Oli, tante.” Ujar gw berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menyampaikannya, tanpa membuatnya marah.
“Oli? Hubungan kamu ga ada masalah kan ama dia?” Tanya tante langsung curiga.
“Eh...emm...ya itu dia tan. Saya...lagi ada masalah...emm cukup pelik dengan Oli, tan.” Jawab gw ragu-ragu.
“Masalah? Masalah apa? kenapa gak kamu selesain masalah itu biar gak berlarut-larut?” Tanya tante Shinta lagi dengan tegas.
“Ya...emm...itu dia tante. Saya...kali ini...gak bisa berbuat banyak buat nyelesain masalah ini, tan.” Jawab gw.
“Gak bisa berbuat banyak? Ya usaha dong kamu, jangan cuma diam aja trus ngadu sama saya.” Ujar tante Shinta ketus. Membuat aku terhenyak dan terdiam menahan emosi.
“Masalahnya, Oli...uda...mutusin saya tan. Dan kali ini, saya ga bisa ngelak lagi tan, karena...emm...dia...mergokin saya, pas saya lagi...mmm...ama cewe laen.” Jelas gw takut-takut.
“APA??? Kamu...diputusin Oli??!” Ujar tante Shinta setengah berteriak, hingga membuat banyak pengunjung melihat ke arah kami. Sialannn! Bikin malu gw aja nih tante. Pikir gw kesal.
“Kamu lagi apa ama cewe laen itu? Lagi ngewe?!” Tanyanya lagi sambil membentak ku lagi. Sedikit banyak, kami menjadi tontonan para pengunjung lainnya.
Tante Shinta langsung mendengus kesal sekali.
“Ehh...mmm...tan...jangan keras-keras ngomongnya. Kita jadi tontonan nih.” Ujar gw berusaha menenangkannya.
“Trus, apa usaha lu buat ngebaekin Oli lagi?” Tanya tante Shinta masih kasar nada bicaranya.
“Hmm...yah sebenernya, aku juga ga tau, darimana si Oli bisa tau tempat aku lagi maen ama tuh cewe. Saya ya uda berusaha untuk meminta maaf ke Oli, tan, bukan gak ada usahanya sama sekali. Bahkan saya samperin langsung ke rumahnya. Tapi sampai satpam datang dan mengusir saya, Oli tetap tidak mau menemui saya lagi tan. Telepon saya di block ama dia, BBM saya di delcon ama dia. Saya ga bisa nemuin cara buat kasih penjelasan ama dia, tan.” Jelas gw.
“Hah! Cewe goblok mana yang mao dengerin penjelasan kalo ngeliat cowonya lagi maen ama cewe laen. Otak lu tuh dimana sih Ger? Hah?!” Ucapan tante Shinta semakin kasar, dan membuat emosi gw naik.
“Emang keputusan saya salah, waktu ngajakin kamu kerja sama. Salah besar saya ngajakin orang tolol kaya kamu buat kerja sama. Just wasting my fuckin’ time!” Seru tanta Shinta. Ingin rasanya aku menampar mulutnya itu sekarang juga, kalau aku tidak melihat seorang wanita bule sedang menatap ke arah gw dengan pandangan mata tajam.
Sebenarnya, salah satu alasan gw ngajak ketemuan di sini, karena gw juga uda siap, apa bila tante Shinta marah dan menyuruh si Cindy itu ngeberesin gw, gw uda siap ama rombongan bala bantuan, yang gw bawa. Mereka pada menunggu di luar sambil memperhatikan masalah di sini.
Kami hanya teru saling berdiam diri, selama beberapa saat. Gw lihat tante Shinta seperti sedang melamun. Mungkin pikirannya sedang berpikir keras mengenai masalah gw diputusin ama Oli.
Ahhhh...sial banget! Ngent*ttt! Kenapa si Oli bisa tau sih apartemen si Priscil? Siapa sih yang kasih tau Oli? Apa cewe yang 2 orang itu yang dateng barengan si Oli yang kasih tau? Apa hubungannya ama Priscil?
Gw sempat menanyakan masalah ini, bahkan gw sempet nge-gampar Priscil buat kasih tau gw, kenapa si Oli bisa tau apartemen dia, apa hubungan dia ama Oli. Namun dia hanya tertawa sinis melihat keadaan gw tanpa mau menjawab satu pun pertanyaan gw. Bangsat. Kalo dia ga buru-buru manggil security apartemen, uda gw bunuh kali tuh cewe sialan!.
“Udah? Kamu cuma mao kasih tau itu aja?” Tanya tante Shinta tiba-tiba kemudian.
“Ehh...emm...yah saya pengen ngomongin solusinya juga ama tante mengenai masalah ini.” Ujar gw lagi. Gw berharap ada bantuan campur tangan dia, buat ngedeketin gw ama Oli lagi.
“Ngomongin masalah ini? Kamu mao minta saya ikut campur masalah kamu? Kamu gak mampu menyelesaikan masalah yang kamu buat sendiri, trus mao minta saya campur tangan? Otak lu tuh adanya di kepala? Ato di kont*l?” Gila! Nih tante omongannya nyelekit banget. Bangsaattt!
“Kalo saya pikir-pikir, masalah ini gagal, juga ga masalah, karena saya punya kartu as lainnya. Yah bener, saya ga butuh Oli lagi buat menguasai perusahaan om Yoga lagi. Hmm.” Wajahnya menunjukan kepuasan, saat dia seperti sedang berbicara sendiri.
“Dan itu artinya, kamu...tidak diperlukan lagi Ger!” Ujar tante Shinta tiba-tiba memandang tajam ke arah gw. Siall! Maksudnya apa ucapan tante Shinta ini?
“Maksud tante, kerjasama kita di batalin? Bagaimana dengan janji tante buat kasih kebun sawit buat saya urus?” Ujar gw panik. Sumber duit gw bisa hilang kalo gini caranya.
“Heh! Kamu...ngurus bocah perempuan aja gak becus! Mao minta ngurus kebun sawit??! Otak lu tuh uda bener-bener pindah ke kont*l ya.” Ketus tante Shinta lagi.
“Tapi...kamu...tau terlalu banyak tentang rencana saya....” Ucapannya yang menggantung, menyiratkan sebuah ancaman laten buat hidup gw. Gw langsung keringet dingin sambil melirik ke arah bodyguard wanita di belakangnya itu.
“T-t-tu-tung-g-gu du-dulu tan...mmm..ki-kita b-bisa bi-bicarain ini tan, ka-kalem dulu. S-saya gak akan cerita-cerita ke orang lain lagi, tan. Saya janji.” Ujar gw ketakutan setengah mati mendengar ancaman tante Shinta. Kekejaman bodyguard wanita itu memang sudah terbukti.
“Kamu takut?” Tanya tante Shinta melihat gw tergagap dan keringetan.
“I-iya t-tann...s-saya t-takut tan...” Jawab gw polos. Tatapan tajam miss Cindy itu benar-benar membuat jiwa ku seakan menciut dan melumer.
“Yes, you should.....” Ucapan tante Shinta kembali menggantung sambil menatap tajam ke arah gw.
“Tapi...saya belum akan membereskan kamu, Ger. Inget itu, belum akan membereskan kamu. Karena saya pikir, mungkin saya masih membutuhkan tenaga kamu nanti, Ger. Tapi inget, jangan banyak mulut. Ato saya sendiri yang akan merobek mulut kamu itu.” Ujar tante Shinta mengancam gw.
Dan gw hanya mengangguk cepat. Keringat gw bercucuran karena saking takutnya gw.
“Untuk saat ini, saya ingin kamu menjauh dari Oli dulu. Saya gak mau kamu berbuat tolol yang mengganggu rencana saya lagi. Kamu paham maksud saya?” Perintah tante Shinta.
“Ya, tan. Saya paham.” Sial! Artinya gw ga bisa macem-macem ama si Oli lagi kalo gitu.
“Bagus. Inget! Jangan bikin kacau atau bikin ulah lagi. Menjauh dari Oli, dan jangan berpikir tentang kebun sawit lagi. Lupain aja mimpi kamu itu, Ger.” Ujarnya tegas. Hati gw dongkol setengah mati. Harapan gw...mimpi gw...Olivia sialan!
Tante Shinta kemudian berdiri dan berlalu keluar dari restoran, meninggalkan gw yang termenung sendiri. Walau gw bawa banyak ‘pasukan’, tapi tetep aja jiper juga ngadepin bodyguard nya yang satu itu. Sial!
Haaahhh! Kamprett! Gw pun lalu meninggalkan uang untuk membayar minuman yang gw pesen sewaktu menunggu kedatangan tante Shinta tadi, dan langsung berlalu keluar.
Saat berlalu keluar restoran, pandangan gw beradu pandang dengan seorang gadis muda, yang sedang memandang ke arah gw dengan terkejut, sambil memegang ponsel yang menghadap ke arah gw.
Gw...perasaan pernah liat muka tuh cewe. Gw liat dia lagi ama cowo di sampingnya. Tunggu! Iya gw pernah liat anak itu. Pas lagi jemput Oli, waktu dia lagi jalan ama si Rangga.
Iya betul, dia adek nya Rangga. Degg! Jantung gw langsung berpacu keras, menyadari bahwa adik nya Rangga itu telah melihat pertemuan gw ama tante Shinta. Oli ga boleh tau masalah ini. Gw musti ngebungkam cewe itu dulu.
Gw langsung bergerak maju ke arah nya, sementara gadis itu yang terkejut, segera menarik tangan temen cowonya dan segera berlari menjauh dari gw. Gw langsung aja berlari mengejar, sambil memanggil ‘pasukan’ gw untuk membantu gw mengejar gadis itu bersama teman cowo nya.
“Saya gak mau kamu berbuat tolol yang mengganggu rencana saya lagi. Kamu paham maksud saya?”
Ucapan dan ancaman tante Shinta masih begitu terngiang di dalam kepala gw. Kenapa tuh cewe bisa ketemu gw pas lagi ama tante Shinta sih. Gw juga berharap, kalo gw menyumbang jasa kecil seperti ini, mungkin gw masih ada harapan kebagian jatah nantinya, pikir gw.
“Bantu gw kejar tuh cewe ama cowo nya. Cepet!” Seru gw ke ‘pasukan’ gw yang berjumlah 6 orang itu.
Mereka terus berlari hingga ke luar mall. Pasti menuju mobil ato motor mereka. Bisa gawat kalo ampe mereka keluar mall. Siall!
Namun, gw kehilangan jejak mereka saat sudah sampai parkiran mobil. Mereka pasti bersembunyi di antara mobil-mobil parkir. Gw langsung meminta ‘pasukan’ gw untuk menyebar dan menyisir lokasi parkiran ini.
Cukup jauh kami menyisir parkiran, tapi belum juga menemukan jejak meraka. Sialan, goblok banget sih gw, pake bisa kehilangan jejak mereka gini. Maki gw dalam hati.
Bruk! Tiba-tiba terdengar bunyi benturan kecil di belakang gw. Dan gw langsung berbalik dan melihat tempat asal suara tersebut.
BUKK! Tiba-tiba sebuah tendangan menghantam tepat di wajah gw, membuat hidung gw langsung mengeluarkan darah, dan terjengkang ke belakang.
“BANGSAAATTTT!” Teriak gw.
Salah seorang dari ‘pasukan’ gw, yang berada dekat ama gw, segera datang membantu. Dia langsung memukul cowo yang menendang muka gw itu.
“Mampus luh!” Ujar gw melihat pukulan anak buah gw akan segera menghantam wajah cowo kurang ajar itu.
Wuttt! Pukulan anak buah gw ternyata meleset, saat cowo itu sedikit bergerak ke samping, sambil menepis pukulan anak buah gw.
Tabb! Tangan yang digunakan cowo itu untuk menepis, tiba-tiba langsung menangkap tangan anak buah gw yang tadi di gunakan untuk memukul.
Cowo itu lalu mendorong tubuh anak buah gw, tanpa melepaskan cengkraman nya di tangan anak buah gw. Dan dengan gerakan cepat, cowo itu lalu langsung menarik kembali tangan anak buah gw, dan lalu dengan gerakan memutar menarik tubuh anak buah gw, hingga ikut berputar mengikuti gerakan nya.
Lalu dengan memanfaatkan putaran itu, cowo itu langsung melempar anak buah gw hingga kepalanya menabrak bemper mobil. BRUAKKK!
Anak buah gw langsung jatuh tersungkur, tidak bergerak lagi. Mungkin pingsan. Cowo itu lalu menarik tangan adik nya Rangga, dan langsung berlari menjauh. Gw liat mereka berdua kembali berlari menuju pintu masuk mall lagi.
“ANJING! MATI LU TAR DI TANGAN GW!” Teriak gw kembali mengejar mereka sambil memegangi hidung gw yang berdarah.
Para ‘pasukan’ gw pun segera kembali dan mengejar mereka. Namun saat sudah berada di dalam mall, gw kembali kehilangan jejak mereka.
“Ngent*t! Bangsatt!” Maki gw, saat gw benar-benar telah kehilangan jejak mereka.
Gw musti cari tau dimana rumah nya si Rangga, biar bisa gw beresin adik nya yang nyebelin itu. Terutama cowo yang tadi uda bikin hidung gw mimisan kaya gini. Sialannn!.
================================================== ========
CHARACTERS
Rani Raisya Ramadhani
Fadli Rangga Putra
Hari Suprianto
Dear diary,
Akhirnya...tiba waktunya untuk berangkat menujur Anyer. Yeayyyy! Hihihi. Aku kok kaya anak bocah gini sih. Tapi tau ga? Aku tadi berangkat di jemput sama Rangga dong. Hehehe. Ihh aku seneng deh.
Pas malam, saat Rangga sudah sampai di rumah, dia mengirim pesan BBM kepada ku.
“Ran...tadi sori banget yah. Gw beneran khilaf. Gw ga akan ngelecehin lu lagi kaya semalem Ran. Gw janji.” Ujar Rangga melalui BBM.
Sebenarnya sih...hmm...aku justru mengharapkan Rangga menjamah tubuhku lebih jauh lagi semalem. Hihihi. Tubuhku memang sudah lama ga dijamah lagi, sejak mantan ku dulu itu. Jadi apabila bersentuhan langsung dengan kulitku, seperti semalam Rangga meremas kecil dan memainkan puting payudaraku, rasa nya nikmat banget.
Cairan pelumasku bahkan sampai membanjiri celana dalam ku, semalam itu. Vagina ku terasa berdenyut-denyut, walau pun aku belum pernah sejauh ampe ML. Tapi aku merasa nikmat sekali saat bagian vagina ku tertekan oleh paha Rangga.
Sebenarnya semalam itu aku sudah pasrah sekali. Walaupun Rangga memerawani ku malam itu juga, aku bahkan ga berniat untuk menolaknya sama sekali. Bukan karena aku murahan atau cewe gampangan.
Tapi jauh di lubuk hati ku, walau aku tau itu salah, tapi hanya kepada Rangga lah aku rela menyerahkan segala kehormatanku. Karena aku yakin, Rangga pasti akan menjaga kehormatanku dengan baik.
“Ihh...apaan sih lu Ga. Yah kita berdua sama-sama khilaf sih. Hihihi.” Balas ku.
“Bukannya lu pernah bilang ke gw dulu, kalo lu masih virgin, Ran. Apa...sekarang masih? Maaf kalo gw lancang. Lu ga perlu jawab pertanyaan gw ini Ran.” Tulis Rangga, membuat wajahku memerah menahan rasa malu.
“Ihh...lu masih inget aja sih gituan. Ya masih lah. Gw ga akan serahin kecuali ama orang yang menurut gw, orang yang tepat buat dapetin “V” gw.” Jawabku.
“Ya makanya itu, ampir aja gw keterusan, semalam itu. Lu bisa benci banget ama gw kali seumur hidup lu, kalo gw ampe ngerusak lu gitu.” Balas Rangga.
Kalo ama kamu, sayang. Aku memang akan sangat “benci” ama kamu. Benar-benar cinta, maksudnya. Hihihi. Ingin sekali aku menjawab dengan kata-kata ini. Namun aku masih belum berani untuk mengungkapkan isi hatiku yang sesungguhnya ke Rangga.
Hari sih pernah nyuruh aku untuk bilang aja langsung ke Rangga, sebelum keduluan cewe lain. Tapi kan aku malu lagi. Walau aku pengen, tapi kadang mulutku ga bisa di ajak kompromi.
“Makasih ya Ga. Kamu emang cowo the best deh buat aku.” Jawab ku, mencoba jawaban tersirat. Apakah Rangga menyadari arti kata-kata ku itu yah. Hehehe.
“Besok lu jalan bawa gembolan sambil naek angkot bisa emang Ran?” Tanya Rangga. Membuatku kecewa, karena artinya Rangga tidak memahami makna tersirat ku. Haahhh.
“Yah bisa-bisain lah Ga. Tenang aja. Rani gitu loh. Hihihi.” Jawab ku.
“Dasar. Ya uda besok gw jemput lu deh ya, Ran. Lu ikut gw pokok nya.” Balas Rangga.
Hihihi. Siap bos. Aku seneeennngg.
“Iya say, ku tunggu yah kedatangan diri mu besok. Hihihi.” Balas ku mulai sok manja.
“Hehehe...ya uda bobo dulu deh say. See you tomorrow. Nite cinran” Balas Rangga.
He? Cinran? Sebutan baru lagi nih?
“Nite Rangga. XXX.” Balasku lagi. Hihihi...ini yang kedua kali aku menuliskan XXX ini. Rangga tau gak sih ya artinya.
Alhasil malam itu aku malah tidak bisa tidur, karena otak dan pikiranku terus memikirkan kejadian saat bersama Rangga tadi.
Dan besok paginya, saat aku sudah hampir selesai menyiapkan tas bawaan ku, Rangga mengetuk pintu kamar kos ku.
TOK! TOK! TOK!
“Assalamualaikum” Seru Rangga dari luar. Hihihi, pangeran ku tiba juga dengan kereta kencana nya. Ngarep deh.
“Pagi Rangga. Bentar yah. Hmm...kamu uda sarapan blum? Aku beliin nasi uduk nih buat kamu sarapan.” Entah kenapa, aku malah menggunakan kata aku-kamu, bukan gw-lu lagi. Mungkin kebiasaan kali ya. Hihihi. Perasaan baru sekali deh pake aku-kamu gitu. Biarin ahh...orang lagi seneng juga.
“Waduh, sori nih Ran...” Ujar Rangga seperti menolak tawaran ku untuk sarapan.
“He? Kamu...udah makan ta?” Tanya ku sedikit kecewa sih.
“Bukan, justru emang lagi laper berat nih...hwehehe...yowis aku tak numpang nyarap dulu yo” Ujar Rangga sambil tersenyum lebar mengambil piring yang berisi nasi uduk dari tanganku. Membuatku tersenyum lebar melihatnya bercanda dengan ku.
“Kamu dah nyarap lum Ran? Aku makan yah” Ujar Rangga menanyakan ku sambil mulai mengunyah nasi uduk nya.
“Udah kok tadi. Kalo aku ga sarapan duluan, takutnya ga keburu beres-beres tar kamu dateng. Nih minum nya yah. Ojo kesusu makannya.” Jawab ku sambil menaruh gelas yang berisi teh manis hangat, di meja.
Hihihi...jadi berasa sedang melayani seorang ehem...ehem gitu deh. Ihh jadi malu.
Dan sekitar 15 menit kemudian, kami pun sudah siap berangkat menuju ke kantor. Sebelum kami semua berangkat menuju Anyer.
Di sepanjang perjalanan, aku kembali memeluk tubuh Rangga dengan erat. Selain karena untuk menghangatkan tubuhku dari hembusan udara pagi, aku juga merasa nyaman memeluk Rangga seperti ini.
Di kantor kami sudah melihat banyak yang sudah berkumpul dan menunggu keberangkatan. Aku dan Rangga menghampiri rombongan divisi Accounting dan Finance, dimana kami melihat mba Liana, Edi dan Dyana yang sudah menunggu di lokasi.
Aku belum melihat Oli dan Hari. Dyana datang menghampiri ku saat aku sedang mencari keberadaan mereka berdua. Rangga aku lihat sedang menghampiri Edi dan mba Liana.
“Nyari siapa Ran? Oli ama Hari? Belom nongol tuh dua orang. Si Rika juga belom dateng tuh.” Tanya Dyana.
“Eh? Iya nih Dy. Hehe...lu, uda lama nunggu di sini Dy?” Tanyaku ke Dyana.
“Ga juga kok, paling baru 15 menitan gw ama si Edi nunggu. Mba Liana ga lama setelah gw ama Edi dateng.” Jawab Dyana.
Sekitar 10 menit kemudian, aku melihat Oli datang bersama Cherllyne. Dan saat melihat Cherllyne, hati ku langsung merasakan adanya getaran cemburu, mengingat kedekatan Rangga dengan Cherllyne.
Walau Rangga juga dekat dengan Oli, tapi, entah kenapa aku lebih cemburu kalo Rangga sedang berdekatan dengan Cherllyne. Bagi ku, walau Cherllyne waktu itu pernah menegaskan bahwa dia bukan sainganku, tapi dia juga menegaskan, bahwa apabila aku tidak sanggup memberikan kasih sayang kepada Rangga, dia yang akan menggantikan ku. Sehingga aku selalu menjadi merasa di bayang-bayangi terus oleh kehadirannya.
“Hai Ran, uda lama?” Tanya Oli.
“Ga terlalu lama kok Ol, baru juga ga lama sebelum lu.” Jawabku.
Dan tidak lama kemudian, panitia yang dari bagian HRD, meminta kami untuk masuk ke dalam bis yang sudah di siapkan. Masing-masing kepala divisi, bertanggung jawab terhadap bawahannya masing-masing.
Sehingga mba Liana pun mendata kami satu per satu, dan meminta kami untuk duduk tidak terpencar-pencar. Membuatku sedikit lega, karena Cherllyne yang bukan bagian dari divisi kami, bergabung dengan divisi marketing.
Dan yang lebih melegakan lagi, divisi marketing tidak satu bis dengan divisi kami. Di bis ini, divisi kami satu bis dengan divisi HRD. Hmm...ada yang CLBK nih, hihihi.
Di dalam bis itu, aku duduk bersama Oli. Walaupun sebenarnya aku ingin sekali duduk bersama Rangga. Huh. Sedangkan Rangga bersama Hari di baris depan kursi yang aku duduki, seperti biasa. Dyana dengan Rika, dan Edi dengan Narto, anak HRD.
Mba Liana dengan pak Riko. Yah atasan biasa nya kan memang duduk dengan sesama atasan. Hehehe.
“Har, mba Nia lagi sendirian tuh. Kayanya lagi kedinginan tuh, lu ga mao bantuin ngangetin mba Nia, Har?” Goda ku dari belakang.
“Hahaha...sialan lu. Gw uda tau, cepet ato lambat lu pasti ngebahas masalah dia.” Jawab Hari sambil tertawa.
“Tau Har, lu ga kasian apa mba Nia kedinginan gitu. Dulu aja lu nyosor-nyosor ampe monyong-monyong gitu pas ketauan kita kan. Hahahaha” Celetuk Oli yang disambut tawa aku. Sedang Rangga hanya tersenyum saja aku lihat.
“Hahaha...lu berdua emang cewe paling kepo. Suka ngintipin gw mulu. Gw tau, lu orang pada naksir kan sebenernya ama gw, trus jealous pas gw dulu jalan ama Nia, kan? Ngaku aja deh.” Ujar Hari membalas celaan kami.
“Eh..kok lu tau Har? Iya nih, gw jadi jatuh hati ama lu, pas liat lu lagi mewek gitu, di putusin mba Nia, gara-gara mao dikawinin cowo pilihan bapaknya. Hahahahaha” Jawab Oli kembali menyinggung kejadian dulu itu.
“Hahahaha...rese luh Ol.” Rangga...tetap hanya tersenyum saja mendengar segala candaan kami bertiga.
Karena aku sering memperhatikan Rangga, aku sedikit menyadari keanehan kecil pada diri Rangga. Rangga terlihat sedikit menjaga jarak dengan Hari. Tidak terlalu banyak interaksi ataupun candaan-candaan yang menghebohkan seperti biasanya. Bahkan aku lihat Rangga seperti terlihat sungkan dengan Hari. Apa mereka lagi ada masalah kah? Pikir ku.
Tapi si Hari terus mengajak Rangga untuk mengobrol dan bercanda, namun Rangga terlihat kaku di mata ku, yang sudah biasa melihat keakraban mereka berdua.
“Ga, lu tumben rada jinak? Biasanya lu paling ga bise diem lompat-lompatan mulu ke sono kemari?” Ujar Ringgo, anak HRD.
“Hahaha...sialan lo Ring, lu kate gw kodok lompat-lompatan mulu. Lu ngapain di sini Ring? Gw dah bosen nih ngeliat muke lu baru 2 detik doang juga. Pergi gih” Seru Rangga mulai bercanda.
“Hehehe...bawel luh. Gw kan mao godain cewe paling manis di tempat lu nyet.” Ujar Ringgo sambil cengengesan.
“Hai Rani sayang, duduk deket abang yuk?” Ujarnya kepada ku, membuatku terkejut. Aku lupa, dia emang selalu berusah mencari perhatianku terus dari dulu.
“Bang, bang, kalo mao jualan bakso ato mao narik becak jangan di sini bang.” Celetuk Rangga, membuatku dan Oli tersenyum.
“Hush! Sirik aja luh, dasar maho” Ujar Ringgo. Huh enak aja, cowo aku di bilang maho. Aku pernah lho di jamah dikit ama Rangga tau. Hihi.
“Rani sayannggg...yuk duduk deket abang” Ujarnya lagi sambil tersenyum genit ke arah ku.
“Duh, maaf ya bang, saya lagi gak kepengen naek becak nih.” Jawabku santai sambil tersenyum, membuat Rangga dan para pria menjadi tertawa keras melihat rayuan Ringgo aku tolak mentah-mentah.
“HWAHAHAHA...cuciaaannn deh lu Ring.” Celetuk Hari sambil menertawakan Ringgo, yang hanya cengengesan sambil garuk-garuk kepala.
Suasana pun mulai mencair dan lebih hangat sejak Ringgo menjadi bahan celaan pertama. Suasana di bis pun mulai riuh dan penuh tawa. Banyak anak HRD yang ikut mengerubung di sekitar bangku Rangga dan Hari.
“Ed...lu kan bawa gitar tuh, ayo dong mainkan lah di sini. Jangan cuma di jadiin pajangan tuh” Seru Rangga kemudian.
Di divisi kami, Edi lah yang paling pandai bermain gitar. Setiap kami ada acara bersama, pasti kami sering bernyanyi bersama dengan iringan musik gitar yang dipetik oleh Edi.
“Oke, tar lu yang bawa topi nya ama ngomong di depan ye” Ujar Edi menanggapi ucapan Rangga.
“Hahaha...ngamen dong kita? Hehe...Ayo kita kemon deh. Siapa takut” Ujar Rangga.
Rangga dan Edi pun kemudian berjalan ke depan bis, dekat dengan pak supir yang sedang bekerja, mengendari bis supaya baik jalan nya.
“Selamat siang bapak-bapak tua bangka semua dan ibu-ibu yang cantik jelita” Ujar Rangga dengan lantang, yang langsung di sambut seruan oleh para pria. Sementara yang cewe langsung tertawa mendengar seruan Rangga.
“Woy Ga, lu ga sopan. Lu ga mandang gw disini, sebagai cowo paling muda?” Ujar pak Riko sambil bergurau.
“Hehehe...maap pak. Ga keliatan sih tadi bapak, ada di situ.” Jawab Rangga sambil cengengesan.
“Orang ganteng gini lu kaga liat? Keterlaluan lu emang Ga.” Balas pak Riko.
“Hehehe..maap deh pak, abis mata saya kan uda di program buat ngeliatin yang cantik-cantik, bukan yang ganteng-ganteng. Jadi yang keliatan ama saya, cuma yang di sebelah bapak aja.” Jawab Rangga yang langsung di sambut seruan dan suitan para pria. Sementara mba Liana langsung tertawa tapi seperti malu-malu kucing gitu.
Tapi aku gak suka gurauan Rangga yang ini. Bener-bener gak suka banget deh. Dan aku sama sekali gak tertawa kali ini.
“Hahahaha...sialann luh Ga. Jadi maksud lu si Liana ini cantik Ga?” Tanya pak Riko lagi. Udah kek pak, ngapain sih pake nanyain gituan ke Rangga. Ikhhh! Maki aku dalam hati.
“Hehe...cantik sih pak, cantik banget...tapi bukan itu maksud saya pak, saya ngeliat mba Liana tuh, karena saya tuh takut banget tar dikenain SP pak kalo macem-macem, sumpah deh pak, beneran.” Jawab Rangga yang membuat semua tertawa. Aku pun tanpa sadar ikut tersenyum. Sementara mba Liana tampak memberikan kepalan tinjunya ke Rangga, tapi sambil tersenyum.
“Hwahahaha...emang anak buah kurang ajar lo.” Tawa pak Riko.
“Hehehe...yah mari kita lanjutkan lagi. Yah untuk menghibur kita semua selama perjalanan yang panjang ini, rekan saya yang sedikit putus urat malu nya ini, berniat mendengangkan beberapa buah lagu dengan suaranya yang ancur, untuk menemani kita semua.” Ujar Rangga, yang di sambut sebuah dorongan dari Edi yang pura-pura sewot.
Dan akhirnya kami semua bernyanyi dan bergembira bersama, membuat perjalanan ini benar-benar menyenangkan dan tidak membosankan. Apalagi dengan candaan-candaan Rangga, Hari dan Ringgo, yang membuat suasana selalu menjadi heboh.
Bahkan pak Riko pun beberapa kali sampai terpingkal-pingkal. Begitu juga mba Liana, yang biasanya tegas bila di kantor. Dan aku...tentu saja aku menjadi semakin terpesona melihat pujaanku sedang tertawa riang gembira.
Dan akhirnya aku punya kesempatan untuk duduk berdua dengan Rangga, saat Oli yang hendak duduk kembali, di ajak mengobrol ama salah satu anak HRD. Dan kebetulan Rangga sedang duduk sambil minum air.
Aku pun duduk di sebelahnya, dan Rangga pun langsung mengelus kepala ku, dan menawari ku minum juga. Aku pun meminum air dari botol yang dipakainya untuk minum tadi. Aku benar-benar senang, Rangga sekarang sudah perhatian lagi ama aku. Hihihi.
Lebih dari setengah perjalanan kami terus bernyanyi, rupanya benar-benar menghabiskan cukup banyak stamina kami. Suasana pun menjadi sunyi, saat banyak di antara kami yang terlelap.
Oli yang tadi sempat mengobrol dengan anak HRD, sekarang duduk di sebelah mba Liana, karena mba Liana gak mau tertidur di samping cowo. Dan aku? Aku tidak akan membiarkan momen indah ini berlalu begitu saja dong. Hihihi. Aku terus duduk di samping Rangga, yang mulai tertidur juga.
Mata ku pun sebenarnya sudah ngantuk sekali. Tapi aku ingin lebih lama lagi menatap wajah Rangga yang sedang tertidur. Hingga tanpa sadar, aku pun tertidur di bahu Rangga.
Aku entah berapa lama tertidur. Saat aku mulai terbangun, aku masih melihat wajah Rangga di depan mataku, masih tertidur dengan lelapnya. Aku menyadari bahwa aku pun masih bersandar di bahu Rangga, bahkan tangan Rangga entah bagaimana caranya, bisa melingkar dan memeluk tubuhku.
Haduuuhhh....rasanya hangat dan melegekan hati sekali. Tanganku bergerak tanpa kusadari, dan membelai lembut wajah Rangga.
“Ehem...eheem” Suara deheman seseorang tiba-tiba mengejutkan ku. Dan aku segera melihat ke arah suara tersebut berasal.
Aku melihat si Hari lagi senyum-senyum centil ke arah ku. Terkadang mulutnya sengaja di monyong-monyongin, seperti hendak mencium. Wajah ku langsung terasa panas karena malu. Ihhhh...ngapain sih, nyebelin banget nih orang. Ujar ku dalam hati sedikit sewot.
Aku pun juga langsung membuat gesture mengejek nya dengan mulut yang ku monyongkan juga. Sementara si Hari hanya cengengesan saja melihat ke arah ku, yang masih terus bersandar di bahu nya Rangga.
Sebenarnya aku ingin terus bersandar di bahu Rangga, namun aku juga menyadari, sudah banyak orang yang sudah terbangun dari tidurnya. Membuat suasana pun sedikit demi sedikit mulai gaduh lagi.
Akhirnya dengan terpaksa aku bangun dan duduk seperti biasa lagi. Aku melihat sudah cukup banyak teman-teman ku yang sudah bangun. Oli pun ternyata sudah bangun juga dan sedang mengobrol dengan mba Liana.
“Ampir aja sobat gw lu jamah waktu tidur. Pelecehan tuh namanya.” Bisik Hari di telingaku tiba-tiba. Dia langsung cengengesan, dan aku pun reflek langsung mencubit keras pinggangnya, hingga dia sedikit berteriak kesakitan.
“Sukurin! Usil aja jadi orang!” Ujar ku sewot. Hari yang menyeringai kesakitan, sambil mengusap-usap pinggangnya yang ku cubit, tetap saja cengengesan. Membuat ku semakin sebal aja. Uggghhh! Gemes! Hari kurang ajar emang! Usil dasar! Berbagai kata makian dalam hati ku, keluar begitu saja.
Tidak lama kemudian, Rangga pun terbangun juga dari tidurnya, saat suasana mulai semakin berisik, dengan semakin banyaknya orang-orang yang mengobrol seru. Aku melihat kami sudah masuk ke lokasi Anyer. Walau banyak jalan yang terlihat rusak parah. Sungguh sangat disayangkan sekali sebenarnya. Karena ini salah satu jalur wisata utama propinsi ini, seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih baik lagi.
“Ga, coba pereksa, ada baju lu yang kebuka paksa ga? Ato leher lu ada tanda-tanda merah yang muncul tiba-tiba ga?” Ujar Hari, usil lagi dari arah belakang Rangga.
“Iihhh...apaan sih lu Har, usil banget sih! Uda sono pergi kek!” Aku langsung memotong perkataannya, sebelum Rangga menanyakan hal tersebut lebih detil lagi. Hari langsung tertawa dan kabur dari ku.
Namun, saat aku melihat ke arah Rangga, dia tampak sama sekali tidak tertawa, bahkan cenderung menghindari tatapan ku yang sedang melihat ke arah nya. Rangga seperti sedang malu akan sesuatu. Ga seperti biasanya Rangga seperti ini, pikirku. Apa sebenarnya masalah dia dengan Hari ya?
Tidak terasa, perjalanan kami selama lebih dari 3 jam, akhirnya tiba di tujuan tanpa adanya insiden ataupun hambatan. Walau tubuh ku, dan aku yakin hampir semua orang merasakan pegal-pegal di tubuhnya, akibat perjalanan jauh kami. Panitia telah menyediakan makan siang untuk kami semua di hotel tersebut.
Setelah panitia mengurus kunci kamar untuk kami semua, dan setelah makan siang, maka kami pun di arahkan untuk menuju kamar kami masing-masing, sesuai yang sudah di tentukan oleh pihak panitia. Tidak bisa memilih teman tidur sama sekali, walau masih satu divisi yang sama, diusahakan nya.
Aku sedang melihat jadwal penempatan kamar yang telah di buat oleh pihak panitia. Aku melihat aku satu kamar dengan Dyana, sedang kan Oli dengan Rika, dan mba Liana dengan bu Vera, Division Head dari Legal dan Compliance.
Sementara di pihak pria, aku tidak tahu, karena daftar yang diberikan HRD itu hanya khusus untuk karyawan wanita saja. Aku ingin menanyakan apakah posisi kamar Rangga berjauhan dengan kamar ku atau tidak. Dan juga menanyakan siapa teman satu kamar nya. Namun, aku sudah tidak melihat Rangga di mana pun. Apa dia sudah langsung menuju kamarnya tadi ya, saat aku sedang sibuk melihat jadwal penempatan kamar itu.
Aku pun langsung menuju kamar ku, bersama dengan Dyana. Kamarnya lumayan enak juga di sini, pikirku. Nyaman juga keliatannya. Walaupun tidak terlalu besar, tapi karena masih cukup baru, jadi suasananya pun masih enak.
Aku segera merabahkan tubuhku di tempat tidur. Yang langsung di ikuti oleh Dyana. Perjalanan panjang, telah membuat tubuh kami terasa kaku dan pegal.
“Enak juga ya Ran tempatnya.” Ujar Dyana sambil memeluk bantal.
“Iya nih Dy, betah gw di sini. Hehehe.” Jawabku, juga sambil memeluk bantal seperti dirinya. “Abis ini acara kita ngapain sih Dy?”
“Hmm...kalo ga salah, tar malem ada kata sambutan gitu deh dari pak Nicky. Sambil gala dinner BBQ-an gitu deh. Menu sea food gitu sih katanya. Menurut orang HRD sih tadi Ran.” Jawab Dyana. “Abis dinner sih bebas, acara masing-masing Ran. Kenapa? Lu ada rencana sendiri emang Ran?” Tanya Dyana, sambil menghadapkan tubuhnya ke arah ku.
“Hmm...ga juga sih. Gw juga bingung mao ngapain tar, abis dinner. Paling ya kita kumpul-kumpul aja maen games sendiri gitu, ato ngapain lah selain di kamar.” Jawab ku. Aku sebenarnya ingin berjalan-jalan di pinggir pantai bersama Rangga deh. Tapi, aku juga ga tau gimana rencana Rangga. Dan Rangga kemana sekarang pun aku juga ga tau.
Haahhh...hari pertama cukup berkesan untuk ku. Semoga selama 2 hari kami di sini, aku ama Rangga bisa lebih dari sekedar temenan aja pas pulang ke Jakarta. Hihihi. Kok aku yang jadi ngarep sih. Tapi aku emang kepikiran ama apa yang Hari pernah bilang kepadaku. Bahwa kali ini aku yang harus bergerak maju, kalao memang aku menyayangi dan menginginkan Rangga untuk jadi kekasih ku. Sebelum keduluan orang lain.
Semoga saja aku mendapatkan momen yang tepat untuk itu, pikir ku.
================================================== ========
CHARACTERS
Fadli Rangga Putra
Liana Aryanti Widjaya
Benih-benih rasa sayang yang hampir saja terlupakan, seakan bangkit kembali dari dalam diri gw, saat gw hampir saja kelepasan menodai Rani, di kamar kosan nya.
Pada saat gw kepeleset, dan jatuh menimpa tubuh nya di atas tempat tidur, entah apa yang gw pikirin, ampe gw nekat mencium bibirnya. Bahkan bukan cuma menciumnya saja. Ga bahkan sampai meraba dan meremas payudaranya dari dalam BH lembab yang ia pakai waktu itu.
Untung gw bisa nyadar pas waktunya, sebelum gw bener-bener lupa diri. Ga munafik, gw emang horny banget saat itu ama Rani. Pengen banget gw telanjangin, trus bermain cinta yang penuh gairah. Dan malam itu, memang entah karena kedinginan gara-gara keujanan, ato apa lah. Yang jelas malam itu gw emang jadi horny banget.
Jadi pas lagi cipokan gitu, bener-bener kebawa suasana. Gairah gw hampir saja tidak terbendung. Gw emang uda sayang banget ama Rani dari dulu, seperti gw juga mencintai Oli sejak dulu. Hanya saja kalau untuk Rani maupun Oli, gw ada rasa sungkan untuk bermain cinta penuh gairah birahi, seperti yang gw lakuin ke Cherllyne dan mba Liana.
Gw bisa ngelakuin hal-hal gila penuh gairah bersama Cherllyne dan mba Liana, tapi kalo dengan Rani dan Oli, rasa-rasanya gw ada perasaan sungkan dan ga tega. Karena setau gw, mereka berdua masih pure, masih virgin. Jadi gw sangat menghormati dan menghargai keteguhan hati mereka untuk menjaga mahkotanya yang paling penting itu. Dan gw bener-bener ga tega untuk merusaknya, kecuali apabila gw uda ada kepastian yang jelas mengenai hubungan gw dengan salah satu diantara mereka. Gw kayanya, uda cukup di PHP-in ama mereka berdua. Ga mau terlalu banyak berharap lagi lah sekarang. Well, yah kalau sekarang, mungkin hanya tinggal Rani kayanya yang masih “V”.
Kalau Oli, gw rasa uda penah lah di jamah habis ama si Gery itu, walau dia bilangnya ga ngapa-ngapain. Terutama yang waktu itu ke-gap ama gw lagi cipokan sambil remes-remesan toket s Oli. Dan Oli pun waktu itu juga keliatannya emang uda siap untuk di “pake”, karena sudah tidak memakai jilbab nya lagi. Hahaha...what a pathetic guy I am indeed. Kenal ama Oli dari kecil, ampe jadi jatuh cinta. Tapi karena kepengecutan gw untuk mulai maju duluan, akhirnya malah keduluan di jebolin orang lain.
Yah enough about Oli. It’s already an end story lah, kalo ama Oli. So, balik lagi ke Rani. Sejak saat gw ngejamah tubuhnya malam itu, gw jadi benar-benar merasa dekat dengan Rani. Rani bahkan sekarang uda pake aku-kamu an, kalo lagi ngomong ama gw. Uda bukan gw-elo lagi. Seakan menandakan bahwa dia memang menginginkan kebersamaan kami.
But then again, sebelum ada pernyataan yang jelas bahwa dia benar menyayangi gw, dan ingin gw jadi kekasihnya, gw ga mao lagi terlalu berharap pada hal yang tidak pasti lagi.
Sejak merasa kecewa mendapat harapan palsu dari mereka berdua, gw sempat menggantungkan harapan gw ke Cherllyne. Tapi Cherllyne juga sudah menegaskan kalau dia tidak bisa lagi menganggap orang lain sebagai kekasihnya, karena sudah di tempati oleh mantannya yang sudah almarhum itu. Yah, walau gw sayang banget, gw menghormati keputusannya. Tapi pada akhirnya, status gw pun kembali menggantung ga jelas.
Tetap mesra dan cenderung liar, bahkan uda saling mengungkapkan perasaan kita masing-masing yang saling mendamba dan mencinta, tapi tetap saja gw tidak memiliki status yang jelas bersamanya.
Dan gw pun juga sempat sedikit berharap banyak dengan mba Liana. Apalagi saat kami bercinta habis-habisan di Anyer waktu itu. Disaat mba Liana terpuruk dan kecewa berat terhadap suaminya, gw sempat kepikiran untuk segera menggantikan posisi suaminya mba Liana. Karena gw juga begitu mencintai nya. Gw gak ingin melihat mba Liana sakit hati lagi, atau terluka lagi. Walau pada akhirnya, gw pun ternyata juga sama dengan suaminya itu. Tetap saja gw maen cinta di belakang dia dengan Cherllyne, yang membuatnya menangis pilu.
Gw...benar-benar merasa bersalah banget saat itu. Gw gak ada niat sama sekali untuk memainkan perasaan mba Liana. Karena apa yang gw rasakan itu, murni dari dalam hati gw sendiri. Tapi emang harus gw akuin, gw ini seakan-akan menjadi seorang pria bajingan yang tidak punya prinsip dan kesetiaan terhadap satu wanita.
Gw bagaikan kemakan omongan gw sendiri, waktu gw dengan sombongnya mengatakan gak mau seperti Oli, yang menclak ke sana ngomong sayang, tapi menclak ke sini ngomong cinta. Ternyata gw pun juga seperti itu. Bahkan lebih parah, karena gw bagaikan sedang berada di sebuah perempatan. Dimana gw harus memilih jalan mana yang harus gw ambil, di antara empat arah itu.
Di satu sisi, gw dengan sok pahlawannya bersikap tidak ingin menyakiti perasaan mereka yang gw sayang, tapi pada akhirnya gw malah membuat hati dan perasaan mereka tersakiti lebih dari yang gw bayangkan.
Pada saat Rani sedang tertidur di bahu gw, gw sempat memandangi wajahnya yang sedang tidur. Gw bahkan sempat mengecup kening dan bibirnya. Yang untungnya tidak ada orang yang melihat gw melakukan itu. Gw sayang banget rasanya, hingga akhirnya gw melingkarkan tangan gw ke pundaknya, agar bisa memeluknya erat.
Namun di saat gw lagi meluk Rani, gw juga kepikiran apabila mba Liana sampai melihat gw sedang memeluk Rani seperti ini. Bagaimana dia akan bereaksi. Gw menjadi waspada dalam bersikap dengan wanita, karena semenjak gw membuat mba Liana menangis, saat tau bahwa gw juga bermain cinta dengan Cherllyne, gw uda janji ama diri gw sendiri, gw gak mau lagi bikin mba Liana menangis lagi.
Pada saat kami sudah sampai di Anyer, dan setelah makan siang, gw uda langsung ngeliat bahwa gw satu kamar dengan Edi. Gw langsung membawa barang-barang gw ke dalam kamar. Si Edi pun menyusul gak lama kemudian.
Dan setelah bersenda gurau dengannya sejenak, gw memilih untuk berjalan-jalan di luar. Karena tempat ini merupakan tempat kenangan gw ama mba Liana. Jadi, yah gw sekedar ingin bernostalgia, sambil mengingat kebahagiaan kami berdua waktu itu.
Dan rupanya, mba Liana pun memiliki pemikiran yang sama dengan gw. Karena gw melihat mba Liana sedang berjalan sendiri di tepi pantai. Gw pun segera menghampirinya.
“Hmm...sendirian aja neng? Abang boleh temenin ga?” Ujar gw menyapanya sambil bergurau. Dan mba Liana yang cukup terkejut pun langsung tersenyum lebar melihat gw, dan langsung mengaitkan lengannya ke lengan gw. Bahkan sambil bersandar di bahu gw, sebelum dia akhirnya sadar banyak mata yang akan melihat kami, dan bisa menjadi sebuah gosip.
“Kamu kenapa disini sayang? Kepikiran yah ama momen kita waktu itu?” Tanya mba Liana, sambil melepaskan kaitannya dari lengan gw. Walau gw ingin terus memegang tangannya, tapi gw juga sadar, bahwa status dia masih sebagai seorang istri dari pria lain. Walau pun mereka lagi bermasalah, dalam kehidupan rumah tangganya.
“Hehehe...iya lah mba. Pasti kepikiran lah. That was the best moment I’ve ever had with any women in my life.” Jawab gw sambil tersenyum menatap wajahnya yang cantik menawan. Mba Liana pun juga menatap mata gw. )Itu momen terbaik yang pernah saya rasakan bersama wanita manapun sepanjang hidupku)
“Kalo gak inget kita lagi jalan ama anak-anak kantor, aku uda pengen nyium kamu, sayang. Disini, sekarang juga.” Jawab mba Liana masih sambil menatap wajah gw.
“Hmm...cuma nyium aja? Ato...hmm...bareng ama lanjutannya nih? Hehehe” Goda gw, yang membuatnya langsung mencubit pelan pinggang gw.
“Ya jelas ama lanjutannya lah....” Jawab mba Liana sambil menatap ke arah depan sekarang. Tapi bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman lembut.
“Hmm...kalo pake lanjutannya kaya kemaren, ughh...aku sih pengennya kita di kamar aja berduaan. Bodo amat deh ama kegiatan kantor. Hehehe.” Jawab gw sambil garuk-garuk kepala.
“Hmm...gimana kalo lanjutannya sekarang aja. Kamu berani?” Tanya mba Liana tiba-tiba mengejutkan gw. What? Seriously? Right here? Right now?
“Beneran mba?” Mata gw langsung berbinar-binar. Sesaat gw malah melupakan momen gw tadi di bis ama Rani. Tapi gw juga bingung, gimana kita mao ngelakuin itu, di saat banyak rekan-rekan kantor gini. “Tapi...dimana mba? Kan banyak anak kantor mba?” Tanya gw.
“Hihihi...sebelum kita semua dateng kesini, aku uda booking kamar kenangan kita waktu itu, yang. Aku tau, aku pasti gak akan tahan deket-deket kamu tanpa bermesraan ama kamu, yang.” Ujar mba Liana kembali mengejutkan gw. Kejutan yang luar biasa ini mah. Hahaha.
“Apalagi...hmm...mungkin hari ini...terakhir kali nya aku bisa bermesraan ama kamu, yang. Sebelum kamu dimilikin ama yang lain.” Nah, kali ini ucapan mba Liana, menjadi kejutan yang tidak menyenangkan buat gw.
“Terakhir gimana mba? Apa maksudnya sebelum aku dimilikin ama yang lain? Aku kan belum punya cewe mba. Cherllyne yahh...kan dia uda bilang juga, cuma mao TTM-an doang. Aku...ga paham mba.” Ujar gw bingung dengan pernyataannya. “Ato mba, hmm...ada rencana untuk menyudahi kisah kita? Pengen balik ama suami mba?” Entah kenapa, tiba-tiba suatu kesedihan langsung menyeruak di dalam hati gw, saat mba Liana berkata kata “terakhir” itu.
“Gak sayang. Bukan itu kok. Aku ga bakal lagi mao balik ama si Kevin. Aku cuma lagi mikirin Lukas aja gimana caranya pisah dari Kevin, tanpa harus menyakiti Lukas.” Jawab mba Liana.
“Yah siapa tau...di Anyer ini tiba-tiba ada yang nembak kamu, sayang. Aku...tau diri kok sayang. Aku gak bisa ada di sisi kamu terus. Dan status aku malah bikin nama kamu jelek jadinya. Aku gak mau. Yah aku hanya berharap, wanita yang akan nembak kamu itu, bisa mencintai kamu sama, atau bahkan lebih dari rasa cinta aku ke kamu, yang.” Jelas mba Liana lagi. Ada apa sih ini? Kok sikap mba Liana begitu berbeda sekali. Penuh dengan kesedihan dan rasa takut akan kehilangan gw.
“Ga ada cewe yang akan nembak aku lah mba. Siapa juga cewe yang mau ama aku, selaen mba Liana aja.” Ujar gw, yang membuat mba Liana menatap lagi wajah gw sambil tersenyum.
“Ada kok. Liat aja nanti. Hehehe.” Jawabnya seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Membuat gw merasa heran.
“So, kamu jadi ga mao ama lanjutannya?” Tanya mba Liana kemudian, sambil mengerling nakal ke arah gw.
“Hahaha...pasti jadi dongg” jawab gw yang langsung menarik tangannya untuk kembali ke hotel.
Mba Liana yang memegang kuncinya, naik lebih dulu ke atas, dan masuk ke kamar duluan. Yang untungnya kamar kenangan kami itu adanya di lantai paling atas. Dan kamar yang di pesan kantor, tidak ada yang di paling atas. Sementara gw sempat ngobrol basa-basi dulu ama anak-anak kantor, jadi seolah-olah gw gak ngilang gitu aja, dan membuat kecurigaan.
Tanpa mengetuk pintu, gw langsung aja masuk ke dalam kamar hotelnya. Dan langsung membuat gw terpana, saat melihat mba Liana ternyata uda siap dengan sebuah lingerie baby doll transparan berwarna putih, dan tanpa mengenakan pakaian dalam lagi. Sehingga bokongnya yang bulat sempurna, seolah-olah sedang memanggil diriku untuk segera datang menjamahnya. Mba Liana hanya berdiri sambil menghadap ke pantai di pinggir jendela, sehingga memunggungi ku.
Gw langsung menutup dan segera mengunci pintu kamar. Gw berjalan ke tempat mba Liana sedang berdiri. Gw peluk tubuhnya dari belakang, sambil menyelipkan kedua tangan gw, dan memeluk pinggangnya yang ramping.
"Lagi mikirin apaan mba? Apa ada masalah ama koh Kevin lagi?" Tanya gw sambil mengecup-ngecup pundaknya yang putih mulus dan harum sekali. Mab Liana pun sedikit menggelinjang kegelian, sambil menengok ke arah gw.
"Ga mikirin apa-apa kok Rangga sayang. Aku...cuma bakal amat merindukan tempat ini. Merindukan kamar ini. Merindukan kamu, sayang. Aku...sekarang jadi tau rasa takut yang dia rasain waktu itu." Jawaban mba Liana benar-benar membuat gw bingung. Jujur, gw merasa ada suatu keanehan pada mba Liana. Seakan-akan dia sedang menyembunyikan sesuatu dari gw.
"Mba...sebenarnya ada masalah apa sih? Dia itu siapa mba?" Tanya gw penuh kebingungan. "Mba kasih tau aku kalo ada masalah. Jadi mungkin aku bisa bantu apapun yang aku bisa, mba."
Mba Liana hanya tersenyum lembut dan manis mendengar pertanyaan gw. "Gapapa sayang. Walau aku pasti bakalan merindukan kamu setengah mati, tapi memang ini yang aku inginkan. Demi masa depan kamu, sayang." Jawab mba Liana malah semakin membuat gw bingung.
"Dan maafin aku yah sayang kalo nanti aku ga bisa lagi hmm...ngelayanin kamu, kalo kamu nanti lagi pengen itu. Tapi kalo bisa, kamu nya juga JANGAN ngerayu aku yah, karena aku paling ga tahan ama rayuan gombal kamu tau. Hehehe." Ujarnya lagi dengan nada manja, sambil bersandar di bahu gw. Gw pun memeluk tubuhnya dengan erat.
Jujur, gw bener-bener gak paham apa yang ada di benaknya saat ini. Ucapan dan sikapnya kali ini benar-benar membuat gw bingung sekali. Gw yakin pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh mba Liana, tapi gw belum tau apa tang disembunyikannya itu.
Mba Liana kemudian berbalik badan, sehingga sekarang sedang berhadapan dengan ku. Kedua payudaranya yang mengkel besar itu menghimpit erat di dada gw. "Aku mao kamu tau, Ga, bahwa aku akan selalu menyayangi dan mencintai kamu. Aku akan selalu ada buat kamu, tapi...dengan cara ku sendiri nanti nya yah dalam mencintai kamu. Karena mungkin aku ga bisa menyayangi kamu langsung seperti sekarang, tapi, itu bukan berarti aku uda ga cinta lagi ama kamu ya. Inget itu ya sayang. I will always in love with you. Forever.” Ujar mba Liana, kemudian mengecup lembut bibir gw.
Hanya kecupan-kecupan ringan awalnya, yang lama-kemalamaan berubah menjadi lumatan-lumatan kecil, dan saling menghisap bibir satu sama lain. Hingga akhirnya kami benar-benar saling melumat bibir dengan penuh gairah birahi.
Nafas mba Liana semakin memburu, pun dengan nafasku, seiring dengan semakin memuncaknya gairah kami berdua. Tangan mba Liana mulai melingkar di leher gw, sambil menekan kepala gw agar lebih merapat ke bibirnya.
Lidah kami saling membelit dan saling menarik. Kami pun saling menghisap air liur kami. Mba Liana seolah sudah sangat lama tidak pernah mencium bibir gw, melumat habis-habisan bibir gw. Dan tangan gw pun gak tinggal diam. Tangan gw mulai merayapi sekujur tubuhnya, mulai dari pinggangnya, lengannya, lehernya, perutnya hingga mulai menetap di area sekitar payudaranya, dimana putingnya telah mengeras dan menonjol menembusi kain tipis, lingerie yang ia pakai.
“Unghh...mmmhhhh....sshhhh” Mba Liana melenguh kecil, saat jemari gw menggesek-gesek puting payudaranya dari luar lingerie nya. Mulut nya menghisap mulut gw semakin kuat
Tangan gw lalu melepasi dan menurunkan tali lingerie nya, gw turunin lingerie nya itu hingga kepinggang, dan memperlihatkan kedua payudara mba Liana yang begitu indah, begitu besar dan menggoda birahi ku.
“Ooouuuhhhh...ssshhhh....aaahhhhhhh...gelihh sayangghhh...aahhhh” Mba Liana langsung mendesah panjang dan merintih, saat gw langsung mencaplok payudaranya dengan mulut gw. Gw kulum dan gw hisap-hisap puting payudaranya yang sudah mancung dan mengeras itu. Sementara tangan gw meremasi payudaranya yang satu lagi. Tangan mba Liana pun langsung meremasi rambut gw. Kadang tangannya justru menekan kepala gw, semakin erat ke dada nya itu.
Saking gemasnya, gw bahkan banyak mencupangi bagian dada mba Liana, termasuk di payudaranya. Seakan tidak memperdulikan apabila suaminya melihat banyak tanda-tanda merah di sekujur dada dan payudara mba Liana. Mba Liana sendiri pun tidak memprotesku, bahkan seakan mendorong ku untuk melakukan lebih banyak lagi.
“Mba gak marah saya bikin cupang banyak banget di dada mba?” Tanya gw sambil menatap wajahnya.
“Kamu boleh bikin cupang dimana aja kamu mau Ga. Karena walau secara hukum, saya masih milik orang lain, tapi di hati saya, Tuhan tau hanya kamu seorang lah pemilik tubuh dan hati ku ini Ga. Jadi kamu boleh bikin cupang dimana aja kamu suka. Dan aku ga akan malu-malu menunjukan itu ke orang-orang. Karena yang memebriku cupangan ini adalah cowo yang begitu menyayangi aku, dan aku cinta banget.” Jelasnya sambil memeluk erat tubuh gw. Gw...benar-benar terharu akan ucapannya itu. Membuat gw memeluk tubuhnya semakin erat.
Tangan mba Liana kemudian mengangkat kaos yang gw pakai ke atas, melewati tangan dan kepala gw, hingga gw bertelanjang dada sekarang. Bibir mba Liana langsung menciumi sekujur badan gw. Tangan mba Liana juga langsung membuka kancing celana panjang gw, sekalian menurunkan resletingnya.
Tanganya langsung menyusup ke dalam celana dalam gw, dan meremasi batang junior gw yang mulai mengeras. Mba Liana mengocok-ngocok dengan lembut batang junior gw, sambil terus menciumi sekujur tubuh gw. Membuat gw begitu menikmati pelayanan mba Liana ini.
Mba Liana kemudian menurunkan celana panjang gw, berikut dengan celana dalam gw, sehingga batang junior gw pun langsung meloncat keluar, saat celana dalam gw sudah turun hingga mata kaki.
Dengan lembut dan telaten, mba Liana kemudian menciumi dan menjilati batang junior gw. Gw pun langsung mendesis-desis kegelian. Sementara tangan mba Liana pun masih aktif meremasi dan mengocok batang junior gw.
Hingga akhirnya mulut mba Liana mulai menelan habis batang junior gw. Dengan lembut mulutnya mengulum batang gw, sambil di hisap-hisap kecil, membuat batang gw seakan lumer meleleh di dalam mulutnya.
Akkhhh gilaa...nikmat banget kuluman mba Liana. Semakin lama, mba Liana semakin mahir saja memainkan batang junior gw. Yang gw rasa sudah menyamai kenikmatan saat dikulum oleh Cherllyne, yang sebenarnya lebih berpengalaman dari mba Liana sendiri.
Tapi cara mba Liana mengulum batang gw dengan lembut dan penuh penghayatan, sehingga tidak terburu-buru, justru memberikan kenikmatan yang lebih dalam pada batang junior gw. Benar-benar nikmat kuluman mba Liana ini. Tangan gw sampai meremasi pelan rambut mba Liana. Badan gw juga kadang sampai menggigil saking geli dan nikmatnya.
Wah gilaaa...ga tahan gw ama kuluman mba Liana. Badan gw terus menggigil. Rasanya dasyat banget. Dan akhirnya karena gw merasa batang gw hampir meledak, gw langsung buru-buru mendorong badan mba Liana, hingga batang gw akhirnya terlepas dari mulutnya.
Mba Liana tampak heran sambil melihat ke arah gw, karena gw tiba-tiba mendorong pelan badannya hingga membuatnya terpaksa melepaskan batang junior gw, dari dalam mulutnya.
“Kenapa sayang? Kena gigi aku kah? Ga enak yah?” Wajah mba Liana terlihat merasa bersalah. Hahaha...terbalik mba.
“Bukan gitu Liana ku yang cantik...haahhh...haahh...haahhh” Gw memanggilnya dengan sebutan Liana, tanpa embel-embel mba, saking ga nyadar keenakan. Nafas gw pun masih memburu.
Mba Liana terus menatap ke arah gw yang ngos-ngosan dengan wajah kuatir. “Haahhh...gilaaa...kebalik mba ku sayang justru. Kuluman mba tuh en....” Bibir gw tiba-tiba di tutup ama jarinya sebelum gw sempat menyelesaikan ucapan gw. Wajahnya terlihat berseri-seri sambil menatap gw.
“Tolong ulangin lagi sayang, apa yang kamu mau bilang tadi. Tapi aku mau kamu manggil aku dengan panggilan yang pertama tadi, jangan pake mba lagi.” Ujar mba Liana dengan senyuman yang paling manis dan ayu yang pernah gw liat, selama gw dekat dengan mba Liana. Gw awalnya sedikit terkejut dengan permintaannya itu, tapi gw langsung tersenyum lembut juga ke arahnya, menyadari panggilan yang tadi sempat gw ucapin ke dia.
“Iya Liana ku yang cantik. Justru kuluman mulut kamu itu yang bikin junior aku serasa lumer di mulut seksi kamu. Enak banget Li, haduuhh, ampe lemes kaki aku tuh. Liana ku yang cantik bener-bener uda jago banget maenin si junior nih. Tadi tuh uda ampir dikit lagi meledak si junior ini. Makanya aku buru-buru keluarin deh dari mulut kamu.” Ujar gw mengulangi penjelasan gw, tanpa embel-embel ‘mba’ lagi saat menyebut namanya.
“Dikeluarin di mulut aku juga gapapa kan? Aku suka kok kalo kamu keluarin di mulut aku juga. Kenapa kamu ga keluarin aja yang?” Tanya mba Liana lagi sambil memeluk tubuh gw yang telanjang.
“Aku mau nya tuh meledaknya di mulut kamu yang satu lagi Liana ku yang cantik. Bukan mulut yang ini. Ditambah empotan vegi kamu. Pasti bener-bener maknyus deh. Hehehe” Jawab gw sambil membelai rambutnya. Gw bener-bener sayang setulus hati kepadanya. Andai gw punya istri yang seperti mba Liana nantinya, kalo memang gw ga bisa jadiin mba Liana sebagai istri gw.
“Dasar...genit kamu yang” Ujar mba Liana sambil memencet pelan hidungku. Mba Liana terlihat manja sekali saat ini, saat sedang bersama gw gini.
“Kalo gitu ayo sini...biar aku bikin kamu keluar yang banyak banget di dalam rahim aku, sayang. Aku pengen mengandung anak kamu, yang. Jadi, walau nanti aku ga bisa milikin kamu lagi, setidaknya aku punya warisan kamu yang bisa aku milikin” Ujarnya sambil menarik tubuh gw ke tempat tidur. Kembali mba Liana mengucapkan kata-kata yang aneh buat gw. Ada apaan sih ini? Gw kok jadi benar-benar curiga.
“Hmm?? Liana serius? Mao mengandung anak aku? Emang kamu uda lepas spiral kamu, Liana, sayang?” Tanya gw cukup terkejut mendengar ucapannya.
“He-em..serius banget sayang. Iya, aku uda lepas kemarin. Entah gimana, aku punya firasat kita akan punya waktu untuk bisa ML lagi. Dan aku emang benar-benar ingin mengandung anak kamu. Biar setidaknya ada Rangga junior yang nemenin aku ampe aku tua nanti kalo aku bisa mengandung benih kamu, yang.” Jawab mba Liana dengan wajah serius. Gw ampe geleng-geleng kepala saking tidak bisa komentar apa-apa lagi.
Sebelum naik, mba Liana menurunkan lingerie-nya, hingga mba Liana juga telanjang bulat di hadapan gw. Dan gw perhatiin, tubuh mba Liana justru semakin kencang, semakin sekel aja. Yah tentu saja semakin indah untuk dipandang.
“Ayo sini, kamu tiduran yang. Aku mao bikin kamu puas banget ML ama aku.” Ujar mba Liana menarik tangan gw, dan meminta gw rebahan di tempat tidur. Mba Liana kemudian menaikin tubuh gw, sambil melumat lagi bibir gw. Sementara tangannya meraih batang junior gw, dan menggesek-gesekan ke bibir vaginanya, yang telah lembab gw rasakan.
Blesss! “Ooooohhhhh...yaaannnggghhh...haaahhhhhh” Mba Liana langsung memekik cukup keras, saat dia menurunkan pantatnya, dan menelan habis batang junior gw, di dalam liang kemaluannya. Gw merasakan dinding kemaluan mba Liana terus bergerak melumati batang junior gw. Seperti biasa, empotan mba Liana itu memang sesuatu banget rasanya. Gilaaaaa enak banget.
CHARACTERS
Liana Aryanti Widjaya
Fadli Rangga Putra
Cherllyne Agustina
28 | Three Become One
Perjalanan ke Anyer ini benar-benar membuatku selalu teringat akan momen yang aku jalanin bersama Rangga, beberapa waktu yang lalu. Saat kami berdua saling menumpahkan perasaan dan gairah kami yang begitu menggebu-gebu.
Aku bagaikan seorang remaja yang sedang jatuh cinta pada seorang pemuda. Yang membuat ku menjadi lupa diri dan usia. Padahal aku sudah berkepala tiga, dan telah memiliki seorang putera, hasil pernikahanku dengan suami, yang dulu pernah aku cinta.
Namun semenjak dirinya memilih wanita lain untuk diberikan cinta dan kasih sayangnya, tanpa aku rencanakan dan semua terjadi begitu saja bagaikan air yang mengalir, aku pun akhirnya melabuhkan cinta dan harapan ku kepada seorang pria, yang sehari-harinya menjadi bawahan di kantor tempat ku bekerja.
Tapi, sejak kami berbagi segala nya di Anyer waktu itu, aku menyadari juga, bahwa apa yang telah kulakukan bersama Rangga ini, tidaklah abadi. Karena status ku yang masih menjadi seorang istri Kevin, yang sah secara hukum, walau hatiku saat ini menyangkalnya.
Aku ingin sekali bercerai dengan Kevin, karena aku sudah hilang harapan dengannya saat ini. Tepatnya sejak ia menghina ku habis-habisan di hadapan selingkuhannya itu. Tapi, aku kasihan kepada Lukas. Aku tidak mau hanya demi kebahagiaan ku semata, aku harus mengorbankan kebahagiaan Lukas. Jadi biarlah aku melepas Rangga, walau hatiku sangat sakit, apabila melihatnya bersama wanita lain. Seperti yang aku lihat saat di bis tadi, saat Rangga tidur memeluk Rani. Walau mungkin ia melakukannya tanpa sadar, tapi tetap saja pemandangan itu begitu menyakitkan hati.
Atau, saat aku mengetahui bahwa Rangga juga pernah bermain cinta dengan Cherllyne, di belakangku. Aku bahkan sempat membenci Rangga, karena aku merasa telah dipermainkannya. Tapi, segala penjelasanya itu telah membuat hatiku luluh lagi, dan memaafkannya. Aku bahkan sekarang menajdi sangat dekat dengan Cherllyne.
Dimana Cherllyne yang kembali menyadarkan aku, bahwa aku tidak bisa membiarkan Rangga terus bersama dengan ku, yang status nya masih seorang istri dari pria lain. Cherllyne menyadarkanku, bahwa demi kebahagiaan Rangga, aku harus melepaskan Rangga. Aku dan Cherllyne, bahkan sempat hmm...saling mengenal tubuh kami satu sama lain dengan lebih baik.
Aku dan Cherllyne pun sepakat, untuk memberikan sedikit bantuan kepada Rangga, dengan mencoba menyatukannya dengan seorang wanita yang kami sama-sama tau, bahwa Rangga pun sangat menyayanginya. Apalagi, saat ini wanita itu sudah terbebas dari pengganggu nya.
Namun, di pantai Anyer ini, dimana tempat ini menjadi begitu berkesan di dalam hatiku seumur hidup, aku merasakan kerinduan yang begitu besar kepada Rangga. Pria yang amat sangat aku cintai lebih dari pria manapun, kecuali Lukas, anakku.
Aku ingin sekali lagi, untuk yang terakhir kalinya, sebelum Rangga benar-benar menjadi kekasih wanita itu, aku ingin bermesraan dan bermanja-manjaan dengan Rangga, di sini, di tempat kenangan kami berdua.
Dan rupanya, Tuhan itu maha kuasa. Ia mengabulkan permohonanku dengan cepat, saat tiba-tiba Rangga menghampiri ku, yang sedang berada di tepi pantai, sedang mengenang apa saja yang kami lakukan kemarin itu.
Kalau tidak mengingat banyak rekan-rekan kantor di sekitar kami, ingin rasanya aku langsung memeluk, dan menciumin Rangga, di sini, saat ini juga. Tapi kemudian aku memiliki ide yang lebih baik lagi. Ada satu tempat yang aman untuk kami saling bermesraan lagi. Lebih tepatnya sebuah kamar. Kamar yang menjadi saksi bisu pertempuran birahi kami hampir sepanjang hari, beberapa waktu lalu itu.
Aku pun segera mengajak Rangga untuk mengulang lagi percintaan kami di kamar kenangan kami berdua itu. Aku segera masuk ke dalam kamarku, mengambil sebuah lingerie, tanpa sepengetahuan bu Vera. Lingerie itu memang sengaja aku bawa, hanya untuk berjaga-jaga, karena siapa tau kami memiliki waktu untuk bermesraan. Yang kenyataannya, memang itu yang terjadi kemudian.
Di dalam kamar kenangan kami, aku segera melepaskan seluruh pakaianku. Dan berdandan sedikit dengan halus dan terlihat natural. Aku segera memakai lingerie itu, dan berdiri di pinggir jendela, melamun dan mengenang kisah singkat kami berdua, sambil menunggu kedatangan Rangga.
Aku mendengar pintu tiba-tiba di buka dari luar. Aku yang sudah yakin itu Rangga, hanya tetap berdiri saja, sampai aku kemudian mendengar pintu di tutup dan di kunci. Lalu sebuah langkah kaki sedang berjalan mendekatiku. Jantungku berdebar-debar menantikan sentuhannya di kulitku. Dan tiba-tiba dua buah tangan, menyusup dari sela-sela kedua lenganku, memeluk lembut pinggangku, Rangga mulai memeluk ku dari belakang, dan mengecupi pundak aku.
"Lagi mikirin apaan mba? Apa ada masalah ama koh Kevin lagi?" Tanya Rangga, sambil mengecup-ngecup pundak ku, membuatku merasa sedikit kegelian, sambil berusaha melihat ke arah nya
"Ga mikirin apa-apa kok Rangga sayang. Aku...cuma bakal amat merindukan tempat ini. Merindukan kamar ini. Merindukan kamu, sayang. Aku...sekarang jadi tau rasa takut yang dia rasain waktu itu." Jawabku. Aku kembali terkenang akan apa yang Cherllyne pernah katakan kepadaku, malam itu. Aku...jadi sedikit memahami kepedihan hatinya malam itu.
"Mba...sebenarnya ada masalah apa sih? Dia itu siapa mba?" Rangga bertanya dengan wajah yang terlihat bingung. Hmm...perlukah aku kasih tau Rangga saat ini?
"Mba kasih tau aku kalo ada masalah. Jadi mungkin aku bisa bantu apapun yang aku bisa, mba." Ujar Rangga lagi. Dan aku hanya berusaha memberikan senyuman lembut untuknya. Maafkan aku ya sayang, aku belum bisa kasih tau kamu dulu unyuk saat ini.
"Gapapa sayang. Walau aku pasti bakalan merindukan kamu setengah mati, tapi memang ini yang aku inginkan. Demi masa depan kamu, sayang." Aku hanya memberikan jawaban tersirat kepadanya.
"Dan maafin aku yah sayang kalo nanti aku ga bisa lagi hmm...ngelayanin kamu, kalo kamu nanti lagi pengen itu. Tapi kalo bisa, kamu nya juga JANGAN ngerayu aku yah, karena aku paling ga tahan ama rayuan gombal kamu tau. Hehehe." Ujar ku lagi dengan nada manja, sambil bersandar di bahu Rangga. Aku ingin menikmati perasaan ini walau hanya sekejap saja. Rangga langsung memeluk erat tubuhku.
Aku kemudian berbalik badan, sehingga sekarang sedang berhadapan dengan Rangga. "Aku mao kamu tau, Ga, bahwa aku akan selalu menyayangi dan mencintai kamu. Aku akan selalu ada buat kamu, tapi...dengan cara ku sendiri nanti nya yah dalam mencintai kamu. Karena mungkin aku ga bisa menyayangi kamu langsung seperti sekarang, tapi, itu bukan berarti aku uda ga cinta lagi ama kamu ya. Inget itu ya sayang. I will always in love with you. Forever.” Ujar ku. Aku rasanya jadi ingin menangis saat mengucapkan itu. Dan untuk menahan tangisanku, aku kemudian mengecup lembut bibir Rangga.
Hanya kecupan-kecupan ringan awalnya, yang lama-kemalamaan berubah menjadi lumatan-lumatan kecil, dan saling menghisap bibir satu sama lain. Hingga akhirnya kami benar-benar saling melumat bibir dengan penuh gairah birahi.
Gairah kami berdua pun mulai meningkat lagi. Kami mulai terlibat satu pergumulan yang penuh gairah. Aku bertekad ingin memberikan kepuasan maksimal, untuk yang terakhir kalinya aku bersama Rangga.
Nafas ku mulai semakin memburu, begitu pula dengan Rangga, seiring dengan semakin memuncaknya gairah kami berdua. Tangan ku kemudian melingkar di leher Rangga, sambil menekan kepala nya agar lebih merapat ke bibirku.
Lidah kami saling membelit dan saling menarik. Kami pun saling menghisap air liur kami. Aku merasa begitu bergejolak dan sangat bergairah. Aku terus melumati bibir Rangga dengan gairah yang ber-api-api. Dan tangan Rangga pun rupanya gak tinggal diam. Tangan Rangga mulai merayapi sekujur tubuh ku, mulai dari pinggang ku, lengan ku, leher ku, perut ku hingga mulai menetap di area sekitar payudara ku, dimana puting susu ku telah mengeras dan menonjol menembusi kain tipis, lingerie yang aku pakai ini.
“Unghh...mmmhhhh....sshhh" Aku langsung melenguh kecil, saat jemari Rangga menggesek-gesek puting payudara ku dari luar lingerie. Aku bagaikan orang yang sedang kehausan. Aku langsung melumat dan menghisap mulut Rangga dengan kuat.
Tangan Rangga lalu melepasi dan menurunkan tali lingerie ku. Rangga lalu menurunkan lingerie ku itu hingga kepinggang, dan memperlihatkan kedua payudara ku yang terlihat menggoda dan menantang Rangga untuk menjamahnya.
“Ooouuuhhhh...ssshhhh....aaahhhhhhh...gelihh sayangghhh...aahhhh” Dan saat Rangga langsung mencaplok payudara ku dengan mulut nya, aku langsung mendesah panjang hingga merintih karena rasa geli yang langsung menjalari tubuhku.
Rangga mengulum dan menghisap-hisap puting payudara ku yang sudah mancung dan mengeras itu. Sementara tangan Rangga meremasi payudara ku yang satu lagi. Tangan ku reflek langsung meremasi rambut Rangga. Kadang tangan ku justru menekan kepala Rangga, seolah ingin menempelkan kepala Rangga semakin erat ke dada ku itu.
Saking gemasnya, Rangga bahkan banyak mencupangi bagian dada ku, termasuk di payudara ku. Aku sempat khawatir apabila ada yang melihat banyak tanda merah di sekitar dada ku. Terutama Kevin. Tapi entah mengapa, aku tak kuasa menolak Rangga, karena aku befitu menyayangonya. Aku pun akhirnya malah membiarkannya, bahkan seakan malah mendorong nya untuk melakukan lebih banyak lagi.
“Mba gak marah saya bikin cupang banyak banget di dada mba?” Tanya Rangga sambil menatap wajah ku. Bagaimana aku bisa menolak kamu sayang ku. Aku menatap wajah seorang pria yang telah memiliki seluruh hati ku ini.
“Kamu boleh bikin cupang dimana aja kamu mau Ga. Karena walau secara hukum, saya masih milik orang lain, tapi di hati saya, Tuhan tau hanya kamu seorang lah pemilik tubuh dan hati ku ini Ga. Jadi kamu boleh bikin cupang dimana aja kamu suka. Dan aku ga akan malu-malu menunjukan itu ke orang-orang. Karena yang memebriku cupangan ini adalah cowo yang begitu menyayangi aku, dan aku cinta banget.” Jelas ku sambil memeluk erat tubuh Rangga. Aku rela berbuat apa aja demi kamu, Ga. Dan Rangga pun semakin erat memeluk tubuh ku.
Aku kemudian segera berusaha membuka kaos yang dikenakan oleh Rangga, hingga Rangga pun bertelanjang dada sekarang. Bibir ku langsung menciumi sekujur badan Rangga. Tangan ku juga, dengan berinisiatif langsung membuka kancing celana panjang Rangga, sekalian menurunkan resletingnya.
Aku langsung menyusupkan tanganku ke dalam celana dalam Rangga, dan meremasi batang kemaluan Rangga yang sudah mulai mengeras. Aku kemudian mengocok-ngocok batang kemaluan Rangga dengan lembut, sambil terus menciumi sekujur tubuh nya.
Aku pun langsung menurunkan celana panjang Rangga, berikut dengan celana dalamnya, sehingga batang kemaluan Rangga, yang telah mengeras pun langsung meloncat keluar, saat celana dalam nya sudah turun hingga mata kaki.
Aku kemudian segera menciumi dan menjilati batang Rangga, dengan selembut mungkin, karena aku ingin Rangga benar-benar merasa puas dengan cara aku melayaninya. Semakin Rangga mendesis-desis dengan wajah penuh kenikmatan, semakin bersemangat pula aku dalam melayaninya. Tangan ku pun semakin aktif meremasi dan mengocok batang kemaluan Rangga.
Hingga akhirnya mulut ku, secara perlahan dan begitu aku hayatin, mulai menelan habis batang kemaluannya. Aku mulai mengulum batang nya, sambil menghisap-hisap kecil ujung kemaluannya.
Aku bahagia banget melihat Rangga tampaknya begitu menikmati caraku mengulum batang kemaluannya. Memberikan satu kebanggaan tersendiri untuk ku, bisa memberikan kepuasan maksimal untuk nya.
Tubuh dan kepala Rangga semakin tidak bisa diam, menikmati kuluman ku di batang kemaluannya itu. Namun saat aku sedang mengulum sambil tersu mengocok batang kemaluannya, Rangga tiba-tiba langsung mendorong badan ku, hingga batang kemaluannya akhirnya terlepas dari mulutku.
Aku sangat heran sambil melihat ke arah nya, apa kuluman ku tidak memuaskannya? Ato apa aku melukai batang kemaluannya tanpa sengaja? Aku benar-benar bingung Rangga tiba-tiba mendorong pelan badan ku seperti tadi, hingga membuat ku terpaksa melepaskan batang kemaluannya, dari dalam mulutku.
“Kenapa sayang? Kena gigi aku kah? Ga enak yah?” Tanya ku sangat kuatir mengecewakan Rangga.
“Bukan gitu Liana ku yang cantik...haahhh...haahh...haahhh” Nafasku bagaikan tercekat, saat mendengar bagaimana Rangga barusan memanggilku. Liana ku yang cantik?? Hihihi...rasanya kok aku seneng banget gini yah. Membuatku menjadi terus menatap Rangga yang sedang ngos-ngosan.
“Haahhh...gilaaa...kebalik mba ku sayang justru. Kuluman mba tuh en....” Aku langsung meletakan jemari ku di bibir nya, untuk menghentikan Rangga berbicara sejenak.
“Tolong ulangin lagi sayang, apa yang kamu mau bilang tadi. Tapi aku mau kamu manggil aku dengan panggilan yang pertama tadi, jangan pake mba lagi.” Ujar ku merasa sangat haru dan bahagia.
“Iya Liana ku yang cantik. Justru kuluman mulut kamu itu yang bikin junior aku serasa lumer di mulut seksi kamu. Enak banget Li, haduuhh, ampe lemes kaki aku tuh. Liana ku yang cantik bener-bener uda jago banget maenin si junior nih. Tadi tuh uda ampir dikit lagi meledak si junior ini. Makanya aku buru-buru keluarin deh dari mulut kamu.” Ujar Rangga saat menjelaskan kepada ku alasannya.
“Dikeluarin di mulut aku juga gapapa kan? Aku suka kok kalo kamu keluarin di mulut aku juga. Kenapa kamu ga keluarin aja yang?” Tanya ku lagi sambil memeluk tubuh nya yang telanjang. Rangga terlihat sangat seksi di mataku saat ini.
“Aku mau nya tuh meledaknya di mulut kamu yang satu lagi Liana ku yang cantik. Bukan mulut yang ini. Ditambah empotan vegi kamu. Pasti bener-bener maknyus deh. Hehehe” Jawab Rangga sambil membelai rambutku. Ukhhh...rasanya hatiku ini ingin meloncat keluar deh, saking bahagianya mendengar ucapan Rangga itu.
“Dasar...genit kamu yang” Ujar ku sambil memencet pelan hidungnya. Rasa-rasanya aku menjadi semakin manja deh, saat sedang bersama Rangga seperti ini. Tapi...I like it. Hehehe.
“Kalo gitu ayo sini...biar aku bikin kamu keluar yang banyak banget di dalam rahim aku, sayang. Aku pengen mengandung anak kamu, yang. Jadi, walau nanti aku ga bisa milikin kamu lagi, setidaknya aku punya warisan kamu yang bisa aku milikin” Ujarku sambil menarik tubuh Rangga, naik ke atas tempat tidur. Aku benar-benar minimal, memiliki satu tanda kenangan, akan kebersamaan ku dengan Rangga. Agar aku tidak akan pernah melupakan itu. Aku tidak mau melupakannya.
“Hmm?? Liana serius? Mao mengandung anak aku? Emang kamu uda lepas spiral kamu, Liana, sayang?” Tanya Rangga, terdengar terkejut mendengar ucapan ku tadi.
“He-em..serius banget sayang. Iya, aku uda lepas kemarin. Entah gimana, aku punya firasat kita akan punya waktu untuk bisa ML lagi. Dan aku emang benar-benar ingin mengandung anak kamu. Biar setidaknya ada Rangga junior yang nemenin aku ampe aku tua nanti kalo aku bisa mengandung benih kamu, yang.” Jawab ku kemudian. Rangga pun menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak bisa berbicara lagi. Hehehe.
Sebelum naik ke tempat tidur, aku menurunkan dulu lingerieku, hingga aku pun sekarang sudah bertelanjang bulat di hadapan Rangga. Aku lihat, Rangga begitu terpesona menatap tubuh telanjang ku ini. Hihihi. Aku malu sih, tapi aku lebih senang dan bangga, di usia ku seperti ini, masih bisa membuat Rangga terpana. Walau Kevin tidak lagi terpana, aku sudah tidak perduli lagi, karena saat ini Rangga lah yang lebih penting bagi ku.
“Ayo sini, kamu tiduran yang. Aku mao bikin kamu puas banget ML ama aku.” Ujar ku sambil menarik tangan Rangga, dan meminta Rangga untuk rebahan di tempat tidur. Aku kemudian menaikin tubuh Rangga, sambil melumat lagi bibirnya. Sementara tangan ku meraih batang kemaluannya, dan menggesek-gesekan ke bibir vaginaku, yang telah cukup basah.
Blesss! “Ooooohhhhh...yaaannnggghhh...haaahhhhhh” Aku langsung memekik cukup keras, saat aku mulai menurunkan pantatku, dan menelan habis batang kemaluan Rangga, di dalam liang kemaluanku, yang terus berkedut-kedut meremasi batang kemaluan Rangga.
Aku pun mulai menggoyang-goyangkan pantat dan pinggulku, dengan bergerak maju-mundur, dan terkadang juga dengan gerakan berputar, seperti hendak memelintir dan meremasi batang kemaluan Rangga itu.
Rangga kemudian membalikan tubuh ku, hingga aku sekarang terlentang di tempat tidur. Rangga pun segera bangun dan menindih tubuhku. Batang kemaluan Rangga di gesek-gesekan di bibir kemaluanku, membuat aku meras geli.
“Aaaahhhhhh....aaahhhhhh....aaahhhhhh...geliihhh yaangg...aaahhh” Aku langsung merintih-rintih kecil, saat Rangga melesakan batang kemaluannya yang keras bagaikan sebuat batang pohon yang kokoh. Rangga langsung menggoyang tubuhku, memompa isi kemaluanku dengan batang kemaluannya yang terasa mentok dan begitu nikmat.
“Ohhh...kamuu...cantikk bangett Lianaa sayangghh.” Desis Rangga memuji ku, saat aku sedang merintih menahan rasa nikmat yang menjalar dari pangkal paha ku. Aku langsung meremasi rambut Rangga, saat ia mengayuh tubuhku, sambil memeluk ku.
Seiring waktu, rintihan demi rintihan ku pun semakin keras. Aku seakan tidak perduli lagi akan terdengar keluar atau tidak. Karena rasa geli di pangkal paha ku ini, rasanya seakan tidak tertahankan apabila aku tidak merintih-rintih.
Beberapa lama Rangga terus mengayuh tubuhku, dalam posisi missionary seperti ini, Rangga seperti nya ingin mengganti posisi lagi. Saat tangan Rangga menarik tubuhku, hingga aku terduduk di atas pahanya, dengan kemaluan kami yang masih saling menyatu.
Aku pun mulai menaik turunkan tubuhku, berusaha mengocok batang kemaluan Rangga, sementara bibir Rangga mengulum payudaraku. “Oooohhhh... aaaaahhhh.. .Sayanngg... aaahhh.. .aakkuuhhh... gakk kuaattt yangg... geliihh bangett.” Racau ku, saat aku semakin cepat menaik turunkan tubuh ku. Batang kemaluan Rangga terasa sangat mentok sekali di dalam kemaluanku.
Goyangan ku pun menjadi semakin heboh, saat aku merasakan getaran-getaran kecil seperti hendak orgasme. Membuat gerakan dan goyangan ku pun menjadi semakin cepat, dan tidak beraturan.
Seiring desakan birahi yang semakin memuncak, rintihan ku pun seolah menjadi tanpa henti dan tanpa jeda. Aku tidak tahan untuk tidak merintih dengan kuat, dengan rasa geli yang nikmat yang menyebar di seluruh tubuhku, setiap kali aku melesakan batang kemaluan Rangga ke dalam liang vagina ku.
Dan Rangga pun masih asik mengulum payudaraku, terus berpindah-pindah dari payudara yang kiri, ke yang kanan, dan sebaliknya. Menambah lagi banyak cupangan di sekitar payudara ku. Sementara tangannya pun tak henti-hentinya meremasi payudaraku yang sedang tidak dikulum oleh mulutnya. Semakin menambah cepat gairah ku.
“Ooooohhhh....oohhhhhh....aaaaahhhhhhhf...akuhhh.. .keluaaaaaarrr...AAAHHHHHH” Tubuhku langsung mengejang kaku, dan melengkung ke belakang, disertai pantat ku yang langsung berkejat-kejat menyemburkan cairan orgasme ku, menyirami batang kemaluan Rangga, hingga sedikit merembes keluar dan sedikit membasahi seprai tempat tidur ini.
Tubuhku yang terasa lemas langsung bersandar ke tubuh Rangga, hingga Rangga pun akhirnya kembali terlentang, dan tubuhku menindih tubuh Rangga. Nafasku memburu hingga membuatku tersengal-sengal kelelahan.
“Enak ga Liana sayangku?” Bisik Rangga di telinga ku, sambil membelai lembut rambutku. Ini lah yang aku suka banget dari Rangga. Dia begitu perhatian walau hanya dengan sentuhan-sentuhan ringan, dan kata-kata manisnya, setiap kali kami bercinta.
Aku sedikit mengangkat kepalaku, dan menatap wajahnya dengan sayu, karena masih sedikit merasakan getaran-getaran nikmat orgasme ku tadi. “Enak banget sayang.” Jawabku sambil tersenyum lemah.
Rangga pun tersenyum sambil membelai helai demi helai rambut yang menutupi wajah ku. “Kamu tuh emang cantik banget yah Liana sayangku. Cantik banget.” Ujar Rangga membuat wajahku langsung merona merah. Aku seneng banget mendengar ucapannya, tapi aku juga merasakan getaran malu. Aku langsung merebahkan kepalaku di dadanya.
“Uda siap ronde ke 2 mba?” Tanya Rangga, membuatku tergelak manja.
“Aku selalu siap buat kamu, sayang, kapanpun kamu mau. Semuanya yang ada di aku, cintaku, kasih sayangku, kehormatanku, aku percayakan semuanya ke kamu.” Jawabku sambil menatap wajahnya dengan sebuah ketulusan dari dalam hatiku ini. Yang ternyata membuat Rangga sedikit berkaca-kaca matanya, sambil menggigit bibir bawahnya.
“Kamu tau Liana? Kamu lah wanita pertama yang menyayangi ku segitu dalemnya, sesuatu yang bikin aku bahagia banget. Seandainya kamu belum menikah, uda pasti aku langsung ngelamar kamu deh. I love you so much, and thank you for all the love and care that you gave me. It means everything to me.” Jawab Rangga sambil memeluk erat tubuhku, yang juga langsung kupeluk erat tubuhnya.
“Aku mulai lagi yah Liana sayang.” Bisiknya di telingku. Yang aku jawab dengan anggukan kecil sambil tersenyum lembut kepadanya.
Pantat Rangga kemudian mulai menyodok-nyodok pelan ke atas, mengocok batang kemaluannya, yang masih berdiam di dalam vaginaku tadi. Aku pun merespon nya dengan ikut menaik turunkan pantat ku, menyambut batang kemaluan Rangga, yang mulai mengaduk-aduk isi liang vaginaku. Otot-otot vagina ku pun berdenyut-denyut, meremasi batang kemaluan Rangga.
Suara rintihan ku dan desisan Rangga yang sedang menikmati pijatan-pijatan otot vagina ku, saling bersahut-sahutan. Gerakan Rangga tiba-tiba bergerak cepat mengocok vaginaku, membuat rasa geli yang menjalar ke seluruh tubuhku langsung menggila rasanya.
“Ooohhh....oohhhhh...mmmfff...aaaahhhh...aaaahhhh” Aku hanya bisa terus merintih dan merintih keras, saat Rangga mempercepat kocokan batang kemaluannya. Aku juga sebisa mungkin mengimbangi gerakannya, dengan semakin cepat pula gerakan naik-turun pantat ku. Dan di bawah ku, mulut Rangga tidak bosen-bosennya terus mengulum dan menghisap-hisap kedua payudaraku yang menggantung dengan indahnya.
Saat tubuhku akhirnya ambruk di atas tubuh Rangga sambil ngos-ngosan, karena ga tahan lagi dengan rasa geli di pangkal paha ku, Rangga pun menghentikan gerakan nya. Dia membelai lembut rambutku. Rangga kemudian meminta ku untuk turun dari atas tubuhnya. Dia kemudian bangun, dan memintaku untuk tengkurap, lalu mengangkat pantat ku ke atas. Aku pun langsung memahami, bahwa Rangga ingin berganti posisi dengan posisi doggy style. Aku pun segera bangun dan menunggingkan pantatku.
Tangan Rangga memegang pinggulku saat satu tangannya lagi mengarahkan batang kemaluannya agar pas di bibir kemaluan ku. “Aaaaahhhhhhh...sshhhh....aaaahhhhhh” Aku langsung mendesis panjang lagi, saat batang kemaluan Rangga mulai melesak masuk ke dalam vagina ku hingga terasa mentok di mulut rahim ku.
TRIIIINNGGG! TRIIINNGGG! TRIIINNGGG! Tiba-tiba bunyi ponselku mengejutkan ku dan Rangga. Sejenak kami berdua menghentikan gerakan kami. Tapi aku langsung menoleh ke arah Rangga, “Biarin aja dulu, sayang. Kamu terusin dulu aja ampe kamu keluarin sperma kamu di dalam rahim aku, yang. Awas ya, jangan brenti pokoknya.” Ujar ku memintanya untuk meneruskan gerakannya menyodoki vaginaku.
Rangga pun hanya tersenyum penuh arti, dan mulai menyodoki lagi isi vaginaku. Aku pun hanya mendiamkan saja bunyi ponselku yang terus berdering. Aku pun mulai merintih lagi seiring kocokan yang dilakukan Rangga di kemaluanku. Kedua payudaraku yang menggantung, langsung bergerak liar mengikuti gerakan sodokan yang dilakukan Rangga, dan Rangga pun segera menangkap kedua payudaraku sambil meremasinya.
“Aaaaahhhhh....saayaanngghhh...geliihhh bangettt...aaaahhhhh” Racau ku. Badanku pun bahkan sering menggigil saking ga tahan dengan rasa geli yang aku rasakan ini. Tanganku yang sedang menopang tubuhku, meremasi seprai tempat tidur, untuk membantuku menahan rasa geli ini.
Selama beberapa lama kami bercinta penuh gairah dalam posisi anjing kawin ini, Rangga kemudian menghentikan gerakannya. Aku pun langsung ambruk ke tempat tidur saking lemasnya. Rangga mencabut batang kemaluannya keluar dari dalam vaginaku. Kemudian Rangga membalikan tubuhku hingga terlentang lagi. Rangga segera berbaring di belakang ku. Satu kaki ku di angkat dan ditopang dengan tangan Rangga. Rangga kemudian mengarahkan batang kemaluannya menuju lubang vaginaku yang sudah menganga dan basah kuyup itu dari belakang ku.
Blesss! “Ooohhhhh..sayangghhh....aahhhh” Rangga pun langsung mulai mengocok dengan cepat batang kemaluannya, mengaduk-aduk kemaluanku dengan batang nya yang keras seperti batang pohon itu.
TRIIIINNGGG! TRIIINNGGG! TRIIINNGGG! Ponselku kembali berdering-dering menandakan ada seseorang yang menelepon ku. Aku tidak tau siapa yang meneleponku. Mungkin salah satu orang kantor kami. Tapi aku tidak menghiraukannya, karena aku ingin melayani “suami” ku ini hingga dia mendapatkan sebuah kepuasan total dari pelayananku tanpa adanya gangguan yang bisa mengalihkan perhatiannya dan mengurangi moodnya.
“Angkat aja Liana sayang, kali aja orang kantor yang telepon. Takutnya penting lagi.” Ujar Rangga di belakang ku. Tapi aku tidak ingin mengangkatnya. Aku ingin “suami”ku ini meneruskan nya dulu sampai ia selesai.
Aku hanya menggeleng pelan, sambil menahan geli. “Biarin ajahh yangh...tar ajah kaloh kamu udah selesaii aahh.” Jawabku dengan nada manja.
Kocokan batang kemaluan Rangga dari posisi ini, terasa lebih nyaman dan lebih terasa di dalam vagina ku, walaupun kaki ku sedikit lebih pegal dibanding posisi lainnya, karena harus terangkat sebelah kaki seperti ini.
Tidak lama dengan posisi ini, Rangga langsung bangun, dan menaiki tubuhku. Kedua kaki ku di angkat dan diletakan di pundaknya. Dan setelah batang kemaluannya kembali melesak masuk ke liang vaginaku, Rangga langsung mengocok dengan gerakan yang cepat. Rasanya batang kemaluan Rangga melesak sangat dalam dalam posisi ini. Dan rasanya geli banget. Rintihan keras ku pun seolah tidak pernah berhenti, setiap kali batang Rangga melesak masuk.
“Liana...sayangg...aku...mao keluaarrr” Desis Rangga semakin cepat memompa vagina ku ini. Aku pun segera berusaha menggerakan otot-otot vagina ku, melumati batang kemaluan Rangga, sambil menggoyangkan pinggulnya mengikuti gerakan Rangga.
Dan akhirnya badan Rangga langsung mengejang kaku, dengan pinggul yang di tekan sedalam mungkin, agar batang kemaluannya melesak sedalam-dalamnya di liang rahim ku. Batang kemaluan Rangga berdenyut-denyut menyemprotkan cairan benih-benih nya hingga ke rahim ku. Aku pun juga mendapatkan orgasme ku lagi, saat semburan demi semburan sperma Rangga menyemprot di dalam vaginaku.
Kami berdua saling mengejang kaku dalam posisi ini, selama beberapa lama. Hingga dengan perlahan tubuh Rangga menindih tubuhku, dan mengecup bibirku, sebelum akhirnya Rangga bergerak ke samping, dan rebahan di samping tubuhku yang sudah terasa lemas sekali.
Cairan sperma Rangga, yang sudah bercampur dengan cairanku, langsung meluap keluar dari dalam vaginaku yang merekah lebar, setelah di sodoki terus oleh batang Rangga, hingga membentuk genangan kecil di sekitar pantatku. Nafas kami berdua sama-sama ngos-ngosan, akibat pertempuran birahi kami yang sangat bergairah.
Aku kemudian menggeser tubuhku, dan merebahkan kepalaku di dada Rangga. Dan Rangga pun segera melingkarkan tangannya memeluk tubuhku. Tak perlu sebuah kata-kata untuk mengungkap kan kebahagiaan kami saat ini. Cukup dengan sebuah pelukan erat yang hangat, sudah sangat menggambarkan kasih sayang kami berdua.
“Oh iya...aku mao nanya ama kamu nih, Liana sayangku.” Ujar Rangga tiba-tiba. Aku pun segera menoleh ke arah nya. “Mao nanya apa Rangga sayang?” Tanyaku sambil tersenyum lembut.
“Kemaren malem, aku dikirimin foto kamu ama Cherllyne lagi bugil gitu. Kamu foto dimana tuh yang? Hehehe...gilaaa...aku ampe horny banget liat kamu ama Cherllyne telanjang gitu, tau. Malemnya ampe ga bisa tidur.” Ujar Rangga mengejutkanku. Aku lupa kemaren malam itu, setelah aku dan Cherllyne hmm...sedikit bersenang-senang, Cherllyne memang mengajakku untuk berfoto telanjang, untuk dikirimkan ke Rangga, katanya. Aku langsung memereah wajahku karena malu. Dan aku pun langsung menyembunyikan wajahku di ketiak Rangga.
“Eh? Kok malah malu sih? Hayoo...kamu kok bisa foto bugil bareng Cherllyne gitu sih? Hayoo...Liana cantik abis ngapain yoo ama Cherllyne? Nakal nih sekarang yah” Ujar Rangga terus menggodaku.
“Ihhhh...apaan sih. Aku malu tau ah...oya fotonya kamu apus tuh ya.” Jawabku masih sambil menyembunyikan wajahku yang malu.
“Ihh kenapa di apus? Artistik banget kok, aku suka banget. Ga bakal aku apus lah...hehehe.” Jawab Rangga sambil menggoda ku.
“Tuh kann..iihhh...tar keliatan orang laen lagi kalo ada temen kamu yang minjem HP kamu tar.” Jawabku, terus menyembunyikan wajahku di ketiaknya.
TRIIIINNGGG! TRIIINNGGG! TRIIINNGGG! Ponselku kembali berdering-dering. Tangan Rangga kali ini berusaha menggapai ponselku, dan memberikannya langsung kepadaku tanpa melihat siapa yang meneleponku itu.
Aku melihat sebuah nama yang tertera di layar ponselku. “Cherllyne”.
Aku lalu menjawab panggilan telepon Cherllyne. “Halo...” Sapa ku menjawab teleponnya.
“Udah kelar bu?” Pertanyaan nya mengejutkan ku. Apa Cherllyne mengetahui apa yang kulakukan bersama Rangga?
“Hmm...kelar apanya Cher?” Tanya ku mencoba mendapatkan kepastian.
“Uda bisa berdiri blum? Kalo uda bisa jalan, buruan bukain pintunya. Aku di depan nih dari tadi.” Jawab Cherllyne dengan nada datar. yang kembali mengejutkan ku. Rupanya Cherllyne daritadi menunggu di depan pintu. Jadi apakah dia mendengar semua rintihanku saat sedang bercinta dengan Rangga?
“Siapa yang telepon Lia-yang?” Tanya Rangga setelah melihatku meletakan lagi ponselku di meja di samping tempat tidur.
“Eh? Kamu manggil aku apa, yang? Hihihi.” Tanyaku ingin mendengar lagi panggilan sayang Rangga kepadaku.
“Lia-yang...hehehe...kependekan dari Liana sayang” Jawab Rangga sambil tersenyum lebar.
“Hehehehe...mmmuuuaaahhh...aku suka banget.” Jawabku sambil mengecup lembut dan lama bibirnya.
Kemudian, setelah aku mengumpulkan cukup tenaga, aku mencoba untuk bangun dari tempat tidur dan berdiri, dengan niat untuk membuka kan pintu untuk Cherllyne. “Eh? Kamu mau kemana yang?” Tanya Rangga melihat ku sedang berjalan dengan tubuhku yang telanjang bulat, hanya di tutupi dengan lilitan handuk, ke arah pintu.
“Mao kasih kejutan kecil buat kamu, Rangga sayang.” Jawabku sambil memberikan kerlingan mata. Membuat Rangga terlihat kebingungan.
Aku melihat dulu di sebuah kaca kecil di pintu masuk, untuk melihat siapa yang ada di luar kamar. Aku melihat Cherllyne sedang berdiri dengan wajah cemberut. Hihihi. Maaf yah Cher. Aku pun langsung membuka pintunya, sambil tersenyum ke arahnya yang lagi cemberut.
“Huh, kalo aku yang maen ama Rangga, mba Liana ampe nangis-nangis. Eh sekarang malah dia duluan yang nyari-nyari kesempatan di belakang aku.” Ujar Cherllyne sewot, sambil mengungkit aku yang dulu menangis saat mengetahui Cherllyne berhubungan intim dengan Rangga. Aku pun hanya tersenyum simpul mendengar ucapan sewotnya itu. “Uda ah, jangan mewek. Mao masuk ga?” Jawabku sambil tersenyum.
“Enak aja jangan mewek! Huh! Aku mao marah pokoknya ama mba. Gak fair tau. Kita kan uda sepakat waktu itu. Huh. Nyebelin banget.” Ujar Cherllyne yang langsung masuk, sedikit menabrak tubuhku pelan, membuatku tertawa geli melihanya ngambek seperti ini.
“RANGGAA! Gw mao marah ama lu berdua!” Ujar Cherllyne cukup keras tiba-tiba, mengejutkan Rangga, yang langsung melonjak bangun dari tempat tidur, dengan tubuh bertelanjang bulat, dan wajah yang kebingungan.
Aku rasanya mau tertawa melihat Rangga terkejutnya ampe lompat seperti itu. Aku langsung menutup mulutku untuk menahan tawa ku. Namun rupanya Cherllyne pun merasakan hal yang sama dengan ku. Dari yang tadi masuk berwajah ketus dan galak, langsung tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi Rangga saat kaget.
“Hwahahahaha...Ranggaa!...lu lucu banget sih kalo kaget gitu...hahahaha” Cherllyne sampai memegangi perutnya saat tertawa keras. Aku pun berusaha menahan tawaku agar tidak terlalu keras, sambil menutup mulutku.
“Woy...gila luhhh...bikin kaget gw aja! Sableng! Gw kira gw lagi digerebek satpol PP” Ujar Rangga yang terlihat lemas, saking kagetnya tadi. Batang kemaluannya yang tadi masih keras dan tegang, langsung jadi layu, setelah dikejutkan oleh Cherllyne tadi.
“Ohh...jadi aku dikerjain nih ceritanya. Hmm...enak aja, ga sopan. Musti kasih hukuman nih.” Ujar Rangga yang langsung menghampiri Cherllyne dengan cepat, dan memeluknya dari belakang lalu mengelitiki pinggang Cherllyne, hingga membaut Cherllyne berteriak kegelian.
“HHAHAHAHA...RANGGA! GELI GA...HAHAHAHA...IHHH...RESE LUH....HAHAHAHA” Tawa Cherllyne pun semakin besar saat Cherllyne tidak bisa bergerak karena di peluk erat oleh Rangga. Aku pun langsung tertawa keras melihat Cherllyne sedang dikelitikin habis-habisan oleh Rangga.
“Eh...kok ketawa? Sekarang giliran kamu loh Lia-yang jail” Ujar Rangga tiba-tiba langsung menghampiriku, dan memelukku dari belakang, hingga handuk yang melilit tubuhku langsung terlepas jatuh, membuatku kembali bertelanjang bulat. Sementara Cherllyne terlihat tergeletak di lantai sambil ngos-ngosan tapi masih tertawa kecil. Aku yang tau hendak dikelitikin berusaha melepaskan diri dari pelukan Rangga.
“Mao kabur? Enak aja. Uda siap?” Ujar Rangga yang kemudian langsung mengelitikin pinggangku juga, seperti tadi Rangga mengelitiki Cherllyne. “AHAHAHAHA..RANGGAA! UDAHHH....AHAAHAHAHAHA...RANGGAAAA! HAHAHAHA” Aku langsung tertawa kegelian banget, saat tangan Rangga mengelitiki pinggangku.
“HAHAHAHA...AMPUNN SAYANGG....AHAHAHAHA” Aku memohon ampun dengan harapan Rangga menghentikan kelitikannya di pinggangku. Aku sudah ga tahan ama geli di pinggangku itu. Geli banget.
Untungnya Rangga melepaskan kelitikannya di pinggangku. Membuat nafasku ngos-ngosan saking lelahnya tertawa. Rangga lalu langsung mengangkat tubuhku, dan menggendongku. Rangga membawaku dan meletakan tubuhku dengan lembut di tempat tidur.
Dan setelah meletakanku, Rangga kemudian juga menghampiri Cherllyne, yang masih tergeletak sambil memegangi pinggangnya. Rangga pun mengangkat dan menggendong tubuh Cherllyne, hingga meletakan tubuhnya di samping tubuhku.
“Kok kamu bisa tau Cher, aku lagi disini ama Liana?” Tanya Rangga, yang kemudian duduk di samping tubuhku, sambil mengelus kulit tubuhku yang bertelanjang bulat. Aku sendiri entah kenapa, tidak merasa risih bertelanjang bulat di hadapan Cherllyne. Mungkin karena kami pernah melakukan itu kemaren malam. Entahlah. Malah aku merasa nyaman dengan kondisi kami saat ini. Aku pun mengelus-elus punggung Rangga.
================================================== ========
CHARACTERS
Cherllyne Agustina
Fadli Rangga Putra
Liana Aryanti Widjaya
“Yo Cher...lu gak istirahat di kamar?” Tiba-tiba seseorang menyapaku saat aku sedang berjalan-jalan di sekitar hotel.
“Eh..elu Fik...ga lah, lagi gak ngantuk gw.” Jawabku sambil menoleh ke arahnya.
“Ya uda gabung kita-kita aja jalan nyari cemilan yuk ke luar?” Ajak Taufik, yang saat itu sedang berjalan bersama Indri, dan Jepri. Mereka ini satu team dengan ku di divisi marketing. SI Jepri yang paling aku sebel, karena mata mesumnya selalu jelalatan seolah berusaha menembus pakaian yang sedang aku pakai. Seperti berusaha membayangkan seperti apa tubuhku jika tanpa pakaian. Buat aku, segala tingkahnya itu sangatlah menjijikan.
“Oh gak deh, Fik. Males gw jalan jauh-jauh. Gw mao keliling aja di sekitar sini, liat-liat suasana hotel ama pantai.” Jawabku menolak ajakannya.
“Gw temenin lu deh Cher, sekalian gw jagain lu.” Ujar Jepri tiba-tiba, membuatku tanpa sadar berjengit mendengar ucapannya.
“Ato lu mao nitip cemilan ga Cher? Biar gw beliin?” Tanya Taufik menghiraukan ucapan si Jepri.
“Gak deh, thanks Fik. I’m fine kok.” Jawabku kembali menolak tawarannya.
“Ya uda kalo gitu, gw mao cabut dulu deh Cher.” Ujar Taufik yang kemudian mengajak Indri untuk pergi, sementara Jepri tidak mengikuti mereka, dan malah mao mengekori ku.
“Eh...lu ngapain disini? Udah sana gih jalan ama si Taufik” Ujar ku sedikit ketus.
“Ck...ahh...daripada jadi nyamuk, kan mendingan gw nemenin lu jalan-jalan Cher. Kita bisa sambil ngobrol santai keliling pantai.” Jawabnya sok cool, yang justru semakin membuatku jijik.
“Sori Jep, gw mao jalan sendirian. Kalo lu mao nyari temen ngobrol buat jalan santai keliling pantai, lu cari cewe laen aja gih.” Ujar ku beneran ketus kali ini. Sungguh menyebalkan punya temen yang urat malunya uda putus gini.
“Gw maonya ama lu doang Cher. Kalo ama lu, gw jadi ngerasa gimana gitu.” Jawab Jepri masih tidak tau malu, malah sambil cengengesan.
“Iya ya? Sama dong kalo gitu ama gw, kalo lu lagi deket-deket gitu ama gw. Gw juga jadi ngerasa gimanaa gitu.” Jawabku ke Jepri, yang malah membuatnya tersenyum semakin lebar.
“Ngerasa gimana Cher? Ngerasa...deg-degan, atao ngerasa pengen gw sayang?” Makin gila nih orang omongannya.
“Ngerasa pengen muntah tau!” Cetus gw langsung meninggalkannya, yang sempat membuatnya langsung tertegun mendengar ucapan ku, namun malah langsung tertawa. “Hahahaha...rese lu Cher” Ujarnya, yang untungnya tidak mengikuti ku lagi. Hmm...mungkin apa aku terlalu kasar yah ama dia. Tapi emang dia uda muka badak, jadi kalo aku gak ketusin malah makin gila kelakuannya.
Aku kemudian melihat Rani sedang berjalan-jalan juga sambil melihat-lihat ke kiri dan ke kanan. Senyum ku langsung sedikit mengembang melihat kehadirannya. Setidaknya bisa mengurangi kejenuhanku sepanjang perjalanan tadi, karena aku terpisah bis dari Rangga.
“Lagi nyariin siapa sih Ran?” Sapa ku saat berada di sampingnya.
“Eh...Cher...duh...bikin kaget gw aja lu. Hmm...gak nyari siapa-siapa sih. Lagi pengen jalan-jalan aja.” Jawab Rani, hmm...sedikit menjaga jarak dari ku. Hihihi. Masih ngerasa saingan cinta nih?
“Hmm...bilang aja nyari ayang Rangga...hehehe” Goda ku, membuat wajahnya memerah.
“Eh...ihhh...siapa bilang? Ga kok, lagi jalan-jalan aja.” Jawab Rani berusaha menutupi keterkejutanku.
“Ohh...kirain nyari Rangga. Tadi sih gw liat lagi jalan ama Oli tuh disana, sambil gandengan tangan tuh. Mao mojok kayanya tuh.” Ujar ku kembali menggodanya dengan wajah serius, sehingga membuatnya terkejut dan ekspresi wajahnya pun langsung berubah.
“Se-serius lu Cher?” Tanya Rani dengan wajah kecewa yang memelas.
“Ga kok, gw cuma becandain lu doang. Gw juga belom liat Rangga tuh dari tadi. Ketauan kan lu emang lagi nyariin Rangga...heheehehe” Jawabku sambil tertawa sudah berhasil menggodanya.
“Ya ampuunnn Cherllyne! Hiiihhh...nyebelin dasar” Ujarnya sewot sambil manyun gitu. Hihihi. Rani juga cukup lucu dan manis sekali kalo lagi manyun gini, walau tidak seimut Oli.
“Hehehe...maap yah cin, cuma becanda ajah kok. Jangan mewek yah...cup...cup..cup” Aku kemudian berusaha membelai kepalanya. Dan dia hanya diam saja sambil masih manyun.
“Trus, gimana lu ama Rangga? Lu uda maju duluan blum? Ato lu masih takut aja deketin dia?” Tanyaku penuh perhatian.
“Hmm...yah gitu deh.” Wajahnya langsung terlihat cerah sambil menerawang. Membuatku menyadari artinya. Artinya Rani entah bagaimana caranya, kayanya hubungan Rani dengan Rangga ada kemajuan nih.
“Oh? Kalo dari muka lu yang keliatan cerah, lu pasti pernah mesra-mesraan ya ama Rangga?” Pertanyaanku rupanya cukup mengejutkannya, hingga bisa membuatnya tertegun sesaat.
“Ihhh...gw takut kalo ngomong ama lu Cher. Lu bisa tau mulu cuma dari ekspresi gw aja, padahal ga gw jawab. Uda ah gw ke kamar dulu ahh...hehehe” Ujar Rani sambil tertawa, berusaha menghindariku. Sehingga membuatku tergelak melihatnya lari dari ku.
Iya ya, Rangga kemana ya, dari tadi aku sama sekali ga ngeliatnya. Oli lagi di kamarnya tadi dia bilang. Apa...lagi ama mba Liana kah? Aku juga daritadi ga ngeliatnya. Jangan-jangan mereka lagi mengenang.....
Tiba-tiba terbersit di pikiranku, aku tiba-tiba cukup yakin Rangga sedang bersama mba Liana. Dan rasa-rasanya, aku tau dimana Rangga dan mba Liana berada. Huh, gak sopan kalo mereka beneran ada disana. Dan aku pun langsung melangkah cepat menuju tempat yang sedang ku pikirkan.
Saat aku berada di depan kamar itu, tadinya aku hendak mengetuk pintunya, tapi sayup-sayup aku mendengar suara rintihan wanita. Hati ku langsung sedikit hangat, karena rasa cemburu yang meluap dari hati ku. Aku lalu langsung menelepon mba Liana, untuk memastikannya.
Setelah beberapa lama, mba Liana tidak menjawab panggilan teleponku. Huh! Nyebelin. Padahal kita uda sepakat, kita mao mejauh dari Rangga dulu. Gak konsisten nih. Tapi yah, aku bisa mengerti sih, kalo emang beneran mereka berdua sedang melakukan itu. Aku sedikit memahami perasaan mba Liana juga.
Aku menunggu sambil memainkan ponselku. Dan 15 menit kemudian, aku kembali mencoba menelepon mba Liana. Tapi, lagi-lagi panggilan telepon ku di acuhkan olehnya. Hingga akhirnya mba Liana mau menjawab panggilan telepon ku yang ke tiga kalinya, beberapa menit setelah mencoba untuk ke dua kalinya tadi.
“Halo...” Aku mendengar suara lemah mba Liana. Huh...dasar ngeselin.
“Udah kelar bu?” Tanyaku ketus.
“Hmm...kelar apanya Cher?” Mba Liana masih mencoba mengelak, rupanya. Mana bisa, orang aku ada di depan nih.
“Uda bisa berdiri blum? Kalo uda bisa jalan, buruan bukain pintunya. Aku di depan nih daritadi.” Jawab kembali ketus dan datar.
Aku terus menanti terbukanya pintu ini. Dan rasanya ini pun lama sekali. Ya ampuunn...apa mereka mesra-mesraan lagi? Nyebelin banget sih.
Dan akhirnya setelah penantian panjang, akhirnya pintunya pun terbuka, dan aku melihat mba Liana, yang “hanya” berpakaian handuk, sedang tersenyum ke arahku. Huh, pake senyum-senyum lagi.
“Huh, kalo aku yang maen ama Rangga, mba Liana ampe nangis-nangis. Eh sekarang malah dia duluan yang nyari-nyari kesempatan di belakang aku.” Ujar ku ketus. Aku sengaja mengungkit cerita lalu, dimana mba Liana mengangis saat mba Liana mengetahui Rangga pernah bercinta dengan ku.
Mba Liana kemudian hanya tersenyum simpul mendengar ucapan ketus ku. “Uda ah, jangan mewek. Mao masuk ga?” Jawabnya sambil tersenyum. Haaahhh! Whatever!
“Enak aja jangan mewek! Huh! Aku mao marah pokoknya ama mba. Gak fair tau. Kita kan uda sepakat waktu itu. Huh. Nyebelin banget.” Aku langsung saja masuk, dengan sengaja sedikit menabrak bahu nya pelan. Mba Liana hanya tertawa geli saat aku menabrak bahu nya seperti itu.
“RANGGAA! Gw mao marah ama lu berdua!” Aku langsung berteriak lantang, saat melihat Rangga sedang tiduran tanpa memakai baju sedikitpun, di tempat tidur.
Teriakan ku itu rupanya sangat mengejutkan Rangga, yang langsung melonjak bangun dari tempat tidur, dengan tubuh bertelanjang bulat, dan wajah yang kebingungan.
Aku yang tadinya mao marah malah jadi tertawa keras terpingkal-pingkal, saat melihat reaksi Rangga terkejutnya ampe lompat seperti itu.
“Hwahahahaha...Ranggaa!...lu lucu banget sih kalo kaget gitu...hahahaha” Ujar ku sambil memegangi perutku, karena tertawa terpingkal-pingkal seperti ini.
“Woy...gila luhhh...bikin kaget gw aja! Sableng! Gw kira gw lagi digerebek satpol PP” Ujar Rangga yang terlihat lemas, saking kagetnya tadi. Batang kemaluannya yang tadi aku lihat masih keliatan keras dan tegang, langsung jadi layu, setelah terkejut oleh teriankan ku tadi.
“Ohh...jadi aku dikerjain nih ceritanya. Hmm...enak aja, ga sopan. Musti kasih hukuman nih.” Ujar Rangga yang langsung menghampiri ku dengan cepat, dan memeluk ku dari belakang. Dan tanpa aku sempat bereaksi, Rangga langsung mengelitiki pinggang ku, hingga membuat ku berteriak kegelian.
“HHAHAHAHA...RANGGA! GELI GA...HAHAHAHA...IHHH...RESE LUH....HAHAHAHA” Aku tertawa semakin kuat. Apalagi aku tidak bisa bergerak karena di peluk erat oleh Rangga. Mba Liana malah langsung tertawa keras melihat ku sedang dikelitikin habis-habisan oleh Rangga.
“Eh...kok ketawa? Sekarang giliran kamu loh Lia-yang jail” Ujar Rangga tiba-tiba melepaskan ku dan langsung menghampiri mba Liana, dan memeluknya dari belakang, hingga handuk yang melilit tubuhnya pun langsung terlepas jatuh, hingga mba Liana menjadi bertelanjang bulat. Sementara tergeletak di lantai sambil ngos-ngosan kehabisan tenaga, karena kebanyakan ketawa, tapi masih juga tertawa kecil karena masih merasakan geli bekas klitikan Rangga tadi.
Mba Liana aku lihat berusaha melepaskan diri dari pelukan Rangga, saat hendak di klitikin.
“Mao kabur? Enak aja. Uda siap?” Ujar Rangga yang kemudian langsung mengelitikin pinggang mba Liana juga, seperti tadi Rangga lakukan kepada ku. “AHAHAHAHA..RANGGAA! UDAHHH....AHAAHAHAHAHA...RANGGAAAA! HAHAHAHA” Mba Liana pun langsung tertawa kegelian banget, saat tangan Rangga mengelitiki pinggangnya. Kedua payudaranya bahkan sampai terlempar-lempar, akibat gerakan mba Liana.
“HAHAHAHA...AMPUNN SAYANGG....AHAHAHAHA” Mba Liana terlihat memohon ampun berharap Rangga menghentikan klitikannya.
Rangga kemudian melepaskan mba Liana. Mba Liana pun terlihat ngos-ngosan saking lelahnya tertawa. Hihihi..aku uda ngerasain duluan tuh. Rangga lalu mengangkat tubuh mba Liana, menggendongnya, dan membawanya, lalu meletakan mba Liana dengan lembut di tempat tidur. Aku iri sekali deh rasanya. Mau juga di gendong Rangga.
Aku tetap tergolek di lantai. Bukan karena aku gak bisa bangun, tapi aku ingin tau apakah Rangga akan menggendongku juga, seperti ia menggendong mba Liana tadi.
Dan setelah meletakan mba Liana di tempat tidur, Rangga kemudian aku lihat juga menghampiri ku. Rangga kemudian mengangkat dan menggendong tubuh ku juga. Aku senang sekali rasanya. Tidak pernah ada satu pun pria yang pernah menggendongku seperti ini. Bahkan almarhum mantanku, Rio. Rangga kemudian meletakan tubuhku di samping mba Liana.
“Kok kamu bisa tau Cher, aku lagi disini ama Liana?” Tanya Rangga, yang kemudian duduk di samping mba Liana, sambil mengelus tubuh mba Liana yang bertelanjang bulat. Aku sedikit iri deh melihat kemesraan mereka. Walau Rangga juga pernah melakukan hal yang sama denganku kemarin itu. Apalagi saat melihat mba Liana juga mengelus-elus punggung Rangga.
Aku hanya menatap mereka berdua. “Oh gitu nih, jadi...aku uda ga di anggep ama kamu Ga?” Ujarku dengan wajah ketus.
“He? Maksud kamu gimana sih Cher?” Tanya Rangga.
“Yang di elus jadinya cuma mba Liana doang? Iya sih ya, mba Liana emang lebih seksi dari aku sih.” Jawabku sambil mengalihkan pandanganku ke luar. Rangga kemudian tergelak. Dan langsung menghampiri ku.
Aku kira Rangga hendak melakukan hal yang sama dengan mba Liana, tapi tanpa aku duga, Rangga malah duduk di sampingku, dan langsung membuka kancing celana jeans ku. Dan sebelum aku sempat bereaksi, Rangga langsung menarik turun celana panjang ku, langsung berikut dengan celana dalamnya.
“Eh..ehh...ehhh...Gaaa! kamu mao ngapain sih?” Aku berusaha menahan celana ku. Namun Rangga terus memaksa untuk membuka celanaku, hingga akhirnya aku sudah setengah telanjang memamerkan vaginaku yang masih berbulu halus, setelah sempat aku cukur habis waktu itu, di hadapan Rangga dan mba Liana.
Tidak cukup sampai di situ, Rangga pun kemudian berusaha menarik ke atas kaos yang aku kenakan. “Ga, jangan Ga! Kaos ku jangan di bukaa...” Terlambat. Kaos ku telah terlepas dari tubuhku, tanpa aku mampu mencegahnya dengan serius. Entah kenapa, aku selalu tidak bisa menolak segala keinginan Rangga terhadapku. Seolah-olah aku tidak berdaya saat berhadapan dengannya. Aku tidak pernah merasa setidakberdaya ini dengan cowo manapun. Termasuk dengan Rio.
Dan akhirnya, pertahanan terakhirku, sebuah bra berwarna hitam pun telah terlepas dari tubuhku. “Ahhhh kamu sih ngapain lagi ah, bugilin aku kaya gini? Kamu mao threesome ama mba Liana emang, ampe jadi bugil semua gini?” Ujarku malah bersikap manja, bukannya ketus.
“Emang kamu ama Liana mau threesome ama aku? Hehehe.” Rangga malah bertanya balik, yang langsung dijawab mba Liana. “Ehh..enak aja, sembarangan kamu, yang. Emang aku cewe apaan di threesome-in ama kamu.” Seru mba Liana.
“Okee...kali gitu, sekarang aku mao tanya ama Cherllyne, ama Liana juga. Ngapain kemaren itu ngirimin foto bugil Cherllyne berduaan ama Liana gitu ke aku, hayo? Apa tujuannya?” Pertanyaan Rangga mengejutkan ku, hingga aku menjadi tertawa geli. Sementara mba Liana aku lihat seperti malu-malu gitu.
“Bentar...bentar...hmm...sebelum jawab pertanyaan tadi, aku mao nanya satu hal dulu. Sebelum kamu, Cher, ama Liana foto bugil gitu berduaan. Emm...itu salah satu foto paling seksi yang pernah aku liat tau. Hehehe. Yah, sebelum kamu ama Liana foto bugil berduaan gitu, aku mao tau kalian abis ngapain hayoo ampe ************an gitu? Hmm...ngelakuin itu yah?” Rangga tampaknya berusaha menginterogasi aku ama mba Liana. Hihihi.
“Hehehe...ihh...itu mah rahasia wanita dong sayang. Kamu gak boleh tau dong. Iya kan mba?” Jawabku sambil menggoda mba Liana juga.
“Apaan sih, ga tau ah” Jawab mba Liana langsung menutupi wajahnya dengan bantal.
“Eh...ga bisa gitu dong, kalian berdua kan istri-istri aku, bidadari aku yang paling cantik. Jadi kalian berdua ga boleh rahasia-rahasiaan ama aku. Atoo...kalo ga mao jawab, mending aku giniin lagi deh...” Rangga tiba-tiba menyergapku dan langsung mengelitiki ku kembali, hingga aku langsung tertawa keras.
“HUAHAHAHAHA...RANGGAA...HAHAHAHA...MBAAA TOLONGIN AKUUU...HAHAHAHA” Sementara mba Liana malah hanya tersenyum melihat aku di kelitikin gini.
“HAHAHAHA..IYAA AKU JAWAABBB” Aku pun menyerah dari “siksaan” Rangga. Lagian, sebenarnya juga aku memang tidak berniat menutupi apa yang telah kami lakukan sih. Aku memang selalu tidak bisa menolak keinginan Rangga.
“Hmm...yah sebenernya sih waktu itu, aku lagi pengen banget yang. Sedih juga, karena aku uda janji ama seseorang, aku akan hmm...sedikit menjaga jarak ama kamu, yang.” Jawabku setelah aku mengumpulkan nafas ku kembali setelah dikelitikin Rangga.
“Janji untuk menjaga jarak dari aku? Kenapa? Janji ama siapa Cher?” Rangga sangat terkejut mendengar ucapanku itu.
“Yah nanti kamu akan tau sendiri, sayang. Yah kebetulan aku kan ama mba Liana lagi hmm...saling curhat gitu deh. Mungkin kamu juga tau pasti, kalo mba Liana ke apartemen ku kan?” Rangga hanya mengangguk pelan, sambil tangannya meremasi tangan ku.
“Aku sempet meminta bantuan sih ama mba Liana, untuk sedikit melepas pengen ku itu. Untungnya mba Liana orangnya baik banget, jadi yah kita saling emm...membantu gitu deh, yang.” Jelasku lagi. “Setelah itu, aku sempet pengen godain kamu, gimana reaksi kamu kalo ngeliat aku ama mba Liana bugil di hadapan kamu gitu. Hehehe. Jadi lah aku ngajak mba Liana untuk foto bugil, trus dikirimin deh ke kamu. Tapi mba Liana langsung maksa aku untuk menghapus foto itu. Foto yang di HP kamu itu jadi foto satu-satunya lho yan. Jangan di apus. Hehehe.” Lanjutku kemudian.
“Enak aja...apus ahh sayang. Tar ketauan orang-orang aku malu banget tau.” Potong mba Liana.
Hahahaha...ironis sekali pikirku, kalo melihat bagaimana aku maupun mba Liana, yang biasanya sangat tegas di kantor, malah bisa bertekuk lutut, dan bersikap manja-manjaan dengan satu pria. Aku sendiri bingung bagaimana Rangga bisa punya pesona yang bisa membius kami berdua. Padahal kami ini galak lho. Hihihi.
“Tapi...kayanya aku uda tau deh gimana reaksi kamu yang.” Ujar ku lagi, membuat Rangga bingung.
“Tau dari mana? Kamu kan ga ngeliat aku pas aku pertama ngeliat foto kamu berdua gitu” Tanya balik Rangga, terlihat bingung.
“Maksud aku reaksi kamu yang di bawah itu tuh.” Jawab ku mempertegas ucapan ku tadi, sambil menunjuk dengan pandangan mata, ke arah pangkal paha Rangga. Mba Liana yang ikut melihat langsung tergelak dan tertawa.
“Hahaha...Ranggaaa...nakal banget sih. Pasti kamu lagi ngebayangin deh aku ama Cherllyne ngapain aja waktu itu?” Ujar mba Liana sambil tertawa.
“Hehehehe...banget Li. Liana seksi banget, Cherllyne juga seksi banget. Dua wanita seksi, telanjang dan melakukan hal erotis...aduuhhh...hmmm...gimana ya?” Ujar Rangga sambil tertawa.
“Apanya gimana? Tangan kamu pake ngelus-ngelus gini. Bilang aja pengen lagi kan. Hahaha. Ama Cherllyne aja dulu. Aku masih ngegeter nih kaki aku.” Seru mba Liana, melihat tangan Rangga sedang mengelusi paha aku dan mba Liana bersamaan.
Aduuhhh...jujur, dan ga munafik. Aku beneran lagi horny banget. Pengen banget ngelayanin Rangga. Tapi aku juga uda janji ama dia, ga bakal bercinta lagi ama Rangga. Aduuuhh...aku bingung nih.
Aku dikejutkan saat tangan Rangga mengelusi rambutku dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Bibir kamu akhirnya saling bertemu dan saling bertautan. Rangga melumat pelan bibir ku. Aku pun tak kuasa untuk tidak membalas lumatan bibir Rangga. Aku sempat melihat Rangga tetap memegang erat tangan mba Liana. Mungkin, Rangga takut menyakiti perasaan mba Liana, pikirku.
“Ga...pliss...jangan sayang...” Bisik ku saat bibir kami terlepas.
“Jangan ama Cher? Jangan ragu-ragu? Hehe.” Rangga malah menganggapnya bercanda, dan langsung menciumi leherku sambil meremasi payudara ku yang sebelah kiri.
“Rangga...plisss...jangan maksa aku...huuuu...aku ga bisaa...huuu” Akhirnya aku malah menangis, karena aku tidak kuasa menolak Rangga, tapi aku juga merasa bersalah ama Olivia, yang sudah aku anggap sebagai adik aku sendiri.
Rangga sampai terkejut melihat aku menangis gini. Mba Liana langsung bangun dan memeluk ku, serta meminta Rangga sedikit menjauh.
“Huuu...aku bingungg mba...aku ga munafik, aku juga mau banget mba. Tapi aku uda janji ama adik aku itu....aku jadi merasa bersalah banget mba...huuuu.” Aku menjadi menangis di pelukan mba Liana. Aku kesal sekali. Aku sangat merindukan sentuhan Rangga di tubuhku. Tapi aku juga merasa sangat bersalah dengan Olivia, apabila aku kembali bercinta dengan Rangga. Aku sudah memberikan janjiku kepadanya. Janji yang entah harus kusesali atau tidak.
Rangga terlihat bingung melihat aku menangis, sambil menatap ke arah mba Liana. Seakan meminta sedikit penjelasan, mengapa aku sampai menangis seperti ini. Tapi Rangga kemudian menghampiriku, dan ikut memeluk ku erat.
“Maafin aku ya Cher. Aku ga tau apa yang sebenernya terjadi. Tapi aku minta maaf kalo aku uda maksa kamu untuk berbuat yang tidak sesuai keinginan kamu kaya tadi.” Ujar Rangga.
Dan aku pun langsung menggelengkan kepalaku. “Bukan itu sayang. Aku bahagia dan seneng banget setiap aku ada di sisi kamu sambil bermesraan gitu, Ga. Kamu adalah sebuah kebahagiaan yang uda lama ga pernah aku rasain, yang. Aku sayang kamu. Aku selalu ga bisa nolak keinginan kamu. Tapi, masalahnya, aku uda ngasih janji aku ke orang yang juga aku anggap penting dalam hidup aku, sayang. Aku uda anggep dia sebagai adik aku sendiri, karena kami sama-sama anak tunggal, sayang. Maafin aku ya? Plis kamu jangan berburuk sangka ama aku dulu.” Aku berusaha menjelaskan segala sesuatu ama Rangga.
Rangga pun mengecup keningku. “Cherllyne sayang, kenapa kamu kasih janji kaya gitu sih ke Oli? Oli kan yang kamu maksud uda kamu anggep adik kamu sendiri? Dia kan uda punya cowo, Cher. Aku rasa, kamu sebenarnya berhak kok untuk memberikan kasih sayang kamu ke aku, dan sebaliknya. Karena kita adalah dua manusia yang saat ini tidak memiliki keterikatan hubungan dengan seseorang. Yah, walau untuk aku, sebenernya, ga terlalu bener juga sih, karena hatiku juga uda terikat ama satu wanita cantik ini.” Jelas Rangga, yang kemudian menarik tangan mba Liana, sambil menciumnya. Mba Liana pun langsung tersenyum sambil memonyongkan mulutnya.
“Aku bersyukur banget, aku bisa ketemu Liana, bisa deket ama Liana, bisa saling menyayangi dan mencintai. Satu hal yang sebelum nya gak pernah aku dapetin, Cher. Begitu juga saat aku ketemu kamu, deket ama kamu. Aku bisa berbagi rasa cinta dan sayangku ama kamu, dengan begitu nyaman, tanpa adanya tekanan maupun rasa kuatir. Liana ama kamu itu uda jadi penopang kebahagiaan aku, Cher. Aku begitu menyayangi dan mencintai kamu ama mba Liana. Aku gak bisa mencintai Liana, tanpa mencintai kamu juga, Cher.” Jelas Rangga, sungguh membuat hati ku sangat senang dan berbunga-bunga. Dan aku rasa, mba Liana pun juga merasakan hal yang sama, karena dia langsung memeluk erat kami berdua.
“Tapi aku ga enak ama Olivia sayang. Aku uda janji ama dia.” Ujar ku lagi. Lalu mba Liana membelai lembut wajah ku.
“Cher, jujur, tadinya aku marah banget saat tau Rangga pernah tidur ama kamu, Cher. Tapi, setelah kita berbagi kisah dan cerita kehidupan kita, kita bisa saling mengenal satu sama lain, bahkan lebih mengenal lagi sifat asli kita masing-masing, aku jadi bisa ngerasain apa yang kamu rasain, Cher.” Ujar mba Liana sambil memegang lembut pipi ku. “ Aku jadi tau gimana kamu takut akan rasa kesepian lagi, saat Rangga...hmm...sudah ga terjangkau ama kita lagi nanti. Rasa sedih kamu hanya bisa melihat kebahagiaan Rangga dari jauh. Rasa rindu kamu saat ingin menyentuh dan mencium Rangga. Aku bisa rasain itu semua, Cher.” Jelas mba Liana kemudian, kepadaku.
“Aku tau, kita uda bersepakat mengenai masalah ini, Cher. Tapi, itu kan belum terjadi, jadi menurut pendapatku Cher, sampai saat itu tiba, kamu masih berhak kok, untuk memberikan kasih sayang kamu ke Rangga, dan begitu juga sebaliknya. Sampai saat itu tiba, pergunakanlah waktu yang tersisa, sebaik mungkin Cher. Demi kebahagiaan kita dan juga Rangga.” Jelas mba Liana lagi.
“Jujur, aku benar-benar ga paham banget, apa yang sedang kalian omongin sebenarnya. Apa maksudnya sih, kalo aku uda gak kejangkau lagi ama kamu, Lia-yang, ama Cherllyne juga? Emang aku mao kemana sih? Aku akan selalu ada kok buat dua wanita cantik di hadapanku ini. Aku ga akan pernah bisa ngelepasi salah satu dari kamu, Cher, atau Liana. Like I said, I need you both. I love you both.” Ujar Rangga. (Seperti yang aku bilang, aku membutuhkan kalian berdua. Aku mencintai kalian berdua)
“Cher....” Aku memalingkan wajahku ke arah mba Liana saat dia memanggilku dengan lembut.
“Lakuin aja...kasih Rangga kenangan terindah nya ama kamu, seperti yang tadi aku lakuin ke Rangga. Kita bisa menjaga janji kita, saat waktu itu uda tiba, Cher.” Ujar mba Liana. Dan aku pun melihat ke arah Rangga.
Mba Liana benar, sebelum waktunya tiba, setidaknya aku ingin memberikan satu kenangan indah, yang bisa selalu di ingat ama Rangga. Maafkan aku Oli sayang. Hanya untuk kali ini aja ya pliss.
Aku pun memejamkan mataku. Dan Rangga yang menyadarinya, langsung mengecup bibir ku dengan lembut dan penuh perasaan. Memang benar, aku bisa merasakan perasaan cinta yang Rangga miliki terhadapku, melalui ciuman ini.
Ciuman kami pun mulai semakin bergairah, seiring lidah kami yang ikut dalam pertempuran, dengan saling membelit, dan saling menekan satu sama lain. Nafasku pun menjadi semakin memburu. Yah, inilah percintaan ku yang terakhir dengan Rangga, tekad ku.
Ciuman kami pun semakin bergairah. Aku bahkan sampai memegangi kepala Rangga. Aku seperti wanita yang sudah sangat lama tidak pernah bertemu Rangga. Aku merasa begitu rindu akan sentuhannya. Ciuman Rangga pun mulai turun menciumi leherku, sementara aku menikmati rasa geli ini sambil mengelus dan mengusap rambut Rangga.
“Aaaaahhhh...ssshhhhh.....aaahhhhhh” Aku langsung mendesis pelan, saat Rangga mulai mengulum payudaraku. Aku melihat ke samping, dan melihat mba Liana hanya tersenyum sayu, dan hendak turun dari tempat tidur.
Tanpa di sepakati, tangan ku dan tangan Rangga, reflek memegang dan menarik tangan mba Liana. Dan aku pun langsung mencium bibir mba Liana dengan lembut. Sementara Rangga terus mengulum payudaraku, sambil tangannya meremasi payudara mba Liana dan memainkan puting payudaranya.
“Aaahhhh...sayaanngg...kan tadi udah ama akuhh...uda sekarang ama Cherllyne aja ahhh” Ujar mba Liana, berusaha untuk menolak tangan Rangga yang sedang meremasi payudaranya, walau tidak benar-benar serius.
“Ga boleh...mba Liana ga bolah pergi. Mba musti temenin aku disini.” Ujar ku terus memegang tangannya. Aku lalu menarik tangan mba Liana kebawah, sehingga tubuhnya pun tertarik ke bawah oleh tarikan tangan ku. Dan saat wajahnya sudah dekat, aku langsung memegang kepalanya dan menariknya ke wajahku. Aku langsung melumat bibir nya yang terbuka, karena sedang terkejut aku tarik tadi.
“Mmmmmm....mmmm.....mmmmffff.....sluurpppp...mmmff f” Mba Liana yang awalnya menolak dan berusaha menghindar, perlahan tapi pasti mulai mengalah, dan mulai balik melumat bibirku.
“Mmmmfff....sssshhh....mmmmfff...sssllluurrpp...mm mmfff” Gairahku pun semakin memuncak, saat kuluman Rangga di payudaraku begitu nikmat rasanya. Sementara gumaman ku dan mba Liana saling bersahut-sahutan, seiring Rangga yang juga sedang memilin puting susu mba Liana.
Rangga kemudian menghentikan kulumannya di payudaraku, juga remasannya di payudara mba Liana. Rangga aku lihat sedang duduk dan memperhatikan ku dan mba Liana yang sedang berciuman mesra dan penuh kelembutan. Aku kemudian melepaskan ciuman ku, dari bibir mba Liana, saat aku menyadari sedang diperhatikan ama Rangga.
Rangga aku lihat sedang tersenyum lembut sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “What? Kamu lagi liatin apa Ga?” Tanya ku. Mba Liana pun juga langsung melihat ke arah Rangga.
“Lagi ngeliatin dua bidadari cantik aja, dengan keseksian yang luar biasa, lagi telanjang di depan aku. Rasanya...indah banget dan bersyukur banget.” Jawab Rangga sambil tersenyum lembut ke arah kami berdua.
“Bersyukur banget bisa maen ama dua cewe cantik?” Tanyaku sedikit sinis. Aku takut Rangga akan berubah pandangannya terhadap kami, saat melihat kami berdua sedang berciuman. Takut Rangga jadi meremehkan kami berdua. Walau hatiku sebenarnya yakin, Rangga tidak akan menjadi seperti itu.
“Bukan...eh..yah aku emang bersyukur untuk itu juga. Tapi bukan itu maksud aku, aku bersyukur...bisa mendapatkan cinta dan kasih sayang yang luar biasa dari kamu, Cher, ama Liana ku sayang ini. Aku...bagaikan mendapatkan jackpot yang luar biasa indah. Dapetin cinta dan hati salah satu aja uda luar biasa. Tapi aku dapetin dua-dua nya. I can never expect more beautiful than this, to Allah.” Ujar Rangga sambil menggenggam tangan kami berdua. (Aku tidak bisa mengharapkan yang lebih indah dari ini kepada Allah)
“I really have to say this to both of you now. Will you both marry me?” Ujar Rangga dengan sebuah pandangan yang sangat serius sekali. Membuat kami berdua terpana, dan saling berpandangan. (Aku harus mengatakan ini kepada kalian berdua. Maukan kalian menikahi ku?)
“You will always be my husband, Rangga sayang.” Jawab mba Liana, sambil menarik tubuh Rangga, dan mulai berciuman dengan penuh perasaan. Penuh kelembutan. Membuatku menjadi seperti di tarik ke arah mereka berdua. Wajahku mendekati wajah mereka berdua yang sedang berciuman. (Kamu akan selalu menjadi suami ku)
Rangga lalu melepaskan bibir mba Liana, dan langsung melumat bibir ku. Kami saling melumat bibir dengan penuh penghayatan. Rasanya, seluruh perasaan ku tertumpah pada sebuah ciuman ini.
“We both will always be yours, sayangku. I’ve never felt this...this great feeling to any guy before. My feeling upon you, It so overwhelming, I couldn’t help it. Even with my late boyfriend. And I think, mba Liana feels the same way, as I do. So, even if we couldn’t be with you, someday. It doesn’t mean that we stop loving you. Coz we can’t. We can’t ever stop loving you. We just loving you, in a bit different way. Just...trust us, that we will always be yours...forever...no matter what.” Jelasku, berusaha meyakinkan Rangga. Entah kenapa, aku merasa takut Rangga akan kecewa dan menganggap kami berdua sudah tidak lagi menyayanginya, apa bila waktu nya sudah tiba. (Kita berdua akan selalu menjadi milik kamu, sayangku. Aku tidak pernah merasa seperti ini...perasaan yang luar biasa kepada pria manapun sebelumnya. Perasaan aku ke kamu, itu begitu meluap-luap, aku tidak bisa menahannya. Bahkan dengan almarhum mantanku. Dan aku rasa, mba Liana juga merasakan hal yang sama, seperti aku. Jadi, walaupun kita gak bisa ada di sisi kamu, suatu saat nanti, itu bukan berarti bahwa kita berhenti mencintai kamu. Kita gak akan bisa berhenti mencintai kamu. Kita hanya akan mencintai kamu dengan cara yang berbeda saja. Percayalah ama kita, bahwa kita akan selalu dan selamanya, tak perduli apa yang terjadi, selalu menjadi milik kamu)
Rangga lalu menarik tangan kami untuk duduk juga, dan langsung memeluk kami berdua dengan sangat erat. Aku dan mba Liana pun juga memeluk Rangga dengan erat.
“Cher...kamu...jadi mao ngelakuin itu ama Rangga ga? Karena ini uda jam 3 lho, kita musti kumpul jam 5 kan.” Ujar mba Liana mengingatkan kami.
“Aku...terserah suami ku ini, mba.” Jawabku sambil menatap wajah Rangga, yang tersenyum lebar mendengar aku menyebutnya “suamiku”.
“Aku...yah kita tunda dulu aja deh. Kamu juga kayanya masih ga nyaman, karena masih ngerasa terikat ama janji kamu kan?” Ujar Rangga.
“Hmm...gimana kalo kita bertiga mandi bareng aja deh yuk?” Ajak mba Liana. Aku dan Rangga pun langsung menyetujui rencana mba Liana. Rangga pun sempat mengecup bibir mba Liana dan aku, sebelum menggandeng tangan kami berdua kiri dan kanan, menuju ke kamar mandi.
Kami bertiga saling menyabuni satu sama lain. Yang untungnya kamar mandinya cukup luas untuk bisa dimasuki kami bertiga. Namun, saat aku sedang menyabuni Rangga, entah kenapa aku jadi iseng dengan mengocok batang kemaluan Rangga hingga menjadi keras.
Suasana yang tadinya diselingin dengan obrolan dan candaan, berubah dalam sesaat menjadi desahan-desahan erotis, saat kedua tangan Rangga juga merangsang kemaluan aku dan mba Liana dengan jari jemarinya, yang begitu terampil membuat vagina kami berdua menjadi basah.
Rangga lalu mengocok kemaluan kami berdua dengan jemarinya, secara bersamaan. Sementara mulut nya terus bergerak mengulum payudaraku, kemudian mengulum payudara mba Liana. Sedangkan aku dan mba Liana, terkadang saling berciuman, apa bila rasa geli yang kami rasakan begitu meluap-luap.
“Oooohhhhh...ssshhhh...aaahhhhh....aaaaahhhhh”
“Iyaahhhh...sssshhh....hhaaahhhh...ssshhh...oooohh h”
Rintihan aku dan mba Liana saling bersahut-sahutan. Rangga banyak membuat tanda merah di sekitar payudara ku. Sama seperti yang ia lakukan di payudara mba Liana. Aku sempat heran, bagaimana bila suaminya melihat tanda merah itu. Namun karena aku langsung mendapatkan orgasme ku, aku tidak lagi memikirkannya.
Tubuhku langsung mengejang sambil memegang erat lengan Rangga, dan pantatku langsung berkejat-kejat menyemprotkan cairan kenikmatan ku dengan cukup deras. Nafasku langsung tersengal-sengal.
“Aaahhh...sayanggg...akkuuhh keluarrr jugaaa” Rintih mba Liana, yang juga mengalami hal yang sama dengan ku, saat pantatnya berkejat-kejat dan menyemburkan cairan nya. Walau tidak sebanyak semburanku barusan.
Rangga lalu membalikan tubuh ku, dan menarik pantatku ke belakang, hingga aku setengah menungging sambil berpegangan kepada dinding kaca pemisah di kamar mandi. Aku yang sedang di landa gairah tinggi, dan masih lemas karena baru mendapatkan orgasmeku, tidak terpikirkan akan janji ku kepada Oli. Aku baru menyadarinya saat batang Rangga sudah melesak masuk ke dalam liang vagina ku.
“Aaaaahhhhhh....sayangg...kenapa kamu masukin...aaahhhhhh...akuh kan uda janji tau” Ujar ku, namun aku tidak mencegah Rangga sama sekali. Aku tidak kuasa untuk mencegahnya. Rangga lalu langsung mulai mengocok kemaluanku, hingga menimbulkan bunyi beradunya kulit kami berdua.
CROKKK! CROKKK! CROKKK! CROKKK!
Sementara aku liat dari kaca yang memantulkan bayangan kami, Rangga menarik tangan mba Liana, dan melumat bibirnya lagi. Sementara aku terus merintih dan merintih saat batang Rangga mengaduk-aduk liang vaginaku. Rasanya begitu nikmat sekali. Membuat aku langsung lupa diri, dan terbuai akan gairah birahi kami.
Tubuh kami bertiga yang mengkilap karena di siram oleh air pancuran, menambah kesan eortis kami bertiga. Rangga pun mempercepat goyangan nya dalam mengocok liang kemaluanku. Payudara ku yang menggantung bergerak liar kesana kemari. Mba Liana aku lihat sedang menciumi tubuh Rangga, yang sedang berkonsentrasi mengocok kemaluanku ini.
Setelah mengocok lubang kemaluanku selama beberapa lama, Rangga kemudian menghentikan goyangannya, dan mengeluarkan batang kemaluannya dari vagina ku. Sementara badan aku masih terus menggigil, karena rasa geli yang nikmat, masih tetap terasa getaran-getarannya di sekujur tubuhku.
Kali ini Rangga memasukan batang kemaluannya, yang terlihat mengkilap karena bercampur dengan pelumas dari liang kemaluanku, ke dalam vagina mba Liana, dengan posisi yang serupa dengan ku.
Mba Liana pun langsung merintih-rintih saat kocokan batang Rangga, membuatnya menggila. Aku yang sedang beristirahat sejenak, tiba-tiba merasakan lubang vagina ku di masukan sesuatu. Jari Rangga kembali mengobok-obok lubang vagina ku, membuatku terpekik saking terkejut, namun rasanya enak sekali.
Rintihan dan pekikan kecil mba Liana dan aku, terdengar begitu nyaring, memenuhi kamar mandi hotel ini, yang menjadi saksi bisu pertempuran birahi diantara kami bertiga. Tubuh mba Liana bergetar dan menggigil hebat, saat Rangga mempercepat kocokan batang kemaluannya di dalam vagina mba Liana. Pun begitu juga dengan tangan Rangga, yang semakin cepat mengobok-obok liang vaginaku ini.
Hingga beberapa lama kemudian, saat mba Liana terlihat sangat lelah, Rangga kembali melepaskan batang kemaluannya dari dalam vagina mba Liana. Dan tanpa aba-aba, Rangga langsung saja memasukan batang kemaluannya ke dalam liang vaginaku. Membuatku menjadi terpekik keras.
Rangga pun langsung memompa vagina ku dengan kecepatan maksimal. Aku rasa, Rangga sudah hampir mendapatkan ejakulasinya. Aku pun kemudian berusaha menggoyangkan pantatku, meremasi batang kemaluannya. Sementara mba Liana yang keletihan masih bersandar di tembok, sambil berusaha mengumpulkan nafasnya kembali yang tersengal-sengal.
“Ooohhhhh...Ranggaahhh...enakkk....aahhhh...ssshhh ...aaahhh” Ujar ku di sela-sela rintihan ku, saat sedang menikmati kocokan cepat batang kemaluan Rangga.
“Cherr...aku mao keluar nih...bisa di dalem lagi ga?” Tanya Rangga yang mendengus, sambil memompa liang vagina ku dengan cepat.
“Jangaannn...sekarang udahhh...sssshhhh....masuk masa suburr yangghhh...aahhhh” Jawab ku, sambil merintih cukup keras. “Di dalem mba Liana ajahh sayangghhh” Ujar ku lagi, berusaha memberikan solusi untuk Rangga.
“Tahaaannn duluhh yangg...aku maoo dapett duluaann...aaahhhh...aahhhh...aahhhhhh” Aku kembali mendapatkan orgasme ku yang dasyat, akibat rangsangan batang kemaluan Rangga, yang mengobok-obok liang vagina ku. Badanku langsung bergetar halus, dan menggiggil saking gelinya, saat cairan ku menyemprot lagi cukup deras.
Rangga mengecup punggung ku dengan lembut, sebelum Rangga mengeluarkan batang kemaluannya, dan lalu mulai memasukan ke dalam liang vaginanya mba Liana lagi, yang aku lihat sedikit, langsung terkejut, karena tidak menyangka serangan mendadak Rangga.
“Ranggaahhh sayangghhh...kok aku lagiihh? Aku uda lemes banget yaangg...aahhhh” Rintih mba Liana.
“Aku uda mao keluarr mbaa....aaahhhh...aku keluarrr mbaaaa....haaahhhhhh” Rangga langsung menekan dengan kuat, berusaha memasukan batang kemaluannya sedalam-dalamnya di rahim mba Liana.
Suasana kamar mandi pun menjadi hening sekali, kecuali suara pancuran air yang mengguyur tubuh dan kepala kami bertiga. Dan juga suara nafas kami bertiga yang bergitu memburu.
Dengan tubuh yang keletihan, kami bertiga memaksakan diri untuk kembali mandi, dan membersihka tubuh kami lagi. Dan setelah handukan, kami bertiga pun langsung berbaring di atas tempat tidur, tanpa mengenakan pakaian kamu sama sekali, alias bertenjang bulat. Tubuh kami bertiga hanya di tutupi oleh sebuah selimut.
Rangga berada di tengah tempat tidur, di apit oleh aku dan mba Liana. Kami berdua saling merebahkan kepala kami di dada Rangga, kiri dan kanan, dan tidur sambil memeluknya erat. Kami bertiga pun tertidur bugil bersama, menikmati kebersamaan kami yang terasa begitu hangat dan nyaman.
CHARACTERS
Fadli Rangga Putra
Hari Suprianto
29 | Confession Of A Sin
Entah kenapa, gw tiba-tiba terbangun. Pandangan gw masih berkunang-kunang. Dan saat gw mao bangun, gw merasa ada yang menahan kedua tangan gw. Dan pas gw liat ke kanan, gw melihat satu wajah cantik, sedang tertidur pulas, dengan sebuah senyuman lemah di bibirnya. Dan saat melihat ke kiri, gw juga melihat satu lagi wajah cantik, yang juga sedang tertidur pulas.
Mereka berdua bagaikan dua orang bidadari yang paling cantik dari kayangan. Gw merasa bersyukur banget gw bisa berada di sini, di apit dua bidadari paling cantik, yang tidak mengenakan pakaian apapun lagi, sedang memeluk gw dengan erat.
Gw berusaha menarik tangan gw, dan bangun dengan hati-hati agar tidak membangunkan kedua bidadari cantik itu. Saat sudah berdiri, gw sempet menatap keindahan tubuh telanjang dua wanita cantik tersebut, sebelum gw menutup tubuh mereka dengan sebuah selimut tebal.
Damn, they are so beautiful. Pikirku saat menatap wajah damai mereka berdua saat mereka sedang tertidur seperti ini. Gw lalu mangecup bibir mereka berdua, sebelum gw berdiri sambil menatap pemandangan laut di menjelang sore hari.
Tiba-tiba gw ngeliat Hari, sobat gw lagi berdiri sendiri di tepi pantai. Melihat atau bertemu Hari, membuat gw selalu dihantui oleh perasaan bersalah. Seandainya gw menyadari dari awal jika wanita berjilbab itu memang benar-benar Indah, istrinya Hari, tentu saja gw gak akan pernah mendekatinya, apalagi menjamahnya seperti itu. Apalagi gw punya sebuah prinsip, buat gw itu pantang jadian ato TTM-an ama kekasih atau mantannya teman sendiri, apalagi yang udah atau pernah menjadi istri teman. Haram hukumnya buat gw untuk tipe wanita seperti itu.
Apa yang harus gw lakukan terhadap Hari? Apa gw tetep diem aja dan seumur hidup dihantui perasaan bersalah? Ataukah gw harus mengakui semuanya kepada Hari? Dengan resiko hancurnya persahabatan gw?
Kalau gw jadi Hari, apa yang gw inginkan?
Aaarrgghhh! Kenapa gw jadi pengecut gini sih? Hari itu sahabat gw. Dan yanga namanya sahabat itu yang paling penting, adalah sebuah kepercayaan. Gw ga mau membohongi sahabat gw sendiri, hanya karena kepengecutan gw sendiri.
Gw kemudian menatap lagi wajah cantik Cherllyne dan Liana, yang masih terlelap dengan pulasnya. Bagaimana gw bisa menjadi seorang suami yang pantas bagi mereka, kalo gw pengecut dan gak berani mengakui kesalahan gw sendiri.
Gw lalu mengambil sebuah notes dan pulpen di atas meja, dengan logo hotel ini. Gw menuliskan pesan kepada kedua "istri" gw ini, minta maaf meninggalkan mereka duluan, karena ada utang yang harus segera aku selesain. Gw kembali merapatkan selimut yang menutupi tubuh telanjang mereka berdua, sebelum gw memakai celana dan baju gw lagi dan meninggalkan kamar, yang menjadi kenangan terindah gw. Pesan 'Do Not Disturb' gw pasang di handle pintu di depan kamar, agar tidak ada yang mengganggu kedua "istri" gw itu.
Gw turun melalui tangga darurat agar lebih cepat sampai ke bawah. Selain itu gw juga ga mau ketauan abis dari lantai atas. Yah menghindari kecurigaan dan pertanyaan saja.
Gw masih melihat Hari, yang masih berdiri di tepi pantai sambil melontarkan bebatuan ke laut. Jantung gw berdebar-debar ga karuan. This is it. Inilah pengakuan dosa gw, dihadapan sahabat gw, dihadapan seorang suami, yang istrinya telah aku serongi.
Gw menarik nafas panjang sebelum memanggilnya. "Harr...". Hari langsung menoleh ke arah gw. " Yo bro...lagi ngapain luh? Tumben kaga lagi molor?" Tanya Hari sambil bergurau. Bro? apa gw pantas disebut sebagai "bro"? Setelah apa yang gw lakukan terhadap istrinya.
"Har...gw..mao ngomong serius empat mata ama lu kalo lu bisa." Ujar gw sambil terus menguatkan hati gw.
"Ngomong apa bro? Bilang aja." Jawab Hari terlihat santai. Entah apakah dia masih bisa santai, setelah tau apa yang uda gw lakuin ke istrinya.
"Hmm...lu...ama bini lu gimana Har?...akur-akur aja kan?...uda melendung blum bini lu?" Tanya gw sambil menatap ke arah laut, masih belum berani menatap matanya.
"He? Gw kira mao ngomong serius apa lu cuy. Masih belum hamil tuh si Indah cuy. Belum dikasih jodoh ama Yang Di Atas kali. Hehe. Nape lu cuy tiba-tiba nanya gitu?" Jawab Hari santai sebelum bertanya balik.
"Hmm..trus...lu...ama si Indah fine-fine aja bro?" Tanya gw lagi. Si Hari mulai memandang gw dengan pandangan curiga.
"Bro...sebenernya lu ada mao ngomong apa sih? To the point aja bro. Ga kaya lu aja sih?" Sergah Hari.
“Hmm...yah...gimana yah gw ngomongnya” Jawab gw bingung, sambil garuk-garuk kepala.
“Ngomong aje cuy lah, pake ribet amat sih luh.” Ujar Hari seolah sudah gak sabar.
“Gw...mao minta maaf ama lu Har.” Ujar gw kemudian memberanikan diri menatap wajahnya.
“Ha? Minta maaf kenapa luh? Lu...ga lagi abis kejedot tembok kan?” Si Hari masih aja bercanda.
“Gw serius Har...gw bener-bener minta maaf banget Har. Ini...soal bini lu...si Indah.” Ujar gw kemudian, yang membuat wajah Hari langsung benar-benar berubah menjadi serius. Bahkan, wajahnya terlihat memancarkan kemarahan, saat gw menyebut soal Indah.
“Kenapa ama bini gw, Ga? Kenapa lu minta maaf ama gw tentang bini gw?.” Tanya si Hari sambil mendekat ke arah gw. Jantung gw semakin berdebar-debar saja rasanya.
“Huff...gimana ya gw mulai ceritanya. Cerita awalnya cukup panjang Har. Jadi lu, dengerin cerita gw dulu ok?” Ujar Gw.
“Jadi gini Har ceritanya. Gw, ama temen gw dulu uda pernah janjian, temen gw mao ngajak gw ke pesta tempat komunitas dia. Gw minta ikut ama dia, karena gw penasaran aja. Nah setelah beberapa lama, temen gw itu ngabarin gw, nanyain jadi ga mao ikut ama dia ke pesta nya itu. Ya karena gw lagi senggang, jadi gw iyain aja.” Ujar gw mulai bercerita.
“Dan di pesta itu...gw...ketemu ama bini lu Har, si Indah. Gw ga tau dia uda ngomong ato belom ama dia, kalo dia pergi ke pesta itu. Awalnya gw ga tau kalo itu bini lu Har. Karena di pesta itu, kita semua musti pake topeng gitu Har. Jadi kita ga bisa ngeliat wajah masing-masing orang.” Jelas gw lagi. Keringet dingin mulai merambati tubuh gw.
“Pesta itu...hmm....yah...itu...hhmm...sedikit...erotis Har.” Lanjut gw terbata-bata.
“Tunggu dulu men...tunggu dulu...pesta nya pake topeng? Hari apa tuh kejadiannya?” Tanya Hari menyelidik.
“Hmm...hari Rabu kemaren Har. Minggu ini.” Wajah Hari langsung benar-benar berubah, saat mendengar jawaban gw.
“Ke-kenapa Har? Si Indah...uda bilang ama lu mao ke pesta itu emangnya?” Tanya gw, saat melihat Hari begitu terkejut, seolah tidak mempercayai pendengarannya.
“Gak mungkin...ka-kalo begitu...yang waktu itu....” Si Hari bahkan tidak menyelesaikan kalimatnya, langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian langsung terdiam. Tubuhnya bergetar halus.
“Lu...lu tau si Indah ke pesta itu Har? Dia...cerita ama lu?” Tanya gw lagi ragu-ragu.
BLETAKKKK! Tanpa gw duga, dan tanpa terlihat ama gw, tinju si Hari tiba-tiba sudah melayang, menghantam telak rahang kiri gw, hingga gw terpental ke samping sampai jatuh ke laut.
Walau sakitnya ampun-ampun, tapi gw berusaha menahan rasa sakitnya, dan kembali berdiri dan berjalan mendekat ke Hari lagi. Gw...emang lebih dari pantes, mendapatkan beribu-ribu pukulan seperti ini. Itu pun rasanya masih belum cukup buat menebus dosa gw.
“Jadi...Rangga yang jadi pasangan si Indah di pesta laknat itu...emang beneran lu Ga? Cowo yang namanya Rangga...yang uda nidurin si Indah, bini gw, di pesta laknat itu...emang lu kan? JAWAB GW GA!” Bentak Hari, terlihat penuh dengan amarah. Dan gw benar-benar terkejut, darimana Hari bisa tau masalah itu? Apakah si Indah benar-benar menceritakannya ke Hari? Ataukah justru Hari sendiri yang mengizinkan Indah untuk datang ke pesta sialan itu?? Gak mungkin rasa-rasanya. Pikiran gw begitu berkecamuk di dalam kepala gw.
“Jadi...lu uda tau ya Har? Gw emang pantas dapet pukulan yang lebih dari ini Har. Gw minta maaf banget Har. Gw bener-bener gak tau kalo itu si Indah Har, kalo gw tau dari awal, ga mungkin juga gw mao ngelakuin itu. Gw masih punya hati nurani Har. Gw gak mungkin khianatin temen sendiri.” Jelas gw tanpa bermaksud membela diri. Karena gw emang berhak untuk mendapatkan pukulan dari Hari, sahabat gw.
“Kalo emang beneran lu masih punya hati nurani, lu ga bakal pernah dateng ke pesta laknat itu, Ga.” Ujar Hari sambil memejamkan matanya.
“Kalo emang beneran lu masih punya hati nurani, lu ga bakal ngelakuin perbuatan zinah itu, walaupun bukan dengan Indah, Ga.” Lanjut Hari masih mengeluarkan uneg-unegnya. Gw hanya bersikap pasrah, apapun perlakuan yang Hari berikan ke gw.
“KALO EMANG LU MASIH PUNYA HATI NURANI, LU GA BAKALAN NYIA-NYIAIN CINTA DAN KASIH SAYANG YANG RANI PUNYA BUAT LU, GA!” Bentak Hari, membuat gw tertegun, karena terkejut mendengar ucapan Hari. Nyia-nyiain cinta dan kasih sayang Rani...buat gw?? Yah...emang bener, bukanya cuma Rani saja. Tapi mba Liana juga. Bahkan Oli. Mereka belum tau saja kelakuan bejat gw. Hari benar, gw...emang manusia bejat! Gw...gak pantes mendapatkan cinta dan kasih sayang mereka. Gw benar-benar menyesal sekali.
Dan juga benar sekali apa kata Hari, bahwa gw seharusnya ga dateng ke pesta laknat itu. Bahkan Cherllyne pun sudah ngingetin gw berkali-kali. Hanya karena nafsu binatang gw aja yang membuatnya menjadi kacau semua. Gw...emang goblok!.
“Lu...gak pantes dapetin Rani, Ga. Rani, terlalu bagus buat lu yang uda kotor kelakuan lo!” Ujar Hari lagi. Membuat gw termenung mencerna ucapan Hari.
“Lu bener Har. Gw...emang bukan sahabat yang pantas buat lu. Gw...juga ga pantes untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang dari Rani. Karena gw emang cowo hina, yang hanya berdasarkan nafsu binatang belaka. Apa yang telah gw lakuin, telah menyakiti banyak hati orang-orang yang awalnya perhatian ama gw.” Ujar gw sambil menunduk di hadapan Hari.
“Kalo lu masih belum puas mukulin gw, gw rela lu pukulin ampe sepuas lu, Har. Karena gw emang lebih dari pantas mendapatkan ganjarannya dari lu, Har.” Ujar gw lagi.
“Buat apa mukulin lu? Ga ada gunanya. Semua uda kejadian. Cuma nyakit-nyakitin tangan gw aja, mukulin lu terus. Uda hati gw sakit, mau ngapain lagi musti nyakitin tangan gw lagi. Goblok aja gw nya.” Jawab Hari sambil termenung. Dan gw pun akhirnya terdiam ga tau musti ngomong apa lagi. Sepertinya, hari ini, gw telah kehilangan seorang sahabat sejati.
“Gw tau, lu uda nidurin bini gw, Ga. Gw emang tau, nama cowo yang pertama kali nidurin bini gw di pesta laknat itu, Rangga. Tapi gw bener-bener ga nyangka, Rangga yang gw denger di rekaman itu, ternyata lu sendiri. Sahabat gw sendiri.” Ujar Hari. Gw hanya terdiam membisu. Semua ucapan Hari memang benar sekali. Tapi...rekaman?? rekaman apa maksudnya??
“Tapi...gw juga tau, gw denger di rekaman itu, kalo lu tiba-tiba pergi ninggalin si Indah, biar si Indah uda ngajak lu berbuat laknat lagi, bagaikan seorang pelacur murahan. Kalo ga salah lu sempet ngomong kalo si Indah itu uda gila. Bener lu uda ngomong kaya gitu Ga? Apa saat itu lu baru tau, cewe yang lagi lu pake itu si Indah?” Tanya Hari sambil menatap gw.
Gw hanya mengangguk pelan. “Saat pertama dia nyebut namanya Indah, tadinya gw sempet mikir bercanda, pengen ngecengin lu, karena namanya sama ama bini lu. Dan...hmm...saat gw berbuat...laknat itu, temennya si Indah sempet nyebut nama suaminya si Indah itu Hari. Dari situ gw mulai curiga, bahwa apa yang tadinya gw anggap sebagai candaan, bisa berubah menjadi sesuatu yang fatal.” Gw mulai menjelaskan kronologi nya.
“Dan waktu gw lagi maen ama temennya si Indah, di situ lah si Indah ngebuka jilbab ama topeng yang dia pake. Gw langsung kaget setengah mati. Ga langsung nyadar, kalo disini bukan lah habitat gw. Dan seperti yang lu bilang, gw emang langsung kabur ninggalin mereka, bini lu ama temennya itu, waktu si Indah ngajakin gw berbuat lagi. Gw marah ama si Indah, tapi gw lebih marah ama diri gw sendiri, karena uda ngekhianatin lu, sahabat gw sendiri, walau awalnya gw ga nyadar. Tapi kaya yang lu bilang juga tadi, seharusnya gw ga dateng ke pesta laknat itu.” Jelas gw lagi penuh penyesalan. Memang, pergi ke pesta orgy waktu itu, benar-benar merupakan salah satu kesalahan terbesar yang pernah gw buat.
“Tapi...maaf ya Har. Gw ga mau nyinggung lu lebih jauh lagi sebenernya. Tapi, kok bisa sih si Indah bisa ampe jadi cewe kaya gitu? Maksud gw, gw pernah dan sering ketemu dan hang out bareng Indah ama lo kan. Gw bener-bener gak nyangka kalo si Indah tuh ternyata...segitu...tega nya ngekhianatin lu di belakang lu gitu?” Ujar gw bertanya-tanya.
“Jujur...gw ga tau dari kapan si Indah mulai bersikap serong kaya gitu. Tapi gw emang uda mulai curiga waktu gw mergokin dia lagi berbuat aneh, waktu gw lagi jemput dia di kantornya. Pas gw desek, dia baru cerita, bahwa dia abis bermain game gila ama bosnya, dan klien-klien bosnya. Ampe nari striptease gitu. Gw ga tau kejadiannya yang sebenarnya itu lebih parah atau benar seperti yang Indah ceritain.” Jawab Hari mulai menjelaskan.
“Tapi sejak itu, gw berusaha mencari tau, seberapa jauh si Indah berbuat serong. Gw ampe beli alat sadap berbentuk power bank, yang gw kasih ke Indah. Jadi gw bisa punya rekaman suara, dia lagi ngapain aja. Nah dari situ gw tau semua kebejatan bini gw, Ga. Dan asal lu tau Ga, kejadian ama lu itu, belum seberapa parah Ga. Itu baru awal-awal aja buat Indah.” Penjelasan Hari benar-benar mengejutkan gw.
“Hah? Kejadian gila waktu itu lu bilang belum apa-apa? gilaa! Sintingg Har! Gimana mungkin Indah bisa lebih gila lagi dari kejadian itu? Di sana dia di gangbang kan? Gw uda ga tau ceritanya lagi, karena gw uda ngabur.” Ujar gw terkejut.
“Yup emang bener, dia di gangbang di sana itu. Tapi ada acara gangbang yang lebih gila lagi, di rumah bosnya itu, Ga. Dan dari rekaman-rekaman yang gw pelajarin Ga, kayanya yang ngajarin si Indah berlaku serong tuh, temennya dia yang namanya Reni itu.” Jawab Hari. Ohhh...it all make sense deh kalo gitu. Pantesan tuh temennya kayanya lebih agresif sih emang.
“Gw...ga bisa ngehakimin bini lu deh, karena gw sendiri uda bersikap hina. Tapi, apa rencana lu sekarang Har? Gak mungkin dong lu diem aja, ngeliat bini lu serong di depan mata lu gini?” Tanya gw. Hati gw panas juga sebenarnya, mengetahui Indah telah mengkhianati seorang suami yang begitu setia dan begitu baik.
“Ohh...tentu gak dong Ga. Sekarang gw uda pasang kamera CCTV di rumah gw, Ga. Gw rekam segala aktivitas si Indah selama gw disini. Nah, nanti rekaman itulah yang gw pake buat ngegugat cerai si Indah. Jujur, uda sebulan lebih ini sejak gw mengetahui perselingkuhan si Indah, gw ga pernah lagi nyampur ama dia, Ga.” Jelas Hari.
“Tar gw mao bikin surat gugat cerai berdasarkan bukti itu. Nah terus, surat itu rencananya gw kasih pas.....................................” Hari membisikan rencananya di telinga gw.
“Nah di situlah mao gw bongkar segala kebusukan si Indah. Itu rencana gw, Ga.” Jelas Hari. Sementara gw hanya mengangguk-angguk kagum.
“Hah? Serius lu Har mao kaya gitu? Itu...bakalan jadi heboh banget Har. Lu...ga malu sendiri nantinya? Gw sih setuju banget tuh Har. Itu rencana paling top buat ngejebak si Indah.” Ujar gw.
“Yang lebih ngerasain malu nya nanti, ya si Indah sendiri. Justru akan banyak yang bersimpati ama gw juga nantinya, dan menyetujui apa yang akan gw lakuin ke si Indah.” Jawab Hari penuh keyakinan
“Bagaimana dengan temannya si Indah Har? Yang ngajarin si Indah kaya gitu kan lu bilang si Reni itu. Apa rencana lu tentang dia Har?” Tanya gw.
“Hmm...belum kepikiran sih, Ga. Karena sebenarnya kalo si Indah kuat mental dan iman, walaupun si Reni itu ngajarin ampe berbusa, juga si Indah ga bakalan berbuat serong.” Jawab Hari. Hmm...masuk akal sih. Tapi...rasa-rasanya kok enak banget yah di biarin lolos gitu aja. Pikir gw.
“Hmm...gw...juga punya ide sih Har mengenai masalah si Reni itu. Tapi...lu mao dengerin atao ga sih, itu keputusan lu sih Har.” Ujar Gw.
“Ide apa Ga?” Tanya Hari penasaran.
“Gini, mengenai si Reni, kalo menurut gw, perlu di beri efek jera Har. Gini kalo pendapat gw, gimana kalo kita...........................” Gw berbisik di telinga dia, untuk menjelaskan segala rencana gw untuk Reni. Mata si Hari langsung berbinar-binar setelah mendengar penjelasan gw.
“Hmm...bagus juga Ga. Dengan ini, gw bisa sedikit membalas sakit hati gw ya ama mereka berdua.” Ujar Hari sambil tersenyum sedikit.
“Tapi untuk masalah si Reni sedikit lebih sulit, karena kita ga banyak tau tentang dia Har. Pertama, yang kita fokusin itu justru si Reni, sekarang Har. Bukan si Indah. Kartu Indah uda lu pegang semua kan. Ada rekaman suara, belum nanti rekaman CCTV lu. Yang pertama harus lu lakukan sekarang itu, mencari tau segala informasi mengenai si Reni itu Har. Gw juga punya rencana yang sama, seperti yang gw rencanain buat Indah. Tapi gw perlu tau dulu informasi lengkap dia.” Lanjut penjelasan gw.
“Nanti kita juga pake alasan yang sama juga, buat si Reni itu. Jadi sekali tepuk, lu bisa dapet 2 mangsa Har.” Jelas gw lagi.
“Bener Ga...lu...bener banget. Jujur, gw uda pusing kepikiran masalah si Indah ini. Hati gw sakit banget Ga. Gw dipermalukan gini, di depan banyak orang gw dipermalukan sebagai pria yang lemah. Jika setidaknya ada kesempatan buat gw bales dendem, walau sekecil apa pun, pasti gw ambil Ga.” Jawab Hari. Membuatku benar-benar merasa bersalah.
“Har...maafin gw Har. Gw...bener-bener minta maaf ama lu.” Ujar gw kembali merasa bersalah kepada Hari.
“Kalo lu emang ngerasa bersalah, ya lu musti bantuin gw nyuksesin rencana ini Ga. Kalo perlu, nanti lu juga ikut bareng gw saat penjebakan nanti, Ga. Kalo emang lu sahabat sejati gw, artinya gw bisa percayain lu, buat bantu gw menyukseskan rencana ini. Tapi, bukan berarti hanya dengan ini semua utang lu lunas ya Ga. Inget itu!” Ujar Hari memandang tajam ke arah gw.
“Iya gw tau Har. Pasti lah Har. Ga perlu lu minta juga, gw pasti bantu lu semaksimal gw. Masalah si Reni itu, biar gw yang cari tau deh, segala informasi tentang dia Har. Lu, terus awasin kegiatan si Indah aja Har.” Jawab gw. Inilah penebusan dosa buat gw. Sangat ringan memang. Gw seharusnya mendapat perlakuan dan hukuman yang jauh lebih keras dari hanya sebuah pukulan di rahang gw ini. Gw harus membantu Hari. Gw harus membuat Indah merasa menyesal telah mengkhianati Hari, suami nya. Itu janji gw. Gw gak akan menarik kata-kata gw, karena itu lah jalan ninja gw. Ikrar gw dalam hati.
================================================== ========
CHARACTERS
Cherllyne Agustina
Liana Aryanti Widjaya
TRINGG! TRINGG! TRINGG! TRINGG! TRINGG! TRINGG! TRINGG!
“Haloo...” Dengan sangat terpaksa, aku akhirnya mengangkat panggilan telepon masuk di ponselku, yang berbunyi terus dari tadi.
“Sayang, kamu masih belum bangun juga? Liana belum bangun juga? Ini uda sore lho, uda ampir jam setengah 5” Ujar seorang pria dengan nada mesra. Ini siapa sih? Gaya bicara ama suaranya kaya Rangga, tapi Rangga kan lagi aku peluk di samping aku. Tapi...ini juga suara Rangga.
Aku lalu membuka kedua mataku. Pandanganku yang sedikit berbayang, mulai fokus dan melihat satu wajah di samping ku. BUKAN RANGGA! Tapi mba Liana, yang juga masih tertidur pulas sekali.
Hehe...aku bisa maklum sih, kalo mba Liana masih tertidur pulas gini. Secara dia dari tadi yang paling banyak kena serangan bertubi-tubi batang nya si Rangga yang bikin lemes, tapi ngangenin itu.
“Rangga? Sayang, kamu dimana? Kok uda ga ada di sini sih? Kapan kamu keluarnya? Sopan yah...abis make, trus maen ninggalin kita berdua yah.” Ujarku sewot, tiba-tiba di tinggal sendiri...eh...berdua gini.
“Maaf...maaf sayang. Tadi dari kamar aku ngeliat Hari lagi sendirian yang. Aku..terus ngerasa bersalah ama si Hari. Mengenai masalah si Indah itu, Cher. Biar bagaimana, dia itu kan sahabat aku yang. Jadi aku harus berani bilang ke dia masalah si Indah, yang waktu itu.” Ucapan Rangga membuatku terkejut, hingga langsung terduduk.
“Trus, kamu uda cerita ke Hari? Serius yang? Kamu juga cerita kalo kamu ama dia...itu?” Tanyaku kuatir akan reaksi Hari terhadap Rangga. Biar gimana pun, Rangga itu kan suami ku lho. Hehehe.
“Uda nih Cher. Aku uda ceritain semuanya ke dia. Juga tentang aku yang...hmm...uda make si Indah.” Jawab Rangga, membuat hatiku menjadi semakin kuatir.
“Trus? Gimana reaksi si Hari, yang? Dia marah ga ama kamu?” Tanyaku lagi.
“Hmm...sedikit marah sih yang. Hmm...sedikit kena pukul juga sih ama dia. Tapi aku kan emang pantas lah dapet pukulan dari dia. Malah pantesnya dapet lebih dari satu pukulan sebenarnya.” Jawab Rangga, membuatku tercekat.
“Trus, kamu gapapa sayang? Kamu dimana? Aku mau liat ah.” Aku menjadi sedikit panik, mendengar Rangga di pukul ama Hari.
“Aku gapapa Cherllyne sayang. Aku lagi di bawah aja kok, deket pantai. Tadi juga sempet ngebahas banyak hal ama si Hari. Yah intinya, sebagai penebusan dosa aku, aku musti ngebantuin Hari buat ngejebak si Indah gitu deh, yang.” Jawab Rangga, membuat perasaan ku lebih tenang. Artinya Hari masih mau memaafkan Rangga. Fiuhhh.
“Ya uda aku ke sana ya, yang? Tungguin aku. Aku mao liat pokoknya.” Ujar ku lagi.
“Iya sayang. Tapi, tolong jangan bilang-bilang Liana yah, yang. Aku...ga mau Liana jadi sedih lagi, kalo ampe tau aku uda berbuat tolol, pake dateng ke acara itu. Otak aku emang adanya di ujung palkon sih, waktu itu.” Ujar Rangga.
“Kan aku uda ngelarang kamu juga waktu itu. Tapi kamunya maksa sih. Aku aja ampe nangis banget, ga tahan ngeliat kamu kaya gitu.” Jawabku dengan manja.
“Iya aku minta maaf ya sayang. Itu adalah perbuatan bodohku yang terakhir. Aku ga mau lagi melakukan tindakan yang menyakiti perasaan kamu ato Liana lagi.” Jawab Rangga.
“Iya sayang. I love you.” Ujarku terharu.
“Love you too, sayang.” Jawab Rangga pelan.
“Liana uda bangun? Kalo belum, tolong bangunin yah yang. Kasian Liana tuh.” Ujar Rangga membuatku tergelak geli.
“Kasian kamu sodokin terus sih ya? Ga heran ampe kecapean gini, mba Liananya. Hihihi. Eh..ngomong-ngomong, sejak kapan kamu manggil mba Liana pake Liana aja, ga pake mba lagi?” Tanyaku jadi keinget ingin menanyakan ini, sejak pertama kali mendengarnya.
“Oh...hehehe...baru tadi siang. Sebelum kamu dateng. Dia yang mao, pas aku keceplosan manggilnya ga pake kata mba.” Jawab Rangga. Ga heran sih...
“Ya uda, tapi awas keceplosan kalo di depan orang-orang kantor ya sayang. Ga semua orang bisa berpikiran jernih kaya kita lho. Kasian mba Liana kalo namanya jelek gara-gara kamu, yang” Ujarku kuatir, karena aku tau Rangga sering keceplosan gitu.
“Iya sayang, aku tau itu. Ya uda, buruan bangunin Liana. Uda jam setengah 5 nih sekarang.” Ujar Rangga kemudian.
“Ya uda. Kamu tunggu di situ yah. Aku ke situ, abis bangunin Liana.” Ujarku, ikut-ikutan Rangga memanggilnya tanpa sebutan mba lagi. Hihihi.
Aku memandangi mba Liana yang sedang tertidur pulas, setelah menyudahi pembicaraanku dengan Rangga. Hihihi...damai banget. Kalo ga inget ada pidato direksi, rasanya aku ga mao bangunin mba Liana deh. Kasian masih kelelahan pastinya. Hehehe.
Saat aku membuka selimut yang menutupi tubuh telanjangnya, untuk membangunkan nya, aku langsung kepikiran suatu ide iseng untuk membantu membangunkannya. Hihihi. Aku langsung saja mengulum payudaranya yang tegak menggoda, sambil tangan kiri ku mengelus-elus bibir kemaluan mba Liana.
Awalnya, belum ada respon sama sekali dari mba Liana. Mungkin terlalu pulas tidurnya, aku pikir. Tapi, aku terus saja mengulum payudaranya. Sementara tanganku lebih dalam lagi hingga di ujung bibir kemaluannya, yang aku gesek-gesek. Hingga akhirnya ada sedikit gerakan dari tubuhnya.
Semakin lama, tubuhnya semakin gelisah. Hingga akhirnya aku memasukan jariku ke dalam vagina mba Liana yang sudah basah, dan mengocoknya dengan cepat. Namun, tetap saja mba Liana belum terbangun dari tidurnya.
Beberapa saat kemudian, aku mendengar lenguhan keluar dari mulut mba Liana. “Ehmmmm...ssshhhh....eemmmm...eeeemmm”. Membuatku lebih kuat lagi mengulum payudara, dan mengocok vaginanya lebih cepat lagi.
Hingga akhirnya tiba-tiba mata mba Liana melotot, dan menatap heran ke arah ku, yang sedang mengulum payudaranya. “Cherllyne??? Oooohhhhh...aaaahahhhh.....aaahhhhhh”. Tubuh mba Liana langsung mengejang, dan melengking hingga mengangkat punggungnya ke atas, sementara pantat mba Liana berkedut-kedut, dengan liang vagina yang berdenyut-denyut, hingga akhirnya saat aku mencabut jari ku, cairan kenikmatan mba Liana langsung memancur deras beberapa kali.
Tubuh mba Liana terus melengkung seperti itu selama beberapa saat, hingga tubuhnya kembali rebahan di tempat tidur, dengan nafas yang tersengal-sengal. “Ya ampunn Cherllyne, apaan sih kamu? Aduhhh...lemes lagi tau aku nih.” Ujar mba Liana sewot, sementara aku hanya terkekeh.
“Kan biar mba bangun.” Jawabku santai.
“Yah gak gitu juga kali Cher...kaki ku kan masih lemes nih gara-gara Rangga tadi siang.” Jawab mba Liana sedikit manyun.
“Eh..Rangga mana Cher?” Tanya mba Liana tiba-tiba terlihat panik, celingak-celingkuk kesana-kemari.
“Rangga uda keluar duluan mba. Tadi ada urusan ama si Hari katanya. Dia yang bangunin aku, minta supaya bangunin mba juga. Uda jam setengah 5 lewat nih.” Jawabku membuatnya kaget.
“HAH? SETENGAH 5?? Mati aku...” Seru mba Liana, yang langsung turun dari tempat tidur, dan langsung menuju kamar mandi. Sedangkan aku langsung memakai lagi baju dan celana ku, termasuk pakaian dalam ku. Beberapa lama kemudian, barulah mba Liana keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sudah segar kembali, dengan riasan yang seperlunya aja.
Mba Liana pun langsung mengenakan lagi seluruh pakaiannya, hingga rapih kembali. Kami segera saling menilai apakah dandanan kami sudah cukup rapih satu sama lain, atau belum. Setelah rapih semuanya, kami pun keluar kamar hotel bersama-sama, tanpa rasa kuatir bertemu salah satu rekan kerja kami.
“Cher, aku mao ke tempat pidato ya, ketemu para division head disana. Kasih tau Rangga juga yah” Ujar mba Liana, saat kami sudah berada di lantai dasar.
“Oya oke deh mba. Oya jangan lupa mba, minta resepsionis membersihkan kamar tadi. Apalagi tadi banyak banget bekasnya...”
“Husssh...ihhhh...kamu sengaja deh kan? Dasar. Iya tar aku pesenin ke resepsionis.” Mba Liana langsung memotong ucapanku agar tidak di dengar rekan-rekan kerja kami. Hehehe.
Oya, aku kan mao ke tempat Rangga lagi nunggu aku. Dan aku pun segera berjalan menuju lokasi keberadaan Rangga. Aku melihat Rangga sedang duduk saja di pinggir kolam. Ada beberapa rekan kerja kami di sekitar lokasi. Jadi aku tidak bisa bermanja-manjaan terhadap Rangga saat ini. Tidak disaat rencana aku untuk Rangga hampir dimulai.
“Rangga...” Panggilku, seperti biasa memanggilnya di kantor. Rangga pun rupanya cukup paham, mengapa aku memanggilnya seperti itu.
“Hai Cher...duduk sini yuk, temenin gw. Hehehe” Jawab Rangga, sambil menggodaku, seperti yang biasa ia lakukan emang, kalo di kantor. Artinya Rangga mengerti pikiranku nih.
Dan pada saat aku sudah duduk di sampingnya, baru aku bisa sedikit bernada manja kepadanya. “Mana bekas pukulan si Hari? Kamu dipukul dimana, yang?” Tanyaku penuh kekuatiran.
“Disini kok sayang. Gak keliatan kan?” Jawab Rangga.
“Ga sih, sekarang, tapi kamu kan mustinya langsung kompres pake es, sayang, biar ga jadi bengkak.” Ujarku lagi.
“Iya deh, tar aku cari es deh buat ngompres ini. Makasih yah sayang.” Ujar Rangga sambil memegang tanganku. Aku tau ini berisiko sekali, tapi aku tidak bisa menolaknya. Aku bahkan malah balik meremas tangan Rangga.
“Hmm...tar malem...kamu usir gih si Edi, biar aku bisa kompres pipi kamu, pake ini nih.” Ujarku menggoda Rangga, sambil menunjuk ke arah payudaraku, yang langsung membaut mata Rangga langsung berbinar-binar.
“Wooowww...serius Cher?” Tanya Rangga sedikit keras, membuatku sedikit panik.
“Husshhhh...iyaahhh...jangan berisik. Diem.” Perintahku yang langsung dituruti Rangga. Hehehe.
“Hehehe...kenapa ga di kamar kenangan kita aja Cher? Kan jadi lebih bebas?” Tanya Rangga.
“Eitt...ga bisa. Kamarnya uda di pake orang laen sekarang. Hehehe...” Jawabku sambil memeletkan lidah. Aku gak mungkin mengajak Rangga ke kamar itu lagi. Karena aku punya rencana spesial untuk mengajak seseorang ke kamar itu. Aku kemudian menatap wajah Rangga, terutama di area pipi nya, yang ada tanda kemerahan.
“Kenapa sayang?” Tanya Rangga, menyadari aku sedang menatap wajahnya.
“Kamu...jangan lagi bertindak bodoh lagi yah, kaya dulu lagi. Ini mba Liana, dan Oli ga tau lho masalah ini. Cukup aku aja yang tau masalah ini, Ga. Aku yakin, mba Liana dan Oli gak akan sanggup menerima kelakuan kamu itu. Kamu inget kan mantan ku si Dino, waktu tau aku pernah ngelakuin itu. Aku aja ga sanggup ngeliat kamu lagi maen ama Indah gitu waktu kemaren. Aku...jadi tau apa yang dirasakan oleh Dino jadinya. Dan aku juga ga tau, apa Hari bisa menjaga rahasia ini atau ga. Atau mungkin, aku lebih baik ngomong aja langsung ke Hari ya, mengenai masalah ini, biar jangan ampe orang laen tau.” Ujarku kemudian, sambil memikirkan segala kemungkinannya.
“Jangan sayang. Hari ga tau kalo aku ke pesta itu ama kamu. Aku ga mao nama kamu jadi kebawa-bawa, sayang. Aku ga bisa terima kalo ampe nama kamu jelek, gara-gara aku, yang.” Sergah Rangga.
“Semoga, Hari ga cerita masalah itu ke orang lain deh Cher. Aku juga menjaga biar Liana, ato kamu, ga ampe nangis lagi gara-gara sakit hati ama aku.” Ujar Rangga lagi. Sementara aku hanya mengangguk saja.
“Hahh...ya udah deh, uda mao jam 5 nih, aku musti gabung ama divisi marketing nih. Kamu...kalo ada apa-apa, bilang aku yah.” Ujarku sambil berdiri, hendak menuju tempat kami semua diharapkan untuk berkumpul bersama.
“Iya sayang. Jangan lupa, tar malem kompresannya yah...hehehe.” Ujar Rangga membuat ku tergelak geli.
“Dasar...kalo itu aja cepet deh...huh.” Jawabku dengan mulut di manyunkan ke arahnya. Sementara Rangga hanya terkekeh saja. Aku pun lalu berjalan kembali untuk bergabung dengan divisi ku.
Pada acaran pidato penyambutan, tidak ada yang istimewa. Pak Andre hanya menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh karyawan yang telah bekerja keras dan menghasilkan keuntungan yang signifikan pada tahun ini.
Aku sempat melihat Rangga sedang duduk di samping Olivia. Hmm...berjuanglah, adik ku sayang. Hehehe. Kakak mu uda menyiapkan arena nya lho, tinggal bagaimana kamu memainkan peran kamu dengan baik. Hanya saja, aku tidak melihat Hari dan Rani. Biasanya mereka berempat bagaikan tidak terpisahkan.
Ada sedikit kejadian menarik, saat beliau juga mengumumkan beberapa divisi yang di anggap memiliki kinerja paling baik di antara semua divisi. Yang mendapat peringkat pertama, tentu saja divisi Marketing, yang mampu menarik banyak klien baru, serta mampu mempertahankan klien-klien lama. Menyusul di bawah divisi Marketing, ada divisi Claim, yang mampu meng-handle dengan baik berbagai macam claim yang masuk. Lalu di peringkat tiga terbaik, ada divisi Finance & Accounting, yang mampu mem-back up dengan sangat baik, segala kebutuhan yang dibutuhkan team marketing maupun team lainnya.
Dan khusus untuk karyawan terbaik di tiap divisi yang masuk peringkat 3 besar itu, rupanya pak Andre sudah menyiapkan hadiah khusus bagi karyawan yang mendapatkan kinerja paling baik selama periode tahun ini.
Untuk divisi Marketing, tentu saja aku lah yang menjadi pemenangnya. Tidak perlu dibantah lagi. Aku lah si Ratu bagian Marketing. Bukan nyombong, tapi emang fakta tidak terbantahkan.
Dari divisi Claim, yang menjadi karyawan teladan adalah Riri. Seorang karyawan wanita yang tegas namun lugas dalam berbicara. Hmm..mungkin kalo aku lihat, gaya-gaya bicaranya sedikit banyak mirip dengan Najwa Shihab.
Dan terakhir dari divisi Finance & Accounting, yang menjadi karyawan teladan adalah Olivia. Hmm...way to go Ol...hehehe.
“Congrats ya Oli sayang” Ujar ku sambil memeluk nya erat.
“Hee...sama kali kita Cher. Hehehe. Congrats juga buat lo yah Cher” Jawab Oli.
Hadiah yang diberikan pak Andre pun ternyata sangat menarik. Untuk hadiah team, akan diberikan tambahan bonus tahunan. Hanya saja porsinya sesuai dengan urutan peringkat pemenang. Sedangkan untuk hadiah pribadi, kami bertiga mendapatkan sebuah smartphone terbaru, walau bukan yang tercanggih. Tapi lumayan banget kan, dari pada lumanyun kan. Hehehe. Perbedaan smartphone kami, adalah punya ku memiliki harga beli yang lebih tinggi dibanding milik Riri maupun Oli. Karena berdasarkan urutan pemenang team.
Selesai acara penyambutan, panitia langsung mengarahkan kami untuk menuju restoran hotel untuk menikmati santap malam. Aku sempat melihat mba Liana mengambil cukup banyak porsi makanan. Dan yang membuat ku tergelak tertawa, adalah ucapan mba Liana saat kami berpapasan jalan.
“Wuih...porsi jumbo nih mba? Gagal dong program dietnya?” Goda ku saat kami berpapasan.
“Hihihi. Bisa aja kamu Cher. Aku emang laper banget Cher, abisnya tadi aku di pompa abis-abisan sih tuh, ampe keluar semua deh lemak aku. Hehehe.” Jawab Mba Liana sambil berbisik, namun terlihat tersenyum ceria.
“Lagian, kalo uda mulai nambah lagi lemaknya, begitu ketemu dia juga uda langsung marathon lagi kan. Hihihi. Tar malah jadi pingsan deh kalo kurang makan.” Ujarnya lagi, membuatku tergelak. Aku benar-benar ga menyangka, mba Liana yang tegas dan galak bisa juga ngomong konyol seperti ini.
“Aduuhh...aku musti ngumpul bareng para division head nih ah. Padahal aku pengennya kita makan kumpul bareng nih, Cher.” Ujar mba Liana kemudian, berubah ekspresi nya menjadi sedikit kecewa.
“Hehehe...tenang mba, masih ada esok hari kan. Kita kan 2 hari 2 malam di sini. Masih banyak waktu kok mba.” Jawabku menenangkannya.
“Hihihi...moga-moga dapet waktu lagi kaya tadi siang deh.” Ujar mba Liana lagi, membuatku sedikit menaikan alis ku.
“Oh? Ohhh jadi mba demen banget yah kita maen bertigaan gitu?” Goda ku membuat wajahnya langsung merona merah.
“Hussshhh...apaan sih kamu Cher, tar kedengeran yang lain ahh. Tapi...hhmm...aku sih ga nolak juga Cher. Hahaha...uda ah, aku ke sana dulu yah say.” Jawab mba Liana malu-malu, sebelum mencium pipi ku, dan berkumpul dengan para division head, yang menemani pak Andre.
Aku pun langsung mencari Oli dan Rangga untuk makan bersama. Aku melihat mereka sedang duduk dan makan berduaan. Hmm...aku ganggu ga yah. Hihihi.
“Hmm..kalo gw ikutan makan bareng lu orang, ganggu gak nih ya?” Goda ku kepada mereka.
“Ya ga lah Cher. Apaan sih lu. Kaya ama siapa aja.” Jawab Oli sambil tersenyum. Aku pun membalas senyumannya, dan duduk di hadapan Oli.
“Iya luh Cher...kaya ama siapa aja. Kan baru juga tadi bertigaan juga kan?.” Jawab Rangga asal nyeplos, yang langsung aja aku injak kakinya, tapi tanpa menatap ke arahnya. Membuat Rangga langsung berhenti mengunyah sesaat.
“Ha? Bertigaan ama siapa Ga tadi emang?” Tanya Olivia. Aduuhhh Rangga, mulut kamu yang asal nyeplos, belum berubah-berubah juga sih. Gawat nih kalo Oli ampe curiga. Bisa gagal rencana ku.
“Oh? Tadi bertigaan ama Hari ama Rani juga tadi di pantai. Hehehe” Jawab Rangga berbohong, saat menyadari dirinya sudah keceplosan lagi.
“Ohh? Lu tadi maen ke pantai Ga? Ihhh kaga ngajak-ngajak luh.” Seru Olivia.
“Hehehe...kan lu nya tidur Ol.” Jawab Rangga terkekeh.
“Ya bangunin kan bisa atuh.” Seru Oli lagi tidak mau kalah.
“Hush...laki bini ga boleh ribut ah. Udah, masih ada hari esok, jangan berantem di sini. Kalo mao berantem, di tempat tidur aja. Hehehe” Ujar ku memotong perdebatan kecil mereka berdua.
“Ihh...apaan sih lu Cher. Dasar” Ujar Oli menjadi malu-malu.
Setelah makan, panita ternyata mengumumkan akan mengadakan lomba nyanyi antar divisi, dimana pemenangnya akan mendapat kan hadiah uang senilai 1 juta Rupiah, yang akhirnya membuat suasana pun menjadi sangat heboh.
Banyak yang berlomba-lomba untuk mengajukan diri, tapi semua tergantung kepala divisinya yang menentukan, siapa yang berhak maju mewakili divisinya masing-masing. Aku melihat mba Liana sedang berjalan ke arah kami. Aku yakin pasti hendak mengumpulkan anak-anak Finance & Accounting, untuk menentukan siapa diantara mereka yang mewakili divisi ini. Sedangkan aku yang bukan termasuk bagian dari divisi Finance & Accouting ini, malas untuk kembali ke divisi Marketing. Lagipula aku tidak bisa bernyanyi, jadi pasti gak kepilih lah. Hehehe.
“Hey..ayo kumpul dulu sini...Oli, Rangga, Rika, kesini dulu.” Ujar Mba Liana memanggil mereka bertiga.
“Eh...Dyana, Edi, Hari ama Rani kemana nih? Kok pada ga ada sih?” Tanya mba Liana sambil melongok ke kiri maupun ke kanan, mencari keberadaan mereka berempat.
“Ga tau tuh mba pada kemana. Kalo Hari ama Rani, dari awal acara juga uda ngilang mba. Kalo Edi ama Dyana, tadi abis makan tuh pada ngilang masing-masing.” Jawab Rika, masih sambil menguyah sepotong kue coklat.
“Aduuhhh...gak lengkap dong kalo gitu? Trus siapa yang maju ngewakilin divisi kita nih? Kamu aja deh ya Ga? Mau ya?” Tanya mba Liana ke arah Cherllyne.
“Aduuhh mba, maap, kali ini aku pass deh, nyerah deh mba. Hehehe...aku justru baru mao balik ke kamar mba, mao tidur. Heee.” Jawab Rangga sambil mengangkat tangannya sedikit ke atas, seperti orang menyerah. Mengejutkan kami semua, terutama Oli aku lihat.
“He? Enak aja kamu tidur. Baru juga jam berapa lagian sih? Uda mao tidur aja?” Seru mba Liana lagi.
“Aduuhh beneran deh mba, kali iniii aja deh. Aku capek banget mba, tadi abis nyangkulin dua sawah lagi tadi siang.” Deggg! Jantung ku langsung berdebar kencang, mendengar candaan Rangga ini. Aku paham maksudnya Rangga. Hihihi. Dan aku yakin mba Liana pun lebih paham lagi, karena mba Liana sempat melirik ke arah ku dengan wajah memerah, sambil tersenyum kaku. Hahahaha...dasar cowo kurang ajar nih si Rangga. Sementara Rika yang tidak paham, hanya tertawa saja mendengar ucapan Rangga. Namun Oli sama sekali tidak tertawa, bahkan sedikit sedih wajahnya. Mungkin karena tau Rangga mao tidur, jadi ga bisa dapeting momen yang dia mau.
“Hahaha...emang ga boleh liat sawah nganggur lu Ga, langsung aja lu embat” Timpal Rika.
“Yah abis gimana dong, sawahnya ngegemesin banget dua-dua nya sih” Jawab Rangga lagi asal ngejeblak aja mulutnya.
“Apalagi sawahnya...”
“Hushh! Kamu ngomong apa sih? dasar...ya uda sana gih tidur, jangan ngelantur ga jelas ahh kamu kalo ngantuk.” Ujar mba Liana tegas langsung memotong ucapan Rangga, sebelum Rangga berkoar semakin jauh. Lu rese Ga, kalo lagi ngantuk. Hehehe. Pikirku senyum-senyum geli sendiri. Apalagi ngeliat wajah mba Liana yang merah abis. Si Rangga hanya senyum-senyum sambil garuk-garuk kepala aja tuh.
“Ya udah, Rika, kamu cariin si Edi aja gih, dia kan jago maen gitar tadi di bis, bisa nyanyi juga. Uda dia aja deh yang nyanyi. Ato kamu berdua ada yang mao nyanyi ato punya ide lain?” Ujar mba Liana lagi memerintahkan Rika untuk mencari Edi.
“Eh...gak ah mba. Iya biar si Edy aja tuh yang uda pengalaman mba.” Jawab Oli dan Rika hampir bersamaan, menolak tawaran mba Liana, untuk maju mewakili divisi Finance & Accounting.
“Takut ama sih kamu orang, cuma nyanyi doang. Hehehe. Ya udah, Rika, Oli, minta tolong cariin Edi deh sekarang yah. Rangga juga, cariin Edi dulu kalo mao tidur.” Perintah mba Liana tegas kepada anak buahnya itu. Padahal tadi siang, mba Liana merintih-rintih manja ama si Rangga, hihihi. Dunia memang aneh. Yah sebenarnya aku sebaiknya juga ngomong ama diriku sendiri sih. Dulu aku selalu ketus dan galak ama Rangga, tapi sekarang, mao ketus ama galak rasa-rasanya jadi ga bisa. Yang ada malah jadi sama kaya mba Liana, merintih-rintih enak sambil manja-manjaan ama si Rangga jelek. Hehehe.
Oli dan Rika pun mengangguk dan meninggalkan kami untuk mencari si Edi. Dan begitu mereka uda jauh, mba Liana langsung protes sambil mencubit tangannya. “Ihh kamu apa-apain sih tadi? Pake ngomong-ngomong nyangkul 2 sawah segala. Nyindir nih?” Ujar mba Liana kembali terdengar manja. Yahhh...hehehe...mba Liana nih ya.
“Hehehe...kan gak pada ngeh ini, Liana cantik ku.” Jawab Rangga sambil berbisik, membuatku tersenyum.
“Iyah..tapi kan kalo pada curiga, gimana hayoh...huh kamu tuh ya, nyebelin kadang-kadang.” Jawab mba Liana sedikit ngambek. Hihihi.
“Hehe..iya sayang. Maaf ya. Aku janji, gak ngomongin masalah sawahnya kamu yang rimbun ama ngejepit banget deh.” Ujar Rangga menggoda lebih nakal lagi.
“IIIhhhh...tuh kan, apaan sih. Banyak orang tau. Uda ah, aku mao ke panitia dulu lah. Awas ngomong macem-macem lagi ya? Aku gigit tar itu kamu ampe putus.” Ancam mba Liana, membuat ku tertawa keras, sementara Rangga reflek langsung memegangi selangkangannya dengan wajah yang lucu. Yang membuat mba Liana menjadi tersenyum geli, sebelum meninggalkan kami berdua.
“Hahahahaha...lu sih gila, Ga” Ujar ku saat sedang tertawa mendengar celetukan mba Liana tadi.
“Hehehe...oya Cher...inget ya...jangan lupa...bawain kompresan susu murninya yah ke kamar...hehehe” Ujar Rangga kali ini menggodaku, yang langsung saja aku cubit pinggangnya, membuatnya kegelian dan lari menghindari ku. Dasar rese emang kadang si Rangga. Ga heran dulu aku ketus banget ama dia. Hehehe. “Ihhh...iya bawell! Uda sana, ke kamar duluan gih, tar aku bawain deh kompresannya.” Ujarku kepadanya.
Aku bermaksud untuk menunggu dulu beberapa lama, sambil menikmati aneka kue yang tersaji di restoran ini, yang disediakan untuk kami semua. Aku sambil sesekali melihat ke arah jam tanganku, untuk memastikan sudah berapa lama Rangga meninggalkan ku, menuju kamarnya.
Banyak juga rekan-rekan kerja ku yang lain langsung menghampiriku dan mengajak ku untuk mengobrol. Banyak yang kutanggapi bila itu salah satu temen yang cukup feket ama aku. Tapi kalo rekan kerja cowo yang cuma mao ngegombal mah, aku cuekin.
Daridulu aku paling gak suka ama cowo sok ngegombal gitu. Bahkan itu salah satu alasanku dulu waktu bersikap ketus ama Rangga. Hanya saja sekarang aku justru suka kalo dihombalin Rangga. Tapi hanya Rangga seorang yang kuijinkan untuk ngegombalin diriku saat ini.
Hmm...sudah 15 menit. Kupikir sudah waktunya aku memberikan perawatan untuk Rangga deh kalo gitu. Mba Liana tadi sempat datang menanyakan apakah Edi sudah ada atau belum, karena dia harus mendaftarkan ke panitia. Mba Liana terlihat panik, karena 15 menit lagi akan dimulai, tapi divisi dia belum punya perwakilan sama sekali.
Mba Liana bahkan sampai meminta bantuanku juga untuk mencari keberadaan si Edi. Karena di teleponin ponselnya pun tidak aktif. Kalau aku yang dulu, uda pasti aku tolak mentah-mentah permintaan mba Liana ini. Tapi, berhubung aku sudah hmm...terikat dengannya, dengan suka rela aku mao membantunya saat ini. Lagian aku sekalian mendapat alasan untuk “mengobati” Rangga di kamarnya.
“Cherllyne! Mau kemana?” Suara seseorang tiba-tiba memanggilku, saat aku baru saja hendak melangkahkan kaki ku, menuju kamar Rangga.
“Eh..Oli, ini diminta mba Liana nyari Edi juga” Jawabku.
“Uda ketemu tuh ama si Rika, tadi si Rika BBM aku. Katanya lagi dipaksa ditarik ama si Rika tuh kesini. Uda lu disini aja temenin gw, Cher.” Ujar Oli yang kemudian langsung mengapitkan lenganku ke lengannya. Upss? Waduh...aku ga bisa ke kamar Rangga dunk. Pikirku.
“Eh...gw mao ke kamar juga nih Ol, males gw ah ngikutin acara ginian.” Ujar ku kemudian mencari-cari alasan.
“Uda sih, lu disini aja pokoknya ah. Gw lagi sebel nih, si Rangga pake tidur. Ato lu...jangan-jangan diem-diem mao ke kamar Rangga lagi ya?” Ujar Oli sambil menahan lenganku. Tebakannya benar-benar membuatku terkejut. Aku langsung berusaha untuk tenang dan ga panik.
“Ha? Ngapain gw ke kamar Rangga?” Jawab aku pura-pura.
“Uda ah, diem disini. Gw juga lebih aman kalo lu disini.” Ujar Oli lagi.
“Ha? Lebih aman? Emang gw kaya satpam gitu yah? Hahaha...ga sopan luh Ol.” Seruku sambil tertawa.
“Hehehe...bukan itu. Hati gw yang lebih aman, ga kepikiran kalo lu tiba-tiba nyelonong masuk ke kamar Rangga di belakang gw. Hwehehe. Lu sih ah.” Jawab Oli dengan nada lucu. Ya ampunn, anak ini emang gemesin banget sih. Penget deh aku gigit tuh bibirnya. Hehehe.
“Heee...dasar luh Ol” Aku pun menjadi tidak tega untuk meninggalkannya. Maaf ya, Rangga sayang, tunggu sebentar ya, mungkin aku bisa mencari-cari alasan untuk kesana nanti. Pikirku.
“Oliii...gimana Ol? Ketemu ga si Edi?” Tanya mba Liana terlihat semakin panik saja wajahnya.
“Ketemu mba, ama si Rika. Katanya lagi di tarik ke sini tuh anak, pas dia mao balik ke kamarnya.” Jawab Oli.
“Haahhh...bagus deh.” Ujar mba Liana menghela nafasnya.
Dan tidak lama kemudian, memang tampak si Edi lagi ditarik paksa oleh si Rika. Membuatku ingin tertawa, karena mereka tuh dah jadi kaya emak lagi narik anaknya yang merengek ga mau ikut.
“Nih mba, si Edi. Dah mao balik aja ke kamarnya tadi. Untung sempet keliatan, kalo ga uda keburu masuk kamar deh.” Jelas si Rika.
“Hehhh...rese lu Rik. Apaan sih?” Ujar si Edi, sewot ama si Rika.
“Ed, ini ada lomba nyanyi antar divisi. Kamu kan jago maen gitar, ama nyanyi kaya tadi di bis. Kamu yang wakilin divisi Finance-Accounting ya, bantuin saya?” Ujar mba Liana ke Edi.
“Aduhh mba, yang laen aja deh mba. Saya ga bisa kali ini mba. Saya...saya lagi sakit perut nih, makanya mao balik ke kamar.” Jawab Edi berusaha menolak.
“Hadianya satu juta lho Ed, itu buat kamu semua kalo kamu menang. Gimana?” Bujuk mba Liana.
“Ha? Gede amat mba? Hmm...aduhhh gimana ya...hmmm...tapi saya...uda kebelet nih mba.” Jawab Edi sempat ragu-ragu awalnya. Wajah Edi tidak tampak seperti orang yang kebelet pengen BAB deh nih anak.
“Ohh gitu, jadi...kamu ga mao bantuin saya Ed? Beneran ga mao bantuin saya? Fine kalo gitu. Besok-besok kalo kamu ada masalah lagi ama case kamu, ato masalah penilaian kerja kamu, saya ga akan mao bantu kamu lagi, Ed. Kita jalan masing-masing kalo gitu.” Ujar mba Liana dengan nada datar, mengancam si Edi.
“Ehh..m-mbaa...aduhh mbaa...jangan gitu dong.” Ujar Edi memelas.
“Ato saya punya ide yang lebih bagus lagi, gimana kalo saya minta pak Hendri, division headnya GS, biar anak buahnya si Wati, ditarik ke divisi kita, biar saya bisa pasangin dia ama kamu sebelah-sebelahan ya?” Ujar mba Liana lagi, yang kali ini langsung membuat Oli dan Rika tertawa keras. Aku sedikit bingung mengenai ini.
“He? Siapa si Wati? Kok lu langsung pada ketawa sih?” Tanya ku ke Oli.
“Itu, anak GS Cher. Anaknya hmm...sedikit kelebihan berat badan..”
“Sedikit? Dah kaya gentong tandon aer gitu lu bilang sedikit.” Celetuk Rika yang membuat keduanya kembali tertawa keras.
“Hahaha...hussh...ga baek tau...hahaha...lu ah Rik. Yah gitu Cher, anaknya gemuk, dia tuh naksir berat ama si Edi ini, tapi yang lucunya, waktu itu pernah dateng ke tempat kita kan, ngasih barang pesenan ATK kita, dia tuh pake kemeja yang nge-press banget, ampe tuh kancing kemeja pada melar ketarik perut dia gitu, uda gitu lengan bajunya kan pendek banget, nah pas dia ngangkat tangan nyapa si Edi, tuh bulket langsung ngejmbreng kemana-mana...hwahahahaha” Penjelasan Oli membuat nya, juga aku dan Rika, bahkan mba Liana pun langsung tertawa keras, sementara si Edi tampak cembetut aja mukanya.
“Jadi...gimana Ed? Tentukan pilihan kamu sekarang?” Tanya mba Liana lagi.
“Aduhh mbaa...yang bener aja mba, kalo mao mutasiin orang ke divisi kita tuh yang beneran napa, kaya si Cherllyne gini. Pan saya jadi semangat kerja jadinya. Hehehe” Si Edi semprul malah ngegombal.
“Oh gitu? Ya uda saya...eh kebetulan...tuh pak Hendri lagi lewat. Sebentar saya panggil dia dulu. Pak Hend...”
“ehhh mba-mba-mba-mbaaa tar dulu mba...buset dah, maen manggil orang sekarepne dewe” Ujar Edi yang langsung menghadang mba Liana yang hendak menuju pak Hendri, yang sedang berjalan di depan kami semua itu. Kami bertiga pun langsung tertawa melihat kepanikan si Edi.
“Haahh...punya bos suka nindas gini nih. Yo wis aku mao lah. Tapi beneran ya mba, uang hadiahnya 1 juta kalo saya menang buat saya sendiri lho? Ga kepotong-potong “pajak” cah gendeng kan?” Ujar Edi pasrah.
“Hehehe...iya, tar saya yang kasih sendiri ke kamu uangnya, kalo kamu bisa menang.” Jawab mba Liana sambil tersenyum lebar. Mba Liana pun langsung berlalu untuk mendaftarkan Edi ke panitia.
Aku melihat si Edi menjadi gelisah sekali, tapi tampak pasrah dengan keadaan. Hihihi. Kasian si Edi. Pikirku geli.
Tapi...aku sendiri juga gelisah nih, karena tak kunjung mendapatkan celah untuk meninggalkan Oli. Yang bahkan hampir selalu bersandar di bahu ku selama lomba nyanyi ini berlangsung. Aku melihat sudah 1 jam lebih sejak Rangga pergi ke kamarnya. Haaahhh. Maafin aku yah Rangga, sayang. Aku juga ga tega ninggalin Oli sendirian disini. Sabar dulu yah.
CHARACTERS
Karina Nayla Putri
Gara
Ike
Tanty
Gery Anggoro
30 | Oops...Salah...
“Iya loh Ke, parah itu orang kan, ngajak gw jalan, tapi masa ujung-ujungnya belaga ketinggalan dompet. Sialan banget Ihhhh. Ganteng-ganteng tapi kere.” Seru Tanty yang lagi marah-marah ngobrol sama Ike dan aku, karena kencannya dengan Didi berakhir bencana. Padahal, pas si Didi ngajak jalan, si Tanty ngebangga-banggain banget kalo si Didi itu perhatian banget orangnya, ganteng, dan sebagainya lah.
Hehehe...makan tuh ganteng ama perhatian pikir ku geli.
“Trus jadinya, lu yang bayarin dong Tan?” Tanya Ike sambil tertawa geli.
“Ya...mao ga mao kan. Mana itu uang jajan bulanan gw lagi lah. Hegghhh! Kesel...kesell...keseeeeellll. Nyebelin banget jadi cowo. Ga modal. Dasar pengangguran!” Aneka sumpah serapah pun keluar dari mulut Tanty.
“Trus si Didi bilang apa pas lu bayarin makanan dia gitu, Tan?” Tanyaku.
“Iya tuh, si Didi cuma ngomong, makasih ya sayang. Untung ada kamu. Preettt!. Besok kita makan di tempat laen lagi deh, buat penebusan budi baik kamu. Preettt! Apanya penebusan budi baik? Budi baik ga ada uangnya. Balikin duit gw! Huh sebel banget gw ama cowo kaya gitu. Amit-amiiittt gw dapet cowo kaya gitu lagi.” Cerocos si Tanty. Sedang aku dan Ike hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat si Tanty.
“Eh gimana? Lu masih suka kontek-kontekan ga ama si Gara?” Tanya si Ike, saat si Tanty masih saja ngoceh ga jelas ngalor ngidul gitu.
“Hmm...ga sih. Kenapa emang Ke?” Jawabku, sedikit berbohong. Hihihi. Aku kan mao kasih kejutan ah.
“Kali aja sih, abis kejadian kemaren malah jadi berlanjut, secara lu kan kayanya udah..hmm...intim banget tuh kenalannya.. Hwehehe” Ujar si Ike menggoda ku.
“Ihhh...apaan sih lu Ke...hehehe.” Ujarku sambil mencubit pinggang si Ike.
“Heh...gak sopan ya lu orang, gw lagi cerita lu berdua malah asik ngobrol sendiri.” Cetus si Tanty saat mendengar kami tertawa.
“Uda ah..lu nyerocos mulu sih makanya Tan.” Cetus balik si Ike.
“Yee...gw kan lagi curhat kali. Pada gak peka amat sih lu orang” Jawab si Tanty ga mau kalah.
“Udah, daripada lu cume ngocehin si Didi mulu, mending lu bantuin temen lu tuh biar punya cowo. Kasian kan, uda tua tapi masih jomblo aja. Hehehe” Ujar si Ike mencela ku.
“Yeee...enak aja bilang gw uda tua. Lu kan juga jomblo Ke.” Balasku.
“Ihh...gw mah ada kali cowo nya, cuman aja di kampung gw. Hehehe” Jawab si Ike.
“Iye...sama aja artinya disini lu tuh...jomblo tau.” Ujar ku lagi.
“Heh...lu uda sedeket apa ama si Gara itu, sejak lu berdua tukeran pin?” Tanya Tanty. Nih anak emang gayanya ngocol abis deh kalo ngomong.
“Hmm...ga pernah ngobrol sih, sesekali aja.” Jawabku sambil tersenyum.
“Hmm...penyakit prawan tua kek gini nih. Dapet kenalan cowo ganteng masih single, cuma di anggurin aja.” Cetus si Tanty sialan, menyebutku perawan tua segala.
“Eh lu orang mao kemana abis ini?” Tanyaku berusaha mengalihkan perhatian. Pusing kepalaku ngomongin cowo mulu ah.
“Gw sih balik ah. Males jalan gw.” Jawab Ike. Si Ike mah emang tipe cewe rumahan banget. Alias tukang molor kalo di rumah. Hahaha.
Gw juga balik lah. Males ngurusin si Didi kampret” Jawab si Tanty.
“Mang lu mo kemana Ran?” Tanya Tanty.
“Oh...ga sih, paling cuma jalan-jalan bentar sambil nyari makan aja lah. Gampang gw, sendiri juga jadi.” Jawabku sambil tersenyum. Untung pada mao pulang, jadi kan....hihihi.
Kami pun berjalan ke luar area kampus. Namun tanpa mereka sadari, aku berjalan menuju parkiran motor.
“Eh...lu...ngapain jalan lewat sini sih?” Tanya Tanty baru sadar saat telah berada di parkiran motor.
“Ohh...gw...mao ketemu temen gw bentar kok.” Jawabku.
“Temen siapa lu?” Tanya Tanty lagi.
“Ihh kepo deh lo, ikut aja lah kalo mao tau.” Jawabku sambil tersenyum simpul.
Tak berapa jauh kemudian, seorang pria berdiri dan menghampiri kami.
“Kita jalan sekarang Rin?” Tanya cowo itu, yang membuat kami semua menoleh ke arahnya. Dan terutama kedua temanku itu, mereka langsung terkejut melihat cowo yang menyapa kami itu.
“Gara??” Seru kedua temanku itu hampir bersamaan. Membuatku tergelak geli.
“Lu...kok ada di sini?” Tanya Tanty heran.
“Hm? Ga boleh kah? Gw cuma mao jemput Karina aja kok. Kita uda janjian di sini.” Jawab Gara santai, namun aura kedua temanku itu langsung berubah menyeramkan saat menoleh ke arahku.
“Setan lu ye, gw tanya lu masih suka ngobrol ato ga ama si Gara, lu bilang kaga. Taunya malah janjian mao jalan bareng. Heh! Nyebelin lu dasar.” Ujar Tanty sewot, sedang aku langsung tertawa geli melihatnya marah.
“Kan surprise aja sih, buat lu orang. Daripada lu orang pada kepo nanya-nanya mulu.” Jawabku.
“Oh jadi gini Rin caranya? Hmm...pake rahasia-rahasiaan?” Kali si Ike yang sewot.
“Emang...lu ga cerita ama mereka, kita mao jalan Rin?” Tanya Gara terlihat bingung melihat kedua temanku itu pada sewot.
“Hahaha...ga sih, emang sengaja mao kasih kejutan. Yuk kita jalan Gar.” Jawabku sambil mengajaknya jalan.
“Gw duluan yah say...hehehe...jangan ngambek. Ini cuma sedikit balesan gara-gara lu berdua ngetawain gw kemaren pas jatoh, bukannya nolongin gw.” Jawabku.
“Iya deh..tau...tau. yang lagi kesengsem abis kenalan ama “anu”nya Gara.” Cetus Tanty, yang membuat wajah ku menjadi merah padam menahan malu. Si Gara cuma senyum-senyum aja mendengarnya.
“Rese lu ah Tan, ayo Gar ah.” Aku langsung mengait lengan Gara untuk menuju motor nya yang sedang diparkir.
“Hahaha...awas nyungsep lagi Ran. Pegangan yang bener ama “anu”nya Gara tar di motor biar ga jatoh. Hwakakakak” Seru si Tanty sialan itu, sementara Ike hanya tertawa saja.
“Temen lo...beneran mirip abang gw emang kalo nyeletuk” Ujar si Gara hanya tersenyum. Nih orang susah banget di suruh ketawa deh. Uda lama ngobrol ama dia, baik di BBM maupun di telepon, tapi tidak pernah sekalipun tertawa. Begitu juga saat kami jalan berdua untuk pertama kalinya. Padahal aku kan uda bawel, tap tetep aja gw bisa ngeliat dia ketawa. Bikin penasaran aja kan.
“Ihh emang tuh anak mah rada-rada dari dulu juga.” Jawabku.
Kami berdua pun meninggalkan kampus dan menembus keramaian ibu kota. Gara cukup ahli mengendarai motor ini. Namun motor ini posisi duduk nya memaksa ku untuk condong ke depan.
“Peluk gw aja Rin, kalo lu duduknya susah tegak gitu.” Ujar Gara di motor.
“Ihhh...maunya elu itu mah biar gw nempel-nempel kan?” Jawabku berusaha mengimbangi tubuhku.
“Hmm...terserah lu aja sih.” Balas si Gara. Dan semakin lama, mau ga mau aku harus mencondongkan tubuhku ke depan. Dan anehnya, aku tidak meletakan tasku di tengah-tengah, sebagai penahan tubuh ku agar tidak menempel dengan tubuhnya. Aku bahkan memeluk pinggangnya, sehingga kedua buah payudaraku menempel ketat di punggung Gara. Aku tidak tau apakah Gara merasakan ini atau tidak. Aku hanya merasa nyaman aja memeluknya seperti ini. Gara pun tidak banyak bicara mengenai ini.
Setelah beberapa lama, kami pun tiba di mall yang di tuju. Dan setelah sedikit merapihkan rambut dan make up ku, karena terkena angin dan debu di jalan, kami berdua pun masuk ke dalam mall.
“Kita makan dulu aja yah, gw dah laper nih” Ujar Gara.
“Hmm...boleh, gw juga uda laper sih.” Jawabku.
Saat sedang makan pun, Gara juga tidak banyak berbicara. Hanya aku saja yang terus berbicara mengenai apa saja. Aku kan ga betah cuma diem-dieman aja. Hehehe. Tapi, aku kan ga secempreng dan sebawel si nenek lampir sialan, Tanty itu.
Selesai makan, kami hanya berjalan-jalan keliling mall saja, sambil menikmati kebersamaan kami berdua, sekaligus berusaha saling mengenal lebih dekat satu sama lain. Dari sini, aku bisa tau kalo sifat Gara ini sangat cool sekali. Dia tinggal di kosan, karena kedua orang tua mereka berada di kota lain.
Gara menyusul kakaknya si Gilang, 2 tahun setelah si Gilang pertama kuliah di ibu kota. Bahkan setelah aku berusaha korek-korek, Gara juga menceritakan mengenai kedekatan persahabatan kakaknya dengan Livia dan kawan-kawan yang kemarin aku temui itu.
Dan juga Gara mengatakan bahwa tahun ini kakaknya akan menikah dengan wanita yang kemarin berusaha menenangkan ku, pada saat kejadian memalukan kemarin itu. Merry. Hmm...pas kalo menurut aku. Merry cantik banget orangnya, walau keliatan tegas aura wajahnya. Menikah dengan Gilang yang tampan, dan sedikit urakan dan tengil gayanya.
Dan saat sedang berjalan-jalan di mall itu, aku melihat seorang pria yang rasa-rasanya pernah ketemu, di dalam sebuah restoran. Dia sedang duduk bersama seorang wanita yang cantik dan menarik, tapi tampaknya berumur lebih tua dari pria itu.
Aku berusaha mengingat-ingat siapa pria itu ya, hingga menghentikan langkahku.
“Kenapa brenti Rin?” Tanya Gara bingung melihatku.
“Itu cowo, rasa-rasanya gw pernah ketemu deh Gar. Tapi gw lupa-lupa inget nih. Gw lagi inget-inget dulu Gar.” Jawabku kemudian berusaha mengingat wajah orang itu.
Mereke berdua tampaknya sedang beradu argumen. Entah apa yang mereka bicarakan. Wanita itu...wanita itu juga rasa-rasanya aku kenal deh. Aduuhhh kenapa bisa lupa gini sih.
“Gar...yang cewe juga kayanya gw pernah liat deh mukanya.” Ujar ku kepada Gara.
“Yakin lu? Ato halusinasi lu aja?” Jawab Gara.
Gak, aku yakin aku pernah ketemu mereka. Kak Rangga pasti ta....tiba-tiba aku teringat sesuatu saat mengingat kak Rangga. Yah aku inget sekarang. Yang cowo itu kan cowo nya kak Oli, yang waktu itu ngejemput kak Oli pas lagi jalan ama aku dan kak Rangga. Iya bener itu dia orangnya, aku inget sekarang.
Trus yang cewe, kalo gak salah ibu tirinya kak Oli deh. Aku pernah liat fotonya, waktu kak Oli ngasih tau aku sekarang papa Yoga menikah ama siapa. Iya bener, itu tante Shinta ama kak Gery kalo salah inget namanya.
Ngapain mereka berdua ketemuan disini. Apa ada hubungannya dengan kak Oli? Pikirku. Aku segera mengeluarkan ponselku, dan mengambil foto mereka berdua. Hasil gambarnya untungnya cukup jelas, walaupun aku mengambil gambarnya dari jarak jauh seperti ini.
Kemudian tante Shinta aku lihat segera keluar dari restoran itu dan untungnya pergi menjauh dari tempat ku berdiri. Dan aku baru saja hendak mengajak Gara untuk segera pergi, saat kak Gery aku lihat keluar juga dari restoran, dan langsung bertemu muka denganku, membuat ku begitu terkejut sekali, sampai-sampai aku meremas tangan Gara, yang terkejut melihat aku meremas tangannya.
Kak Gery melihat ke arah ku, tapi dia seperti sedang berpikir aku ini siapa, persis seperti yang tadi kulakukan saat melihatnya. Aku merasa ini lah waktu yang tepat untuk pergi, namun kaki ku malah tidak bisa digerakkan. Kak Gery malah keliatannya sudah mengingat wajahku sekarang, keliatan dari ekspresi wajahnya, yang langsung mengeras kaku, sambil menatap tajam ke arahku dan Gara.
Kak Gery kemudian aku lihat berjalan cepat mendekatiku, yang untungnya kesadaran kaki ku tepat pada waktunya. Saat aku bisa menggerakkan kaki ku, aku langsung meraih tangan Gara, dan berseru kepadanya, “Gara, kita lari dari orang itu cepetan, jangan ampe ketangkep.”
Gara awalnya cukup kaget, namun lalu berlari mengikuti tarikan tanganku. Kami berdua langsung berlari secepatnya menjauhi kak Gery. Kak Gery aku sempat lihat memanggil teman-temannya untuk ikut mengejar kami berdua.
“Aduuhhhh! Gawat ini! Gawaattt!” Ujarku kalut.
“Kenapa sih Rin? Dia itu siapa Rin?” Tanya Gara kebingungan.
“Panjang Gara ceritanya, nanti kalo kita uda kabur dari mereka, gw ceritain semuanya. Cuma sekarang kita musti kabur dulu nih dari mereka.” Jawabku sambil terus berlari.
“Hmm....kalo gitu, ikut gw Rin. Gw yang mimpin arah.” Ujar Gara mengambil alih jadi yang menentukan arah berlari kami. Aku pun menurutinya dan percaya kepadanya.
Kak Gery dan kawan-kawannya mengejar kami sangat gigih. Kami hampir tidak bisa menjauhkan jarak kami. Mereka terus mengikut kemana kami pergi. Gara terlihat mencari-cari cara dan celah untuk bisa bersembunyi dari mereka semua.
Gara kemudian mengarahkan pelarian kami ke arah luar mall, menuju parkiran mobil. “Gara, jangan ke parkiran motor, kita pasti ke kejar mereka.” Ujar ku mengira Gara akan membawa kami ke parkiran motor.
“Ga, Rin, tenang aja, uda gw pikirin sebuah cara buat lari dari mereka.” Jelas Gara. Kami kemudian berlari menuju parkiran mobil. Hmm...untuk apa Gara membawaku ke sini? Belum sempat aku memikirkan jawaban dari pertanyaan ku dalam hati itu, Gara langsung menarik ke ke balik sebuah mobil yang cukup besar, dan bersembunyi di sana.
Tidak berapa lama kemudian, aku melihat kak Gery, dan beberapa temannya tiba di parkiran mobil. Aku pikir mereka akan mencari dengan bergerombol, ternyata mereka justru menyebar, dan menyisir area parkir satu per satu. Aduuhhh...gawat ini, kita ga bakal bisa lari lagi kalo begini.
Aku panik sekali, tapi tiba-tiba Gara meremas pegangan tangannya di tanganku. Sambil tersenyum, Gara berkata, “Tenang, jangan panik. Kita pasti bisa kabur dari mereka. Gw pasti akan ngelindungin lu Rin.”
Ugh...caranya mengucapkan kalimat itu begitu keren di mataku, dan memberikan sebuah kehangatan dan rasa aman. Entah kenapa, aku mempercayai 100 % kata-katanya itu.
Mereka bergerak semakin dekat ke arah kami. Gara kembali meremas tanganku, seolah menyatakan semuanya akan baik-baik saja. Dan saat mereka akhirnya dekat dengan kami, Gara segera mendorong tubuhku, agar bergerak memutari mobil ini sambil terus merunduk, agar tersembunyi.
Bruk! Tiba-tiba aku terkejut setengah mati, saat tas ku berbenturan dengan bemper mobil ini, sehingga menimbulkan suara cukup keras. Aduuuhhh! Pake kepentok tas lagi ah, pas lagi genting gini suasananya. Ujarku dalam hati menyesali kebodohanku. Namun Gara tetap kembali meremas tanganku, walau wajahnya pun terlihat tegang.
Dan ternyata seperti yang kutakutkan, kak Gery menghampiri temapt kami bersembunyi, gara-gara suara benturan tas ku tadi. Kami tidak bisa bergerak memutar lagi tanpa ketahuan mereka semua. Gara aku lihat melepaskan pegangan tangannya, dan segera bersiap-siap, entah apa yang akan di lakukannya. Jantung ku berdebar semakin kencang, saat kak Gery hampir mencapai tempat kami.
Tiba-tiba saat kak Gery benar-benar sudah sangat dekat, Gara langsung melompat secepat kilat, dan......BUKK! sebuah tendangan menghantam telak di wajah kak Gery, membuat hidung nya langsung mengeluarkan darah, dan terjengkang ke belakang. Aku terkejut setengah mati melihat kejadian itu semua.
“BANGSAAATTTT!” Teriak kak Gery.
Kemudian aku melihat salah seorang temen kak Gery, yang berada paling dekat dan melihat kejadian itu, langsung datang membantu. Dia langsung berusaha memukul Gara. Aku sampai menutup mulutku saking takutnya Gara terkena pukulan itu dan terluka.
“Mampus luh!” Ujar kak Gery, saat melihat temannya itu akan segera memukul Gara.
Wuttt! Jantungku bagaikan copot, saat aku melihat Gara sedikit bergerak ke samping, sambil menepis pukulan temannya kak Gery itu, sehingga pukulan orang itu tidak sampai mengenai Gara. Namun aku langsung merasakan kelegaan yang amat sangat.
Tabb! Tangan yang digunakan Gara untuk menepis, tiba-tiba langsung menangkap tangan temannya kak Gery, yang tadi di gunakan untuk memukul Gara.
Gara lalu mendorong tubuh temannya kak Gery, tanpa melepaskan cengkraman nya di tangannya. Dan dengan gerakan cepat, Gara lalu langsung menarik kembali tangan orang itu, dan lalu dengan gerakan memutar menarik tubuhnya, hingga ikut berputar mengikuti gerakan berputar Gara.
Lalu dengan memanfaatkan putaran itu, Gara langsung melempar orang itu, hingga kepalanya menabrak bemper mobil. BRUAKKK!
Temennya kak Gery itu langsung jatuh tersungkur, tidak bergerak lagi. Aku bahkan hampir saja bersorai melihat orang itu pingsan kena hantam Gara. Tapi, tiba-tiba Gara menarik tangan ku, dan langsung berlari menjauh dari kak Gery. Gara kembali mengarahkanku untuk berlari menuju pintu masuk mall lagi.
“ANJING! MATI LU TAR DI TANGAN GW!” Teriak kak Gery dari arah belakangku, saat dia mulai mengejar kami berdua lagi. Namun kali ini jarak kami berdua sudah lumayan jauh. Berkat aksi spektakuler Gara tadi.
Gara lalu menarik ku untuk berlari keluar mall, sedikit memutari mall untuk berlari ke arah parkiran motor. Nafas kami langsung terengah-engah begitu sudah berada di parkiran motor. Aku yakin mereka telah kehilangan jejak kami berdua
“Hahhh...haahhhh...Garaa....haahhhh...lu...hebat banget tadi. Ga nyangka gw, lu jago berantem juga.” Ujar ku memuji Gara, yang terlihat keren sekali. Beberapa orang memperhatikan kami, yang habis berlari ini. Tapi aku gak perduli dengan pandangan mereka.
“Haahhh...haaahhhh...abang gw, si Gilang, yang ngajarin gw silat. Gw, masih belom ada apa-apanya dibanding dia.” Jawab Gara sambil terengah-engah juga.
Kami kemudian segera keluar dari area mall ini. Tapi Gara lalu menepikan motornya di sebuah pom bensin, yang ada mini marketnya. Gara mengajaku untuk masuk membeli minuman untuk kami berdua.
“Mereka itu siapa sih Rin? Kok ampe ngejar-ngejar lu kaya gitu sih?” Tanya Gara, saat kami duduk sambil beristirahat, memulihkan lagi kondisi kami.
“Jadi, kakak gw, kak Rangga tuh punya temen deket, namanya kak Oli. Gw ama kak Rangga uda bagaikan keluarga kandung ama kak Oli saking dekatnya dari sejak mereka SD. Kak Oli bahkan uda manggil bonyok gw papa-mama juga. Begitu juga gw ama kak Rangga ke bonyoknya kak Oli” Aku mulai menjelaskan perkaranya, walau aku sendiri sebenarnya tidak tau kenapa kak Gery ampe ngejar-ngejar kami seperti itu. Seperti mao nangkep maling aja.
“Nah, nyokapnya Oli, itu almarhum beberapa tahun lalu. Bokapnya itu terus kawin lagi ama cewe yang tadi lagi ngobrol ama cowo yang ngejar kita itu. Namanya tante Shinta. Sementara, cowo yang ngejar kita tadi itu, namanya kak Gery. Dia itu cowo nya kak Oli. Jujur, aku juga gw tau kenapa dia ngejar-ngejar kita kaya tadi, Gar.” Lanjut penjelasan ku.
“Dia gak mungkin ngejar kita, kalo ga ada masalah Rin. Lu yakin, kakak lu ato si kak Oli itu ga ada masalah ama dia, trus lu jadi kebawa-bawa?” Tanya Gara lagi.
“Kayanya sih ga deh Gar. Makanya itu, gw ga tau kenapa dia ampe ngejar-ngejar kita kaya tadi gitu. Ato mungkin...dia...ada sesuatu rahasia, yang ga sengaja ketauan kita. Trus dia mao ngancem kita?” Ujar ku memikirkan segala kemungkinannya.
“Bisa jadi. Lu kan tadi moto tuh orang kan? Coba lu kasih liat kakak lu itu. Mungkin dia ada tau sesuatu.” Ujar Gara.
“Mungkin juga. Iya bener juga sih Gar. Tar coba gw tanya kakak gw deh.” Jawabku menyetujui ide nya itu.
“Ya udah yuk cabut lagi. Lu...jangan malem-malem deh pulangnya. Gw anterin lu pulang deh Rin.” Ujar Gara mengajakku untuk pulang. Yah setelah kejadian tadi, memang mood ku untuk jalan-jalan sirna seketika.
Saat di parkiran motor di pom bensin itu, keadaan cukup sepi. Aku lalu berjalan mendekat ke arah Gara. “Gara...makasih yah tadi lu uda nyelametin gw, uda ngelindungin gw.” Ujar ku saat berada di sampingnya.
“Lu, emang wajib gw lindungin lah Rin.” Jawaban Gara membuatku semakin terharu. Lalu entah darimana timbulnya keberanianku, aku lalu menyentuh pipi Gara dengan tangan kananku, dan aku kemudian mendekatkan wajahku ke wajahnya. Bibir kami langsung bertemu dan menyatu.
Awalnya hanya menempelkan bibir saja, lalu aku sedikit menghisap bibir bawahnya Gara. Gara pun langsung melumat bibir ku. Inilah ciuman pertama ku kepada seorang pria seumur hidupku, dan aku telah memberikan ciuman pertama ku ini, kepada seorang pria yang terlihat gagah berani di mataku. Seorang pria yang telah melindungi ku dari para penjahat, bagaikan di film-film fantasy. Entah kenapa, aku menjadi menyayangi Gara setulus hati ku, dan aku curahkan melalui ciuman kami ini.
================================================== ========
CHARACTERS
Rani Raisya Ramadhani
Hari Suprianto
Vania Rahayu Ningsih
Dear Diary,
Aduh...apakah Rangga melihat aku tadi, saat aku sedang berpelukan erat dengan Hari? Kalau pun melihat, apakah Rangga mengerti bahwa pelukan ku ke Hari, hanya sebagai sebuah pelukan antar sahabat yang sedang bersedih akibat musibah yang menimpanya?
Aduuhh...apakah hubungan kami yang bisa dibilang mesra, menjadi gagal lagi hanya karena ini? Rangga pun seolah menjadi susah sekali aku temui, sejak kami tiba di Anyer ini.
Haaahhh...yah, jadi tuh awalnya aku memang sedang jalan-jalan aja sekalian nyari Rangga. Dari sejak tiba di Anyer ini, Rangga seolah lenyap ditelan bumi. Tidak bisa kutemukan dimana pun aku mencarinya.
Karena hari sudah sore, aku buru-buru kembali ke kamar ku, untuk mandi dan membersihkan badan yang lengket terkena hawa angin laut. Rika sudah duluan menuju tempat acara dilaksanakan.
Setelah mandi, aku pun tergesa-gesa pergi ke lokasi. Namun di tengah perjalanan, aku menemukan Hari sedang berbicara dengan seseorang. He? Itu kan...Mba Nia?? Hihihi. Wah masa iya beneran CLBK nih, pikirku.
Sebenarnya aku ingin melanjutkan perjalanan ku menuju lokasi, namun aku penasaran deh jadinya. Hihihi. Dan aku pun lalu mencoba mendekati mereka tanpa sepengetahuan mereka. Siapa tahu ada kejadian menarik kan. Tapi...kepo kaya gini, kaya bukan diriku aja sih sebenernya. Tapi entah kenapa aku penasaran aja terhadap mereka berdua.
Aku pun berhasil mendekati mereka, dan bersembunyi di balik sebuah pilar, Sedangkan mereka sedang duduk di sebuah sofa besar yang menghadap ke laut.
“Ga tau lah mas. Aku yah uda pasrah aja lah, suami ku suka kasar gitu. Yah baik buruknya, biar gimana yah suami ku juga toh. Yah aku cuma berusaha menjadi istri yang baik aja mas lah sekarang.” Ujar mba Nia.
“Tapi kamu kan jadi tersiksa gitu Van. Masa kamu diem aja sih? Aku sih ya gak terima kamu di kasarin gitu ama suami kamu itu, Van. Aku uda rela ngelepas kamu waktu itu ke dia tuh, bukan untuk di kasarin gini Van.” Ujar Hari. Hihihi...masih perhatian juga toh ama mba Nia?
“Ya uda lah mas, gak usah ungkit-ungkit masa lalu lah mas. Yang sudah terjadi, ya biarlah berlalu mas. Aku ya ga ngoyo lah ama kehidupanku ini.” Jawab mba Nia, terdengar pasrah. Padahal mereka tuh dulu pasangan serasi lho. Hanya saja mba Nia uda di jodohin ama orang tua nya, di Jogja sana. Jadinya dengan berat hari mereka pun berpisah.
Dan bila benar Indah seperti yang Hari bilang, uda selingkuh. Benar-benar sia-sia dan sebuah kesalahan dulu Hari melepas mba Nia gitu aja.
“Ya kan kasian anak mu Van, baru juga umur 1 tahun gitu, tapi bapaknya uda kasar gitu. Heran aku sama mas mu itu. Lah otaknya tuh di taroh dimana sih, bisa kasar sama istri sama anak yang masih bayi.” Hari tampaknya mulai emosi.
“Cukup mas, jangan di teruskan. Seperti yang aku bilang, baik buruknya, biar gimana dia itu tetap suami aku. Dan aku istri dia. Jadi aku harus dan berkewajiban untuk menjaga kehormatan dia dan juga diriku mas. Aku gak akan biarin mas Hari menjelek-jelekan suami ku seperti tadi.” Ujarnya tegas. Haaahhh...salut aku ama mba Nia. Biar uda dikasarin juga, walau aku ga sempet denger, separah apa dikasarinnya, tapi mba Nia tetap saja membela suaminya.
“Iya, aku minta maaf ya Van. Emang gak pantes aku ngucapin hal-hal kaya gitu. Maaf ya Van.” Ujar Hari tampak menyesali perkataannya barusan.
“Iya mas, gak papa. Yang penting ya mas Har inget, status aku ini uda menjadi seorang istri dari suami ku.” Ujar mba Nia.
“Iya aku paham itu. Aku bahkan salut ama kamu Van. Andai istri aku bisa menjaga kehor...yah menjaga diri seperti mu lah.” Ujar Hari hampir keceplosan tampaknya.
“Udah ga usah di bahas. Masalah istri mu, bukan aku ga mau dengerin ato gimana ya mas, tapi aku ga mau kita jadi keterusan karena ngomonging masalah rumah tangga kita masing-masing. Aku uda punya kehidupan sendiri, begitu juga mas Hari. Aku...cerita mengenai kehidupan rumah tangga ku, juga bukan untuk macem-macem. Hanya ingin mencari jalan keluar untuk permasalahan yang aku hadepin.” Ujar mba Nia, membuat Hari menjadi terdiam.
“Ya sudah yuk kita ke acara mas? Uda jam 5 lewat lho, pasti uda mulai nih acaranya.” Ujar mba Nia mengajak Hari.
“Eh iya ya? Hmm...kamu duluan aja deh Van. Aku...masih ada urusan dulu.” Jawab Hari menolak tawaran mba Nia untuk pergi ke lokasi sama-sama.
“Ya uda deh, kalo gitu, aku ke sana dulu ya mas.” Jawab mba Nia, kemudian bangkit dan meninggalkan Hari sendirian. Aku lihat, Hari bahkan tidak melihat mba Nia lagi. Matanya hanya menerawang ke arah laut.
Aku pun lalu mendekati Hari pelan-pelan. Hari bahkan belum menyadari saat aku sedang berdiri di belakangnya.
“Ehem...ehem..” Aku sengaja berdehem di belakangnya, yang langsung membuat Hari terkejut sekali sampai melompat dari kursi.
“Rani?? Cah gendeng kowe.” Ujar Hari sewot karena aku kagetin, membuatku tertawa terbahak-bahak.
“Ngapain luh di sini?” Tanya Hari kemudian duduk lagi. Aku pun segera duduk di sampingnya.
“Iseng aja. Tadi nya gw mao ke tempat acara. Eh ngeliat ada orang lagi CLBK, tadinya pengen gw isengin, eh taunya lagi ngobrol serius. Gak jadi deh.” Jawabku membuat Hari terkejut.
“Eh? Lu nguping ya? Dasar kepo luh” Ujar Hari sewot lagi.
“Lah, gw punya kuping, lu juga ngobrolnya di tempat umum, ya jangan salahin gw dong.” Balasku sambil senyum-senyum simpul.
“Dasar luh. Tumben lu kaga nyariin si Rangga? Dia di tempat acara kan?” Ujar Hari menanyakan aku.
“Dari tadi gw cariin ga tau ilang kemana si Rangga. Sejak nyampe Anyer, ga pernah ketemu dia nih.” Jawabku sedikit kesal, melihat kenyataan bahwa yang seharusnya menjadi liburan romantis ku bersama Rangga, malah sama sekali tidak bersamanya.
“Lah? Tadi aja ketemu gw di pantai. Lu nya molor mulu sih.” Seru si Hari membuatku semakin kesal rasanya.
“Apaan sih lu. By the way, lu lagi ngapain sih menyendiri mulu? Tadi juga gw sempet liat lu lagi menyendiri di pinggir kolam renang.” Tanya ku setelah melihat keanehan si Hari.
“Gw...ngecekin kegiatan si Indah, Ran. Gw...uda pasang kamera di rumah gw, yang bisa gw pantau dari HP gw ini. Gw pengen dapetin bukti konkret bahwa si Indah itu beneran serong, Ran.” Jawab si Hari.
“Trus gimana? Uda ada hasilnya?” Tanyaku lagi.
“Nih...liat aja. Dia lagi seru tuh kayanya.” Jawab Hari sambil menyerahkan ponselnya kepadaku.
“ASTAGHFIRULLAH HAL ADZIMM! Ini...ini....ini beneran si Indah, Har?” Aku begitu shock melihat adegan yang berlangsung di layar monitor ponselnya Hari. Di layar itu, aku melihat seorang pria bule, dan seorang pria berkulit gelap, sedang berhubungan intim dengan dua orang wanita. Salah satunya si Indah, yang sekarang sudah tidak memakai baju maupun celana sama sekali.
Tampaknya ini di ruang tidur nya si Hari, karena ada tempat tidur. Posisi si Indah sedang menungging, sementara si pria bule itu sedang menyodok-nyodok dari belakang si Indah. Sementara 1 wanita lagi sedang menciumi bibirnya Indah, juga sedang di sodok oleh pria berkulit gelap.
Ya Allah, tega-teganya si Indah berbuat serong di kamar mereka sendiri. Kamar pengantin mereka. Aku menjadi geram sekali melihatnya, sekaligus kasian kepada Hari. Aku bahkan tidak sanggup untuk melihat ini. Aku jadi bisa merasakan sakit yang dirasakan oleh Hari.
“Ini ga bisa dibiarin gini aja dong Har? Lu ga tegur dia ato gimana Har?” Tanyaku sedikit emosi.
“Kata siapa gw ngebiarin gini aja Ran?” Hari justru bertanya balik dengan wajah geram.
“Apa lu tau Ran? Sejak gw tau dia ada maen serong, sori...sejak gw yakin, dia ada maen serong, gw uda gak pernah nyampur lagi ama dia Ran. Gw merasa jijik aja membayangkan tubuhnya bekas ludah orang lain, bekas sperma orang lain gitu. Apalagi cowo berkulit gelap itu. Lu tau siapa dia? Dia itu satpam di komplek rumah gw Ran. Gila kan. Ampe satpam komplek aja juga dia embat. Dan gw juga gak diem aja kaya yang lu bilang.” Jelas Hari, benar-benar membuatku geleng-geleng kepala saking tidak percaya atas kelakuan dan kebinalan Indah yang sudah di luar batas.
“Kamera ini cuma salah satu alat gw buat dapetin bukti. Gw uda naro alat sadap di Indah, Ran. Makanya gw bisa yakin si Indah maen gila di belakang gw. Itu langkah pertama. Kamera ini langkah kedua gw. Gw rekam segala aktivitas bejat dia, biar gw punya bukti konkrit, jadi dia ga bisa ngelak lagi. Langkah ke tiga...hmm...langkah ke tiga adalah langkah pembalasan, Ran. Hari pelaksanaan nya pun uda gw tentuin. Gak lama lagi eksekusinya. Di saat itulah, di saat dia tidak bisa mengelak lagi, itu lah pembalasan sakit hati dan penghinaan ini Ran.” Ujar Hari berapi-api, penuh aroma dendam yang membara.
“Emang musti di kasih pelajaran orang kaya Indah gitu Har. Gw...bener-bener gak nyangka, Indah yang kalem gitu, kenapa bisa berubah menjadi liar.” Ujarku.
“Apa lu pernah ada masalah ama dia Har? Kaya macam pelampiasan gitu jadinya?” Tanya ku.
“Itu dia masalahnya Ran. Selama ini kita fine-fine aja, gak pernah ribut ato apa. Bahkan ampe masalah seks pun ga pernah ada keluhan apa pun. Semua baik-baik aja, ampe yang dulu itu gw cerita, yang dia meeting sambil ngelakuin hal gila sambil striptease gitu. Itu hal pertama yang gw tau, tentang perubahan si Indah. Tapi ga tau juga gw, apa sebelum kejadian itu, si Indah uda liar atau memang dari situ awalnya.” Jelas Hari panjang lebar.
“Atau mungkin, ada cowo lain yang menggoda dia? Atau membujuk dia? Teman curhat gitu?” Tanya ku lagi mencoba membantu Hari mencari akar permasalahannya.
“Setau gw sih gak ada temen curhat cowo ya. Tapi ga tau kalo dia diem-diem di belakang gw. Tapi gw curiga ama temennya si Reni. Kalo gw denger lewat alat sadap yang gw pasang, si Reni ini yang selalu mengatur kegilaan mereka. Si Indah tinggal ikut aja. Gw ga tau pasti sih, apa memang dia yang membuat Indah jadi berubah menjadi seperti sekarang gini. Tapi emang dia sih yang selalu mengatur si Indah musti kemana, mao maen gila dimana.” Jawab Hari.
“Kok Indah nya mau aja sih? Bingung gw Har. Tapi yah..ga tau juga yah. Hati orang siapa yang tau kan.” Ujar ku menimpalinya.
“Emang sih.” Ujar si Hari sambil menerawang memandangi laut yang telah menghitam, karena malam telah menggantikan siang.
“Trus...gimana rencana lu ama si Indah, Har? Apa lu cere-in dia?” Tanya ku.
“Kalo masalah cerai sih, yah itu udah suatu kepastian yah Ran. Dia tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, bahkan mempermalukan nama dan harga diri suaminya di hadapan banyak orang, itu uda merupakan suatu dosa besar. Kualat dia ama gw, Ran. Apa menurut lu pantes, orang kaya dia gw pertahanin sebagai istri?” Ujar Hari terdengar getir.
“Iya lah. Kalo gw jadi lu, juga pasti gw cere-in cewe kaya gitu.” Jawabku.
“Eh...lu, ga masuk Ran? Buat ikut acaranya? Kan ada si Rangga di sana? Lagian, uda pada lagi makan kali tuh sekarang, uda ampir jam setengah 7 gini.” Ujar Hari tiba-tiba.
“Hmm...ga lah Har. Gampang lah makan doang mah. Gw mao nemenin lu aja dulu deh disini. Gw takut lu tar tiba-tiba maen nyelonong aja ke laut, hanyutin diri gitu.” Jawabku sambil tersenyum.
“Hahaha...sialan lu. Ya uda, gw mao beli minuman dulu deh buat kita.” Ujar Hari, kemudian bangkit menuju cafe hotel ini.
Suasana pantai di malam hari, dengan suara debuaran ombak, dan angin yang bertiup cukup kencang, membuat suasana menjadi terasa nyaman dan damai. Aku kemudian berdiri, dan berjalan santai sedikit ke arah laut, bersandar di pilar sambil menghadap laut, dan menikmati suasana ini, sambil memikirkan apa yang telah terjadi kepada Hari. Aku sangat bersimpati kepada sahabat ku itu. Aku merasa, sebagai seorang sahabat yang baik, aku harus menemaninya di saat sulit seperti ini.
Beberapa saat kemudian, Hari pun datang membawa dua gelas juice jeruk. Dan menyerahkan salah satu gelas ke tanganku. Hari pun ikutan bersandar pada pilar.
“Gimana lu ama Rangga, Ran? Uda jadian nih ceritanya?” Tanya Hari mengalihkan pembicaraan.
“Kata siapa? belum sih...kayanya. Hmm...ga tau deh. Hehe.” Jawabku bingung. Di bilang pacaran, Rangga belum nembak aku. Dibilang ga pacaran, tapi kita uda kaya pacaran mesra-mesraan nya.
“He? Kok gak tau? Gimana ceritanya? Lu kan tadi gw liat uda ampe bobo bareng gitu. Masa belum pacaran?” Tanya Hari lagi membuatku malu.
“Ihh apaan sih lu? Kesannya gw bobo barengnya konotasi negatif deh. Dasar luh.” Ujar ku sewot.
“Hmm...emang Rangga belum nembak lu, Ran?” Tanya Hari lagi.
“Belum sih Har. Tapi...emang kita uda deket banget sih hanya dalam beberapa hari belakangan ini. Tapi, sejak di Anyer ini, gw malah ga bisa ketemu Rangga bahkan. Gw ga tau dia kemana aja, ngapain aja. Yah...gak tau deh Har makanya.” Jawabku lesu.
“Kalo Rangga, ternyata merupakan cowo liat seperti yang Indah lakukan, gimana Ran? Lu tetep masih cinta ama dia?” Tanya Hari tiba-tiba mengejutkanku.
“Maksud lu Har? Emang Rangga juga ngelakuin hal yang sama kaya Indah, Har?” Tanyaku sedikit panik.
“Ditanya malah nanya balik. Uda jawab aja dulu, Ran.” Ujar Hari kemudian.
“Har ayolah, kasih tau gw dulu. Emang Rangga pernah ngelakuin yang Indah lakuin gitu Har?” Tanyaku benar-benar panik.
“Kalo pernah, gimana reaksi lu Ran?” Hari kembali bertanya balik.
“Serius lu Har? Rangga...pernah ngelakuin hal gila itu ama cewe laen Har?” Aku setengah tidak percaya apa yang Hari ucapkan.
“Belum tentu Rani. Gw cuma mao tanya lu aja, gimana reaksi lu kalo Rangga ternyata ngelakuin yang Indah lakuin juga?” Tanya Hari lagi. Membuat semangat ku langsung down.
“Gw...ga tau Har. Jujur, gw emang sayang banget ama Rangga. Tapi kalo bener Rangga ngelakuin hal yang Indah lakuin juga. Gw ga tau gimana harus bersikap Har. Gw..tau banyak wanita yang deket dan naksir ama Rangga. Seperti Cherllyne, atau mungkin juga Oli. Walau gw tau Oli uda punya cowo. Gw juga ga tau cewe mana lagi yang deket ama Rangga”. Jawabku kecewa, bila Rangga ternyata benar-benar bersikap liar seperti Indah itu.
Kenapa kecewa? Bukannya aku pun pernah bersikap liar juga ama mantan ku itu? Walau aku tetap mampu menjaga kesucian ku untuk yang satu itu. Tapi, rasanya...entahlah. aku ga tau apa yang aku rasain seandainya itu benar terjadi.
“Lu kecewa kalo Rangga ternyata liar seperti itu Ran? Yah yang gw rasain, mungkin melebihi apa yang lu rasain Ran. Karena posisi gw yang uda menikah ama si Indah itu. 2 tahun Ran, gw membina rumah tangga. Memang masih baru banget yah. Tapi impian gw, cita-cita gw, harapan gw, yang gw usahain agar bisa terwujud dengan bekerja keras selama 3 tahun, kalo di hitung ama masa pacaran dulu. 3 tahun usaha gw, musnah hanya dalam waktu ga lebih dari 2 bulan Ran.” Ujar Hari dengan tubuh bergetar. Aku bisa merasakan sakit yang Hari rasakan saat ini. Bukan lah sesuatu hal yang memalukan apabila seorang lelaki menangis seperti yang Hari lakukan sekarang. Tapi akan menjadi memalukan apabila lelaki itu tidak bisa membuat sebuah keputusan tegas, terhadap istri yang bersikap tidak setia seperti Indah itu.
“Jujur Ran...gw...jadi punya rasa penyesalan tentang Vani dulu. Seandainya dulu gw gak lepasin Vani gitu aja waktu di jodohin. Seandainya gw perjuangin Vani dulu. Apalagi setelah melilhat dia sering dikasarin suaminya. Gw jadi ikut ngerasa bersalah Ran.” Tubuh Hari langsung bergetar keras, dan menangis dalam keheningan.
Aku pun meletakan gelas ku, dan mendekati Hari sambil meletakan tanganku di pundaknya. “Apa yang uda terjadi ama mba Nia, mungkin emang uda takdir lu Har. Begitu juga dengan yang terjadi dengan Indah. Setidaknya, lu masih bisa sedikit bersyukur dari kejadian Indah ini, dimana lu belum sempet punya anak dari dia Har.” Ujar ku berusaha menenangkannya.
Takdir...memang sesuatu yang terkadang sulit untuk kita pahami, walaupun sudah terjadi kepada kita. Tapi terkadang kita tetap tidak mengerti mengapa takdir itu harus terjadi. Terutama takdir yang kurang baik. Apakah aku ditakdirkan untuk Rangga? Ataukah justru wanita lain yang di takdirkan untuk Rangga?
“Tapi sakit Ran. Gw dipermaluin habis-habisan ama Indah kaya gitu. Kalo ga inget Tuhan, rasanya uda pengen gw datengin tuh mereka sekarang, gw bacok-bacokin mereka semua.” Ujar Hari emosi. Aku pun langsung memeluk erat Hari. Dan Hari pun menangis di pundak ku. Sedangkan aku hanya mengusap-usap punggungnya, berusaha membuatnya rileks.
“Kadang kita harus menunggu langit runtuh, agar bisa tumbuh tunas baru yang lebih baik Har. Mungkin, takdir lu ini mengatakan lu harus mendapatkan rasa sakit ini, agar lu bisa menjadi suami yang lebih baik lagi, saat lu uda bertemu seorang istri yang benar-benar tepat buat lu Har.” Jawabku.
Aku hanya mendiamkan Hari yang masih menangis dalam keheningan. Hanya tubuhnya saja yang bergetar. Kami berpelukan cukup lama, sampai aku sempat melihat Oli dan Rika melewati lobby dengan tergesa-gesa. Oli sempat melihat ke arah kami, dan terkejut melihat aku sedang berpelukan dengan Hari seperti ini.
Dugg...jantungku berdebar cepat. Jangan-jangan Oli salah sangka lagi nih, melihat aku sedang berpelukan dengan Hari. Oli kemudian tersenyum sambil mengangguk-angguk pelan. Aduuhh...tampaknya dia memang salah paham deh. Haahhh. Tar musti aku jelasin nih, biar Oli jangan ampe ngomong macem-macem ke Rangga.
Tapi aku benar-benar tidak menyadari, saat ada sepasang mata yang sedang memperhatikan ku dari kejauhan. Sikapku yang ingin menenangkan seorang teman, akan menjadi bumerang untuk kehidupanku nantinya, untuk cita-cita dan harapanku, yang langsung seolah menjauhi ku.
================================================== ========
Fadli Rangga Putra
Olivia Khumaira Putri
Dyana Ratna Dewi
Cherllyne Agustina
Liana Aryanti Widjaya
Rika Astuti
Sedikit beban telah berkurang, saat gw akhirnya memutuskan untuk memberi tahu Hari, apa yang telah gw lakukan terhadap istrinya, si Indah.
Gw bahkan berjanji kepada Hari, untuk membantunya membalaskan sakit hatinya kepada Indah dan Reni. Rekan Indah yang di duga, yang telah menjerumuskan Indah ke perbuatan serong yang dilakukannya itu.
Anyer...khusus nya di hotel ini, memang memiliki banyak sekali kenangan gw selama di hotel ini. Dari kencan gw bersama mba Liana waktu itu, lalu percintaan threesome yang gak gw duga terjadi tadi siang, sampai masalah Hari ini. Hotel ini...gak akan pernah gw lupain.
Pada saat acara pidato, sebenarnya gw merasa malas sekali, karena gw sudah keletihan sekali. Pertempuran 3 arah tadi siang cukup menguras tenaga ku. Apalagi gw tidur tidak berapa lama tadi siang, sehabis bertempur bersama Liana dan Cherllyne. Belum lagi masalah dengan Hari, membuat pipi gw sedikit memar. Gw memang mengompres pipi gw dengan es, sesuai anjuran Cherllyne.
Hanya saja keputusan gw untuk tetap mengikuti acara, daripada tidur di kamar, memang memberiku sebuah momen bersama Oli.
“Rangga, susah amat diri mu sih. Gw cari-cari dari tadi siang juga.” Ujar Oli di belakang gw, saat gw hendak masuk ke hall tempat acara berlangsung.
“Eh? Lu Ol...masa sih? Perasaan gw di kamar aja deh” Hmm...kamar yang lain sih, maksud gw. Dan entah kenapa gw jadi ada rasa ga enak telah melakukan percintaan lagi dengan Cherllyne. Apalagi tadi Cherllyne sempat menolak, karena merasa gak enak ama Oli, karena dia sudah berjanji untuk tidak bercinta lagi dengan ku.
Tapi, Oli kan uda punya cowo, gw pikir saat itu. Ngapain musti janji-janjian yang ga ada hubungannya ama dia.
“Ihhh...dasar lu. Di Anyer gini, malah cuma di kamar aja. Ga, hmm...gw pengen ngomong sesuatu nih. Kita...bisa duduk bareng ga?” Tanya Oli tiba-tiba. He? Mao ngomong apa lagi sih? Mao bilang abis ciuman, ato abis diperawanin ama Gery? Jujur, gw malah jadi males banget sebenarnya. Tapi akhirnya gw setuju untuk duduk berdampingan dengannya.
“Emang ada masalah apa Ol?” Tanya gw berusaha menjadi teman yang baik.
“Hmm...Ga...gw...hmm...gw uda bubar ama Gery.” Ujar Oli, mengejutkan gw. Bukannya kemaren dia baekan lagi? Pikir gw.
“Hm? Bukannya lu udah baekan ama si Gery, Ol? Putus kenapa?” Tanya gw.
“Gw...mergokin dia lagi hmm..”itu” ama cewe laen Ga.” Jawab Oli terlihat malu-malu.
Gw langsung terkejut mendengar jawaban Oli itu. “Lagi “itu” maksud lu lagi...ML?” Tanya gw mastiin ucapannya.
“Iya lah Ga.” Jawab Oli sambil melihat ke arah gw.
“Ow...hmm...sori ya Ol, turut berduka buat hubungan lu ama Gery.” Ujar gw bersimpati kepadanya.
“Kenapa berduka? Gw malah seneng kok putus ama dia. Jadian ama dia emang kesalahan fatal yang gw buat dulu. Gara-gara itu, gw...hmm...jadi melewatkan sesuatu yang penting banget buat gw jadinya.” Jawab Oli sambil tersenyum manis.
“Ha? Apaan sesuatu yang penting buat lu emang Ol, yang lu lewatin?” Tanya gw bingung.
“Hmm...hehehe...gw mao nanya nih ama lu Ga” Ujar Oli sambil tersenyum manis ke arah gw. Senyuman Oli yang seperti ini yang selalu sukses membuat gw merasa berdebar-debar.
“Nanya apa Ol? Ya tinggal tanya aja sih. Hehe” Jawab gw. Gw entah harus bahagia atau bagaimana mendengar kabar putusnya Oli ini. Kalau dulu, mungkin gw akan senang juga. Sekarang juga senang, tapi...sekarang lebih membuat gw...jadi bingung musti gimana.
“Lu...besok malem, mao dinner berdua ama gw ga? Gw...ada yang pengen gw kasih tau ke lu Ga.” Ujar Oli sambil menatap ke arah gw.
Gw hanya menatap wajahnya seakan gak percaya akan pendengaran gw. “Eh...hmm..i-iya bisa sih Ol, besok malem. Tapi emang kita ga ada acara kantor lagi besok malem? Trus kita dinner dimana?” Tanya gw.
“Hmm...ga tau juga sih kalo acara kantor ya, tapi penting kah emang?” Oli bertanya balik, sambil terus memamerkan senyuman manisnya yang menggemaskan itu. Membuat gw menjadi tersenyum juga jadinya.
“Trus kita dinner dimana rencananya?” Tanya gw lagi.
“Hmm...gw...uda mesen kamar sih. Biar lebih private aja gitu. Besok gw BBM nomor kamarnya yah. Hehehe.” Jawab Oli.
“Okey, besok malem kita dinner. Don’t be late.” Jawab gw penuh keyakinan.
“I won’t miss it again this time...ever.” Jawab Oli sambil memalingkan wajahnya, yang terlihat malu-malu. I won’t miss it again this time...ever. Could it be means that...jantung gw jadi berdebar-debar akan pemikiran gw sendiri, mengenai maksud kata-kata Oli barusan.
Apa...Oli berniat menyatakan perasaannya ke gw? Kalo benar itu yang terjadi, bagaimana gw musti bereaksi? Apa yang harus gw jawab? Gw sayang ama Oli. Itu gak akan pernah berubah. Rasa cinta gw gak akan berubah terhadapnya. Dan apabila kejadian ini terjadi dua bulan lalu, akan gw jawab langsung tanpat pikir panjang lagi. Karena emang ini yang gw harapkan dari dulu.
Namun, sekarang...dengan begitu banyak hal yang telah terjadi dalam dua bulan ini, membuat gw merasa bingung, mengenai bagaimana gw harus bersikap nantinya. Sekarang, terlalu banyak cinta yang bersemayam di hati gw.
Kalo gw jadian ama Oli, bagaimana dengan Liana? Bagaimana dengan Cherllyne? Dan tentu saja, bagaimana dengan Rani?
Padahal dengan Rani, gw baru aja merasakan kehangatan hubungan kami yang sedikit lebih maju. Kalau saja waktu itu gw tidak segera menyadari bahwa gw sedang mencumbunya, yang masih perawan itu, mungkin kami sudah bercinta habis-habisan, seperti yang gw lakukan bersama Liana maupun Cherllyne.
Gw sempat merasa takut akan gairah birahi gw yang seolah tidak terkontrol saat sedang bercinta dengan Liana ataupun Cherllyne. Bahkan gw begitu berhasrat untuk mengikuti pesta seks yang diceritakan oleh Cherllyne itu. Tapi, dari kejadian pesta seks gila itu, gw mendapatkan pelajaran yang sangat berharga.
Gw sempat berpikir..hmm...berhasrat atau bergairah, lebih tepatnya, untuk ingin bercinta dengan setiap wanita, yang ingin gw tidurin, gw ingin mencoba merasakan “rasa” dari setiap wanita. Sebuah gairah yang muncul meluap-luap, setelah gw bercinta dengan Liana dan Cherllyne.
Tapi, pada saat pesta seks itu, gw menyadari satu hal penting buat diri gw. Mungkin berbeda bagi orang lain. Tapi buat gw, bercinta dengan wanita, yang kita gak punya perasaan sayang yang mendalam terhadap wanita itu, rasanya...hmm...hambar sekali. Dan jujur, gw gak bisa menikmati percintaan semacam itu. Karena gw bagaikan merasa seperti seekor binatang, yang mengawini tiap betina yang ditemui, kemudian pergi meninggalkan dan mencari betina lainnya. Dan pada akhirnya hanya akan menyakiti perasaan orang-orang yang sayang ama gw.
Gw udah ngeliat Liana menangis, gw uda ngeliat Cherllyne menangis, karena ulah gw itu. Gw gak mau kejadian yang sama menimpa Rani maupun Oli. Tapi hubungan gw dengan Liana dan Cherllyne justru semakin erat, sehingga membuat gw bingung, bagaimana menjaga perasaan mereka berempat.
Pada saat Oli memutuskan untuk tetap menjalin hubungan dengan Gery, walau kecewa, tapi gw sempat merasa lega. Dengan Liana yang mungkin bisa akur dengan suaminya, dan Cherllyne yang menolak untuk jadian, dan lebih milih menjadi TTM, gw hanya tinggal berharap kepada Rani. Dan gw ama Rani, uda tinggal sejengkal lagi untuk masuk ke tahap selanjutnya.
Gw sempat merasa bersalah, saat tadi siang gw malah bercinta gila-gilaan dengan Liana dan Cherllyne, dengan meninggalkan Rani sendirian. Justru membuat gw berpikir, apa gw cowo yang pantas untuk Rani, yang masih murni?
Dan sekarang Oli mengatakan telah bubar dengan Gery, dan sepertinya pada dinner besok, dia akan berharap lebih dari gw, dari hanya sekedar sahabatan. Haiyaahhh. What should I do? Pusing pala gw mikirin ini.
Untungnya pada saat kami makan malem setelah pidato itu, Cherllyne bergabung bersama gw dan Oli, sehingga sedikit banyak gw bisa mengalihkan perhatian gw, dari pemikiran gw itu yang bikin puyeng kepala. Walau gw masih sempat menggoda Cherllyne untuk memberikan “kompresan” untuk pipi gw, sesuai yang dijanjiin nya tadi, tapi sebenarnya gw gak terlalu serius untuk itu, karena pikiran gw terus kepikiran masalah asmara yang memusingkan ini.
Dan akhirnya, pada saat acara dilanjutkan dengan lomba karaoke antar divisi itu, gw merasa sudah cukup, dan lebih memilih untuk tidur, daripada kepala gw jadi pecah gara-gara kepanasan mikirin masalah tidak berujung ini.
Saat sedang berjalan menuju kamarku, dan saat melewati lobby, gw melihat Oli dan Rika yang sedang mencari si Edi. Tapi gw sempet ngeliat wajah Oli yang terkejut saat melihat sesuatu di luar sana. Bahkan kemudian tersenyum sambil mengangguk-angguk.
He? Si Oli lagi ngeliatin siapa sih? Pikir gw. Gw lalu jalan mendekati arah yang di lihat oleh Oli.
DEGG! Jantung gw bagaikan berhenti berdetak, saat gw melihat Hari sedang berpelukan erat dengan...Rani! Rani???
“Kalo emang beneran lu masih punya hati nurani, lu ga bakal pernah dateng ke pesta laknat itu, Ga.” Ujar Hari sambil memejamkan matanya.
“Kalo emang beneran lu masih punya hati nurani, lu ga bakal ngelakuin perbuatan zinah itu, walaupun bukan dengan Indah, Ga.” Lanjut Hari masih mengeluarkan uneg-unegnya. Gw hanya bersikap pasrah, apapun perlakuan yang Hari berikan ke gw.
“KALO EMANG LU MASIH PUNYA HATI NURANI, LU GA BAKALAN NYIA-NYIAIN CINTA DAN KASIH SAYANG YANG RANI PUNYA BUAT LU, GA!” Bentak Hari.
Ungkapan kemarahan Hari, kembali teringat dan terngiang di kepala gw, saat melihat Hari yang sedang berpelukan erat dengan Rani itu. Jadi...Hari telah memberitahu Rani, mengenai masalah gw tidur ama Indah di pesta laknat itu.
“Lu...gak pantes dapetin Rani, Ga. Rani, terlalu bagus buat lu yang uda kotor kelakuan lo!” Kata-kata Hari itu begitu membekas di hati gw.
“Kalo lu emang ngerasa bersalah, ya lu musti bantuin gw nyuksesin rencana ini Ga. Kalo perlu, nanti lu juga ikut bareng gw saat penjebakan nanti, Ga. Kalo emang lu sahabat sejati gw, artinya gw bisa percayain lu, buat bantu gw menyukseskan rencana ini. Tapi, bukan berarti hanya dengan ini semua utang lu lunas ya Ga. Inget itu!” Ujar Hari memandang tajam ke arah gw.
Tapi, bukan berarti hanya dengan ini semua utang lu lunas ya Ga. Inget itu!
Apakah ini yang dimaksud Hari tentang pelunasan hutang gw. Dengan menceritakan kemunafikan gw, kepada wanita yang menjadi harapan gw untuk menjalin kasih asmara. Ini kah maksud dari Hari mengenai pelunasan hutang gw? Dengan menghancurkan juga harapan gw, seperti gw telah menghancurkan harapan dia.
Yah biar bagaimana pun, Hari adalah sahabat gw. Rani juga adalah sahabat gw. Kalo memang mereka berdua merasa cocok, gw tentunya akan merasa senang sebagai seorang sahabat.
“Lu...gak pantes dapetin Rani, Ga. Rani, terlalu bagus buat lu yang uda kotor kelakuan lo!”
Hahahahahaha...Rangga...what a fool! Lu tuh gak pantes buat siapa pun juga. Lu gak tau artinya kesetiaan dan menjaga perasaan orang yang sayang ama lo. What a fool. Hari memang benar. Rani akan jauh lebih baik apabila dengan Hari. Pikir gw.
Dengan langkah gontai, gw pun langsung berjalan menuju kamar gw. Dada gw terasa sesak. Hati gw terasa sakit dan panas. Pertama gw merasakan rasa sakit ini, saat ngeliat Oli lagi ciuman dengan Gery, dengan pakaian seadanya sambil di jamah bagian payudaranya oleh Gery, waktu itu. Sekarang hanya melihat Rani memeluk Hari, begitu mesra, begitu hangat dan perhatian, sambil mengusap-usap punggung Hari, kembali membuat hati gw sakit.
Yang gw liat baru seperti ini saja, Rangga. Coba lu bayangin, apa yang bakal lu rasain kalo ampe lu ngeliat mereka lagi bercinta habis-habisan ama Gery ataupun Hari. Pernahkah lu kepikiran gimana sakitnya perasaan Rani, saat ngeliat lu lagi threesome ama Liana dan Cherllyne tadi siang?
Begitu masuk ke dalam kamar, tanpa menyalakan lampu, gw langsung menuju tempat tidur gw. Dan tanpa berganti pakaian, langsung masuk ke dalam selimut, dan langsung tidur. Kepala gw uda puyeng banget rasanya.
Entah berapa lama gw terlelap, tapi lambat laun gw merasakan rasa geli di junior gw, seperti ada yang menggelitik dan basah. Perlahan-lahan gw mulai membuka mata gw. Gw melihat ada satu bayangan tubuh di atas gw.
“Slurrrpp...mmmfff....mmmfff....slluurrpp” Saat kesadaran gw uda normal, rasa geli itu menjadi semakin kuat. Ada seseorang yang sedang mengulum batang junior gw. Aduuhh...rasanya nikmat banget...Cherllyne kah? Pikirku.
Tanganku langsung membelai lembut kepala Cherllyne, yang sedang mengulum junior gw. “Slurrpp...uda bangun? Hehe...lagian disuruh nunggu malah tidur.” Bisik Cherllyne dalam keremangan, karena hanya di sinari oleh cahaya bulan.
Cherllyne kemudian kembali mengulum batang junior gw, sambil mengocok-ngocok batang gw. “Sluurrpp...hmm...kok kayanya punya kamu jadi lebih gendut ya yang?” Bisik Cherllyne bertanya kepada gw. Mungkin karena ini di kamar buat gw ama Edi, si Cherllyne jadi berbisik, takut ketahuan orang lain mungkin, sebelum kembali mengulum batang junior gw. Gw yakin si Edi masih ikut lomba karaokean, jadi gak mungkin segera masuk ke kamar ini.
“Sssshhh...pintuu udah kamu kunci blum yang?” tanya gw dalam bisik juga.
“Slurrpp...udah dung...hehehe. Pokoknya ga boleh ada yang ganggu kita kali ini, yang. Slurprpp” Jawab Cherllyne lagi. Kami terus berkomunikasi dalam bisikan.
Cherllyne kemudian menarik seluruh celana gw, hingga bagian bawah badan gw uda bugil. Cherllyne lalu melepaskan seluruh pakaiannya, hingga telanjang bulat, walau gw gak bisa ngeliat jelas keindahan tubuhnya seperti biasa.
Cherllyne kembali menaiki tubuh gw, dengan menempatkan vaginanya di atas mulut gw, sementara Cherllyne kembali mengulum batang junior gw. Hmm...rupanya Cherllyne ingin di-oral juga ama gw.
Tangan gw pun langsung mencaplok kedua bongkah bokongnya, sambil meremasnya. Hmm...perasaan bokongnya sedikit mengempis, gak sekel seperti biasanya. Tapi gak gw hiraukan. Lidah gw segera bereksplorasi di bibir vaginanya, dengan menyusuri bibir vaginanya dari bawah ke atas, dan begitu juga sebaliknya. Membuat Cherllyne langsung mendesah-desah saat sedang mengulum junior gw.
Gw juga sedikit menemukan keanehan, karena seinget gw, tadi rambut kemaluan Cherllyne masih jarang-jarang, karena habis di gundulin waktu itu. Tapi ini lebat sekali. Ahh...bodo amat lah. Dan gw pun terus mengobrak-abrik liang kemaluan Cherllyne dengan lidah gw. Tubuh Cherllyne pun menggelinjang kesana kemari, bagaikan cacing kepanasan.
Saat sedang menjilati bagian klitorisnya, jempol tangan gw langsung memainkan lubang kemaluannya sambil terkadang menusuk-nusuk dengan jari gw. Membuat pantatnya seperti menggigil berkali-kali.
Itu gw lakukan beberapa lama hingga akhirnya kedua paha Cherllyne menjepit kepala gw, sedangkan vaginanya di tekan ke kepala gw. Pantatnya pun kemudian berkejat-kejat, dan langsung merasakan banyak cairan yang tumpah dari dalam vagina Cherllyne, setiap kali pantatnya berkejat-kejat. “Oooohhhhh....mmmmmffff....nnnggghhhhhh” Cherllyne tampak menggigit selimut, untuk menahan suaranya saat dia mendapatkan orgasmenya.
Beberapa saat kemudian, tubuhnya pun mulai melemas lagi. Nafasnya terdengar memburu. Cherllyne kemudian berpindah posisi, dan kembali menaiki tubuh gw. Bibirnya langsung melumat bibir gw. Saat sedang berciuman, gw kembali mengingat Rani yang sedang mengusap-usap punggung Hari, yang berada di pelukannya itu, membuat gw menjadi “panas”. Gw langsung melumat habis-habisan bibir Cherllyne.
Tangan Cherllyne meraih batang junior gw, mengocok sebentar, sebelum meletakannya di ujung lubang vaginanya. “Mmmhhhh....aaaaaahhhhhhh...sshhhhhh....oooohhhh” Cherllyne langsung merintih panjang, saat pantatnya turun dan menelan habis batang junior gw, di dalam liang rahimnya, perlahan-lahan.
“Ssshhhh...aaahhhh...batang kamu kayanya beneran lebih padet nih yang. Penuh banget rasanya di meki aku. Uuughhhh...enakk banget yangg...aahhhh” Bisiknya di sela-sela rintihannya yang di tahan agar tidak terlalu besar suaranya.
Pantat Cherllyne pun langsung mulai bergerak memutar-mutar, dan mengocok batang gw naik-turun. Sementara gw langsung mengulum payudaranya sambil meremas-remas payudaranya.
Keanehan yang ketiga terjadi, karena rasa-rasanya payudara Cherllyne kok mengecil yah. Memang gak beda jauh, tapi berasa lebih kecil aja dibanding biasanya. Dan putingnya malah lebih besar dari biasanya. Tapi segala keanehan itu langsung sirna seiring gairah birahi gw yang semakin naik tinggi.
“Aaashhh...yanngg...jangan di cupangg dong...sssshhh....aahhh” Ujarnya saat gw membuat beberapa cupang di payudara dan dadanya. Larangannya tidak gw indahkan, dan sambil meremasi payudara Cherllyne dengan kuat, gw terus memperbanyak “tanda cinta” gw di sekitaran payudaranya.
Pantat Cherllyne pun bergerak semakin atraktif, berusaha meremas, memilin, dan memeras batang junior gw. Gila, rasanya nikmat banget, hingga membuat hisapan gw di payudara nya pun semakin kuat.
Gw kemudian bangun sambil mendorong tubuhnya agar duduk tegak. Cherllyne tetap di atas pangkuan gw, sambil menggoyang-goyangkan pantatnya. Dan gw lebih leluasa mengulum payudara Cherllyne dalam posisi terduduk gini.
Peluh kami berdua telah bercucuran, seiring gerakan kami yang semakin liar. Rintihan Cherllyne pun semakin keras, hingga kadang Cherllyne menggigit bahu gw, untuk meredam suaranya yang terlalu keras.
Gw kemudian mengangkat tubuh Cherllyne, tanpa melepaskan junior gw di dalam vaginanya. Gw langsung menggendong tubuhnya, sambil mengocok vaginanya dalam posisi berdiri. Rintihan Cherllyne menjadi semakin menggila dalam posisi ini. Kakinya melingkar dan mengunci erat pinggang gw, begitu juga tangannya di leher gw.
“Ooohhhhh...yeeesss....ooohhh...gilaaa...enaakk banget yanngghhh...aaahhhh” Rintihnya berulang-ulang.
“Sayangghh...akuhh...keluaaarrrrr...aahhhhhh...aaa hhhh..aahhhh...aahhh” Tubuh Cherllyne kembali mengejang kaku, dengan pantat berkejat-kejat kembali menyemprotkan cairan “pipis” nya, menyiram batang junior gw yang sedang bersemayam di dalam vaginanya. Sementara gw terus menaik turun kan tubuhnya, mengocok junior gw.
“Stopp dulllhhh....gelihhh bangett..aaahhh...aaahhhhh...ga tahannn...” Gw terus saja mengocok nya dalam posisi menggendongnya sambil berdiri gini. Membuat Cherllyne terus menggigit bahu gw buat meredam rasa geli yang dia rasakan.
Tidak sampai beberapa lama kemudian, Tubuh Cherllyne kembali memeluk tubuh gw erat, dan pantatnya kembali berkejat-kejat. Menandakan Cherllyne kembali mendapatkan orgasmenya dengan cepat. Kali ini pantatnya berkejat-kejat cukup lama, namun gw ga ngerasain basah seperti pertama tadi. Suara Cherllyne pun sudah tidak keluar, hanya seperti orang yang sedang tercekik. Badannya terus menggigil seperti sedang kebelet buang air kecil.
Karena gw juga uda cukup lelah terus menggendongnya seperti ini, gw segera berhenti menggoyangkan tubuhnya, dan meletakannya di tempat tidur, tetap tanpa mengeluarkan batang junior gw dari dalam vaginanya, yang sudah sangat banjir gw rasakan.
Keringat gw bercucuran membanjiri badan gw dan Cherllyne. Dan saat gw lihat keadaan Cherllyne, gw yang tadinya ingin langsung menggoyang lagi, menjadi kasihan. Saat gw lihat Cherllyne bernafas dengan nafas satu-satu gitu seperti orang bengek.
Untuk sementara gw diamkan dulu sambil membelai rambutnya, dan menyeka keringat yang membanjiri wajahnya. Perlahan-lahan, nafas Cherllyne pun mulai normal kembali, tapi masih terengah-engah.
“Masih kuat yang?” Bisik gw di telinganya.
Cherllyne pun langsung mengecup pipi gw. “ Ugh...ampun aku ama kamu, yang. Haahhh...kamu...beda dari biasanya hari ini. Lebih perkasa deh. Aku ampe semaput kamu gituin di posisi berdiri gitu. Gelinya banget-banget soalnya. Haahh...gak pernah aku dapet dua kali dengan cepet gitu, yang. Kamu hebat.” Jawabnya dalam bisikan. Membuat gw menjadi geer, mendapat pujian dari nya.
“Jangan pingsan dulu ya sayang. Aku mao mulai lagi nih ya” Bisik ku, sambil mulai menggoyangkan pantatku lagi, dengan perlahan-lahan. Pantat Cherllyne pun langsung membantu dengan bergerak memutar-mutar dari bawah.
Gw angkat kedua kaki Cherllyne, dan gw letakan di kedua bahu gw. Lalu gw tekan dari atas sambil berjongkok, hingga lutut Cherllyne hampir menyentuh pundaknya. Gw langsung mengocok dengan cepat dan keras, ke dalam vagina Cherllyne yang semakin banjir itu.
CROK! CROK! CROK! CROK! CROK! CROK! Bunyi benturan batang junior gw, ke dalam lubang yang telah membanjir, menimbulkan suara berisik yang menggema. Belum lagi rintihan demi rintihan yang keluar dari mulut Cherllyne, yang seakan tidak tertahankan lagi, seakan mengisi keheningan malam.
“Aduuhhhh...Edd....gelihh bangett kaya giniiihhh...akuuhhh gak tahann nihh..pengen pipisss...aaahhhhhh...aahhhhh” Rintihnya sambil meracau. Ed? Cherllyne manggil nama, atau lagi merintih.
“Ooohhhh...oooohhhh...aaaahhhhh” Cherllyne kali ini benar-benar merintih keras tanpa di tahan-tahan lagi. Kepalanya pun terus menggeleng ke kiri dan ke kanan tanpa henti. Sementara gw terus memompa vaginanya dengan kecepatan maksimal.
Keringat gw kembali bercucuran membasahi tubuh Cherllyne yang ada di bawah gw, walau kamar di awalnya sangat dingin gw rasakan. Tapi gw mulai merasakan desakan ejakulasi, sehingga sodokan gw lebih gw perdalam lagi sekuat tenaga, setiap mengocok.
“Aahhhh...akuuhh..maoo keluarrr nih yangg...akuh mao keluarr di mulutt kamuuhhh lagihh” Desah gw sambil meracau ingin menyemprotkan sperma gw lagi di dalam mulut Cherllyne.
“Aaaaahhhhhh...aku keluarrrr” Gw dengan secepat kilat mencabut batang junior gw dari dalam vagina Cherllyne, dan langsung melangkah mengarahkan junior gw ke wajahnya. Gw tarik wajahnya, namun belum sampai masuk ke dalam mulutnya, junior gw langsung menyemburkan banyak sperma sebanyak 2 kali, sebelum gw langsung paksa masukin sedalam-dalamnya ke dalam mulut Cherllyne.
Cherllyne terlihat kaget dan hendak mengeluarkan batang gw dari dalam mulutnya, namun junior gw yang masih terus menyemburkan spermanya, tetap gw tahan di dalam mulutnya, hingga tetesan terakhir. Karena cukup lama gw menahan junior gw di dalam mulut Cherllyne, dia kemudian menelan seluruh sperma gw, agar bisa bernafas kembali.
“Haaahhhh...ihhh...gila kamu akkhhh...masa kamu keluarin di dalam mulut aku sih Ed, mana ampe nyemprot ke muka aku lagi nih. Haduuhh gimana sih kamu nih? Cepetan bersihin nih muka aku, tar si Rangga keburu dateng lagi.” Ujar Cherllyne mengomel-ngomel, karena gw menyemprotkan sperma gw di dalam mulutnya, tanpa berbisik-bisik lagi. Tapi...si Rangga? Lah...gw kan si Rangga!
“Eh, kamu...manggil aku apa barusan yang?” Tanya gw sedikit bingung.
“Iya Edi sayangg...kamu ngapain sih ngeluarin pejuh kamu di dalam mulut aku? Uda tau aku paling gak mau kalo mulut aku jadi tempat penampungan pejuh gitu. Yah walau untungnya, pejuh kamu lumayan gurih-gurih manis sih, jadi gak terlalu eneg.” Jawab Cherllyne semakin membuat gw bingung. Edi sayang??? Dan lagi...suara ini...INI BUKAN SUARA CHERLLYNE!
Gw yang terkejut setengah mati, segera menyalakan lampu yang berada di atas tempat tidur, dari meja samping tempat tidur.
“Ihhh tiba-tiba nyalain lampu, silau tau!” Ujarnya kembali mengomel sambil menutup matanya.
OH MY GOD! NOT AGAIN!
Gw melihat dan menatap wanita yang berada di hadapan gw ini. Dengan tubuh telanjang bulat, dengan bentuk payudara bulat, dan puting yang sedikit coklat kehitaman, dan rambut kemaluan yang cukup rimbun menutupi liang vaginanya yang basah kuyup, membanjiri hingga ke paha. Dan rambut panjang, serta wajah yang berlumuran sperma gw.
Gak mungkin! Ini...gak mungkin terjadi lagi!
“DYANA??!” Seru gw cukup keras dalam keterkejutan gw. Iya, dia Dyana, bukannya Cherllyne!
Dyana pun segera membuka matanya, mendengar namanya di panggil dengan keras. Dan sama sepertiku, matanya pun langsung melotot dengan ekspresi tidak percaya melihat pemandangan yang ada di depannya.
Selama beberapa detik, Dyana terus melotot tidak percaya melihat gw, tanpa memperdulikan keadaan tubuhnya yang telanjang bulat itu.
“RANGGAAA??!” Pekik Dyana sambil langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Sedangkan gw yang tersadar juga langsung membalikan badan gw.
“RANGGA! LU NGAPAIN DISINI?!” Teriak Dyana.
“Husshh! Jangan teriak-teriak, gilaaa! Ada juga gw yang mustinya nanya ke elu, elu ngapain ke kamar gw? Ini kan kamar gw, Dy” Ujar gw memotong pekikannya.
“Eh..y-yaa..t-tapi kan..i-ini kamarnya si Edi juga. Dan bukannya lu lagi di acara sana?” Tanya Dyana panik.
“Ja-jadi...jadi yang tadi ML a-ama gw i-tu...itu elu Ga? Ya ampunn...huuuu....kok jadi gini sih...huuuu” Dyana pun langsung menangis saat menyadari yang tadi bercinta dengan nya adalah gw, dan bukannya Edi. Edi? Emang Dyana pacaran ama si Edi? Pikir gw.
“Ja-jadi lu ama si Edi...pacaran Dy?” Tanya gw. Dan Dyana pun hanya menjawab dengan anggukan kecil sambil memeluk tubuh telanjangnya dalam selimut.
“Eh..hmm..y-ya uda, g-gw...hmm..gw minta maaf Dy...jujur, gw juga lagi nunggu seseorang sebenarnya. Jadi p-pas lu masuk dan hmm...ngulum itu gw, gw sangka lu itu dia, Dy. S-so-sori banget Dy. L-lu-lu juga maen nyosor aja sih tadi pas gw lagi tidur.” Gw berusaha menjelaskan kesalahpahaman ini.
“Y-yaa g-gw pikir lu itu si Edi. Dan tadi gw liat lu masih di acara sana kan.” Jawab Dyana masih sesenggukan.
“Y-ya uda, l-lu pake baju dulu deh Dy. Hmm...gw tunggu di kamar mandi aja deh.” Ujar gw yang langsung beranjak masuk ke dalam kamar mandi.
Aduuhhh...kenapa kejadian gini terus berulang-ulang sih? Pukulan si Hari aja masih berasa banget nih sakitnya. Masa gw musti ngerasain lagi pukulan si Edi. Haduuhhh Ranggaaa. Masuk ke kamar bukanya ngilangin puyeng, malah nambahin puyeng.
Setelah beberapa lama, gw coba keluar dengan hanya memakai handuk, karena gw tadi gak kepikiran bawa baju ke kamar mandi. Namun gw lihat, Dyana masih saja memeluk tubuhnya yang telanjang. Dyana bahkan tidak memakai baju sama sekali, dan hanya termenung.
“Ya ampun Dy, kok lu bukannya pake baju sih?” Tanya Gw. Gw bahkan sedikit terkejut melihat sisa sperma gw di wajahnya, bahkan tidak dibersihkannya, hingga meninggalkan noda mengering di wajahnya.
Matanya terlihat sayu, sambil melamun. Tapi di mulutnya tersungging sedikit senyuman kecil. Sehingga membuat gw heran apa yang lagi di pikirinnya.
“Dy! Woy!” Seru gw lagi, yang langsung mengejutkannya.
“Eh? Rangga!” Dyana langsung kaget dan semakin erat memeluk tubuh telanjangnya sendiri.
“Ya ampun Dyana, lu malah ngelamun, bukannya cepetan pake baju. Tar laki lu kebur.....”
Ceklek! Klek! Klek! Bunyi handle pintu yang bergerak-gerak seolah membuat jantung gw berhenti. Apa...lomba nyanyi nya udah selesai? Ataukah itu Cherllyne?
Gw sempet pandang-pandangan ama Dyana. Dyana langsung gw suruh tanpa mengeluarkan suara, untuk segera memakai baju nya. Dyana pun yang juga terkejut langsung mengangguk setuju. Bahkan dia seolah tidak lagi malu-malu untuk menutupi tubuhnya, yang sedang mencari-cari seluruh pakaiannya, yang tadi tersebar-sebar karena ia lempar sendiri dalam keadaan gelap.
Melihat Dyana sedang kesana kemari mencari pakaian, sambil telanjang bulat, dengan payudaranya yang membal-membal mengikuti gerakan tubuhnya, sempat membuat gw sedikit merasakan naiknya gairah gw lagi. Namun buru-buru gw tepis rasa itu. Uda cukup gw “ngerasain” bini temen, dan sekarang kekasihnya temen. Gak lagi-lagi!
Kepikiran tentang Edi langsung membuat gairah ku yang sempat sedikit menghangat saat melihat Dyana bertelanjang bulat, langsung hilang tanpa tersisa.
Tok! Tok! Tok!
“GA?? RANGGA??? GA BUKAIN PINTU NYA DONG.” Edi! Itu suara si Edi, membuat gw dan Dyana langsung diam terpaku. Dyana bahkan sangat pucat sekali wajahnya.
“Uda buruan ke kamar mandi Dy, sekarang. Tar gw belaga lagi boker. Tar pas si Edi ga ngeliat, pas gw kasih tanda, lu langsung keluar ya?” Bisik gw cepat. Sementara Dyana yang sedang memegangi seluruh pakaiannya, namun belum dipakainya, hanya mengangguk setuju.
Tok! Tok! Tok!
“GA?? RANGGA???” Seru si Edi lagi memanggil gw.
“YA BENTAARR” Teriak gw dari dalam. Gw langsung memakai baju ama celana gw dengan cepat.
Gw sempat melihat-lihat keadaan sekilas, takutnya ada barang-barang Dyana yang ketinggalan. Baru kemudian gw buka kunci pintu kamar hotel gw.
“Haahh...lama bener luh Ga. Lagi ngapain sih? Minggir dong, gw mao kencing nih.” Deg! Wuaduh...jangan ampe Edi masuk ke kamar mandi deh. Di dalam, gw yakin Dyana pun langsung pucat, mendengar Edi ingin masuk ke dalam kamar mandi.
“Ehh tar dulu bro, gw lagi boker, belum sirem nih, lu uda keburuan ngetokin pintu mulu. Kecuali lu mao tolongin gw siremin boker gw. Hehehe” Jawan gw berusaha menghindarkan Edi dari kamar mandi untuk sementara.
“Anjritt! Jorok banget sih lu nyet. Uda buruan sirem sana. Jangan-jangan lu juga belum cebokan lagi?” Seru si Edi mengernyit jijik.
“Uda lah, emang gw sejorok lu apa.” Balas gw berusaha santai, padahal jantung gw berdebar ga karuan rasanya.
“Gimana? Lu menang ga lomba karaokean?” Tanya gw sambil melihat-lihat keadaan di luar, mumpung pintu luar belum gw tutup. Tapi kemudian gw liat pintu kamar mandi terbuka sedikit, menampakan kepala Dyana, dengan mulut seperti ingin mengatakan sesuatu. Dia sedang memeragakan seperti orang sedang menelepon...oh yaa HP nya si Dyana.
Gw langsung liat sana sini, mencari HP nya Dyana. Gw liat si Edi kemudian tengkurap sambil memegang HP di tangannya.
“Hehehe...lumayan cuy, dapet juara 2” Jawab Edi tanpa mengalihkan pandangan. Waduh dia uda mulai maenin HP, gw musti cepet dapetin HP nya Dyana sebelum bunyi dan menghancurkan semua rencana gw dan Dyana.
“Wow? Serius lu brur?” Ujar gw, sambil mata gw berkeliling mencari keberadaan HP nya Dyana. Dan akhirnya mata gw menemukan HP itu. Rupanya ada di balik selimut. Dengan sigap gw langsung mengambil HP itu, dan sambil berbalik badan gw langsung setting ke silent mode.
PING! Gw terkejut setengah mati saat layar monitor tiba-tiba muncul PING dari Edi ke HP nya Dyana. Fiuhh...telat 5 detik aja akan jadi bencana buat gw ama Dyana.
“Iya lah brur. Cuma sayang aja ga dapet juara 1, jadi gak jadi deh dapetin 1 juta sendirian. Hahaha. Eh lu udahan blum sih? Gw mao kencing nih” Ujar Edi sambil berbalik ke arah gw setelah menge-PING BBM nya Dyana tadi. Shit! Gw jadi ga bisa ngeluarin si Dyana nih kalo dia ngadep ke arah gw.
“Ehh...hehe...beloman, gw lupa, gara-gara ngobrol ama lu, Ed.” Jawab gw, berusaha mencari cara lain.
“Hadehh...buruan sana lah” Ujarnya sambil tidur berbalik membelakangi gw. Ini kesempatan gw. Gw melihat ke luar kamar, situasi cukup ramai, tapi tidak ada yang memperhatikan ke arah sini.
Ga langsung buru-buru memberi tanda kepada Dyana, untuk segera keluar dari kamar mandi, dan dari kamar gw dan Edi. Gw lihat Dyana yang sudah siap dan sudah berpakaian kembali, langsung bergerak cepat keluar dari kamar mandi, langsung keluar kamar. Gw masih sempat menyerahkan HP Dyana ke tangannya. Dan Dyana pun langsung berjalan santai seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Haaahhhh...lega gw. Anjritttt! Ampir aja jadi perang dunia. Gw masuk ke dalam kamar mandi dan terduduk dengan tubuh lemas di toilet.
Anjritt! Kenapa bisa jadi begini sih? Trus gw musti gimana ama si Edi nih? Aduuhhh...baru juga nyelsain satu masalah, cindera matanya aja bahkan masih berbekas nih di pipi kiri gw. Kenapa jadi timbul masalah yang serupa gini sih. Aaarrrgghhhh!
CHARACTERS
Prayoga Surya Sasono (Papa Olivia)
Hendra Suyitno
31 | Dilema
"Udah lama Hen?" Tanya pak Yoga. Saat aku sedang menunggu kedatangan pak Yoga di lobby golf range. Kami memang seminggu sekali bermain golf bersama. Terkadang bersama rekan-rekan pak Yoga yang lain juga. Tapi kali ini, hanya kami berdua.
“Gak terlalu lama kok pak.” Jawab ku sambil tersenyum lemah.
“Ayoh, kita langsung mulai aja yuk?” Ujar pak Yoga mengajak ku untuk memulai permainan kami berdua.
“Yuk pak kalo gitu.” Jawabku langsung berdiri, dan berjalan bersama pak Yoga ke dalam lapangan golf.
Kami pun melakukan stretching dulu sebagai pemanasan, lalu kami juga melatih swing pukulan kami, biar bahu terasa lebih rileks, juga untuk membantu membentuk feel kita dalam mengayungkan stik, sebelum memulai permainan.
Setelah kira-kira setengah jam kami melakukan pemanasan, maka kami pun segera menuju area teebox, untuk memulai permaian kami. Aku mempersilahkan pak Yoga untuk melakukan pukulan pertama nya, atau teeshot-nya.
“Terima kasih Hen ya. Nasib saya, nasib Olivia, semua ada di tangan kamu sekarang Hen”
Kata-kata pak Yoga itu kembali terngiang-ngiang di kepala ku, saat pak Yoga melakukan teeshot. Pukulan pak Yoga membuat bola melayang jauh ke atas hingga mencapai area Hol 1. Kemudian tibalah giliran ku untuk melakukan teeshot juga.
Aku meletakan bola di tee. Aku sedang bermain golf dengan pak Yoga, namun pikiranku terus kepikiran mengenai masalah antara pak Yoga dengan istri mudanya, Shinta, yang kali ini menyeretku ke dalam arus yang cukup dalam, hingga membuat aku harus mempertaruhkan keluarga ku juga.
Karena pikiranku yang tidak fokus, teeshot ku melayang jauh justru menjauhi Hole 1 nya, hingga mengejutkan diriku dan juga pak Yoga. Pak Yoga sedikit melihat ke arah ku, seolah ingin memastikan kondisi ku saat memukul tadi.
“Wow...tumben teeshot kamu berantakan Hen? Lagi gak fokus?” Tanya pak Yoga, saat kami sedang berjalan kaki, menuju bola yang kami pukul tadi.
“Oh gak kok pak, cuma mood saya pas lagi gak dapet aja feel nya dari tadi nih.” Jawabku mengalihkan pembicaraan.
“Hmm...apa kamu kepikiran dengan kata-kata saya waktu itu Hen?” Tanya pak Yoga lagi.
“Kalo dibilang gak, saya pasti berbohong pak.” Jawabku sambil tersenyum pelan. Andai saja pak Yoga mengetahui apa yang telah terjadi padaku sekarang, niscaya dia tidak akan kembali percaya kepadaku. Karena aku telah menyia-nyiakan dirinya, dengan membiarkanku terjatuh ke pelukan seorang gadis muda, yang ternyata menjadi malapetaka untuk ku.
“Hehe...apa ada masalah? Kamu dengan Shinta?” Tanya pak Yoga lagi.
“Hmmm...belom ada masalah sih pak.” Jawabku sedikit berbohong.
“Dia...gak cari-cari kesempatan buat deketin kamu Hen?” Tanya pak Yoga.
“Hmm...sejauh ini sih gak tuh ya pak. Apa emang ada masalah dengan bu Shinta?” Tanyaku balik. Semoga bisa mengalihkan pembicaraan.
“So far sih gak ada masalah Hen. Tapi dia itu memang sebuah masalah tersendiri buat saya. Masalah yang saya mulai juga dan saya biarkan berlarut-larut, hingga menjadi besar dan hmm...mungkin sedikit lepas dari kendali saya.” Jawab pak Yoga tersirat.
“Kalo boleh saya tau, sebenarnya ada masalah apa yang sebenarnya sedang terjadi pak?” Tanya ku lagi. Aku rasa aku berhak tau, karena kehidupan keluarga ku yang dipertaruhkan disini.
“Masalahnya Hen, saya itu dulu terlalu naif. Tidak bisa melihat ancaman yang tidak nyata, tapi terasa nyata. Itu Hen, masalahnya. Saya terlalu ceroboh dulu itu.” Jawab pak Yoga, kembali memberikan jawaban secara tersirat.
“Hmm...maksud bapak?” Aku terus mencari kejelasan.
“Yah nanti lah Hen, kalo uda waktunya baru bisa saya cerita banyak. Sekarang sudah saat nya kita melakukan drive.”Jawab pak Yoga sambil tersenyum.
Dan setelah itu, pak Yoga tidak lagi menyinggung-nyinggung masalah yang kami bicarakan kemarin itu, dimana pak Yoga memberiku dua buah surat. Yang keduanya sekarang telah berada di tangan bu Shinta, karena kecerobohanku, jatuh ke dalam pelukan sekretarisku, Anita.
Aku sangat menyesali kebodohanku. Aku telah mengkhianati istriku, sekaligus juga mengkhianati sahabat, pimpinan, dan seseorang kepada siapa aku berhutang budi. Aku ini memang sungguh pria bodoh.
Karena pikiranku yang terus bercabang, dan rasa gugup yang sangat, saat waktu semakin mendekati bagiku untuk memberikan “obat” yang diberikan oleh bu Shinta, untuk di masukan ke dalam teh nya pak Yoga.
Sebuah tugas yang cukup berat, karena pak Yoga sudah banyak membantu saya. Sejak saya masih muda, hingga menjadi seperti sekarang. Saya benar-benar durhaka. Tapi terpaksa saya lakukan, demi keselamatan anak saya.
Sehingga permainan golf ku menjadi kacau balau. Aku benar-benar tidak bisa berkonsentrasi, hingga akhirnya pak Yoga menghentikan permainan setelah aku menyelesaikan Hole 7 dari 18 Hole. What a shame.
Pak Yoga tidak banyak berkata-kata, dan hanya menepuk pundak ku pelan sambil tersenyum. Entah apa yang ada di pikiran pak Yoga saat ini. Apakah dia curiga akan apa yang saya lakukan nanti? Entahlah.
Aku hanya beralasan bahwa aku memang sedang kurang fit, sehingga permainan ku menjadi semrawut, bahkan lebih parah dari seorang pemula. Jantungku berdebar semakin kencang, saat pak Yoga akhirnya mengajak ku untuk menikmati segelas teh hangat, untuk membuat ku lebih rileks. Tapi justru semakin membuatku tegang, karena itu artinya aku harus memberikan obat yang diberikan Shinta kepadaku itu, agar terminum oleh pak Yoga.
“Tampaknya beban yang saya kasih untuk mu, benar-benar berat yah Hen. Hehehe.” Ujar pak Yoga sambil dengan pelan mulai menyeruput teh hangat nya.
“Entahlah pak. Mungkin saya memang terlalu kepikiran, akan masalah yang bapak berikan untuk saya. Permainan saya benar-benar kacau jadinya.” Jawabku sambil tersenyum lemah.
“Maaf pak, saya...jadi gak bisa mengalahkan bapak seperti biasa jadinya” Ujarku berusaha untuk lebih rileks dan menenangkan debaran jantungku ini.
“Ha! Sejak dulu juga kamu sering kalah sama saya. Hahaha” Jawab pak Yoga, tertawa mendengar sedikit gurauan ku. Aku sedang mencari-cari kesempatan untuk meletakan obat yang telah berada di tanganku ini, ke dalam teh hangat nya pak Yoga. Walau hatiku melarang segala niat dan tindakan ku ini, tapi aku terus kepikiran akan nasib anak ku.
Aku...berada dalam sebuah dilema yang sangat pelik saat ini. Tapi aku harus memilih salah satu. Aku harus memilih darah dagingku, atau orang yang telah berjasa untuk ku selama hidupku ini. Dan aku memilih untuk menjadi orang yang berdosa, daripada mengorbankan anak ku, darah daging ku sendiri. Semoga pak Yoga mau mengerti dan memaafkan segala tindakan ku ini.
“Gimana Hen, perkembangan kerja sama kita dengan pak Chandra?” Tanya pak Yoga sambil menguyah kue kecil, sebagai teman untuk minum teh hangat di sore hari ini.
“Oh...oke sih pak. Saat ini masih belum ada kendala pak. Pak Chandra juga terus mengupayakan agar format kerjasama kita ini bisa segera terbuat, sehingga kerjasama antar perusahaan pak Yoga dengan Boro Broro Property bisa berjalan sesuai schedule.” Jawab ku menjelaskan.
“Gimana dengan anaknya, si Robi itu?”
“Robi...memang anak yang cerdas, seperit yang pernah pak Yoga bilang. Saya salut di usia nya yang semuda itu, sudah memiliki pola pikir yang jauh dan terstruktur. Dia mengetahui dengan pasti, langkah-langkah apa saja yang harus di ambilnya untuk kedepannya. Dia banyak membantu saya membentuk format yang jelas tapi simple pak.” Jawabku.
“Yah, pak Chandra memang memiliki pewaris yang hebat untuknya. Hahaha. Saya senang, kita bekerja sama dengan mereka. Mereka walaupun grup besar, tapi masih mengutamakan kesetiaan dan kepercayaan. Yah mungkin yang namanya perusahaan besar, pasti adalah satu dua orang yang busuk, tapi pak Chandra selalu berhasil membersihkan buah-buah yang busuk itu Hen.” Ujar pak Yoga.
“Saya...juga berharap bisa memiliki pewaris yang hebat Hen.” Ujar pak Yoga sambil menerawang.
“Yah, sebentar Hen, saya mao ke kamar kecil dulu.” Ujar pak Yoga lagi, sambil berdiri dan meninggalkan ku seorang diri.
Inilah satu-satunya kesempatanku untuk memasukan obat ke dalam gelas yang berisi teh yang masih terlihat mengepul itu. Jantung ku semakin keras berdebar-debarnya. Tanganku gemetaran saat hendak ku angkat. Keringatku bercucuran, bagaikan habis olah raga berat.
Ya Allah, apakah saya harus mencelakakan teman saya sendiri, demi menyelamatkan anak saya? Pikiranku terus memikirkan akibat dari segala perbuatanku ini. Aku sangat ragu untuk memasukan obat ini. Tapi waktu berdetak semakin cepat. Aku tidak ada waktu lagi, dan pak Yoga bisa kembali kapan saja sekarang. It’s now or never!
Dengan tangan gemetar, aku mengarahkan tangan yang memegang kapsul obat ke atas gelas teh pak Yoga. Dengan dua tangan, dan terus gemetaran aku membuak kapsul tersebut, dan mulai menuangkan isinya ke dalam teh. Aku juga sempat mengaduk sebentar, agar obat itu larut ke dalam teh.
It’s done. Ya Allah, apa yang sudah saya lakukan. Peluhku semakin bercucuran dari kepala ku. Aku...telah menjadi seorang pembunuh. Pikir ku. Walau obat itu hanya untuk melemahkan, seperti yang Shinta katakan. Tapi siapa yang tau faktanya.
Tapi nasi telah menjadi bubur. Aku telah melakukan perbuatan tercela itu. Dan aku berusaha untuk menenangkan diri, sambil mengelap keringatku.
“Kamu gak enak badan Hen? Baju kamu sampe basah keringetan gitu?” Tanya pak Yoga mengejutkan ku. Rupanya ia telah kembali dari kamar kecil.
“Oh...ga tau ini pak. Mungkin, saya sedikit masuk angin aja.” Jawabku berusaha setenang mungkin.
“Oh? Gitu? Ya uda kali ini, kita gak usah lama-lama nge-teh deh. Biar kamu bisa istrirahat dulu.” Ujar pak Yoga sambil langsung meminum teh nya sampai habis.
Astaghfirullah! Apa yang sudah saya lakukan. Saya...meracuni sahabat dan orang yang begitu berjasa, hingga saya hidup berkecukupan seperti sekarang ini. Bisa membiayai istri dan anak saya. Tapi saya telah meracuninya. Ampun ya Allah! Mohon ku dalam hati.
“Yuk kita balik aja Hen. Daripada kamu kenapa-kenapa nanti.” Ujar pak Yoga sambil membayar teh dan makanan kecil kami, dan kemudian beranjak meninggalkan tempat ini. Dan aku pun mengikutinya.
Saat di tempat parkir, supir pak Yoga langsung menjemputnya, sementara supirku berada di belakang mobil pak Yoga.
“Kamu pulang aja Hen, istirahat dulu. Minum obat kalau perlu.” Ujar pak Yoga sambil tersenyum.
“Iya pak. Pak...saya...minta maaf pak.” Ujarku penuh penyesalan.
“Haahh...apaan sih Hen? Cuma permainan aja, gak perlu seserius itu lah. Oke, saya duluan Hen.” Jawab pak Yoga lagi, sementara aku hanya mengangguk pelan.
Maaf saya telah meracuni bapak. Ujar ku dalam hati, dengan perasaan yang begitu terkoyak-koyak.
Maafkan saya telah mencelakakan bapak.
================================================== ========
CHARACTERS
Fadli Rangga Putra
Olivia Khumaira Putri
Rani Raisya Ramadhani
Liana Aryanti Widjaya
Cherllyne Agustina
"Ga! Woy kebo gila! Bangun woyy!" Seru si Edi, saat sedang usaha ngebangunin gw. Gw semalam gak bisa tidur, gara-gara kepikiran terus masalah gw ML ama Dyana semalam itu. Gw bener-bener gak habis pikir, kok bisa sih gw ML lagi ama pasangan sahabat gw sendiri. Sekali oke lah mungkin cuma kebetulan. Tapi ampe dua kali? Dan semuanya terjadi bukan karena keinginan gw sendiri. Tapi keadaan yang entah bagaimana membuat gw melakukan hubungan terlarang itu bersama mereka.
Saat dengan Indah, gw benar-benar gak merasa menikmati hubungan percintaan itu, karena benar-benar gak nyaman ML dengan orang asing yang gak gw sayang. Tapi saat dengan Dyana gw memang menikmati nya, karena saat itu, gw merasa yakin sedang bercinta dengan Cherllyne. Jika gw tau itu Dyana, gak akan mungkin gw merasa senyaman itu bercinta dengannya. Ahhh gila. Ini semua emang gila!
“Iya...iya...sabar Di....masih pagi, lu uda bawel aja sih?” Jawabku sambil kembali menutup wajahku dengan bantal.
“Pale lu masih pagi, uda jam setengah 10 cuy. Uda pada sarapan malah noh. Tinggal lu doang yang beloman. Lu dicariin tadi ama si Cherllyne, Oli, Rani, ama mba Liana tuh.” Ujar Edi mengejutkan gw. Ha?? Sarapan gw...lewat dong??? Haaahhhhh!
“Ahhh sialan lo Di, bukannya bangunin gw daritadi? Parah lo.” Omel gw ke si Edi.
“Eh kuya! Pake ngomel lagi. Dari tadi juga uda gw bangunin kali, lu nya aja yang kebo. Gw gubrak-gubrak kaga bangun-bangun. Lu tuh yang parah kali uda tidur. Ada bom juga gw yakin lu kaga bakal bangun juga.” Balas si Edi, sambil berjalan ke kamar mandi. Sialaan emang nih anak. Haahh...bete deh gw ga ada sarapan gini.
“Ahhh...alesan aja luh kaya tukang bajaj. Rese luh” Ujar gw sambil membuka selimut lebar-lebar.
Deggg! Jantung gw hampir berhenti melihat sesuatu yang terbang, saat gw membuka selimut gw tadi. Sebuah celana dalam berwarna hitam! Gw yakin itu celana dalamnya si Dyana.
“Lu lah yang rese” Jawab si Edi keluar dari kamar mandi. Dan dengan gerakan kilat langsung gw ambil celana dalam yang terletak di lantai itu, dan gw masukin kantung celana pendek gw, tepat pada saat si Edi muncul dari kamar mandi.
Aduhhh gilaaa. Bisa jantungan beneran nih gw, kalo kaya gini mulu. Haduuhh, kenapa juga si Dyana pake dateng diem-diem gitu. Bukannya mastiin dulu, malah maen langsung tubruk aja sih tuh anak ah.
Tok! Tok! Tok! “Room Service” Tiba-tiba terdengar ketukan dan suara dari luar. Gw memandang ke arah Edi, dan begitu juga Edi memandang ke arah gw.
“Lu pesen apaan Ed?” Tanya gw.
“Kaga, kan gw baru sarapan, ngapain juga gw pesen makanan lagi, kuya” Jawab si Edi.
Gw lalu bangun dan berjalan ke arah pintu, serta membukanya. Gw melihat seorang Bellboy sedang mendorong kereta yang berisi makanan di dalamnya.
“Untuk bapak Rangga?” Ujar Bellboy tersebut.
“Iya, saya sendiri. Tapi...saya perasaan gak pesen makanan deh mas.” Jawab gw kebingungan.
“Oh, ini pesanan dari restoran pak, sudah dibayar semua kok, hanya tinggal di antar saja.” Jawab Bellboy tersebut.
“Ini ada 1 nasi goreng ayam spesial, 1 spaghettie bolognaise, 1 nasi goreng kambing, 1 sop buntut, dan 4 teh manis hangat.” Jawab bellboy tersebut, membuat ku terkejut setengah mati sampai ternganga. Hah? Gila...banyak amat? Siapa yang mesen sebanyak ini?
“Hah? Mas...gak salah? Itu...buat saya semua???” Ujar gw kaget banget.
“Iya sih mas, semua pesanan ini ditujuin untuk bapak Rangga, di kamar ini. Ini ada empat pesanan dari bon yang berbeda, tapi semua satu tujuan pak.” Jawab bellboy tersebut.
“Oh...gitu...hmm...y-ya uda mas, hmm...bawa masuk ke dalam aja.” Jawab gw bingung hendak berkata apa lagi. Buset, ini...siapa aja yang mesenin gw sarapan? Pikir gw.
Si Edi pun ampe melongo melihat banyak makanan yang diantar ke kamar ini. Dia beberapa kali memandangi gw, lalu memandangi makanan lagi, begitu terus uda kaya orang bego aja.
“Sudah yah mas.” Ujar bellboy tersebut hendak meninggalkan kamar ini.
“Oh ya..bentar mas....ini mas, makasih ya mas.” Ujar gw sambil menyerahkan uang tip sebesar sepuluh ribu.
“Ini...siapa yang mesen Ga?” Tanya si Edi masih bengong aja.
“Kaga tau. Uda bantuin gw yuk embat nih makanan. Gw uda laper banget nih ah. Bodo lah siapa aja yang kirim, yang penting gw bisa sarapan. Hehehe.” Jawab gw asal. Padahal dalam hati mah terus bertanya-tanya, siapa aja yang mengirimkan makanan ini ya? Sementara si Edi langsung tersenyum lebar.
“Anjrittt! Gw kenyang banget Ga...haaahhhh” Ujar Edi sambil rebahan di tempat tidur.
“Ya lu uda kaya orang kesurupan, padahal lu uda nyarap kan tadi sebelum gw bangun. Hahaha...emang kebo luh dasar.” Balas gw atas celaan dia tadi. Fuuhhh...kenyang total. Tapi, untung dibantuin si Edi. Kalo ga, mana sanggup gw ngembat tuh makanan semuanya gitu. Gila. Tapi...siapa yang ngirim yah? Kalau dari omongan si Edi, yang bilang Oli, Rani, Cherllyne dan Liana pada nyariin gw, berarti kemungkinan besar memang mereka yang mengirim. Tapi apa iya yah?
“Eh...Ga..hmm...gw mao nanya ama lu.” Ujar si Edi tiba-tiba.
“Nanya apaan?” Jawab gw sambil menyalakan TV.
“Hmm...kemaren kan lu tidur kata mba Liana ama Oli. Trus waktu lu di kamar, ato lu pas lagi tidur...ada yang ketok pintu ga nyariin gw?” Tanya Edi membuat jantung gw serasa berhenti. Arrghhh sialan nih. Gw paling ga demen nih rahasia-rahasiaan kaya gini. Apa gw harus kasih tau aja ya ke Edi, kejadian yang sebenarnya? Tapi...kalo gw kasih tau, apa tar mereka ga malah jadi putus? Soalnya kan beda dengan kasus Indah. Kali ini kan kejadiannya bukan kemauan gw ataupun Dyana sendiri. Semua bisa kejadian karena keduanya punya janji yang sama di kamar ini, dan dalam situasi kamar yang gelap. Tapi...aduuhhh gw tetep ngerasa bersalah banget sih ama si Edi.
“Woy...Ga? malah bengong luh” Seru si Edi mengejutkan gw dari lamunan gw.
“Ehh..oh...hmm...kayanya gak ada deh Ed. Tapi gak tau juga sih, kan gw tidur. Hehehe.” Jawab gw berbohong. Sesuatu yang gw gak suka sebenarnya.
“Iya ya...lu kan kalo uda ngorok, jadi kaya kebo, susah bener di banguninnya.” Seru si Edi. Sialan pake ngeceng lagi tuh anak.
“Hahaha...ngehe luh.” Balas gw. Lalu gw teringat dengan celana dalam si Dyana yang ada di kantung celana gw. Hmm...mumpung laki nya lagi di samping gw, mending gw BBM dia, kasih tau nih CD musti di apain.
“Dy...sori banget. Bukan maksud apa-apa. Tapi, CD lu ketinggalan nih di tempat tidur gw. Gw kasih lu langsung, ato gw titipin si Edi aja?” Masih sempat-sempatnya lagi gw ngegodain dia.
TRING!
“Gila luh! Nyari mati lu namanya kasih ke Edi. Kasih gw langsung lah. Tapi awas jangan ampe ketauan orang-orang.” Balas si Dyana.
“Kapan? Dimana?” Tulis gw lagi.
TRING!
“Ga tau sih. Hmm...lu buang aja deh gih Ga. Resiko kalo lu kasih gw langsung. Tar ketauan orang-orang, kita jadi omongan lagi lah. Ga deh. Mending lu buang aja gih, lu masukin ke kantong plastik item, trus lu buang, ato lu bakar juga boleh lah.” Balasnya lagi mengejutkan gw.
“Ga sayang luh ini dibuang gitu aja? Tar yang ada lu kurang lagi CD lu ato mao lu jadiin kenangan, tar kemana-mana kaga pake daleman deh lu, bisa masuk angin deh tuh.” Ketik gw lagi.
“Rese luh. Awas lu ya bilang-bilang kejadian semalam. Anggep aja ga pernah kejadian. Btw, stok CD gw banyak. Udah, lu buang aja deh, daripada jadi perkara.” Balas Dyana.
“Ya oke lah kalo lu mao nya gitu. Eh ngomong-ngomong, si Edi tau gak ini CD lu, kalo dia ngeliat?” Tanya gw lagi.
“Ga tau sih, dia ga pernah liat CD gw yang itu. Tapi kalo dia ngeliatnya di kamar lu, ya dia pasti curiga lah, Ga. Secara gw kan emang janji mao ketemu dia di kamar lu berdua.” Balas Dyana.
“Ohhhh..kalo gitu, kalo CD lu ini gw pake buat becandain orang laen boleh dong?” Tanya gw. Di otak gw uda langsung kepikiran ide jail.
“Ha? Buat apaan luh? Awas luh, jangan macem-macem.” Balas Dyana lagi.
“Ga, gw cuma mao ngerjain orang, seolah-olah orang itu megang CD ini. Yah tar lu liat sendiri deh, hasilnya. Hehehe. Tks ya Dy.” Balas gw.
“Awas...jangan ngomong-ngomong!” Balasnya kembali mengingatkan gw. Ya gak lah Dy, nyari mati namanya gw. Dan gw uda ambil keputusan, untuk masalah Dyana ini, terpaksa gw simpen aja dalam hati deh. Karena kejadian ini murni kesalahpahaman dua pihak. Gw, ga lagi nyari alesan buat kabur kan ya?
TOK! TOK! TOK! “Kumpul, kumpul! Acara lomba uda mao di mulai!” Seru panitia dari luar kamar. Eh..tunggu...gw kan belom mandi nih. Ahh cuek lah. Gosok gigi ama cuci muka, beres deh. Hahaha.
Dan akhirnya kami semua berkumpul di area kolam renang. Di tengah kolam telah terpasang palang kayu bulat, yang melintang selebar kolam renang tersebut. Ini acara pertempuran brutal antar divisi, dengan bersenjatakan sebuah guling.
“Kamu uda sarapan kan sayang? Gimana enak ga? Aku tadi beliin kamu sarapan, abis kata si Edi kamu masih tidur. Aku takut kamu gak kebagian sarapan, karena bagun kesiangan. Aku ga tau enakan mana ama di Oishii, jadi aku pesen 2 deh buat kamu tuh. Lagian kayanya porsinya kecil, aku takut kamu kurang kalo cuma satu piring.” Bisik Liana saat gw bertemu dengannya. Ohh...jadi yang 2 piring nasi goreng itu kiriman dari Liana toh.
“Enak juga sayang, aku ampe kenyang banget nih. Pake kambing lagi. Bisa jadi buas nih aku. Hehehe. Makasih yah Lia-yang manis” Jawab gw dalam bisikan juga, yang membuat wajahnya langsung merona merah, sambil tersenyum malu-malu. Kemudian meninggalkan gw, yang mungkin karena takut ketauan orang-orang, kami ada hubungan khusus.
“Ga, tadi gw cariin, lu masih tidur kata si Edi. Jadi, gw beliin sarapan deh buat lu tadi. Uda di makan blum? Enak ga? Enakan mana ama bikinan mama? Gw uda lama nih gak makan sop buntutnya mama. Hihihi.” Tanya Oli, saat kami bertemu di lokasi pertemuan. Ohh...jadi sop buntut itu Oli yang beliin buat gw.
“Uda kok, langsung gw makan kok Ol. Hmm..masih enakan nyokap punya sih. Hehehe. Makasih yah Ol uda di beliin sarapan. Hehe..tau aja lu, gw lagi laper” Jawab gw.
Hmm...berarti 2 nasi goreng adalah pesenan Liana. Dan sop buntut, itu dari Oli. Tinggal spaghettie. Siapa gerangan yang mengirim buat gw yah? Cherllyne? Atau Rani?
Liana telah memilih gw, dan Hari, sebagai perwakilan pria dari Finance & Accounting, karena Edi kemarin sudah menjadi wakil di ajang lomba karaokean. Sedangkan untuk perwakilan wanita, Liana memilih Rika dan Dyana.
Jujur, saat ini gw rada kikuk, berada di samping si Hari. Gak seperti dulu, langsung bercanda gila. Tapi sejak kejadian Indah, dan juga adegan pelukan nya dengan Rani semalam, membuat gw menjadi menjaga jarak, walau tanpa gw sadarin.
Dan acara lomba pun dimulai. Pertempuran pertama, antara Jaya anak HRD dengan Ronnie, anak Marketing. Saat bel tanda pertarungan di mulai, mereka berdua langsung beradu pukulan guling dengan penuh semangat. Mereka cukup lama juga mampu bertahan beberapa lama, hingga akhirnya serangan Ronnie berhasil bersarang di badan Jaya, hingga dia terjatuh ke dalam kolam renang.
Gw perlahan berjalan mendekati si Ringgo, yang untungnya juga terpilih untuk ikut lomba ini. Karena ini lah orang yang pengen gw kerjain, pake celana dalam nya si Dyana. Gw langsung merangkulnya dengan erat.
“Woy coy...lu ikut lomba juga? Yakin lu? Tar kalo berhadapan ama gw, lu kencing di celana ga?” Seru gw dengan tangan melingkar di pundaknya.
“Wakakak...ada juga lu yang gw bikin ngbrit ampe kencing di celana jek.” Jawab Ringgo. Tangan gw langsung menyelipkan CD nya Dyana ke celah kantung celana pendeknya. Tidak terlalu dalam, tapi juga tidak terlalu luar, hingga jatuh sebelum waktunya.
“Hehehe...we’ll see about that bro.” Ujar gw, kembali ke grup finance & Accounting. Dyana rupanya memperhatikan gw. Dia rupanya mengetahui maksud gw tadi yang bilang pengen ngerjain orang pake CD dia. Dia langsung berwajah cembetut, seperti menolak rencana gw. Mungkin takut ketauan itu CD dia kali, hehehe.
Dan setelah beberapa pertarungan, akhirnya giliran si Ringgo yang maju. Dengan lawannya anak GS, si Julio. Mereka bertempur sangat seru, saling melemparkan pukulan demi pukulan. Gw sempat melihat celana dalam Dyana agak keluar dari kantung celananya. Hahaha...here’s the best part. Entah kenapa, gw malah ngeliat ke arah Dyana sambil senyum-senyum. Dan Dyana yang melihat gw sedang melihatnya, langsung senyum-senyum.
BUK! BUKK! Pukulan mereka sama-sama mengenai tubuh masing-masing, hingga sama-sama jatuh ke dalam air. BYURR! Dan sorakan para penonton tiba-tiba hening saat melihat ke arah tempat jatuhnya si Ringgo. Ringgo yang berada di kolam, tidak menyadari ada sesuatu yang mengambang di belakang tubuhnya.
“Ring...lu...celana dalem lu copot tuh. Tapi, kok lu pake celana dalam cewe sih Ring?” Ujar seseorang dengan suara keras, yang langsung membuat semua orang tertawa keras ke arah si Ringgo. Si Ringgo yang bingung mencari ke kiri atau ke kanan, dan menemukan sebuah celana dalam wanita, sedang mengambang di dekatnya, membuat wajahnya memerah.
“Wakakak...gila lu, celana dalem siapa tuh yang di embat Ringgo? Ayo coba cek celana dalam masing-masing, ada yang copot ga? Hwahahaha.” Seru orang lain lagi semakin membuat heboh suasana.
Si Dyana pun selaku pemilik asli celana dalam itu, tertawa sampai terpingkal-pingkal melihat si Ringgo langsung salting gitu sambil megangin celana dalamnya.
“Sialan! Siapa yang ngerjain gw nih. Hahaha...ngehe bener” Ujarnya sewot, tapi sambil tertawa juga. Membuat Ringgo sukses menjadi pria yang paling mendapat banyak cengan hari itu.
Pertandingan pun berlanjut. Kali ini giliran si Hari, yang melawan Yanto, anak Marketing. Dan seperti pertarungan yang lain, mereka pun saling jual-beli pukulan demi pukulan. Namun karena nasib lebih memilih Yanto, akhirnya Hari pun terjatuh ke dalam air, setelah terkena hantaman bantal dari Yanto. Liana tampak kecewa melihat anak buahnya kalah.
Saat si Hari naik keluar dari air, Rani langsung menghampirinya, dan melihat-lihatnya, seperti sedang kuatir kepadanya. Membuat dada gw terasa sesak. Apakah mereka beneran pacaran sekarang? Mungkin Rani uda tau segala sifat buruk gw, dan kejadian dengan si Indah, telah membuatnya menjauhi gw. Entah kenapa, gw jadi ngerasa gak semangat melihat perhatian yang Rani berikan untuk Hari. Padahal, kemarin gw masih terus merasakan kehangatan perhatiannya Rani.
Yah mungkin, ini memang yang terbaik buat semuanya. Gw juga cuma jadi penyakit doang buat Rani. Dan Hari juga mungkin bisa mendapat pasangan yang lebih baik dari Indah. Jelas lebih baik. Gw tau betul kualitas si Rani ini.
Dan pada saat giliran gw untuk maju, gw mendapat posisi sedang menghadap ke arah Rani dan Hari. Awalnya gw memberikan perlawanan keras. Bahkan hampir saja menang, saat pukulan gw menghantam kepala si Darto, anak HRD. Namun ternyata si Darto masih bisa bertahan walau sempoyongan.
Gw seharusnya langsung memberikan serangan lanjutan buat memastikan Darto jatuh ke kolam. Namun saat itu gw melihat Rani yang sedang cekikikan sambil mengapit lengan Hari dengan mesra. Seolah membuat jiwa gw langsung terbang. Gw terus menatap ke arah mereka dengan dada yang terasa sakit di dalam.
Rani yang sedang cekikikan, kemudian menoleh, dan melihat ke arah gw. Kami saling bertatapan. Tampak sekali Rani yang langsung terkejut melihat gw. Gw pun tersenyum kecil, sambil berkata dalam hati. Semoga kamu mendapat kebahagiaan ama Hari ya Ran.
Siungg! BUKK! Bantal yang di ayunkan si Darto mengenai wajah gw dengan telak sekali, hingga membuat gw terpental saat jatuh ke dalam kolam renang.
Saat jatuh dan tenggelan ke dalam kolam renang, gw gak langsung keluar, gw malah terus berada di dalam air. Karena selain pusing akibat kepala gw yang terhantam dengan kuat, juga dada gw yang terasa semakin sakit dan menyusut rasanya melihat kemesraan Rani dengan Hari.
Yah sebenarnya ini hanya keegoisan gw aja mungkin. Krnapa gw harus marah melihat Rani lagi mesra-mesraan dengan Hari ataupun pria lain? Sedangkan di belakang Rani gw bermain birahi dengan Liana dan Cherllyne. Jadi seharusnya ini hal yang fair dilakukan oleh Rani juga, walau Oli sekalipun. Gw gak berhak untuk marah dan melarang mereka bermesraan dengan ptia lain. Tidak disaat gw justru bermesraan dengan 2 wanita cantik.
Kemudian tiba-tiba ada 2 orang yang terjun ke dalam kolam untuk menarik gw ke atas, karena takut gw tenggelam gara-gara terkena bantal tadi. Hampir semuanya menanyakan kondisi gw, saat gw keluar dari dalam air, terutama Darto yang merasa bersalah, karena terlalu kuat memukul gw.
“Santai bro, gw emang lagi semedi dulu tadi di dalam air kok. Hehe” Ujar gw kepada Darto.
Liana, Oli, Cherllyne gw lihat menerobos orang-orang yang mengelilingi gw, buat memastikan kondisi gw. Rani pun gw lihat ikut berlari mendekat. Buat apa Rani mendekat? Uda lah, kamu tuh uda ama Hari. Aku gak mau lagi deket-deket ama pasangan temen aku lagi. Gw gak mau nyakitin oerasaan Hari lagi. Ujar gw dalam hati kepada Rani.
“Rangga! Kamu gapapa Ga?” Ujar Liana, yang hampir berbarengan ama Cherllyne dan Oli serta Rani. Mereka semua tampak kuatir kepada gw, termasuk Rani juga.
“Gapapa kok, cuma meleng aja tadi. Trus di dalam aer juga cuma lagi merendam badan, sekalian tadi kan belum mandi. Hehehe.” Jawab gw sambil bergurau, yang langsung disambut sorakan anak-anak lainnya, yang langsung pada bubar jalan. Namun ke-empat orang itu tampaknya tidak percaya dengan cerita gw, dan terus menatap gw, seolah meminta penjelasan lebih jauh yang sebenar-benarnya.
“Kamu meleng kenapa sih? Kan tadi kamu uda ampir menang tuh. Emang Spagethie-nya kurang banyak tadi Ga, ampe jadi ga fokus?” Tanya Cherllyne, mengejutkan gw, dan juga Oli, Liana dan Rani. Ohh...spaghettie nya dari si Cherllyne. Pas deh kalo gitu semua. Yah, Rani kan uda ama Hari, jadi gak mungkin lagi lah inget ama gw sekarang. Pikir gw.
“He? Spaghettie apaan Cher?” Tanya Oli heran.
“Oh..tadi kan gw liat si Rangga gak ikut sarapan bareng kita-kita. Si Edi bilang masih tidur. Jadi gw beliin aja spaghettie buat dia sarapan. Karena gw tau, pasti Rangga ga bakalan kebagian sarapan lagi, pas bangun tidur.” Jelas Cherllyne.
“Loh? Berarti, lu makan dua-duanya dong Ga? Sop buntut yang gw beliin ama spaghettie yang Cherllyne beliin?” Tanya Oli terkejut. Lebih terkejut lagi wajah Liana dan Rani. Bahkan Rani tampak membuang muka dengan perasaan sedih. Mungkin kah merasa malu karena gak ijut membelikan gw sarapan juga? Ahh mana mungkin. Pikir gw.
“Hehehe...2 nasi goreng kiriman Lia..eh...mmba Liana, buat modal gw perang bantal tadinya, plus 1 sop buntut pake nasi, penambah stamina dari Olivia, dan 1 spaghettie pencuci mulut dari Cherllyne. Hehehe” Jelas gw yang langsung mengagetkan mereka bertiga. Kecuali Rani, yang semakin menundukan kepalanya, dengan tangan terkepal.
“HAHH??? Kamu...makan semuanya Ga?? Gila juga kamu ya. Hahahaha” Liana malah menjadi tertawa.
"Hmm...yah mumpung ada rejeki mba. Hehehe" Jawab gw, tanpa mengatakan bahwa Edi juga ikut membantu sebenarnya. Gw takut malah nyakitin perasaan salah satu dari mereka.
“Hmm...Ol...siap-siap deh” Goda Cherllyne kepada Olivia.
“Hahaha...siap-siap apaan sih?” Elak Oli, sementara Rani hanya terdiam membisu mendengar candaan kami.
"Ngeronda ama Rangga. Hihi." Goda Cherllyne,sementara Liana tersenyum sambil tersipu malu gitu.
Dengan ini, divisi Finance & Accounting akhirnya memperoleh status peringkat terakhir di lomba kali ini. Hahaha.
CHARACTERS
Fadli Rangga Putra
Olivia Khumaira Putri
32 | Love Me Like You Do
Gw...jujur gak tau harus berkata apa, atau bagaimana gw harus bersikap. Gw emang amat sangat mencintai Olivia, sahabat ku dari kecil. Namun, gw juga tau diri, mengingat gw yang hmm...uda kotor, dibandingkan dengan nya yang masih ‘utuh’ dan ‘murni’.
Gw hanya merasa sudah tidak pantas lagi aja, bersanding dengannya. Gw bahkan uda pasrah, saat Oli berbaikan lagi dengan Gery. Gw sempat merasa mungkin ini lah jalan yang terbaik untuk kami berdua.
Gw bahkan menceritakan semua yang telah kulakukan dengan beberapa wanita. Gw gak mau ada kebohongan di saat Oli akhirnya menyatakan perasaannya ke gw. Sesuatu yang gw tunggu-tunggu sepanjang hidup gw, dan saat akhirnya dia melakukan itu, gw uda keburu ‘rusak’ oleh sikap gw sendiri. Gw gak menyesali apa yang telah gw lakukan bersama Cherllyne dan Liana, karena itu merupakan salah satu kebahagiaan gw, bisa berbagi perasaan dan kasih sayang kepada mereka berdua. Gw lebih merasakan bahwa ini adalah sebuah takdir. Semua mengalir bagaikan air, tanpa adanya paksaan. Yah well mungkin perkecualian untuk masalah orgy gila itu.
Namun yang lebih gak gw duga, adalah sikap Oli yang menerima dengan lapang dada, atas semua yang telah gw lakukan. Gw...bener-bener speechless melihat keteguhan hati dan tekad Oli untuk terus melabuhkan harapannya untuk bisa menjalani masa depan bersamanya. Bagaimana aku bisa menolak seorang wanita yang berharga untukku, ‘melamar’ ku dengan tekad yang gak pernah aku liat dari dalam dirinya, sebelum ini.
Oli...memang wanita yang luar biasa bagiku. Gw pun bagaikan menumpahkan segala kerinduan gw, segala hasrat gw, dan cinta gw kepadanya, saat kami saling melumatkan bibir kami satu sama lain.
Gw tidak memiliki pikiran untuk melakukan lebih jauh lagi, sebenarnya. Seperti yang gw biasa lakukan dengan Cherllyne maupun Liana. Tapi malah Oli sendiri yang tampaknya begitu aktif merangsang gw.
Gw semakin terkejut, saat Oli tiba-tiba melepaskan jilbabnya, dan meminta gw untuk menurunkan resleting baju gamisnya. Untuk sesaat, gw sempat ragu-ragu untuk melakukannya. Tapi gw juga gak mau membuatnya merasa rendah diri, karena gw menolak untuk membukakan resleting bajunya itu. Gw gak mau membuatnya berpikir, kalo gw lebih memilih Cherllyne ataupun Liana.
Oli dengan anggunnya melepasi baju gamisnya, hingga memperlihatku tubuhnya yang putih dan mulus, bagaikan sebuah pualam yang bersinar. Oli terlihat begitu seksi dan indah, dengan pakaian dalam bikin bertali yang dipakainya. Ini lah pertama kalinya gw melihat Oli seterbuka ini, seumur hidup gw.
Wajahnya begitu cantik dan seksi, dengan rambut terurai indah, dan bibir kemerahan sedikit terbuka. Sukses membuat gw terpesona sampai tanpa sadar mulut gw terus menganga.
Kejutan buat gw rupanya gak sampai disini aja. Tangan Oli kemudian meraih tali yang mengikat bra nya, di punggungnya, hingga terlepas. Gw pun menyaksikan bagaikan dalam gerakan slow motion, dimana bra nya terjatuh, dan memamerkan kedua bongkah payudara yang terlihat begitu indah di mata gw. Payudaranya begitu kencang dan bulat hampir sempurna. Di hiasi oleh puting susu berwarna sedikit kemerahan, dengan areolah yang tidak terlalu besar. Benar-benar sangat indah. Dan harus gw akuin, payudara Olivia, lebih indah dari milik Cherllyne maupun Liana. Apa mungkin karena Oli masih suci dan belum tersentuh tangan pria manapun.
Kejutan kembali berlanjut, saat Olivia dengan gerakan perlahan melepaskan ikatan di pinggul kirinya, dan dilemparkannya celana dalam yang tadinya menutupi bentuk kemaluannya yang terlihat berkilauan. Vagina Oli mulus tanpa adanya bulu sama sekali, dan bibir vagina yang masih terlihat sangat kencang dan rapat, berwarna sedikit kemerahan. Sungguh kontras dengan kulitnya yang putih bersinar.
“O-Olii?..a-aa...aaa...kamu...” Gw...bener-bener terpesona melihat keindahan ciptaan Allah, di hadapan gw ini, dengan mulut gw yang terus menganga. Ya Allah, Oli...tubuh Oli, benar-benar indah dan seksi sekali. Gairah ku langsung meluap-luap. Jantung gw berdebar gak karuan rasanya.
Oli kemudian membuka seluruh kancing kemeja gw, dan di sibakannya tanpa melepaskan baju gw seluruhnya. Oli lalu mulai merebahkan tubuhnya di dada gw, menempelkan kedua payudara nya, yang tanpa tertutup lagi, berhimpitan dengan dada gw yang juga tanpa tertutup pakaian. Oli kemudian mencium lagi bibir gw, dan mengulumnya dengan lembut dan penuh perasaan.
“Aku mencintai mu, Fadli Rangga Putra. Hanya ama kamu, aku ingin menyerahkan segala yang aku punya buat kamu. Buat aku, hanya kamu yang paling berhak atas tubuhku dan jiwa ku ini Ga. Bercintalah denganku, sayang. Lakukanlah apa pun yang ingin kamu lakukan, sayang ku.” Bisik Oli di telinga gw. Jujur, gw terkejut banget mendengar ucapan Oli. Oli meminta gw...untuk bercinta dengan nya?
Oli kemudian menarik tubuh gw untuk duduk bersama nya, dengan posisi saling berhadapan, dan Oli berada di pangkuangw. Batang junior gw rasanya uda sesak ingin segera keluar. Apalagi vagina Oli berada tepat di atas junior gw, yang sayangnya masih terhalang oleh celana panjang dan celana dalam gw.
Oli langsung melumat lagi bibir gw lagi. Kami saling melumat penuh gairah birahi. Tiba-tiba, Oli meraih kedua tangan gw, dan meletakannya di kedua payudaranya yang terasa sangat kenyal sekali. Jauh lebih kenyal daripada Cherllyne dan Liana.
“Rasakanlah sayang. Aku tidak pernah membiarkan siapa pun menyentuh bagian ini langsung, seperti yang kamu rasain sekarang.” Oli bahkan Menekan dan meremas-remas tangan gw, agar meremasi kedua payudaranya, di saat gw lagi ragu-ragu untuk mulai meremasnya. “Ssshhhh...” Oli pun sedikit mendesis, saat tangan gw, yang dibantu tangannya, meremas pelan kedua payudaranya.
“Ol...” Gw...bener-bener ragu-ragu untuk memulainya. Bagaimanapun, Oli masih suci, dan gw gak ingin merusaknya. Namun Oli hanya tersenyum lembut ke arah gw.
“Aku mau, sayang. Bikin aku melayang ama cumbuan kamu, sayang.” Bisik Oli lagi, yang membuat gairah gw seakan tidak terbendung lagi. Gw segera melumat lagi bibirnya dengan segala gairah gw. Insting liar gw mulai mengambil alih pikiran dan nalar gw.
“Ssshhh...aahhhhhh” Desis Oli saat gw sedang menciumi lehernya. Mengecupi bagian leher, terkadang aku hisap pelan, menimbulkan tanda kemerahan di lehernya. Tangan gw semakin berani meremasi kedua payudara Oli yang kencang sekali. Kali ini gw juga mulai memainkan putingnya, yang mulai mengeras. “Ooohhhhh...sssshhhh...geliihhh sayangghhh....aahhh” Desis Oli sambil memejamkan matanya.
Cumbuan gw mulai turun dari leher, hingga ke area sekitar dadanya. Gw terus mencium dan menghisap bagian payudaranya, tanpa menyentuh putingnya. Tangan Oli mulai mengusap-usap rambut gw. Gw bikin banyak cupangan di bagian payudaranya, hingga banyak tanda merah bermunculan di sekita payudaranya.
Lalu gw jilatin di bagian areolanya, tetap tanpa menyentuh puting susunya. Badan Oli mulai gelisah, dan mata Oli terus terpejam, sambil mendesis-desis. “OOOHHHHH....ssssshhhhh....sayangghh...geliihhh bangett....aaaahhhhhh” Oli langsung memekik keras, saat mulut gw langsung mengulum puting payudaranya, sambil meremas-remas payudara satunya. Tangan Oli sudah bukan lagi mengusap-usap kepala gw, tapi uda lebih meremas-remas dan sedikit menjenggut rambut gw.
Tubuh Oli sampai bergetar, dan menggigil saat gw kulum sedemikian rupa, sambil memainkan puting payudaranya dengan lidah gw. Tangannya malah semakin kuat menekan kepala gw ke payudaranya.
Oli kemudian melepaskan kemeja gw dari badan gw, hingga gw pun bertelanjang dada sekarang. Oli mulai mengusap-usap punggung gw, saat mulut gw masih terus menjelajahi kedua bukit payudaranya itu.
“Ooohhhhh...Ranggaa...gelii bangettt...oooohhhh” Gw menghentikan sementara cumbuan gw, saat badan Oli terlihat begitu menggigil dan bergetar sambil memeluk badan gw erat banget. Sampai beberapa saat kemudian barulah pelukan Oli melemah dengan nafas yang memburu. Mungkin kah Oli mendapatkan orgasme kecil pertamanya? Pikir gw.
“Kegelian banget kah?” Tanya gw, sambil mengusap rambutnya yang mulai basah oleh keringatnya.
Oli membuka matanya, dan langsung menunduk malu-malu. “Emang geli banget sayang? Enak ga?” Gw mengulangi lagi pertanyaan gw.
“Ihhh...nanya nya kok gitu sih? Kan uda keliatan tadi, aku ampe gemeteran gituh” Jawabnya mulai manyun lagi. Gw terus menyibakan rambutnya yang turun menutupi wajah dan matanya. Gw angkat dagunya agar bisa menatap gw. Kami saling menatap satu sama lain.
“Kamu kenapa tetep mao jadian ama aku sih Ol? Aku kan ini cowo nakal, yang uda sering....ya gitu lah...nakal...ama cewe laen, kenapa kamu tetep mao ama aku sih? Kan masih banyak cowo baik-baik yang lebih baik dari aku, Ol?” Tanya gw sambil menatap dan mengusap peluhnya dari dahi nya.
“Iya yah...kamu kan belom kasih keputusan kamu, Ga. Jadi, apa keputusan kamu Ga?” Oli malah bertanya balik.
“Hmm...gimana kalo kamu jawab dulu pertanyaan aku, baru aku jawab pertanyaan kamu?” Gw kembali bertanya kepadanya sambil tersenyum.
“Hmm...Kamu...yang belajar dari si Cherllyne, atau Cherllyne yang belajar dari kamu sih? Mesti deh, kalo aku nanya ke kamu ato Cherllyne, pasti malah nanya balik duluan, baru mao ngejawab pertanyaan aku. Hmm.” Jawab Oli kembali manyun. Hehehe...asli gw beneran suka banget ama manyun nya Oli ini.
Gw langsung mengulum bibirnya yang lagi manyun itu, hingga dia menjadi gelagapan kena serangan mendadak gw. Hahaha.
“Ihhhh...dasar...hahaha. Orang lagi manyun, maen nyosor aja. Huh. Jelek dasar.” Ujarnya sambil tersenyum merajuk. Hadehh..Ol...lu..beneran deh, ngegemesin banget. Tiap hari bisa gw gigitin mulu nih saking gemesnya.
“Ayo...jawab dulu pertanyaan aku.” Ujar gw kemudian sambil tersenyum, sambil menciumi bagian dadanya.
“Hmm...kan aku uda kasih alesannya tadi. Karena aku mencintai kamu, Rangga sayang. Aku uda bertekad gak akan ngelepasin cinta kamu lagi sampai kapan pun. Apa pun yang uda kamu lakuin ama cewe-cewe lain, sebelumnya. Lagian, kalo gak nakal, kan bukan cowo dong. Hehehe.” Jawabnya sambil tersenyum manis.
“Cowo tuh kan baru keliatan macho dan gagah, kalo dia terlihat “nakal” lho. Yah asal nakal nya itu gak ampe kelewatan dan membuat masalah bagi orang lain sih. Dan kamu...terlihat gagah dan macho di mata aku, Ga. Gak ada yang lain lagi di mata aku. Cuma kamu.” Jelasnya lagi sambil mengusap pipi gw dan menatap lembut mata gw. Anjritt...ngeliatnya kaya gini bikin gw jadi...terharu banget.
Gw lalu mengecup lembut bibirnya. Bagaimana gw bisa menolak wanita yang begitu mencintai gw seperti Oli yang sekarang. Tapi di sisi lain, juga membuat gw bingung sendiri. Bagaimana gw harus bersikap kepada Cherllyne dan Liana, apabila gw memutuskan untuk menjalin kasih dengan Oli? Rani...awalnya justru gw mengira Rani lah yang akan menjalin kasih dengan gw, saat kami sudah begitu dekatnya, bahkan seperti uda seperti layaknya sepasang kekasih. Dan hampir saja gw merenggut keperawanan Rani waktu itu, kalau saja gw ampe gak sadar diri.
Tapi, begitu melihat kemesraan dia bersama Hari semalam itu, menjadi membuat gw bertanya-tanya, bagaimana sih perasaan Rani yang sesungguhnya terhadap gw? Kalo emang suka ama gw, kenapa dia bermesraan bersama Hari, seperti semalam itu? Tapi kalo dia emang suka sama Hari, kenapa juga dia mau gw cumbu di kamar kosannya waktu itu, hingga sampai gw ampir aja kebablasan.
Rani...kamu...emang begitu membingungkan diri ini.
“Tuh kan...aku uda jawab, yang kamu tanyain, tapi kamu malah diem aja cuma ngeliatin aku aja.” Ujar Oli merajuk, gw ga menjawab-jawab pertanyaan dia tadi. Membuat gw langsung tersenyum lembut.
“You are the love of my life, Ol. How can I deny such a beautiful and kind woman like you. Apalagi kalo wanita cantiknya ini, lagi telanjang bulat gini, seksi banget.” Jawab gw, yang langsung membuat Oli malu lagi sambil menutupi kedua payudaranya dengan menyilangkan kedua tangannya. (Kamu lah cinta dalam hidupku, Ol. Bagaimana aku bisa menolak wanita yang begitu cantik dan baik hati kaya kamu gini.)
“Ihhh...tuhh kann...ga usah di tegesin kali, aku lagi telanjang gini. Aku kan malu tau. Kamu kan cowo pertama yang ngeliat aku bugil gini.” Jawabnya malu-malu.
Gw lalu membalikan tubuhnya, hingga ia terlentang.
“Kamu tau Ol? Aku gak bangga jadi cowo nakal di hadapan kamu. Gak sama sekali. Tapi aku bisa kasih tau, kalo tubuh telanjang kamu ini, adalah tubuh paling seksi dan paling indah, yang pernah aku liat dari semua cewe-cewe yang pernah telanjang di depan aku. Kamu Ol, dari semuanya. Dan aku bersyukur banget aku memiliki seorang wanita kaya kamu, yang nemenin aku ampe aku tua nanti.” Ujar gw memujinya. Dan ini memang kenyataan. Bukan sekedar rayuan gombal semata.
“Masa sih? Badannya Cherllyne kan juga seksi banget tuh? Aku kan pernah mandi bareng ama dia tau, jadi aku tau badannya kaya gimana. Aku ga tau gimana kalo yang lain. Tapi masa sih aku yang paling seksi menurut kamu?” Tanya Oli.
“He? Kok bisa mandi bareng ama Cherllyne, kamu Ol? Gimana ceritanya tuh?” Gw terkejut juga mendengarnya. Sekaligus bikin gw horny banget, membayangkan mereka berdua telanjang di hadapan gw gitu. Ughh...waktu kemaren threesome ama mandi bertiga bareng Cherllyne dan Liana aja, rasanya bikin gw horny terus. Apalagi kalau Oli ikutan. Wah gak kebayang deh. Hehehe.
“Hihihi...si Cherllyne tuh yang maksa aku. Aku kan malu banget tau, biar sesama cewe juga.” Jawab Oli. Hmm...membuat gw jadi berpikir tentang ucapan Cherllyne waktu itu.
“Tapi yang jelas aku begitu menyayangi kamu dan Oli, Ga. Oli buat aku, uda seperti saudara kandungku sendiri. Aku ingin Oli bahagia. Dan aku tau, yang bisa bahagiain Oli itu bukan Gery, tapi kamu, yang.”
“Saat ini, aku lebih rela ngorbanin perasaan aku sendiri ke kamu, dengan ngelepasin kamu ke Oli, yang. Aku hanya ingin melihat kamu ama Oli jadian, trus hidup bahagia, walaupun aku harus rela mencintai kamu tanpa harus memiliki, tapi aku puas, yang. Walaupun aku ga merasakan langsung kebahagiaan kamu ama Oli nanti, tapi aku uda sangat puas kalo aku bisa nyatuin kamu ama Oli, yang.”
Ucapan Cherllyne waktu itu, yang terucap begitu tulus hingga ia sampai meneteskan air matanya, sungguh membuat gw begitu terharu, dia sampai berkorban sampai segitu nya demi gw dan Oli. Gw seumur-umur gak pernah ketemu cewe yang sepertinya itu.
“Cherllyne...emang seksi banget...dan juga penuh perhatian banget. Dia...sayang banget ama kamu Ol. Dia bilang, kamu uda seperti adiknya sendiri. Jadi dia rela mengorbankan dirinya, hanya agar kita bisa bersama. Seperti sekarang ini.” Ujar gw sambil menerawang.
“Hmm...iyaa...aku tau kok, Ga. Aku denger kok dia waktu itu bilang lebih mengorbankan perasaannya ke kamu, hanya agar kamu bisa bersama aku.” Ujar nya, membuat gw menjadi teringat akan sesuatu.
“Oh...jadi...yang dateng malem-malem ke apartemen Cherllyne itu...emang beneran kamu ya?” Tanya gw, membuat dia langsung terkejut, dan menutup mulutnya.
“Si Cherllyne waktu itu uda curiga sih emang, kalo itu kamu yang dateng. Karena yang pegang kunci apartemen dia, kan cuma kamu, katanya.” Ujar gw.
“Iya...tadinya aku mao curhat aja ama dia. Tapi...taunya dia lagi ama kamu. Jujur aku tadinya marah banget ama kamu ama Cherllyne. Aku bahkan ngerasa seperti di tusuk dari belakang ama si Cherllyne. Dia terus ngeyakinin dan ngebantuin aku buat bisa ama kamu, tapi justru dia yang deketin kamu di belakang aku.” Jawab Oli kemudian.
“Tapi, aku jadi tau sih, gimana rasanya waktu kamu ngeliat aku lagi ciuman ama si Gery waktu itu. Dan juga, saat mendengar ucapan Cherllyne, aku jadi merasa bersalah. Karena Cherllyne keliatannya sayang banget ama kamu sebetulnya.” Lanjut Oli.
“Yah...aku tau itu. Tapi...dia lebih memilih untuk berusaha agar tidak melukai perasaan kamu. Karena kamu ngeliat dia lagi ama aku aja, dia uda nyesel banget. Dia katanya bahkan ampe janji gak mau deket-deket aku lagi ama kamu ya?” Ujar gw. Gw juga jadi teringat saat Cherllyne awalnya menolak untuk bercinta dengan gw kemaren itu, pas ama Liana juga.
“Iya sih, dia emang pernah bilang gitu. Tapi akunya malah ngerasa gak enak juga jadinya. Karena dia buat aku, juga seperti kakak sendiri. Kami sama-sama anak tunggal, sama-sama tinggal tanpa orang tua. Dan...sama-sama mencintai pria yang sama.” Ujarnya sambil menatap gw.
“And I love you too. Olivia Khumaira Putri” Ujar gw sambil mengecup lembut bibirnya. Dari hanya kecupan, berubah dengan kembali saling melumat bibir kami masing-masing. And I lover her also. And Liana too. I’m so sorry for this, Ol. Can’t help it. It just happen. Pikir gw.
Tangan gw terus membelai seluruh tubuhnya yang indah. Terasa sangat licin di tangan gw. Kulitnya begitu halus gw rasakan. Mungkin karena hampir setiap saat selalu tertutup, membuat kulitnya menjadi begitu halus dan indah.
Ciuman gw turun ke leher, sambil sesekali gw jilat dan gw hisap hingga menimbulkan beberapa titik kemerahan di lehernya. Harum tubunya Oli, membuat gairah gw naik dengan cepat.
Lalu gw angkat kedua tangannya ke atas. Bagian ketiaknya mulus tanpa adanya bulu. Membuatnya terlihat begitu sexy. Gw tanpa ragu langsung menyusup dan menciumi bagian ketiaknya, bahkan sesekali gw jilatin. “Aaahhhh...sayang, jangan di situ ahh...kan kotor. Lagian geli banget yang...sssshhhh.” Ujar Oli berusaha menurunkan kedua lengannya. Namun gw tahan kedua tangannya, dan terus saja gw jelajahi kedua ketiaknya.
Setelah gw cukup puas, gw mulai mencium bagian dadanya lagi. Kali ini langsung gw kulum dan gw mainkan puting payudaranya Oli, hingga Oli langsung mengerang dan merintih. “Aaaaahhhhh...mmmmhhhhh....aaaahhhhh....sssshhhhh. ...aaahhhhhh”. Rintihnya sambil badannya terus bergerak tidak bisa diam.
“Aaaahhhh...Ranggaahhh....geliihhh...aaahhhhh” Badan Oli benar-benar gak bisa diam, dan terus bergerak, bahkan sambil melengkung ke belakang sesekali badannya, membuat payudaranya semakin membusung.
Beberapa lama gw bermain dengan kedua payudara Oli, cumbuan gw mulai turun ke perutnya. Gw jilatin bagian pusarnya, membuat gerakan tubuh Oli menjadi semakin menggila.
Hanya sebentar bermain-main di pusar, cumbuan gw kembali menjalar turun. Gw ciumi bagian samping vaginanya. Gw pindah posisi, dan berada di antara kedua pahanya. Gw angkat kedua kaki Oli, dan gw letakan di bahu gw. Vagina Oli yang belum terjamah, masih terlihat rapat, walau pun kedua pahanya gw lebarkan seperti ini.
Gw ciumin betis kanannya dulu, terus hingga ke paha bagian dalam. Begitu juga dengan kaki Oli sebelah kiri. Dan di area pangkal paha gw tetap belum menjamah bagian terindah nya. Gw hanya menciumi bagian pinggiran kemaluannya, tanpa menyentuh bagian utama kemaluannya.
Gw sejenak menatap bibir vagina Oli dari jarak dekat. Sedang mengagumi keindahan yang tersaji di hadapan mata gw. Namun rupannya Oli menyadarinya, dan langsung menutupnya dengan tangannya.
“Ihhh...ngeliatinnya jangan kaya gitu dong. Aku malu tau. Jelek yah punya ku?” Ujar Oli manja.
“Indah banget sayang ku.” Jawabku memujinya sambil tersenyum lembut. Perlahan gw dekatkan wajah gw ke vaginanya Oli. Bau khas vagina, langsung tercium di hidungku. Namun gw suka ama bau kemaluannya Oli. Entah kenapa rasanya...enak aja.
Pertama gw hanya menempelkan hidung gw, di sekitar kemaluannya hingga bibir vaginanya. Pantat Oli pun langsung bergoyang-goyang, walaupun gw belum memberikan rangsangan sesungguhnya. Gw lihat, vagina Oli juga sudah basah sekali.
“AAAAAHHHHHHH....kamuuhhh....apaiinn ituh akuuhhh....aaaahhhhh” Tubuh Oli langsung mengejang, dengan kedua tangannya meremasi seprai tempat tidur, saat lidah gw secara perlahan mulai “berkenalan” dengan bibir vaginanya Oli.
Perlahan gw jilatin dari bawah ke atas secara perlahan dan selembut mungkin. Gw nikmatin cairan pelumas yang mulai meluber keluar dari dalam liang vaginanya. Pantat Oli terus bergerak mengikuti kemana lidah gw bergerak. Ditambah dengan erangan-erangan erotis Oli, menambah sensual pemandangan yang tersaji di depan gw ini.
Jilatan-jilatan gw pun semakin intens, bahkan sesekali gw menghisap pelan bibir vaginanya. Tangan Oli sekarang meremasi dan sedikit menjambak rambut gw. Seiring gairahnya yang semakin memuncak.
Rintihan nya pun berubah menjadi pekikan-pekikan kecil. Gw melihat Oli beberapa kali menutup mulutnya, untuk menahan suara yang keluar dari mulutnya. Walau tidak sepenuhnya berhasil, karena setiap gw menghisap bibir vaginanya, suara Oli pun otomatis langsung memekik. Hingga akhirnya dia menyerah, dan membiarkan suaranya keluar tanpa di tahan-tahan lagi.
“Ranggaahhh...akuuhhh mao pipisss...geli bangettt Gaahhh...udahaann duluuhhh....aaahhh...ga tahann lagiih nih” Dalam rintihannya, Oli mengatakan ingin pipis. Mungkin Oli akan mendapatkan orgasmenya.
“Biarin aja sayang, pipisin aja. Lepasin pipis nya, jangan di tahan-tahan, sayang.” Ujar gw berusaha menenangkannya.
“Gak bisaaaa....aku gak bisaaa...udah dulu yangg...” Oli dengan keringat yang telah membasahai kepala dan tubuhnya, terus menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bisaa....tarik nafas yang dalem. Bikin badan kamu rileks, tenangin diri kamu, pasrahin aja ama gairah kamu. Biar gairah dan tubuh kamu yang ambil kendali, Ol. Lepasin aja. Jangan kepikiran nanti takut kotor kena pipis. Itu bukan pipis, percaya ama aku sayang. Lepasin aja.” Ujar gw lagi. Dan gw semakin cepat merangsang vaginannya Oli. Pantatnya mulai berkejat-kejat sedikit.
“Aduuhhh...sayanggg...aku mao pipiss...aku gak bisa keluarin pipisnyaahh.” Ujar Oli lagi masih takut-takut.
Langsung aja gw hisap dengan kuat klitorisnya sambil gw mainkan dengan lidah gw. Gw ga mao memasukan jari gw untuk membantunya orgasmen, karena Oli masih perawan. Dan hasilnya ternyata mampu membuat Oli langsung menaikkan pantatnya tinggi, dan kemudian...
Sretttt! Sretttt! Sretttt! Sretttt!
“Pipis”-nya Oli langsung memancur beberapa kali, walau tidak banyak. Namun cukup membuat pengalaman petting Oli menjadi sedikit berkesan. Karena tidak semua wanita bisa melakukan squirt. Apalagi yang baru pertama kali merasakannya.
Pantat Oli terus berkejat-kejat hingga beberapa lama, di iringin teriakan-teriakan dari mulutnya, saat ia lepas kendali akan dirinya.
Tubuhnya kemudian mulai melemas, seiring meredanya gelombang orgasmenya. Nafas Oli terengah-engah tidak beraturan. Matanya terpejam, dengan peluh yang membasahi wajahnya. Gw dengan lembut kemudian mengusap keringat yang membanjiri wajah cantiknya.
Batang junior gw rasanya uda sakit banget di dalam celana. Gw masih berusaha menahan celana gw, karena gw takut akan kebablasan memerawani Oli. Yah memang Oli meminta gw untuk melakukan itu, namun entah kenapa, gw merasa sayang untuk melakukannya sekarang.
“Gimana rasanya sayang?” Tanya gw sambil mengusap rambutnya.
“Haahhhh...enak banget sayang. Hihihi. Aduuhhh...rasanya pas pipis tadi tuh...ughh...enaaaak banget.” Jawab Oli sambil tersenyum.
“Kamu kok belum buka celana kamu sih? Sini aku bukain yah, celana kamu. Kamu tiduran deh” Oli kemudian bangun dan lalu menarik tubuh gw, dan mendorong badan gw hingga gw rebahan. Oli lalu segera membuka ikat pinggang gw. Di ikuti dengan membuka kaitan celana gw, menurunkan resletingnya, hingga menurunkan celana panjang gw.
Batang junior gw yang sudah tegak sempurnya, terlihat menonjol di celana dalam gw. Namun junior gw pun langsung meloncat keluar, begitu Oli membuka celana dalam gw juga. Oli sempat menundukan wajahnya, saat melihat batang kemaluan gw.
Dengan malu-malu, Oli mulai menyentuh batang junior gw dengan ujung tangannya. Gw melihat, Oli terlihat malu-malu saat menyentuh batang junior gw, sementara tangan satu lagi menutup mulutnya. Dia malah terlihat imut sekali.
Lalu, Oli menarik celana dalam gw, hingga gw pun sekarang telanjang bulat di hadapannya. Oli lalu rebahan di samping gw. “Hmm...aku mao nyiumin kamu. Tapi...jangan ketawain yah kalo aku kikuk. Hehehe. Mmuuuaahhh” Ujarnya malu-malu, sebelum mengecup bibir gw.
Oli lalu mulai mengecupi pipi gw, kening gw, hingga hidung gw dengan lembut. Kami sempat saling bertatapan mata sesaat. Oli kemudian kembali menciumi wajah gw, sampai di bibir gw, Oli mulai melumat bibir gw. Lidahnya langsung menyeruak masuk ke dalam mulutku, berusaha membelit lidah gw.
Oli kembali melanjutkan menciumi leher gw beberapa saat. Kemudian, cumbuan Oli turun ke dada gw. Oli terus menciumi dada gw, sambil mengelus-elus perut dan paha gw. Cumbuan Oli terus turun hingga di ujung batang junior gw.
Oli mengecup ujung batang junior gw, sementara tanganya mengusap-usap batang junior gw. Yah memang tidak seperti Cherllyne maupun Liana, yang memang sudah mahir dalam memainkan batang junior gw. Namun berhubung yang sedang menyentuh batang gw ini adalah tangannya Olivia, wanita yang selalu ada dalam pikiran gw, jadi rasanya gairah gw, tetap saja langsung meluap-luap penuh kenikmatan saat tangannya menyentuh batang junior gw.
Setelah hanya menciumi batang junior gw, Oli mulai berani menjulurkan lidahnya, dan mengecap batang junior gw. Dengan perlahan Oli pun mulai menjilati seluruh batang junior gw. Tangannya pun sudah merema-remas pelan sambil sesekali mengocok junior gw. Gw langsung mengusap-usap rambut hitamnya yang panjang.
Seumur-umur gw bersahabat dengan Oli, dari kecil hingga sekarang, benar-benar gak kebayang, sekarang Oli, dengan tubuh telanjang bulat sedang menjilati batang kemaluan gw. Rasanya memang sesuatu banget.
Setelah cukup lama menjilati mulai dari ujung batang junior gw, hingga ke pankalnya, dan kembali lagi ke atas, berulang-ulang, Oli mulai berani untuk bertindak lebih jauh lagi. Dia membuka mulutnya, dan secara perlahan mulai memasukan batang gw ke dalam mulutnya.
Awalnya Oli hanya mendiamkan batang gw di dalam mulutnya itu, sebelum secara perlahan mulai menaik turunkan mulutnya, mengocok batang junior gw. Dan asli, rasanya enak banget, walau belum se-ahli Cherllyne ataupun Liana. Tapi untuk ukuran pemula, cara Oli mengulum batang junior gw, rasanya uda luar biasa banget. Oli dengan telaten mengulum batang gw, sambil menjilati ujung kepala junior gw, tanpa mengenai gigi-nya sedikitpun. Bahkan Liana sekalipun, yang sudah menikah, tetap saja masih kena gigi, waktu pertama kali mengulum batang gw.
Gw jadi sedikit bertanya-tanya, apakah ini memang pertama kalinya Oli mengulum batang kemaluan seorang pria? Karena caranya mengulum benar-benar enak.
Namun setelah beberapa lama, Oli menghentikan kulumannya di batangku, sambil senyum-senyum ke arah gw. “Hehehe...pegel rahang aku sayang. Kita..hmm...langsung aja yuk?” Ujarnya sambil menarik tubuh gw, meminta gw untuk bangun.
Oli lalu kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur, dan kali ini menarik gw agar berada di atas tubuhny. Oli langsung melebarkan kedua pahanya. Seolah-olah sudah siap untuk pertarungan yang sesungguhnya.
Dan untuk pertama kalinya selama kami bersahabat puluhan tahun, vagina Oli menempel dan bergesekan dengan batang junior gw. Rasanya hangat dan licin sekali, pikir gw.
“Ayo masukin sayang. Aku...uda siap menyerahkan mahkota aku ke kamu.” Ujar Oli sambil mengusap rambut gw. Namun, justru gw yang gak siap untuk mengambil mahkotanya ini. Pantat Oli bahkan seperti berusaha untuk menggoda batang junior gw, dengan menggesek-gesekan bibir vaginanya dengan batang junior gw.
“Kenapa sayang? Aku...kurang seksi kah? Atau kamu, ga terangsang ya ama aku?” Tanya Oli, setelah melihat gw hanya diam saja.
“Bukan sayang. Bukan itu. Kamu...menggairahkan banget tau. Nafsu aku uda di ubun-ubun nih rasanya. Tapi...entah kenapa, aku merasa ini bukan hal yang benar, sayang. Mengambil mahkota kamu sekarang.” Jawab gw benar-benar merasa ragu.
“Apa...kamu lebih nyaman bercinta ama Cherllyne atau mba Liana? Bahkan dengan Indah? Dibanding bercinta dengan aku?” Tanya Oli yang wajahnya mulai terlihat sedih.
“Bukan gitu Olivia cantik. Aku...nyaman banget kok, kita bercumbu gini. Tapi, aku benar-benar ingin menjaga kesucian kamu sayang. Aku akan ambil, hanya pada saat yang tepat nanti. Yaitu saat aku dan kamu, sama-sama sudah ber-ijab kabul sayang. Tapi bukan sekarang.” Jelas gw sambil mengusap wajahnya.
“Aku..gak akan pernah maafin diri aku sendiri, kalo aku ampe mengambil mahkota kamu, sebelum kita menikah, sayang. Aku akan menjaga kesucian kamu, hingga saatnya tiba. Karena pada saat itu, akan terasa lebih indah, sayang. Dan itu baru bisa terjadi, hanya bila saatnya tiba, saat malam pertama kita sebagai suami-istri.” Lanjut penjelasan gw, yang membuat Oli tersenyum lembut sambil menatap wajah gw. Air matanya terlihat mengembeng di pelupuk matanya.
“Bener ya? Aku akan pegang janji kamu lho sayang. Awas ya kalo kamu ampe gak ngelamar aku lho.” Jawabnya bersikap manja.
“Hehe...iya sayang, aku janji. Ya uda kita tidur sama-sama yuk, aku takut aku lupa diri, kalo ini aku nempel di itu kamu terus nih. Hehehe.” Ujar gw, saat pantat Oli masih menggesek-gesek batang junior gw di bibir vaginanya, perlahan-lahan.
“Eh, tapi kamu kan belum keluar, sayang. Aku bantu keluarin dulu ya?” Ujar Oli seperti teringat sesuatu, sebelum ia bangun dan meminta gw untuk rebahan kembali.
“Gapapa sayang. Aku masih bisa tahan kok” Jawab gw.
“Gak mau. Aku mau kamu lepasin dulu, daripada ketahan-tahan malah jadi gak bener.” Ujar Oli.
Oli mulai mengulum lagi batang junior gw dengan penuh kelembutan, dan penuh penghayatan. Caranya mengulum pelan sekali, tapi di dalam mulutnya, seperti tersedot-sedot vacuum cleaner. Belum lagi lidahnya seolah-olah sedang menyelimuti batang gw. Membuat badan gw terus menggelinjang kegelian. Cara Cherllyne, Liana dan Oli, memiliki ciri khas masing-masing dalam mengulum junior gw, tapi rasa ketiga nya benar-benar nikmat tidak terkira rasanya. Dan gw salut banget ama Oli, untuk ukuran orang yang baru pertama kali mengulum batang kemaluan pria. Ini benar-benar luar biasa sekali.
Tangan Oli membantu mengocok batang gw. Sehingga rasanya batang junior gw benar-benar di urut dengan nikmat sekali. Oli dengan telaten terus mengulum batang junior gw dengan begitu perlahan namun memabukan gw. Gilaa, di sedot-sedot begitu rupa oleh Oli, rasa-rasanya membuat batang junior gw hampir meledak, tidak lama lagi.
“Aduuuhhh...Oll...aku mao keluar nih Ol, keluarin mulut kamu dulu Oll...uushhhh” Ujar gw, saat rasanya sperma gw uda berada di ujung, dan tinggal menyembur saja.
Namun Oli tidak mengindahkan ucapan gw, dan terus saja mengulum dan menghisap dengan kuat batang junior gw. Hingga akhirnya gw gak tahan lagi. Sambil menggenggam erat rambutnya, gw menghentakan pantat gw ke atas, berusaha memasukan batang kemaluan gw sedalam-dalamnya ke mulut Oli.
Batang junior gw berkedut-kedut, dan gw merasakan batang gw menyembur cukup kuat berkali-kali ke dalam mulutnya. Gw melihat Oli sedang berusaha keras untuk menahan agar sperma gw tertampung seluruhnya di dalam mulutnya.
Glekk! Gw mendengar Oli menelan sesuatu. Pasti sperma gw yang di telannya. Dalam hati gw rasanya senang sekali Oli mau menampung dan menelan sperma gw. Oli masih saja terus membersihkan batang junior gw dengan ketelatenannya. Gw...merasa benar-benar di sayang banget, dengan cara Oli memperlakukan dan menyayangi gw seperti ini.
“Udah bersih sayang. Hihihi.” Ujar Oli sambil tertawa geli, saat sudah membersihkan batang junior gw. Oli lalu langsung merebahkan tubuhnya dengan bersandar di bahu gw, sementara sebelah kaki-nya berada di atas tubuh gw, seperti sedang memeluk sebuah guling.
“Kamu gak geli atau jijik sayang? Nelen sperma aku gitu?” Tanya gw sambil mengusap-usap rambutnya.
“Kenapa musti jijik? Itu kan benih dari cowo yang paling aku sayang. Benih yang nantinya akan menjadi anak-anak ku, anak-anak kamu. Lagian, sperma kamu rasanya ada...manis-manisnya gitu. Hihihi.” Jawab Oli terlihat ceria dan bahagia. Yah, keceriaan Oli yang seperti ini, yang selalu membuat gw merasakan kasih sayang yang sangat besar terhadapnya.
“Gimana cara aku hmm...ngemutin itu kamu? Enak ga?” Tanya Oli terlihat memerah wajahnya.
“Justru itu, yang bikin aku bingung nih. Kamu kok kaya udah ahli aja sih? Enak banget, ughh...junior aku kayanya di sedot-sedot vacuum cleaner gitu tau. Enak banget.” Jawaban gw membuat Oli tergelak tertawa.
“Ihhhh....hahahaha...masa mulut aku disamain ama vacuum cleaner sih? Emang kamu pernah yah, masukin itu kamu ke vacuum cleaner juga? Ya ampunn Rangga, masa sih?” Oli benar-benar tertawa mendengar istilah vacuum cleaner itu.
“Hahahaha...ya gak lah. Itu kan cuma perumpamaan aja Oli jelek. Gila apa aku masukin si junor ke vacuum cleaner. Bisa ledes deh. Hahaha.” Jawab gw sambil tertawa.
“Trus...kamu...uda sering latihan ya? Ngemutin itu?” Tanya gw lagi penasaran.
“Ihhh...hehehe...enak aja. Punya kamu tuh yang pertama kali merawanin mulut aku tau. Tapi, aku...hmm...emang uda sering ngebayangin sih, kita ngelakuin itu, yah termasuk aku ngemutin itu kamu juga. Hihihi...ihhh...aku malu ahhh.” Jawabnya sambil menyembunyikan wajahnya di bahu gw.
“Aku kan pernah juga nonton film gituan. Trus aku juga baca-baca, bagaimana cara ngemutin yang baik dan benar. Karena aku pengen nyenengin kamu aja. Awas ketawa ya, aku gigit nih. Hehehe” Lanjut Oli yang benar-benar membuat gw ingin tertawa, sekaligus terharu mendengarnya.
“Makasih ya sayang. I love you so much, Olivia sayang.” Ujar gw sambil memeluk erat tubuhnya, dan mengecup keningnya.
“I love you too, Rangga sayang. Aku seneng banget hari ini sayang. Aku gak akan pernah ngelepasin kamu lagi sampai kapan pun.” Jawabnya sambil mengecup pipi gw.
Kami pun tertidur bersama, dengan saling bertelanjang bulat, dan hanya di tutupi oleh selembar selimut besar, yang menutupi tubuh kami berdua. Sementara di dalam selimut, kami berdua tertidur saling berpelukan erat satu sama lain. Seolah, tidak satu pun di antara kami berdua, yang ingin melepaskan diri.
Fadli Rangga Putra
Olivia Khumaira Putri
Rani Raisya Ramadhani
Liana Aryanti Widjaya
Cherllyne Agustina
"Ga! Woy kebo gila! Bangun woyy!" Seru si Edi, saat sedang usaha ngebangunin gw. Gw semalam gak bisa tidur, gara-gara kepikiran terus masalah gw ML ama Dyana semalam itu. Gw bener-bener gak habis pikir, kok bisa sih gw ML lagi ama pasangan sahabat gw sendiri. Sekali oke lah mungkin cuma kebetulan. Tapi ampe dua kali? Dan semuanya terjadi bukan karena keinginan gw sendiri. Tapi keadaan yang entah bagaimana membuat gw melakukan hubungan terlarang itu bersama mereka.
Saat dengan Indah, gw benar-benar gak merasa menikmati hubungan percintaan itu, karena benar-benar gak nyaman ML dengan orang asing yang gak gw sayang. Tapi saat dengan Dyana gw memang menikmati nya, karena saat itu, gw merasa yakin sedang bercinta dengan Cherllyne. Jika gw tau itu Dyana, gak akan mungkin gw merasa senyaman itu bercinta dengannya. Ahhh gila. Ini semua emang gila!
“Iya...iya...sabar Di....masih pagi, lu uda bawel aja sih?” Jawabku sambil kembali menutup wajahku dengan bantal.
“Pale lu masih pagi, uda jam setengah 10 cuy. Uda pada sarapan malah noh. Tinggal lu doang yang beloman. Lu dicariin tadi ama si Cherllyne, Oli, Rani, ama mba Liana tuh.” Ujar Edi mengejutkan gw. Ha?? Sarapan gw...lewat dong??? Haaahhhhh!
“Ahhh sialan lo Di, bukannya bangunin gw daritadi? Parah lo.” Omel gw ke si Edi.
“Eh kuya! Pake ngomel lagi. Dari tadi juga uda gw bangunin kali, lu nya aja yang kebo. Gw gubrak-gubrak kaga bangun-bangun. Lu tuh yang parah kali uda tidur. Ada bom juga gw yakin lu kaga bakal bangun juga.” Balas si Edi, sambil berjalan ke kamar mandi. Sialaan emang nih anak. Haahh...bete deh gw ga ada sarapan gini.
“Ahhh...alesan aja luh kaya tukang bajaj. Rese luh” Ujar gw sambil membuka selimut lebar-lebar.
Deggg! Jantung gw hampir berhenti melihat sesuatu yang terbang, saat gw membuka selimut gw tadi. Sebuah celana dalam berwarna hitam! Gw yakin itu celana dalamnya si Dyana.
“Lu lah yang rese” Jawab si Edi keluar dari kamar mandi. Dan dengan gerakan kilat langsung gw ambil celana dalam yang terletak di lantai itu, dan gw masukin kantung celana pendek gw, tepat pada saat si Edi muncul dari kamar mandi.
Aduhhh gilaaa. Bisa jantungan beneran nih gw, kalo kaya gini mulu. Haduuhh, kenapa juga si Dyana pake dateng diem-diem gitu. Bukannya mastiin dulu, malah maen langsung tubruk aja sih tuh anak ah.
Tok! Tok! Tok! “Room Service” Tiba-tiba terdengar ketukan dan suara dari luar. Gw memandang ke arah Edi, dan begitu juga Edi memandang ke arah gw.
“Lu pesen apaan Ed?” Tanya gw.
“Kaga, kan gw baru sarapan, ngapain juga gw pesen makanan lagi, kuya” Jawab si Edi.
Gw lalu bangun dan berjalan ke arah pintu, serta membukanya. Gw melihat seorang Bellboy sedang mendorong kereta yang berisi makanan di dalamnya.
“Untuk bapak Rangga?” Ujar Bellboy tersebut.
“Iya, saya sendiri. Tapi...saya perasaan gak pesen makanan deh mas.” Jawab gw kebingungan.
“Oh, ini pesanan dari restoran pak, sudah dibayar semua kok, hanya tinggal di antar saja.” Jawab Bellboy tersebut.
“Ini ada 1 nasi goreng ayam spesial, 1 spaghettie bolognaise, 1 nasi goreng kambing, 1 sop buntut, dan 4 teh manis hangat.” Jawab bellboy tersebut, membuat ku terkejut setengah mati sampai ternganga. Hah? Gila...banyak amat? Siapa yang mesen sebanyak ini?
“Hah? Mas...gak salah? Itu...buat saya semua???” Ujar gw kaget banget.
“Iya sih mas, semua pesanan ini ditujuin untuk bapak Rangga, di kamar ini. Ini ada empat pesanan dari bon yang berbeda, tapi semua satu tujuan pak.” Jawab bellboy tersebut.
“Oh...gitu...hmm...y-ya uda mas, hmm...bawa masuk ke dalam aja.” Jawab gw bingung hendak berkata apa lagi. Buset, ini...siapa aja yang mesenin gw sarapan? Pikir gw.
Si Edi pun ampe melongo melihat banyak makanan yang diantar ke kamar ini. Dia beberapa kali memandangi gw, lalu memandangi makanan lagi, begitu terus uda kaya orang bego aja.
“Sudah yah mas.” Ujar bellboy tersebut hendak meninggalkan kamar ini.
“Oh ya..bentar mas....ini mas, makasih ya mas.” Ujar gw sambil menyerahkan uang tip sebesar sepuluh ribu.
“Ini...siapa yang mesen Ga?” Tanya si Edi masih bengong aja.
“Kaga tau. Uda bantuin gw yuk embat nih makanan. Gw uda laper banget nih ah. Bodo lah siapa aja yang kirim, yang penting gw bisa sarapan. Hehehe.” Jawab gw asal. Padahal dalam hati mah terus bertanya-tanya, siapa aja yang mengirimkan makanan ini ya? Sementara si Edi langsung tersenyum lebar.
“Anjrittt! Gw kenyang banget Ga...haaahhhh” Ujar Edi sambil rebahan di tempat tidur.
“Ya lu uda kaya orang kesurupan, padahal lu uda nyarap kan tadi sebelum gw bangun. Hahaha...emang kebo luh dasar.” Balas gw atas celaan dia tadi. Fuuhhh...kenyang total. Tapi, untung dibantuin si Edi. Kalo ga, mana sanggup gw ngembat tuh makanan semuanya gitu. Gila. Tapi...siapa yang ngirim yah? Kalau dari omongan si Edi, yang bilang Oli, Rani, Cherllyne dan Liana pada nyariin gw, berarti kemungkinan besar memang mereka yang mengirim. Tapi apa iya yah?
“Eh...Ga..hmm...gw mao nanya ama lu.” Ujar si Edi tiba-tiba.
“Nanya apaan?” Jawab gw sambil menyalakan TV.
“Hmm...kemaren kan lu tidur kata mba Liana ama Oli. Trus waktu lu di kamar, ato lu pas lagi tidur...ada yang ketok pintu ga nyariin gw?” Tanya Edi membuat jantung gw serasa berhenti. Arrghhh sialan nih. Gw paling ga demen nih rahasia-rahasiaan kaya gini. Apa gw harus kasih tau aja ya ke Edi, kejadian yang sebenarnya? Tapi...kalo gw kasih tau, apa tar mereka ga malah jadi putus? Soalnya kan beda dengan kasus Indah. Kali ini kan kejadiannya bukan kemauan gw ataupun Dyana sendiri. Semua bisa kejadian karena keduanya punya janji yang sama di kamar ini, dan dalam situasi kamar yang gelap. Tapi...aduuhhh gw tetep ngerasa bersalah banget sih ama si Edi.
“Woy...Ga? malah bengong luh” Seru si Edi mengejutkan gw dari lamunan gw.
“Ehh..oh...hmm...kayanya gak ada deh Ed. Tapi gak tau juga sih, kan gw tidur. Hehehe.” Jawab gw berbohong. Sesuatu yang gw gak suka sebenarnya.
“Iya ya...lu kan kalo uda ngorok, jadi kaya kebo, susah bener di banguninnya.” Seru si Edi. Sialan pake ngeceng lagi tuh anak.
“Hahaha...ngehe luh.” Balas gw. Lalu gw teringat dengan celana dalam si Dyana yang ada di kantung celana gw. Hmm...mumpung laki nya lagi di samping gw, mending gw BBM dia, kasih tau nih CD musti di apain.
“Dy...sori banget. Bukan maksud apa-apa. Tapi, CD lu ketinggalan nih di tempat tidur gw. Gw kasih lu langsung, ato gw titipin si Edi aja?” Masih sempat-sempatnya lagi gw ngegodain dia.
TRING!
“Gila luh! Nyari mati lu namanya kasih ke Edi. Kasih gw langsung lah. Tapi awas jangan ampe ketauan orang-orang.” Balas si Dyana.
“Kapan? Dimana?” Tulis gw lagi.
TRING!
“Ga tau sih. Hmm...lu buang aja deh gih Ga. Resiko kalo lu kasih gw langsung. Tar ketauan orang-orang, kita jadi omongan lagi lah. Ga deh. Mending lu buang aja gih, lu masukin ke kantong plastik item, trus lu buang, ato lu bakar juga boleh lah.” Balasnya lagi mengejutkan gw.
“Ga sayang luh ini dibuang gitu aja? Tar yang ada lu kurang lagi CD lu ato mao lu jadiin kenangan, tar kemana-mana kaga pake daleman deh lu, bisa masuk angin deh tuh.” Ketik gw lagi.
“Rese luh. Awas lu ya bilang-bilang kejadian semalam. Anggep aja ga pernah kejadian. Btw, stok CD gw banyak. Udah, lu buang aja deh, daripada jadi perkara.” Balas Dyana.
“Ya oke lah kalo lu mao nya gitu. Eh ngomong-ngomong, si Edi tau gak ini CD lu, kalo dia ngeliat?” Tanya gw lagi.
“Ga tau sih, dia ga pernah liat CD gw yang itu. Tapi kalo dia ngeliatnya di kamar lu, ya dia pasti curiga lah, Ga. Secara gw kan emang janji mao ketemu dia di kamar lu berdua.” Balas Dyana.
“Ohhhh..kalo gitu, kalo CD lu ini gw pake buat becandain orang laen boleh dong?” Tanya gw. Di otak gw uda langsung kepikiran ide jail.
“Ha? Buat apaan luh? Awas luh, jangan macem-macem.” Balas Dyana lagi.
“Ga, gw cuma mao ngerjain orang, seolah-olah orang itu megang CD ini. Yah tar lu liat sendiri deh, hasilnya. Hehehe. Tks ya Dy.” Balas gw.
“Awas...jangan ngomong-ngomong!” Balasnya kembali mengingatkan gw. Ya gak lah Dy, nyari mati namanya gw. Dan gw uda ambil keputusan, untuk masalah Dyana ini, terpaksa gw simpen aja dalam hati deh. Karena kejadian ini murni kesalahpahaman dua pihak. Gw, ga lagi nyari alesan buat kabur kan ya?
TOK! TOK! TOK! “Kumpul, kumpul! Acara lomba uda mao di mulai!” Seru panitia dari luar kamar. Eh..tunggu...gw kan belom mandi nih. Ahh cuek lah. Gosok gigi ama cuci muka, beres deh. Hahaha.
Dan akhirnya kami semua berkumpul di area kolam renang. Di tengah kolam telah terpasang palang kayu bulat, yang melintang selebar kolam renang tersebut. Ini acara pertempuran brutal antar divisi, dengan bersenjatakan sebuah guling.
“Kamu uda sarapan kan sayang? Gimana enak ga? Aku tadi beliin kamu sarapan, abis kata si Edi kamu masih tidur. Aku takut kamu gak kebagian sarapan, karena bagun kesiangan. Aku ga tau enakan mana ama di Oishii, jadi aku pesen 2 deh buat kamu tuh. Lagian kayanya porsinya kecil, aku takut kamu kurang kalo cuma satu piring.” Bisik Liana saat gw bertemu dengannya. Ohh...jadi yang 2 piring nasi goreng itu kiriman dari Liana toh.
“Enak juga sayang, aku ampe kenyang banget nih. Pake kambing lagi. Bisa jadi buas nih aku. Hehehe. Makasih yah Lia-yang manis” Jawab gw dalam bisikan juga, yang membuat wajahnya langsung merona merah, sambil tersenyum malu-malu. Kemudian meninggalkan gw, yang mungkin karena takut ketauan orang-orang, kami ada hubungan khusus.
“Ga, tadi gw cariin, lu masih tidur kata si Edi. Jadi, gw beliin sarapan deh buat lu tadi. Uda di makan blum? Enak ga? Enakan mana ama bikinan mama? Gw uda lama nih gak makan sop buntutnya mama. Hihihi.” Tanya Oli, saat kami bertemu di lokasi pertemuan. Ohh...jadi sop buntut itu Oli yang beliin buat gw.
“Uda kok, langsung gw makan kok Ol. Hmm..masih enakan nyokap punya sih. Hehehe. Makasih yah Ol uda di beliin sarapan. Hehe..tau aja lu, gw lagi laper” Jawab gw.
Hmm...berarti 2 nasi goreng adalah pesenan Liana. Dan sop buntut, itu dari Oli. Tinggal spaghettie. Siapa gerangan yang mengirim buat gw yah? Cherllyne? Atau Rani?
Liana telah memilih gw, dan Hari, sebagai perwakilan pria dari Finance & Accounting, karena Edi kemarin sudah menjadi wakil di ajang lomba karaokean. Sedangkan untuk perwakilan wanita, Liana memilih Rika dan Dyana.
Jujur, saat ini gw rada kikuk, berada di samping si Hari. Gak seperti dulu, langsung bercanda gila. Tapi sejak kejadian Indah, dan juga adegan pelukan nya dengan Rani semalam, membuat gw menjadi menjaga jarak, walau tanpa gw sadarin.
Dan acara lomba pun dimulai. Pertempuran pertama, antara Jaya anak HRD dengan Ronnie, anak Marketing. Saat bel tanda pertarungan di mulai, mereka berdua langsung beradu pukulan guling dengan penuh semangat. Mereka cukup lama juga mampu bertahan beberapa lama, hingga akhirnya serangan Ronnie berhasil bersarang di badan Jaya, hingga dia terjatuh ke dalam kolam renang.
Gw perlahan berjalan mendekati si Ringgo, yang untungnya juga terpilih untuk ikut lomba ini. Karena ini lah orang yang pengen gw kerjain, pake celana dalam nya si Dyana. Gw langsung merangkulnya dengan erat.
“Woy coy...lu ikut lomba juga? Yakin lu? Tar kalo berhadapan ama gw, lu kencing di celana ga?” Seru gw dengan tangan melingkar di pundaknya.
“Wakakak...ada juga lu yang gw bikin ngbrit ampe kencing di celana jek.” Jawab Ringgo. Tangan gw langsung menyelipkan CD nya Dyana ke celah kantung celana pendeknya. Tidak terlalu dalam, tapi juga tidak terlalu luar, hingga jatuh sebelum waktunya.
“Hehehe...we’ll see about that bro.” Ujar gw, kembali ke grup finance & Accounting. Dyana rupanya memperhatikan gw. Dia rupanya mengetahui maksud gw tadi yang bilang pengen ngerjain orang pake CD dia. Dia langsung berwajah cembetut, seperti menolak rencana gw. Mungkin takut ketauan itu CD dia kali, hehehe.
Dan setelah beberapa pertarungan, akhirnya giliran si Ringgo yang maju. Dengan lawannya anak GS, si Julio. Mereka bertempur sangat seru, saling melemparkan pukulan demi pukulan. Gw sempat melihat celana dalam Dyana agak keluar dari kantung celananya. Hahaha...here’s the best part. Entah kenapa, gw malah ngeliat ke arah Dyana sambil senyum-senyum. Dan Dyana yang melihat gw sedang melihatnya, langsung senyum-senyum.
BUK! BUKK! Pukulan mereka sama-sama mengenai tubuh masing-masing, hingga sama-sama jatuh ke dalam air. BYURR! Dan sorakan para penonton tiba-tiba hening saat melihat ke arah tempat jatuhnya si Ringgo. Ringgo yang berada di kolam, tidak menyadari ada sesuatu yang mengambang di belakang tubuhnya.
“Ring...lu...celana dalem lu copot tuh. Tapi, kok lu pake celana dalam cewe sih Ring?” Ujar seseorang dengan suara keras, yang langsung membuat semua orang tertawa keras ke arah si Ringgo. Si Ringgo yang bingung mencari ke kiri atau ke kanan, dan menemukan sebuah celana dalam wanita, sedang mengambang di dekatnya, membuat wajahnya memerah.
“Wakakak...gila lu, celana dalem siapa tuh yang di embat Ringgo? Ayo coba cek celana dalam masing-masing, ada yang copot ga? Hwahahaha.” Seru orang lain lagi semakin membuat heboh suasana.
Si Dyana pun selaku pemilik asli celana dalam itu, tertawa sampai terpingkal-pingkal melihat si Ringgo langsung salting gitu sambil megangin celana dalamnya.
“Sialan! Siapa yang ngerjain gw nih. Hahaha...ngehe bener” Ujarnya sewot, tapi sambil tertawa juga. Membuat Ringgo sukses menjadi pria yang paling mendapat banyak cengan hari itu.
Pertandingan pun berlanjut. Kali ini giliran si Hari, yang melawan Yanto, anak Marketing. Dan seperti pertarungan yang lain, mereka pun saling jual-beli pukulan demi pukulan. Namun karena nasib lebih memilih Yanto, akhirnya Hari pun terjatuh ke dalam air, setelah terkena hantaman bantal dari Yanto. Liana tampak kecewa melihat anak buahnya kalah.
Saat si Hari naik keluar dari air, Rani langsung menghampirinya, dan melihat-lihatnya, seperti sedang kuatir kepadanya. Membuat dada gw terasa sesak. Apakah mereka beneran pacaran sekarang? Mungkin Rani uda tau segala sifat buruk gw, dan kejadian dengan si Indah, telah membuatnya menjauhi gw. Entah kenapa, gw jadi ngerasa gak semangat melihat perhatian yang Rani berikan untuk Hari. Padahal, kemarin gw masih terus merasakan kehangatan perhatiannya Rani.
Yah mungkin, ini memang yang terbaik buat semuanya. Gw juga cuma jadi penyakit doang buat Rani. Dan Hari juga mungkin bisa mendapat pasangan yang lebih baik dari Indah. Jelas lebih baik. Gw tau betul kualitas si Rani ini.
Dan pada saat giliran gw untuk maju, gw mendapat posisi sedang menghadap ke arah Rani dan Hari. Awalnya gw memberikan perlawanan keras. Bahkan hampir saja menang, saat pukulan gw menghantam kepala si Darto, anak HRD. Namun ternyata si Darto masih bisa bertahan walau sempoyongan.
Gw seharusnya langsung memberikan serangan lanjutan buat memastikan Darto jatuh ke kolam. Namun saat itu gw melihat Rani yang sedang cekikikan sambil mengapit lengan Hari dengan mesra. Seolah membuat jiwa gw langsung terbang. Gw terus menatap ke arah mereka dengan dada yang terasa sakit di dalam.
Rani yang sedang cekikikan, kemudian menoleh, dan melihat ke arah gw. Kami saling bertatapan. Tampak sekali Rani yang langsung terkejut melihat gw. Gw pun tersenyum kecil, sambil berkata dalam hati. Semoga kamu mendapat kebahagiaan ama Hari ya Ran.
Siungg! BUKK! Bantal yang di ayunkan si Darto mengenai wajah gw dengan telak sekali, hingga membuat gw terpental saat jatuh ke dalam kolam renang.
Saat jatuh dan tenggelan ke dalam kolam renang, gw gak langsung keluar, gw malah terus berada di dalam air. Karena selain pusing akibat kepala gw yang terhantam dengan kuat, juga dada gw yang terasa semakin sakit dan menyusut rasanya melihat kemesraan Rani dengan Hari.
Yah sebenarnya ini hanya keegoisan gw aja mungkin. Krnapa gw harus marah melihat Rani lagi mesra-mesraan dengan Hari ataupun pria lain? Sedangkan di belakang Rani gw bermain birahi dengan Liana dan Cherllyne. Jadi seharusnya ini hal yang fair dilakukan oleh Rani juga, walau Oli sekalipun. Gw gak berhak untuk marah dan melarang mereka bermesraan dengan ptia lain. Tidak disaat gw justru bermesraan dengan 2 wanita cantik.
Kemudian tiba-tiba ada 2 orang yang terjun ke dalam kolam untuk menarik gw ke atas, karena takut gw tenggelam gara-gara terkena bantal tadi. Hampir semuanya menanyakan kondisi gw, saat gw keluar dari dalam air, terutama Darto yang merasa bersalah, karena terlalu kuat memukul gw.
“Santai bro, gw emang lagi semedi dulu tadi di dalam air kok. Hehe” Ujar gw kepada Darto.
Liana, Oli, Cherllyne gw lihat menerobos orang-orang yang mengelilingi gw, buat memastikan kondisi gw. Rani pun gw lihat ikut berlari mendekat. Buat apa Rani mendekat? Uda lah, kamu tuh uda ama Hari. Aku gak mau lagi deket-deket ama pasangan temen aku lagi. Gw gak mau nyakitin oerasaan Hari lagi. Ujar gw dalam hati kepada Rani.
“Rangga! Kamu gapapa Ga?” Ujar Liana, yang hampir berbarengan ama Cherllyne dan Oli serta Rani. Mereka semua tampak kuatir kepada gw, termasuk Rani juga.
“Gapapa kok, cuma meleng aja tadi. Trus di dalam aer juga cuma lagi merendam badan, sekalian tadi kan belum mandi. Hehehe.” Jawab gw sambil bergurau, yang langsung disambut sorakan anak-anak lainnya, yang langsung pada bubar jalan. Namun ke-empat orang itu tampaknya tidak percaya dengan cerita gw, dan terus menatap gw, seolah meminta penjelasan lebih jauh yang sebenar-benarnya.
“Kamu meleng kenapa sih? Kan tadi kamu uda ampir menang tuh. Emang Spagethie-nya kurang banyak tadi Ga, ampe jadi ga fokus?” Tanya Cherllyne, mengejutkan gw, dan juga Oli, Liana dan Rani. Ohh...spaghettie nya dari si Cherllyne. Pas deh kalo gitu semua. Yah, Rani kan uda ama Hari, jadi gak mungkin lagi lah inget ama gw sekarang. Pikir gw.
“He? Spaghettie apaan Cher?” Tanya Oli heran.
“Oh..tadi kan gw liat si Rangga gak ikut sarapan bareng kita-kita. Si Edi bilang masih tidur. Jadi gw beliin aja spaghettie buat dia sarapan. Karena gw tau, pasti Rangga ga bakalan kebagian sarapan lagi, pas bangun tidur.” Jelas Cherllyne.
“Loh? Berarti, lu makan dua-duanya dong Ga? Sop buntut yang gw beliin ama spaghettie yang Cherllyne beliin?” Tanya Oli terkejut. Lebih terkejut lagi wajah Liana dan Rani. Bahkan Rani tampak membuang muka dengan perasaan sedih. Mungkin kah merasa malu karena gak ijut membelikan gw sarapan juga? Ahh mana mungkin. Pikir gw.
“Hehehe...2 nasi goreng kiriman Lia..eh...mmba Liana, buat modal gw perang bantal tadinya, plus 1 sop buntut pake nasi, penambah stamina dari Olivia, dan 1 spaghettie pencuci mulut dari Cherllyne. Hehehe” Jelas gw yang langsung mengagetkan mereka bertiga. Kecuali Rani, yang semakin menundukan kepalanya, dengan tangan terkepal.
“HAHH??? Kamu...makan semuanya Ga?? Gila juga kamu ya. Hahahaha” Liana malah menjadi tertawa.
"Hmm...yah mumpung ada rejeki mba. Hehehe" Jawab gw, tanpa mengatakan bahwa Edi juga ikut membantu sebenarnya. Gw takut malah nyakitin perasaan salah satu dari mereka.
“Hmm...Ol...siap-siap deh” Goda Cherllyne kepada Olivia.
“Hahaha...siap-siap apaan sih?” Elak Oli, sementara Rani hanya terdiam membisu mendengar candaan kami.
"Ngeronda ama Rangga. Hihi." Goda Cherllyne,sementara Liana tersenyum sambil tersipu malu gitu.
Dengan ini, divisi Finance & Accounting akhirnya memperoleh status peringkat terakhir di lomba kali ini. Hahaha.
================================================== ========
CHARACTERS
Olivia Khumaira Putri
Fadli Rangga Putra
"Hmm...sip deh, sekarang lu uda siap deh Ol, menyambut pujangga lu" Ujar Cherllyne, saat ia membantuku me-make up wajah ku, di sebuah kamar yang telah di siapkan oleh Cherllyne.
Kamar ini begitu indah sekali, dengan tebaran mawar putih, serta sebuah meja makan bundar yang dilengkapi dengan dua buah lilin, menambah suasana romantis di kamar ini. Bahkan di tempat tidur ada bunga mawar merah yang dibentuk seperti bentuk hati. Dan saat aku bertanya kepada Cherllyne kenapa ia sampai segini nya menyiapkan kamar ini beserta dekorasinya, hanya untuk kencan ku dengan Rangga. Cherllyne mengatakan karena ia menyayangi aku, yang dianggap sebagai adiknya, dan Rangga, yang dia harap bisa mendapatkan jodoh terbaiknya, yaitu aku, ia bilang. Membuatku merasa terharu sekali. Entah itu alasan yang jujur atau bukan, aku tetap merasakan ketulusan dalam suaranya dan tatapan matanya.
Aku langsung memeluk erat dia, bagaikan sedang memeluk erat kakak sendiri. “Makasih yah Cher...buat semuanya.” Ujarku.
“Inget ya, kalo ampe berdua ampe ga jadi pacaran, jangan salahin gw yah kalo gw nyerobot lu. Hehehe. Perjanjiannya jadi batal kalo gitu.” Ujar Cherllyne menggoda ku.
“Yee...enak aja.”
“Tapi...lu jangan cuma ama gw aja makasih nya Cher. Ada satu orang lagi lho yang ngebantuin lu. Bahkan dia yang ngedekor kamar ini, sekalian booking kamar ini.” Ujar Cherllyne mengejutkan ku.
“He? Siapa lagi Cher?” Tanyaku.
“Hehe..tunggu aja lah, tar juga lu tau. Katanya sih dia mao dateng liat lu Cher, tau jadi ato kaga.” Jawab Cherllyne sambil tersenyum misterius gitu.
“Tuh kann lu mah selalu rahasia-rahasiaan ama gw. Sebel deh gw. Tinggal kasih tau aja juga” Aku langsung manyun.
“Hihihi...manyun lagi si imut. Dah jangan mewek. Tar kejutannya ga jadi kejutan dong, kalo gw kasih tau duluan.” Cherllyne tetap saja tidak mau memberitahu siapa 1 orang lagi yang membantu ku. Huh.
TOK! TOK! TOK!
“Tuh kan dateng orangnya, uda gw bilang jangan manyun. Buka gih liat siapa yang dateng. Hihihi.” Ujar Cherllyne saat ada yang mengetuk pintu kamar kami.
Sambil tetap manyunin si Cherllyne, aku pun beranjak untuk membukakan pintu.
“Ya ampuunnn...cantik amat kamu Ol?”
“He? Mba Liana kok tau aku disini sih? Jangan-jangan...” Aku terkejut melihat sosok mba Liana sedang berdiri di depan pintu sambil berdecak kagum melihat penampilan ku ini. Aku pun langsung melihat ke arah Cherllyne untuk memastikan. Sementara si Cherllyne cuma senyum-senyum aja.
“Jadi...mba Liana ya yang nyiapin kamar ini?” Tanyaku malu-malu.
“He? Si Cherllyne yah yang ngomong. Huh uda dibilangin juga. Ngeyel tuh anak.” Jawab mba Liana.
“Cher! Uda aku bilang juga jangan bilang-bilang. Badung nih.” Ujar mba Liana, saat kami sudah masuk ke dalam kamar bersama.
“Hehehe...gapapa sih mba Liana sayang. Aku ga mau lah dapet jasa sendirian, padahal bukan jasa aku juga.” Jawab Cherllyne santai.
“Kamu uda siap Ol? Bentar lagi uda mao jam 7 lho” Ujar mba Liana ke arah ku sambil tersenyum lembut.
“Aduuhh...aku jadi malu deh, tau-tau mba Liana yang ngatur ini semua. Aduuhh...Cher...gimana nih?” Aku malah menjadi malu sendiri dan kebingungan.
“Apanya gimana? Gimana tar mesra-mesraan ama Rangga? Ato mao gw contohin dulu, tar lu liatin gw mesra-mesraan ama Rangga gimana? Hahahaha” Sialaaannn...dasar Cherllyne jelek, malah godain aku sih. Dasar nenek nyebelin.
“Ihhhh....rese luh ah. Dasar nenek pikun nyebelin. Heehh!” Ujar ku sewot dan gemes, yang langsung malah disambut tawa mba Liana dan Cherllyne. Ihhh...orang lagi sebel malah diketawain, gak sopan, gak sih?
“Ihhh kann...malah ketawa sih pada.” Mulutku langsung manyun lagi. Hihihi. Kebiasaan sih.
“Oliiii...olii. kamu tuh yah...hihihi...asli lucu imut-imut banget sih muka kamu itu. Asli pengen aku gigit tau gak sih?” Ujar mba Liana sambil tertawa. Ih? Aku baru liat mba Liana yang terbuka seperti ini, seumur-umur aku kenal dan deket ama mba Liana.
“Bener kan mba? Dia gemesin banget kan? Gak heran kan, si Rangga tuh kebelet banget ama dia. Cuma dia nya aja dodol nya kebangetan.” Ujar Cherllyne kembali mencela ku.
“Tuh kann ihhh lu beneran nenek pikun nyebelin sih” Ujar ku langsung mencubit pinggangnya, sementara Cherllyne malah semakin keras tertawa.
Kami sampai ngos-ngosan karena bercanda terus dari tadi, sampai mba Liana menghentikan kami. “Udah..udaaah...tar make up nya si Oli luntur deh Cher, kena keringet.” Ujar mba Liana kepada Cherllyne.
“Tapi kan mba, tar gak lama juga pasti luntur kan make up nya. Bukan cuma make up nya malah, tapi dari baju-bajunya, jilabnya, ampe dalemnya pasti ikut dilunturin, jadi gak pake apa-apa deh pasti ama Rangga, mba. Hahahaha” Cherllyne terus saja menggoda ku. Dan aku kembali mengejarnya untuk mencubitnya saking gemesnya ama kejahilannya. “Ya ampuunnn Cherllyyyyynnnee. Lu tuh emang cewe paling ngeselin tau gak sih?” Teriak ku.
“Udah sabar Oli ah. Uda tau si Cherllyne emang rada sableng, Tar dandanan kamu berantakan lagi tuh ah.” Ujar mba Liana, sambil menarik ku dan merapihkan lagi pakaian dan jilbabku ini. Sementara si Cherllyne terus saja tertawa ngakak di pojok sana. Nyebelin dasar. Huh.
“Cher, ayo kita ke bawah, uda pada mulai makan malem tuh.” Ajak mba Liana ke Cherllyne.
“Sukses ya sayang” Ujar mba Liana mencium pipi ku, tapi aku seperti melihat raut kesedihan deh di mata mba Liana, walau bibirnya tersenyum.
“Hmm...tar kalo lu perlu gw contohin, BBM gw aja yah Ol.” Ujar Cherllyne sambil tersenyum nakal.
“Ga bakalan. Huh!” Jawabku sambil manyun. Dan mereka pun akhirnya berlalu dari hadapan ku. Dan aku kemudian sedikit merapihkan lagi sedikit kamar nya, yang tadi sempat sedikit bergeser saat aku dan Cherllyne bercanda.
Makanan sudah siap semua, lilin juga uda nyala semua. Aku juga uda BBM Rangga nomor kamar nya. Hmm...duh...kok jadi berdebar-debar gini sih. Padahal aku uda sering makan malem berduaan aja. Tapi emang gak pernah sih seromantis ini.
TOK! Aku mendengar ada suara ketukan pelan di pintu. Aku pun segera sedikit berlari menuju pintu untuk membukanya. “Eh? Kok gak ada orang. Tadi perasaan ada yang ngetok pintu deh.” Ujar ku pelan. Aku pun segera menutup kembali pintunya. Kupikir Rangga, huh. Pikirku.
TOK! Kembali aku mendengar sebuah ketukan pelan lagi di pintu, saat aku baru berjalan menjauhi pintu kamar. Aku mengintip dari lubang kaca kecil. Tetap tidak ada orang. Aduhhh...apa jangan-jangan...aduuhhh...jangan pake ada hal-hal mistis deh. Aku tuh paling takut ama ginian. Ranggaa...cepetan dateng kek. Aku takut nih. Ujarku dalam hati sambil memeluk tubuhku sendiri.
Dan beberapa saat setelah aku duduk di sofa, kembali ketukan pelan itu berbunyi. TOK! Membuatku menjadi merinding sendiri. Pelan-pelan aku berjalan menuju pintu, dan kembali mengintip dari lubang kaca. Ya Allaahhh tetap gak ada or...AAAAAAHHHHHHH!
Aku langsung berteriak kencang saking kagetnya, saat wajah Rangga yang di serem-seremin tiba-tiba muncul di balik kaca kecil itu. “HWAHAHAHAHA” Aku langsung mendengar suara Rangga yang sedang tertawa keras. Ya ampuuunnn....tadi si Cherllyne, sekarang nih anak pake ikut-ikutan jadi nyebelin sihh. HEHHH!
TOK! TOK! TOK!
TOK! TOK! TOK! “Ol, bukain dong” Ujar Rangga, tapi masih terdengar sedikit tertawa. Aku tetap mendiamkannya di luar.
TOK! TOK! TOK! “Oli cantik, jangan marah dong, kan a’a cuma becanda aja. Hehehe” Ujar Rangga lagi berusaha merayuku. Namun aku tetap diam saja. Aku kesel ihhh di kerjain gini. Bikin jantungan aja. Uda tau aku paling takut...eh...iya ya, Rangga emang sering banget ngerjain aku kaya gini dulu, sebelum aku pacaran ama Gery. Jadi lupa yah aku.
TOK! TOK! TOK! “Oli cantik...maapin a’a deh...bukain dong pintunya, tar a’a di gerebek satpam nih, dikira mao nyulik perawan cantik.” Usaha Rangga untuk merayuku. Membuatku menjadi tersenyum sendiri. Dan akhirnya aku pun membuka pelan pintunya, sambil manyun dong tentunya. Hehehe.
Aku melihat Rangga dengan kemeja lengan panjang berwarna putih dengan motif berwarna hitam, dan celana hitam, dan sepatu hitam, sedang berdiri di hadapan ku sambil tersenyum.
“Kaget yah? Maap yah...hehehe...abis uda kangen gw, dah lama gak godain lu kaya gini lagi.” Ujar Rangga sambil tersenyum lebar.
“Iya kaget banget tau! Huh...untung gak jantungan gw” Jawab ku semakin manyun bibir ku.
“Hehehe...duh Ol...paling ga tahan kalo liat lu manyun gitu. Makin cantik” Ujar Rangga masih berusaha merayuku. Huh.
“Dasar...uda yuk, masuk” Jawabku sambil mengajaknya masuk ke dalam kamar. Jantung ku semakin berdebar-debar nih rasanya. Padahal dulu aku sering berduaan ama Rangga di dalam kamar, tapi kenapa sekarang rasanya deg-degan seperti ini yah.
“Kenapa Ga? Kok bengong gitu sih?” Tanya ku saat melihat Rangga hanya berdiri dengan wajah bengong pas baru masuk kamar.
“Hehehe...kaget yah kamarnya kaya gini?” Tanyaku, menduga Rangga pasti heran melihat banyak lilin dan bunga mawar gini. Mba Liana punya bisa nih.
“Hmm...gak...ehh...ehhmm...iya kamarnya juga, tapi yang lebih emm...beda lagi, tuh elu Ol. Lu...cantik banget. Maksud gw, lu emang cantik sih. Tapi...ini...beda aja kayanya. Lebih anggun, cantiknya.” Pujian Rangga yang tulus itu benar-benar membuat hatiku berbunga-bunga deh. Hehehe. Ga salah dong aku milih baju gamis model ini, dengan warna broken white, yang dipadu dengan payet-payet berwarna pink, serta jilbab pink muda yang menutupi kepalaku ini, serta riasan dari Cherllyne, ternyata mampu membuat Rangga terpesona melihat dan menatap ku. Aku seneeenngg. Hihihi.
“Hihihi...makasih Rangga. Lu...juga ganteng banget pake baju model gitu.” Jawabku membalas pujiannya. Emang Rangga ganteng sih. Keliatan cool tapi hangat.
Rangga kemudian mendekati ku, dan menarik kursi untuk mempersilahkan aku duduk. Hmmm...gentleman banget sih kamu Ga. Aku suka deh. Pikirku semakin berbunga-bunga. Sementara Rangga duduk di seberang meja, berhadapan dengan ku.
“Wuihh...menu-menunya mantap kali nih Ol. Aduh...jadi ga tega deh” Ujar Rangga melihat makanan yang tersaji di meja.
“Ga tega kenapa Ga?” Tanya ku.
“Ga tega ama para penghuni perut, kalo ga buru-buru di masukin ke perut nih. Hehehe.” Jawab Rangga sambil bergurau.
“Hahaha...dasar luh.”
Aku kemudian mengambilkan lauk untuk Rangga dulu, baru aku mengambil untuk ku sendiri. Ihh...kok jadi kaya lagi melayani seorang suami sih. Hehehe.
Kami makan bersama dalam suasana santai. Sambil sedikit ngobrol tentang berbagai hal. Seperti Rangga yang menanyakan kabar papa ku, begitu juga aku menanyakan kabar papa ama mama Rangga. Atau ngobrolin tentang gosip-gosip di kantor, dan sebagainya. Hanya sebuah obrolan ringan, namun justru aku sangat menyukainya, karena rasanya aku menjadi semakin dekat dengan Rangga. Dan perasaan ini, sungguh sangat berbeda dari saat aku masih hanya menjadi sahabat lama Rangga saja.
“Oya Ol, kemaren katanya ada yang mao lu omongin ke gw. Masalah apa Ol?” Tanya Rangga setelah kami selesai makan. Aku pun hanya tersenyum saat mendengar pertanyaan Rangga itu. Karena sebetulnya aku merasa sangat grogi banget. Jantung ku berdebar-debar gak karuan rasanya. Aku ga pernah sebelumnya nembak cowo. Dan bagiku Rangga, pria yang telah aku kenal dekat hampir sepanjang hidupku, adalah pria yang pantas untuk mendapatkan pengalaman pertama ku dalam menyatakan perasaanku.
Aku kemudian bangkit berdiri, dan menghampiri Rangga. “Kamu mau gak nemenin aku berdansa?” Tanyaku sambil mengulurkan tanganku. Aku bahkan sudah ber aku-kamu untuk berbicara dengan Rangga. Jantungku rasanya uda mau meledak deh nih. Rangga sesaat terlihat terkejut, namun langsung tersenyum lembut dan menyambut uluran tanganku.
Aku pun menarik Rangga ke area kosong, dan mulai menyalakan sebuah lagu yang sudah aku persiapkan, khusus untuk mengungkapkan perasaanku kepada Rangga, melalui ponselku yang sudah aku setting menggunakan bluetooth, agar tersambung ke speaker yang juga aku dan Cherllyne persiapkan.
“Lagu ini bener-bener ungkapin apa yang aku mao ucapin ke kamu, Ga. Dengerin baik-baik yah, terutama reffrain-nya.” Ujar ku sambil tersenyum lembut kepadanya, saat musik intro sudah mengalunkan nada dan iramanya. Aku dan Rangga pun mulai berdansa, saling berpegangan tangan, sementara satu tangan Rangga di letakkan di pinggangku.
Hear the song
Saat reffrain, Rangga benar-benar menatap ku lama, seperti yang ia lakukan dulu, saat kami sedang mendengarkan lagu vieratale, di mall dulu. Aku pun menatap matanya dengan berjuta perasaan yang bergejolak di dalam hatiku ini.
Saat lagu nya telah berakhir pun, kami masih terus berdansa sambil saling menatap mata masing-masing. Mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkannya.
“So... Whatcha got to say? Whatcha got to do?” Aku akhirnya yang memulai lagi pembicaraan kepada Rangga. (Jadi...apa yang harus kamu katakan? apa yang harus kamu lakukan?)
Rangga hanya tersenyum kecil mendengar pertanyaanku itu. “What I got to say...about what?” Matanya terlihat jahil saat bertanya balik seperti itu. Ughhh...dasar. Dia pasti lagi memancingku deh. (Apa yang harus aku katakan...mengenai apa ya?)
“You know...like she said in the song...maybe we’re friend, maybe we’re more. So how bout let’s get together and end this mystery?” Tanyaku sambil menunduk, dan rasanya malu sekali. Aku telah mengungkapkan perasaan ku sedemikian rupa kepada Rangga. (Ya itu lah, kaya di lagu itu...mungkin kita berteman, mungkin kita lebih dari sekedar teman. Jadi, bagaimana kalau kita bersama-sama dan mengakhiri misteri ini?)
“Hmm...what d’you mean about let’s get together and end this mystery? I...still don’t get it.” Jawab Rangga sambil tersenyum dengan mimik seperti orang bingung. Ya ampuuunnn, anak ini...uughhh...nyebelin banget deh. Udah tau aku malu banget, masih aja terus dipancing-pancing gitu. (Apa maksudnya kamau kita bersama-sama dan mengakhiri misteri ini?)
“Ihhh..kamu tuh ya...sama aja ama si Cherllyne deh. Suka sok pura-pura ga tau maksudnya.” Ujarku, sementara Rangga hanya terus tersenyum.
“Ayolah, aku gak paham nih. Kamu ngomong lebih jelas dong biar aku paham apa maksud kamu.” Jawab Rangga dengan wajah yang nyebelin.
Aku pun menarik nafasku dulu sebelum menjawabnya. “We’ve been too long being a bestfriend forever. I love you enough to say that we should be together, cause I need you, I wanna get next to you, sharing both our happiness and our sadness, not only as a bestfriend. Because I in love with you.” Jawabku akhirnya benar-benar berterus terang, sambil menatap nya. (Kita sudah terlalu lama menjadi sahabat selamanya, aku cukup mencintaimu untuk bisa mengatakan kita seharusnya bersama, karena aku membutuhkan kamu, aku ingin berada di samping kamu, berbagi bersama baik kesenangan maupun kesedihan, bukan hanya sebagai sahabat. Karena aku jatuh cinta ama kamu.)
Rangga hanya terus tersenyum mendengar pernyataan ku itu. Namun aku melihat matanya justru seperti sedang menerawang di tempat lain.
“So... Whatcha got to say, Ga?” Tanyaku kepada Rangga. Rangga yang tadinya tersenyum, kemudian menundukan kepalanya. Rangga kemudian menarik ku menuju balkon. Udara laut langsung berhembus menerpa wajahku, saat Rangga membuka pintu balkon. Kami berdua berdiri di balkon itu sambil menikmati udara laut. (Jadi apa jawaban kamu?)
Rangga kemudian menggenggam erat tanganku. “Kalo kamu menanyakan hal yang sama sebulan lalu, atau bahkan 2 minggu lalu, aku uda pasti akan menjawab, ‘yes, let’s get together’. Tapi sekarang.....” Rangga hanya menggantung kata-katanya tanpa menyelesaikannya. Tapi kesannya dia sudah...memiliki orang lain di hatinya. Jadi...aku memang terlambat yah. Semangat ku langsung lenyap.
“Owh..sekarang...kamu...uda mencintai orang lain?” Tanya ku dengan perasaan kecewa dan hilang semangat.
“Bukan gitu Ol. Perasaan aku ke kamu...dari dulu sampe sekarang, bahkan entah sampai kapan, ga pernah berubah Ol. Berapa kali pun aku kecewa dengan keadaan, tapi aku tetap saja sayang banget dan cinta banget ama kamu. Dari dulu, yang selalu menjadi sumber semangat aku, itu kehadiran kamu Ol.” Jawab Rangga sambil menatap ke arah laut. “Hanya saja...jujur, aku...merasa gak pantes lagi buat kamu Ol. Aku...kamu itu terlalu baik dan terlalu indah buat orang liar seperti aku.”
Ucapan terakhir Rangga benar-benar membuatku terkejut. “Apa...maksud kamu, kamu merasa gak pantes lagi buat aku? Apa maksud kamu aku terlalu baik dan terlalu indah buat orang liar seperti kamu, Ga?” Tanya ku.
“Boleh aku bertanya sesuatu Ol? Masalah pribadi?” Tanya Rangga tanpa menjawab pertanyaan ku.
“Eh? Hmm...tanya apa?” Jawabku.
“Hmm...apa kamu...hmm...pernah berhubungan badan ama Gery?” Pertanyaan langsung yang benar-benar mengejutkan ku. Apakah Rangga masih menganggap aku sudah tidak perawan lagi dengan Gery?
“Kamu...gak percaya ama aku Ga? Gak percaya, kalo aku ini masih bisa menjaga kesucianku, dari Gery? Apa kamu kira aku serendah itu, dengan gampangnya menyerahkan kesucianku ke Gery?” Jujur, aku sedikit tersinggung dengan pertanyaan Rangga itu.
“Bukan gitu Oli sayang. Justru di situ lah masalahnya Ol. Kamu...masih suci Ol. Dan aku bangga dan sangat menghormati kamu, Ol. Kamu bisa terus menjaga kesucian kamu. Hanya saja...aku...gak seperti yang kamu kira Ol. Banyak hal...yang udah terjadi dalam waktu 2 minggu ini Ol. Dan itu...membuatku menjadi merasa...minder ama kamu sekarang.” Jawab Rangga mencoba menjelaskan maksudnya.
“Aku yakin, kamu masih inget omongan aku dulu, waktu di apartemen Cherllyne, yang kamu ampir aja di perkosa si Dino itu. Saat itu, aku lagi cemburu banget dan kecewa banget ama kamu, Ol. Dulu, aku begitu berharap sekali aku bisa hmm...melanjutkan hubungan kita, bukan hanya sekedar sahabatan aja. Aku...ingin lebih dari sekedar menjadi seorang sahabat buat kamu Ol. Aku...amat sangat jatuh cinta ama pesona kamu. Sampai akhirnya aku harus melihat...yah...gitu lah...”
“Waktu kamu dateng ke rumah aku, ngeliat aku lagi ciuman ama Gery. Kamu beneran dateng kan? Walau kamu terus nyangkal setiap kali aku nanya langsung ke kamu?” Aku memotong ucapan Rangga, setelah melihat ia sepertinya susah untuk mengungkapkannya.
Rangga mengangguk kecil dengan wajah sayu. “Kamu tau Ol? Waktu kita lagi nemenin si Karin nyari celana itu, itu lah untuk pertama kalinya aku ngerasa kita uda bukan lagi sahabatan. Tapi lebih dari itu. Dan itu membuat angan-angan dan harapan ku langsung melambung tinggi. Tapi...harapan hanya tinggal harapan, waktu ngeliat kamu lagi dijamah habis-habisan. Bahkan baju kamu terlihat menerawang gitu, dan gak pake jilbab pula. Aku mengira, hubungan kamu ama dia...uda sejauh itu. Makanya aku mundur, Ol.” Jelas Rangga.
“Aku pake baju itu karena aku lagi nungguin kamu, Ga. Dan aku bener-bener gak ngira yang dateng itu ternyata si Gery itu. Bukan maksud aku kaya gitu kok.” Ujarku menyesali diri sendiri.
“Dan waktu di apartemen Cherllyne itu, aku yang sedang marah dan kecewa, pernah ngomong ama kamu, kalo ga salah aku ngomong kamu tuh jangan suka menclok ke kiri ngomong sayang, trus ngomong cinta ke orang yang satu dengan gampang, lalu menclok kanan cemek-cemekan lagi ama yang laen, kaya burung kakak tua. Ucapan aku itu...ternyata justru berbalik ke aku sendiri. Aku bagaikan sedang mendapatkan sebuah karma yang berharga, yang membuatku sadar, apa yang sedang kamu rasakan juga Ol. Makanya waktu kamu kemaren milih untuk tetap jadian ama Gery, waktu aku dateng malem-malem ama Cherllyne, aku..merasa...apa ya...I know how you feel. I get it. Jadi aku memilih untuk melepaskan harapanku ke kamu. Karena saat itu, aku pun sedang merasakan hal yang sama Ol”. Jelas Rangga lagi, membuat dahi ku sedikit berkernyit.
“Maksud kamu, lagi merasakan hal yang sama? Kamu...lagi berhubungan dengan wanita lain juga saat itu?” Tanya ku untuk memastikan maksud omongan si Rangga.
Rangga pun mengangguk pelan. “Banyak hal yang terjadi Ol, seperti yang aku bilang, selama minggu-minggu belakangan ini. Aku merasa minder ama kamu, yang masih murni di mata ku, karena aku...pernah ngelakuin...itu...Ol.”
“Jadi...kamu...bener-bener ngelakuin itu ama Cherllyne ya? Bukan hanya tidur bersama aja.” Tanyaku dengan perasaan yang campur aduk rasanya. Sedih, kecewa, marah, tapi aku juga tetep gak bisa menghilangkan kasih sayangku ama Rangga.
“Olivia. Aku...minta maaf kalo apa yang aku mao ceritain ini, nyakitin hati ama perasaan kamu. Dan aku yakin, pandangan kamu ke aku akan berubah 180 derajat, setelah kamu mendengar semua cerita ku ini. Aku ga mao bohong dan menyembunyikan fakta dari kamu Ol. Lebih baik, kamu denger dari mulut aku sendiri daripada lewat orang lain.” Ujar Rangga kemudian.
“Iya Ol, aku..pernah ngelakuin itu ama Cherllyne, hmm..beberapa kali. Dan aku gak menyesal Ol, karena aku melakukan itu atas dasar kasih sayang. Aku..juga menyayangi Cherllyne, sama seperti aku menyayangi kamu, Ol. Dan...bukan hanya Cherllyne yang pernah ngelakuin itu ama aku, Ol.” Aku benar-benar terkejut dan...dan...entah apa yang aku rasain. Aku ga bisa ungkapin dengan kata-kata.
“Ha? Kamu...ngelakuin itu ama siapa lagi Ga?” Tanyaku dengan rasa tidak percaya atas apa yang aku dengar ini.
“Aku...juga ngelakuin itu..ama...mba Liana, Ol...trus Indah, istrinya Hari, walau gak sengaja” DUARRR! Bagaikan sebuah bom atom yang meledak di dalam diriku. Aku...benar-benar tidak mempercayai apa yang baru saja aku dengar ini. Rangga melakukan itu...dengan...mba Liana??? Ba-bagaimana bisa, kan mba Liana sudah menikah??? Artinya mba Liana berlaku serong dong dari suaminya?? Lalu istrinya Hari?? Apakah Hari mengetahuinya?? Ya Tuhaannn!
Nafasku terasa sesak sekali. Tubuhku bergetar dengan hebat, hingga sedikit limbung saking shock-nya mendengar pengakuan Rangga. Aku...benar-benar tidak mempercayai pendengaranku ini. Air mataku tanpa sadar menetes jatuh ke pipi ku.
“Tapi satu hal yang perlu lu tau Ol, semua yang uda terjadi itu karena akibat perlakuan lu sendiri ke Rangga” Ucapan Cherllyne waktu itu, kembali terngiang-ngiang di kepala ku ini. Apakah ini semua...bisa terjadi karena...karena akibat sikap ku yang plin-plan terhadap Rangga?? Benarkah ini yang kamu maksud Cher??
“Kalo pun bener Rangga uda ngelakuin itu ama gw, itu semua bisa terjadi karena lu, yang membuatnya berpikir lu uda dimilikin ama Gery, Ol. Lu sendiri yang membuat Rangga berpaling mencari kebahagiaan dan kenyamanan dari wanita lain.” Kata-kata Cherllyne terus terngiang di dalam pikiranku saat ini.
“Dan satu hal lagi gw mao kasih tau lu Ol. Gw, hanya bersama Rangga selama satu malam, tapi gw uda bisa tau lebih banyak tentang Rangga dari pada lu yang uda bersahabat ama dia puluhan tahun. Apa keinginan Rangga, apa harapan Rangga, apa Rangga pernah cerita itu semua ke lu? Gw bukan mao nyombongin diri ato mao bikin lu jealous ama gw, tapi gw mao lu berubah, kalo emang lu beneran cinta ama Rangga. Lu musti kenalin Rangga lebih jauh, lu musti aktif berbagi perasaan ama dia Ol. Rangga adalah orang yang butuh kasih sayang dan perhatian Ol”
Apa...Cherllyne juga mengetahui ini semua?? Aku...benar-benar tidak tau sedikitpun tentang Rangga, ternyata benar seperti kata Cherllyne waktu itu. Aku...memang wanita yang sombong dan bodoh.
“kalo emang lu beneran cinta ama Rangga. Lu musti kenalin Rangga lebih jauh, lu musti aktif berbagi perasaan ama dia Ol. Rangga adalah orang yang butuh kasih sayang dan perhatian Ol” Apa yang harus aku lakukan sekarang?? Ya Allaahhh!...kenapa jadi ruwet begini sih? Tapi...benarkah ruwet? Bukankah Rangga telah mengungkapkan kejujuran, dan ini semua hanya tinggal tergantung kepadaku, apakah aku bisa menerima Rangga dengan semua yang telah dilakukannya atau aku kembali memilih untuk mundur...
“apa lu bakalan nyerah buat ngejar cintanya Rangga?” Pertanyaan Cherllyne waktu itu, benar-benar tepat mengenai ku saat ini. Semua...tergantung kepadaku, apakah aku...akan tetap memperjuangkan cintaku kepada Rangga? Ataukah aku harus melepaskannya?? Aku tidak sanggup rasanya untuk melepaskannya lagi. Rasanya sama saja seperti aku membunuh diriku sendiri.
“Asal lu tau Ol, wanita yang rela menyerahkan hati dan segalanya termasuk jiwa raga nya ke Rangga, itu bukan cuma lu aja Ol. Lu salah besar kalo lu mengira Rangga cuma milik lu doang, karena lu merasa paling lama mengenal Rangga.” Semua ucapan Cherllyne saat itu...memang terbukti menjadi suatu fakta. Suatu kenyataan yang tidak dapat aku hindari.
Ternyata...memang begitu banyak wanita yang benar-benar menyerahkan hati dan segalanya termasuk jiwa raganya kepada Rangga. Dan itu semua...terjadi karena kelalaian ku dalam memberikan kepastian dan kasih sayang kepada Rangga? Seseorang yang telah menjadi sumber kehidupanku, terutama setelah wafatnya mama. Aku begitu membutuhkannya dan mencintainya, tapi aku terlalu sombong dan malu untuk mengatakannya. Dan sebagai akibatnya, setelah aku memperoleh semua keberanian untuk mengatakan langsung, semua telah berubah drastis dan sudah terlambat.
Aku...begitu kecewa kepada diriku sendiri, yang telah membiarkan ini bisa terjadi.
“Aku...minta maaf ya Ol. Mungkin...aku saat ini bukanlah cowo yang pantes, buat kamu. Karena aku uda terlalu kotor buat kamu, Ol. Kamu pantas dan berhak untuk mendapatkan cowo yang jauh lebih baik dari aku.” Ujar Rangga lagi. Aku...melihat sebuah kesedihan yang amat sangat, di mata Rangga.
“Apa kamu...menyayangi...mereka semua, Ga? Ama Cherllyne? Ama Mba Liana? Ato ama Indah?” Tanyaku penuh kehampaan.
“Indah gak Ol, karena seperti yang aku bilang, semua terjadi karena gak sengaja. Aku gak tau itu Indah awalnya. Tapi, untuk Cherllyne dan Liana, hmm...aku minta maaf ke kamu kalo nyakitin perasaan kamu. Tapi ya, aku amat menyayangi mereka juga. Perhatian dan kasih sayang yang mereka berikan buat aku, aku benar-benar menghargai itu. Dan aku pasti akan menjadi pria yang jahat, apabila aku tidak membalas kasih sayang dan cinta mereka.” Jawaban Rangga, membuat hatiku seakan mencelos. Terasa sakit.
“Tapi...mba Liana kan sudah menikah Ga?? Itu artinya kamu dan dia berselingkuh dong dari suaminya?? Kamu kenapa mau sih ngelakuin itu? Kenapa harus mba Liana?” Tanyaku dengan hati yang perih.
“Awalnya saat itu aku hendak membantu dia, urusan rumah tangganya, di saat suaminya serong dan menghina dia habis-habisan di depan selingkuhannya. Aku...berniat membantu dia agar dia hmm...tidak bersikap kolot lagi ama suaminya. Supaya Liana bisa kembali mesra dengan suaminya. Tapi kami berdua tidak menyangka, justru perasaan kami malah terlibat terlalu dalam, hingga akhirnya entah bagaimana, kami malah terlibat hubungan yang...hmm...lebih jauh lagi.” Jawab Rangga. Tapi, aku belum benar-benar paham mengapa itu semua bisa terjadi.
“Jujur Ol, aku juga sempat berharap ke Rani belakangan ini, sama seperti dulu aku sempat berharap ke kamu. Aku sempat terlena akan perhatian dari Rani. Aku...bahkan masih sempat berpikir bahwa aku dan Rani, mungkin akan jadian saat kita berangkat ke Anyer. Karena kami udah sangat dekat dengannya. Dinner bareng, paginya aku jemput dia. Tapi aku pun sadar, bahwa kasih sayang yang diberikan Rani kepadaku, mungkin hanyalah kasih sayang sebagai sahabat dekat aja. Dan tidak lebih. Mungkin aku hanya salah mengartikan perhatiannya itu. Dan aku menyadari itu, saat aku liat, semalam dia begitu mesra berpelukan dengan Hari. Bahkan mungkin mereka semalaman berduaan aja” Ujar Rangga kembali sempat membuatku terkejut. Rani...juga? Tapi aku juga melihatnya sih, cara Rani memeluk Hari itu penuh dengan kasih sayang.
“Iya, aku...juga melihatnya semalam, kejadian itu. Yah aku rasa, mereka memang lagi kasmaran. Lalu, bagaimana juga kamu bisa kamu bilang gak sengaja berhubungan badan juga ama Indah?” Ujarku kemudian masih penasaran dengan beberapa hal.
“Berhubungan dengan Indah, itu kesalahan besar ku. Tapi kesalahan terbesar ku, adalah aku...hmm...sempat mengikuti sebuah pesta liar seks bebas gitu. Aku yang memaksa Cherllyne untuk mengantarku, karena aku saat itu lagi putus harapan ama kamu, waktu kamu akhirnya malah balikan lagi ama Gery. Di acara gila itu, Indah lah wanita pertama yang menjadi pasanganku saat itu. Dan aku tidak mengetahuinya bahwa dia itu Indah, istrinya Hari. Dan saat itu lah, aku sadar, bahwa pesta semacam ini, benar-benar membuatku muak. Aku gak bisa rasanya, ML ama wanita yang gak aku sayang. Yah mungkin buat kamu, itu Cuma alasan klise aku aja, Ol. Tapi itulah faktanya buat aku.”
“Aku langsung menghentikan semua itu bahkan saat aku baru saja setengah jalan. Aku bahkan tidak menyelesaikan hubungan itu dengan Indah, dan langsung pergi ninggalin semuanya. Aku gak sanggup lagi. Dan aku menyesali banget telah maksa-maksa Cherllyne, hanya karena aku merasa kecewa. Padahal aku lah yang mengajarkan kepada Cherllyne, untuk tidak melakukan suatu hubungan intim, hanya karena pelarian atau rasa kecewa.”
“Pesta seks? Masya Allah Rangga...apa sih yang ada di pikiran kamu ampe mau ikutan acara kaya gitu?” Aku benar-benar menangis mendengar semua itu. Dan yang paling menyakitkan ku, adalah ini semua bisa terjadi hanya karena aku plin plan dengan perasaan ku ke Rangga, dengan keputusan ku. Andai saja dulu aku bisa lebih tegas, dengan memutuskan Gery secepatnya, mungkin Rangga gak akan terlibat dengan hal-hal itu semua.
“Kok...Cherllyne bisa tau acara kaya gituan sih?” Tanyaku lagi.
“Hmm...yah dia...punya masa lalu yang sedikit hmm...nakal. Karena dia merasa kesepian, tinggal tanpa orang tua dari kecil. Mirip ama kamu, Ol. Hanya saja, kamu masih memiliki bi Asih di samping kamu. Sedang Cherllyne harus menghadapi itu semua seorang diri.” Jawab Rangga. Rangga...begitu mengenal Cherllyne sampai sejauh itu. Sebenarnya, hubungan mereka sudah sedalam apa kah? Juga dengan mba Liana. Aduh, aku...tidak tau bagaimana harus bersikap menanggapi ini semua. Pikirku kalut.
“Apa...Hari tau masalah kamu ama Indah pernah itu?” Tanya ku.
Rangga kemudian menganggukan kepalanya. “Aku...mengakui itu kemaren Ol. Aku gak mau mengkhianati sahabat aku sendiri. Walau bukan keinginanku, tapi itu terjadi karena kesalahanku juga, yang mau datang ke acara itu.”
“Trus gimana si Hari?” Tanyaku lebih lanjut.
“Marah lah. Siapa sih yang gak marah, sahabatnya sendiri meniduri istrinya kaya gitu. Hari...sempat menonjok aku. Nih masih ada kan bekasnya, agak merah kehitaman.” Jawaban Rangga mengejutkan dan membuat aku kuatir. Aku melihat bekas kehitaman di pipi kiri Rangga.
“Tapi...Hari memang sudah memantau istrinya, ternyata. Dia uda tau si Indah ternyata sering selingkuh di belakang dia. Dia lagi nyiapin sebuah rencana buat ngejebak si Indah. Aku rasa, Hari pasti akan menceraikan si Indah gak lama lagi. Makanya dia bisa langsung jadian ama si Rani gitu. Yah Rani...juga cewe yang baik. Pas lah buat si Hari.” Jelas Rangga kemudian. Tapi...entah mengapa, aku seperti menangkap nada kesedihan, saat Rangga menceritakan Hari yang jadian ama Rani. Apa...Rangga juga menyayangi Rani?
“Yah, itulah kisah aku Ol. Sekarang, kamu tau kan, aku ini seliar apa. Aku juga bisa dibilang cowo yang munafik. Ngelarang kamu untuk menclak sana menclok sini, tapi justru aku sendiri yang melakukannya.” Ujar Rangga lagi.
“Apa kamu masih tetep mau, jadian ama cowo penjahat kelamin seperti aku gini Hm?? Apa...kamu masih bisa bilang kamu cinta ama aku? Setelah tau sifat asli ku ini seperti apa? Apa kamu nyesel sekarang Ol?” Tanya Rangga dengan nada getir, tanpa menatapku.
Untuk sesaat, aku tidak bisa menjawabnya. Dan hanya menatap wajahnya saja.
“Dulu...saat aku mengetahui dari Karin, kalo kamu ga pulang, dan kemudian aku tau kamu ternyata nginep di apartemen Cherllyne, aku pernah menanyakan hal ini langsung ke dia. Pas kejadian aku hampir di perkosa itu, kalo aja kamu ga keburu dateng nolong aku. Aku...ingin tau apa kamu benar-benar nginep di apartemennya, dan hmm...seberapa jauh hubungan kamu ama Cherllyen.” Ujar ku kemudian.
“Saat itu, Cherllyne mengatakan kepadaku, bahwa semua yang uda terjadi itu karena akibat perlakuan aku sendiri ke kamu. Kalo pun bener kamu uda ngelakuin itu ama Cherllyne, itu semua bisa terjadi karena aku sendiri, yang membuat kamu berpikir aku uda dinodain ama Gery, persis seperti yang kamu tanyai ke aku tadi, apakah aku pernah berhubungan badan atau belum dengan Gery.” Jelasku
“Cherllyne mengatakan bahwa aku sendiri yang membuat kamu menjadi berpaling mencari kebahagiaan dan kenyamanan dari wanita lain, karena walau aku bilang aku cinta ama kamu, tapi aku justru sama sekali tidak memberikan perhatian sama sekali ke kamu. Padahal, menurut Cherllyne, kamu itu cowo yang butuh kasih sayang dan perhatian.” Lanjutku dengan getir sekali.
“Ada satu ucapannya yang dengan pahit harus aku akuin kebenarannya. Dia bilang ‘gw hanya bersama Rangga selama satu malam, tapi gw uda bisa tau lebih banyak tentang Rangga dari pada lu yang uda bersahabat ama dia puluhan tahun. Apa keinginan Rangga, apa harapan Rangga.’ Aku saat itu kesal sekali dengan sikap sombongnya itu. Tapi aku sadar, ucapanya memang benar adanya. Bahkan kamu pernah bilang, aku tau apa tentang kamu. Yah. Jadi justru mungkin lebih tepat kalo aku yang musti bertanya, apakah aku yang pantes yah? bilang cinta ama kamu, tapi aku sedikitpun ga tau apapun tentang kamu, Ga.” Ujar ku penuh penyesalan.
“Dan di akhir pembicaraan ku ama Cherllyne, dia mengatakan ini ke aku. ‘apa lu bakalan nyerah buat ngejar cintanya Rangga?’. Saat itu, aku menjawab tidak akan menyerah, walaupun aku tidak benar-benar paham maksud sebenarnya dari pertanyaan itu. Tapi, setelah mendengar cerita kamu tadi. Aku baru benar-benar paham apa maksud pertanyaan Cherllyne waktu itu.” Lanjutku.
“Kamu tau apa yang berubah dari jawaban aku sekarang Ga?” Tanya ku kepada Rangga, sementara Rangga hanya menatapku.
“Gak ada, Ga. Gak ada yang berubah. Aku akan terus mengejar cinta kamu Ga. Apapun yang terjadi, aku gak akan pernah menyerah lagi untuk mengejar cinta kamu Ga. Bagaimanapun masa lalu yang uda kamu lakukan. Aku gak akan ngulangin kesalahan yang sama lagi, seperti yang pernah aku lakukan saat aku menerima Gery, waktu kamu uda jadian ama si Lani waktu itu. Kali ini, aku akan terus mengejar cinta kamu sampai kapan pun, apa pun yang telah terjadi. Karena aku tau, semua bisa terjadi karena sikap menyerahku dulu. Jadi walaupun kamu saat ini sudah bersama wanita lain, aku akan terus menunggu kamu buat menjemput aku. Aku gak mau kehilangan cinta kamu lagi, Ga.” Ujarku penuh keyakinan.
“justru sekarang pertanyaannya adalah, apakah kamu bisa melabuhkan cinta kamu ke aku, dan meninggalkan semua masa lalu, agar kita bisa menata masa depan kita?” Tanya ku dengan penuh kesungguhan. Aku sudah bertekad akan menerima keadaan Rangga seperti apa pun. Karena aku mencintainya, lebih dari siapa pun. Aku berjanji kali ini aku gak akan pernah ngelepasin cintaku dan harapanku ke Rangga lagi. Ever again!.
Rangga terlihat goyah. Bibirnya bergetar, seperti sedang menahan haru dan tangis. Aku gak akan mundur lagi. Walaupun bila Rangga memilih untuk bersama yang lain. Aku akan terus menunggu kali ini. Aku tidak akan pernah lari lagi. Karena aku yakin, seberapa jauh Rangga melangkah, pasti akan kembali kepada ku.
“Kamu bisa aja menghindar dari aku, Ga. Dan bermain cinta dengan banyak wanita. Tapi aku yakin, kamu gak akan pernah bisa ngelepasin aku begitu aja. Karena kita adalah pasangan yang ditakdirkan sejak kita masih kecil, Ga. Jadi, kemanapun kamu akan melangkah, bagaimanapun caranya, dan berapa lama pun waktu yang dibutuhkan, kamu akan selalu kembali kepada ku. Karena aku mencintai kamu, dan kamu juga mencintai aku.” Ujarku sambil berjalan mendekat kepadanya.
“Aku uda berjanji ama diriku sendiri, kali ini, aku gak akan lari lagi, aku gak akan ngelepasin cinta kamu lagi. Aku ingin kita selalu bersama mulai sekarang, Ga.” Aku menyentuh pipinya, dan memajukan wajahku ke wajahnya. Dan untuk kedua kalinya, bibir kami pun saling bertemu. Namun kali ini, bukan hanya bersentuhan saja. Aku langsung mengaitkan bibir kami, sambil melingkarkan tangan ku di lehernya.
I won’t ever let you go, my love.
Kami pun berciuman dengan pelan dan lembut. Aku menumpahkan segala perasaan sayangku, segala kerinduan ku yang sudah aku tahan bertahun-tahun, segala gairah dan hasrat ku. Aku membiarkannya mengalir liar tanpa aku tahan-tahan lagi.
Aku menarik tubuh Rangga, untuk masuk ke dalam kamar, dan menariknya ke tempat tidur. Aku merebahkan tubuhku di tempat tidur, menyerahkan segalanya kepada pria yang paling aku cinta. Aku tau kami belum menikah, dan tidak seharusnya aku melakukan ini, tapi aku tidak mau kehilangan dirinya lagi.
Ciuman kami pun semakin bergairah, dan semakin intens saling melumat. Lidah kami pun saling bergelut, berusaha saling mengaitkan satu sama lain. Aku begitu menikmati ciuman bersama Rangga seperti ini. Memang sangat berbeda saat aku berciuman dengan Gery. Aku tidak merasakan apa pun bersamanya. Tapi bersama Rangga, aku begitu merasakan kelembutan, kehangatan, dan kasih sayang Rangga yang terasa begitu meluap-luap. Membuat ku semakin memasrahkan diriku kepadanya. Aku luruh bersama cintanya.
Aku kemudian membalik tubuh Rangga, hingga aku sekarang berada di atas tubuh Rangga. Aku melepaskan ciumanku, dan duduk tegak di atas tubuh Rangga. Rangga hanya menatapku dengan tatapan lembut, seperti yang pernah ia lakukan saat sedang menatap ku di mall waktu itu. Aku pun membalas tatapannya dengan tatapan penuh cintaku.
Aku mulai melepaskan jarum-jarum yang mengikat jilbabku, hingga jilbabku akhirnya terlepas dari kepalaku. Rambut panjang ku langsung tergerai, saat jilbabku jatuh terlepas. Aku tersenyum lembut sambil menggigit bibir bawahku. Karena jantungku yang berdebar-debar, rasanya akan meledak.
Aku kemudian rebah di dada Rangga, menyembunyikan wajahku yang malu di lehernya. “Tolong bukain resleting belakang ku Ga.” Bisik ku, dengan perasaan yang malu sekali rasanya. Seumur-umur baru kali ini aku meminta seorang pria membukakan bajuku, walau hanya resleting aja.
Sreeeeetttttt! Tangan Rangga awalnya kurasakan ragu-ragu mao membukanya. Namun akhirnya tangan itu pun menarik turun resleting baju gamisku ini. Aku pun segera duduk tegak lagi, setelah Rangga sudah menurunkan resleting baju gamis ku. Aku lalu menarik baju gamis ku, dari bawah ke atas, melewati kepalaku, hingga akhirnya aku hanya tinggal memakai pakaian dalam, berupa BH model bikini berwarna putih hanya terikat dengan menggunakan sebuah tali tipis, dan celana dalam bertali di samping, juga berwarna putih.
Aku melihat Rangga sampai ternganga, melihat ku seperti ini. Wajahku rasanya sudah terasa panas, saking malunya dalam keadaan setengah telanjang di hadapan seorang pria. Saat di depan Cherllyne aja aku uda malu banget, apalagi di depan Rangga seperti sekarang ini. Pakaian dalam ini merupakan pemberian Cherllyne. Aku sebenarnya malu sekali saat ingin memakainya, namun Cherllyne terus saja memaksaku.
But the show must go on. There’s no turning back again. Dengan menahan rasa malu sekuat tenaga, aku berusaha menggerakan tangan ku ke belakang, dan melepaskan kaitan bra ku. Aku membiarkan bra ku itu jatuh dengan sendirinya, hanya dengan menggerakan sedikit bahu ku saja. Kedua payudara putih ku yang cukup bulat dan seksi pun, langsung menjadi santapan mata Rangga.
Saat melihat Rangga menatap ku dengan wajah terpesona seperti itu, malah justru membuat ku senang sekali rasanya, tapi juga malunya hampir tidak tertahankan lagi. Beberapa kali aku menahan keinginan kedua tanganku yang ingin menutupi kedua payudaraku ini.
Pertunjukan ku belum selesai, aku pun juga melepaskan tali yang tersimpul di pinggul sebelah kiri ku. Dan aku pun melepaskan pertahanan terakhirku. Menampakan vagina ku yang kemerahan, mulus tanpa adanya bulu. Karena aku punya kebiasaan selalu mencukur habis rambut kemaluanku itu, karena rasanya gatal sekali bila tumbuh panjang.
Rangga benar-benar terpana melihatku telanjang bulat untuk pertama kalinya. Pun begitu juga untuk ku, pertama kali nya aku memperlihatkan tubuhku yang tanpa pakaian ini di hadapan seorang pria. Dan Rangga adalah pria yang paling pantas bagi ku untuk mendapatkan kehormatan itu.
“O-Olii?..a-aa...aaa...kamu...” Rangga benar-benar tidak mampu berbicara, saat melihatku telanjang seperti ini. Aku kemudian membuka seluruh kancing kemeja Rangga, walau belum melepaskan kemejanya dari tubuh Rangga. Aku pun mulai merebahkan lagi tubuhku di dadanya, menempelkan kedua payudaraku yang tanpa tertutup lagi, berhimpitan dengan dada nya yang juga tanpa tertutup pakaian, dan mencium lagi bibir Rangga, dan mengulumnya lembut.
“Aku mencintai mu, Fadli Rangga Putra. Hanya ama kamu, aku ingin menyerahkan segala yang aku punya buat kamu. Buat aku, hanya kamu yang paling berhak atas tubuhku dan jiwa ku ini Ga. Bercintalah denganku, sayang. Lakukanlah apa pun yang ingin kamu lakukan, sayang ku.” Bisiku ku di telinganya.
Aku menarik tubuh Rangga untuk duduk bersama ku saling berhadapan, dengan aku masih berada di pangkuannya. Kemaluanku hanya terpisahkan oleh celana panjang dan celana dalam Rangga, dari batang kemaluannya.
Aku langsung melumat lagi bibir Rangga. Kami saling melumat penuh gairah birahi. Aku meraih kedua tangan Rangga, dan meletakannya di kedua payudaraku. “Rasakanlah sayang. Aku tidak pernah membiarkan siapa pun menyentuh bagian ini langsung, seperti yang kamu rasain sekarang.” Aku bahkan membantu tangan Rangga, yang masih seperti malu-malu, untuk meremas-remas payudaraku ini. “Ssshhhh...” Aku sedikit mendesis karena rasa geli di kedua payudaraku, saat tangan Rangga, yang dibantu tanganku sendiri, meremas pelan kedua payudaraku ini.
“Ol...” Rangga mendesis pelan, dan aku pun tersenyum lembut ke arahnya.
Olivia Khumaira Putri
Fadli Rangga Putra
"Hmm...sip deh, sekarang lu uda siap deh Ol, menyambut pujangga lu" Ujar Cherllyne, saat ia membantuku me-make up wajah ku, di sebuah kamar yang telah di siapkan oleh Cherllyne.
Kamar ini begitu indah sekali, dengan tebaran mawar putih, serta sebuah meja makan bundar yang dilengkapi dengan dua buah lilin, menambah suasana romantis di kamar ini. Bahkan di tempat tidur ada bunga mawar merah yang dibentuk seperti bentuk hati. Dan saat aku bertanya kepada Cherllyne kenapa ia sampai segini nya menyiapkan kamar ini beserta dekorasinya, hanya untuk kencan ku dengan Rangga. Cherllyne mengatakan karena ia menyayangi aku, yang dianggap sebagai adiknya, dan Rangga, yang dia harap bisa mendapatkan jodoh terbaiknya, yaitu aku, ia bilang. Membuatku merasa terharu sekali. Entah itu alasan yang jujur atau bukan, aku tetap merasakan ketulusan dalam suaranya dan tatapan matanya.
Aku langsung memeluk erat dia, bagaikan sedang memeluk erat kakak sendiri. “Makasih yah Cher...buat semuanya.” Ujarku.
“Inget ya, kalo ampe berdua ampe ga jadi pacaran, jangan salahin gw yah kalo gw nyerobot lu. Hehehe. Perjanjiannya jadi batal kalo gitu.” Ujar Cherllyne menggoda ku.
“Yee...enak aja.”
“Tapi...lu jangan cuma ama gw aja makasih nya Cher. Ada satu orang lagi lho yang ngebantuin lu. Bahkan dia yang ngedekor kamar ini, sekalian booking kamar ini.” Ujar Cherllyne mengejutkan ku.
“He? Siapa lagi Cher?” Tanyaku.
“Hehe..tunggu aja lah, tar juga lu tau. Katanya sih dia mao dateng liat lu Cher, tau jadi ato kaga.” Jawab Cherllyne sambil tersenyum misterius gitu.
“Tuh kann lu mah selalu rahasia-rahasiaan ama gw. Sebel deh gw. Tinggal kasih tau aja juga” Aku langsung manyun.
“Hihihi...manyun lagi si imut. Dah jangan mewek. Tar kejutannya ga jadi kejutan dong, kalo gw kasih tau duluan.” Cherllyne tetap saja tidak mau memberitahu siapa 1 orang lagi yang membantu ku. Huh.
TOK! TOK! TOK!
“Tuh kan dateng orangnya, uda gw bilang jangan manyun. Buka gih liat siapa yang dateng. Hihihi.” Ujar Cherllyne saat ada yang mengetuk pintu kamar kami.
Sambil tetap manyunin si Cherllyne, aku pun beranjak untuk membukakan pintu.
“Ya ampuunnn...cantik amat kamu Ol?”
“He? Mba Liana kok tau aku disini sih? Jangan-jangan...” Aku terkejut melihat sosok mba Liana sedang berdiri di depan pintu sambil berdecak kagum melihat penampilan ku ini. Aku pun langsung melihat ke arah Cherllyne untuk memastikan. Sementara si Cherllyne cuma senyum-senyum aja.
“Jadi...mba Liana ya yang nyiapin kamar ini?” Tanyaku malu-malu.
“He? Si Cherllyne yah yang ngomong. Huh uda dibilangin juga. Ngeyel tuh anak.” Jawab mba Liana.
“Cher! Uda aku bilang juga jangan bilang-bilang. Badung nih.” Ujar mba Liana, saat kami sudah masuk ke dalam kamar bersama.
“Hehehe...gapapa sih mba Liana sayang. Aku ga mau lah dapet jasa sendirian, padahal bukan jasa aku juga.” Jawab Cherllyne santai.
“Kamu uda siap Ol? Bentar lagi uda mao jam 7 lho” Ujar mba Liana ke arah ku sambil tersenyum lembut.
“Aduuhh...aku jadi malu deh, tau-tau mba Liana yang ngatur ini semua. Aduuhh...Cher...gimana nih?” Aku malah menjadi malu sendiri dan kebingungan.
“Apanya gimana? Gimana tar mesra-mesraan ama Rangga? Ato mao gw contohin dulu, tar lu liatin gw mesra-mesraan ama Rangga gimana? Hahahaha” Sialaaannn...dasar Cherllyne jelek, malah godain aku sih. Dasar nenek nyebelin.
“Ihhhh....rese luh ah. Dasar nenek pikun nyebelin. Heehh!” Ujar ku sewot dan gemes, yang langsung malah disambut tawa mba Liana dan Cherllyne. Ihhh...orang lagi sebel malah diketawain, gak sopan, gak sih?
“Ihhh kann...malah ketawa sih pada.” Mulutku langsung manyun lagi. Hihihi. Kebiasaan sih.
“Oliiii...olii. kamu tuh yah...hihihi...asli lucu imut-imut banget sih muka kamu itu. Asli pengen aku gigit tau gak sih?” Ujar mba Liana sambil tertawa. Ih? Aku baru liat mba Liana yang terbuka seperti ini, seumur-umur aku kenal dan deket ama mba Liana.
“Bener kan mba? Dia gemesin banget kan? Gak heran kan, si Rangga tuh kebelet banget ama dia. Cuma dia nya aja dodol nya kebangetan.” Ujar Cherllyne kembali mencela ku.
“Tuh kann ihhh lu beneran nenek pikun nyebelin sih” Ujar ku langsung mencubit pinggangnya, sementara Cherllyne malah semakin keras tertawa.
Kami sampai ngos-ngosan karena bercanda terus dari tadi, sampai mba Liana menghentikan kami. “Udah..udaaah...tar make up nya si Oli luntur deh Cher, kena keringet.” Ujar mba Liana kepada Cherllyne.
“Tapi kan mba, tar gak lama juga pasti luntur kan make up nya. Bukan cuma make up nya malah, tapi dari baju-bajunya, jilabnya, ampe dalemnya pasti ikut dilunturin, jadi gak pake apa-apa deh pasti ama Rangga, mba. Hahahaha” Cherllyne terus saja menggoda ku. Dan aku kembali mengejarnya untuk mencubitnya saking gemesnya ama kejahilannya. “Ya ampuunnn Cherllyyyyynnnee. Lu tuh emang cewe paling ngeselin tau gak sih?” Teriak ku.
“Udah sabar Oli ah. Uda tau si Cherllyne emang rada sableng, Tar dandanan kamu berantakan lagi tuh ah.” Ujar mba Liana, sambil menarik ku dan merapihkan lagi pakaian dan jilbabku ini. Sementara si Cherllyne terus saja tertawa ngakak di pojok sana. Nyebelin dasar. Huh.
“Cher, ayo kita ke bawah, uda pada mulai makan malem tuh.” Ajak mba Liana ke Cherllyne.
“Sukses ya sayang” Ujar mba Liana mencium pipi ku, tapi aku seperti melihat raut kesedihan deh di mata mba Liana, walau bibirnya tersenyum.
“Hmm...tar kalo lu perlu gw contohin, BBM gw aja yah Ol.” Ujar Cherllyne sambil tersenyum nakal.
“Ga bakalan. Huh!” Jawabku sambil manyun. Dan mereka pun akhirnya berlalu dari hadapan ku. Dan aku kemudian sedikit merapihkan lagi sedikit kamar nya, yang tadi sempat sedikit bergeser saat aku dan Cherllyne bercanda.
Makanan sudah siap semua, lilin juga uda nyala semua. Aku juga uda BBM Rangga nomor kamar nya. Hmm...duh...kok jadi berdebar-debar gini sih. Padahal aku uda sering makan malem berduaan aja. Tapi emang gak pernah sih seromantis ini.
TOK! Aku mendengar ada suara ketukan pelan di pintu. Aku pun segera sedikit berlari menuju pintu untuk membukanya. “Eh? Kok gak ada orang. Tadi perasaan ada yang ngetok pintu deh.” Ujar ku pelan. Aku pun segera menutup kembali pintunya. Kupikir Rangga, huh. Pikirku.
TOK! Kembali aku mendengar sebuah ketukan pelan lagi di pintu, saat aku baru berjalan menjauhi pintu kamar. Aku mengintip dari lubang kaca kecil. Tetap tidak ada orang. Aduhhh...apa jangan-jangan...aduuhhh...jangan pake ada hal-hal mistis deh. Aku tuh paling takut ama ginian. Ranggaa...cepetan dateng kek. Aku takut nih. Ujarku dalam hati sambil memeluk tubuhku sendiri.
Dan beberapa saat setelah aku duduk di sofa, kembali ketukan pelan itu berbunyi. TOK! Membuatku menjadi merinding sendiri. Pelan-pelan aku berjalan menuju pintu, dan kembali mengintip dari lubang kaca. Ya Allaahhh tetap gak ada or...AAAAAAHHHHHHH!
Aku langsung berteriak kencang saking kagetnya, saat wajah Rangga yang di serem-seremin tiba-tiba muncul di balik kaca kecil itu. “HWAHAHAHAHA” Aku langsung mendengar suara Rangga yang sedang tertawa keras. Ya ampuuunnn....tadi si Cherllyne, sekarang nih anak pake ikut-ikutan jadi nyebelin sihh. HEHHH!
TOK! TOK! TOK!
TOK! TOK! TOK! “Ol, bukain dong” Ujar Rangga, tapi masih terdengar sedikit tertawa. Aku tetap mendiamkannya di luar.
TOK! TOK! TOK! “Oli cantik, jangan marah dong, kan a’a cuma becanda aja. Hehehe” Ujar Rangga lagi berusaha merayuku. Namun aku tetap diam saja. Aku kesel ihhh di kerjain gini. Bikin jantungan aja. Uda tau aku paling takut...eh...iya ya, Rangga emang sering banget ngerjain aku kaya gini dulu, sebelum aku pacaran ama Gery. Jadi lupa yah aku.
TOK! TOK! TOK! “Oli cantik...maapin a’a deh...bukain dong pintunya, tar a’a di gerebek satpam nih, dikira mao nyulik perawan cantik.” Usaha Rangga untuk merayuku. Membuatku menjadi tersenyum sendiri. Dan akhirnya aku pun membuka pelan pintunya, sambil manyun dong tentunya. Hehehe.
Aku melihat Rangga dengan kemeja lengan panjang berwarna putih dengan motif berwarna hitam, dan celana hitam, dan sepatu hitam, sedang berdiri di hadapan ku sambil tersenyum.
“Kaget yah? Maap yah...hehehe...abis uda kangen gw, dah lama gak godain lu kaya gini lagi.” Ujar Rangga sambil tersenyum lebar.
“Iya kaget banget tau! Huh...untung gak jantungan gw” Jawab ku semakin manyun bibir ku.
“Hehehe...duh Ol...paling ga tahan kalo liat lu manyun gitu. Makin cantik” Ujar Rangga masih berusaha merayuku. Huh.
“Dasar...uda yuk, masuk” Jawabku sambil mengajaknya masuk ke dalam kamar. Jantung ku semakin berdebar-debar nih rasanya. Padahal dulu aku sering berduaan ama Rangga di dalam kamar, tapi kenapa sekarang rasanya deg-degan seperti ini yah.
“Kenapa Ga? Kok bengong gitu sih?” Tanya ku saat melihat Rangga hanya berdiri dengan wajah bengong pas baru masuk kamar.
“Hehehe...kaget yah kamarnya kaya gini?” Tanyaku, menduga Rangga pasti heran melihat banyak lilin dan bunga mawar gini. Mba Liana punya bisa nih.
“Hmm...gak...ehh...ehhmm...iya kamarnya juga, tapi yang lebih emm...beda lagi, tuh elu Ol. Lu...cantik banget. Maksud gw, lu emang cantik sih. Tapi...ini...beda aja kayanya. Lebih anggun, cantiknya.” Pujian Rangga yang tulus itu benar-benar membuat hatiku berbunga-bunga deh. Hehehe. Ga salah dong aku milih baju gamis model ini, dengan warna broken white, yang dipadu dengan payet-payet berwarna pink, serta jilbab pink muda yang menutupi kepalaku ini, serta riasan dari Cherllyne, ternyata mampu membuat Rangga terpesona melihat dan menatap ku. Aku seneeenngg. Hihihi.
“Hihihi...makasih Rangga. Lu...juga ganteng banget pake baju model gitu.” Jawabku membalas pujiannya. Emang Rangga ganteng sih. Keliatan cool tapi hangat.
Rangga kemudian mendekati ku, dan menarik kursi untuk mempersilahkan aku duduk. Hmmm...gentleman banget sih kamu Ga. Aku suka deh. Pikirku semakin berbunga-bunga. Sementara Rangga duduk di seberang meja, berhadapan dengan ku.
“Wuihh...menu-menunya mantap kali nih Ol. Aduh...jadi ga tega deh” Ujar Rangga melihat makanan yang tersaji di meja.
“Ga tega kenapa Ga?” Tanya ku.
“Ga tega ama para penghuni perut, kalo ga buru-buru di masukin ke perut nih. Hehehe.” Jawab Rangga sambil bergurau.
“Hahaha...dasar luh.”
Aku kemudian mengambilkan lauk untuk Rangga dulu, baru aku mengambil untuk ku sendiri. Ihh...kok jadi kaya lagi melayani seorang suami sih. Hehehe.
Kami makan bersama dalam suasana santai. Sambil sedikit ngobrol tentang berbagai hal. Seperti Rangga yang menanyakan kabar papa ku, begitu juga aku menanyakan kabar papa ama mama Rangga. Atau ngobrolin tentang gosip-gosip di kantor, dan sebagainya. Hanya sebuah obrolan ringan, namun justru aku sangat menyukainya, karena rasanya aku menjadi semakin dekat dengan Rangga. Dan perasaan ini, sungguh sangat berbeda dari saat aku masih hanya menjadi sahabat lama Rangga saja.
“Oya Ol, kemaren katanya ada yang mao lu omongin ke gw. Masalah apa Ol?” Tanya Rangga setelah kami selesai makan. Aku pun hanya tersenyum saat mendengar pertanyaan Rangga itu. Karena sebetulnya aku merasa sangat grogi banget. Jantung ku berdebar-debar gak karuan rasanya. Aku ga pernah sebelumnya nembak cowo. Dan bagiku Rangga, pria yang telah aku kenal dekat hampir sepanjang hidupku, adalah pria yang pantas untuk mendapatkan pengalaman pertama ku dalam menyatakan perasaanku.
Aku kemudian bangkit berdiri, dan menghampiri Rangga. “Kamu mau gak nemenin aku berdansa?” Tanyaku sambil mengulurkan tanganku. Aku bahkan sudah ber aku-kamu untuk berbicara dengan Rangga. Jantungku rasanya uda mau meledak deh nih. Rangga sesaat terlihat terkejut, namun langsung tersenyum lembut dan menyambut uluran tanganku.
Aku pun menarik Rangga ke area kosong, dan mulai menyalakan sebuah lagu yang sudah aku persiapkan, khusus untuk mengungkapkan perasaanku kepada Rangga, melalui ponselku yang sudah aku setting menggunakan bluetooth, agar tersambung ke speaker yang juga aku dan Cherllyne persiapkan.
“Lagu ini bener-bener ungkapin apa yang aku mao ucapin ke kamu, Ga. Dengerin baik-baik yah, terutama reffrain-nya.” Ujar ku sambil tersenyum lembut kepadanya, saat musik intro sudah mengalunkan nada dan iramanya. Aku dan Rangga pun mulai berdansa, saling berpegangan tangan, sementara satu tangan Rangga di letakkan di pinggangku.
Hear the song
Two o' clock and I wish that I was sleeping
You're in my head like a song on the radio
All I know is I got to get next to you
Yeah I got to get next to you
Sitting here turning minutes into hours
To find the nerve just to call you on the telephone
'Cause You don't know that I got to get next to you
Maybe we’re friends
Maybe we’re more
Maybe it's just my imagination
But I see you stare just a little too long
And it makes me start to wonder
So baby call me crazy
But I think you feel it too
Maybe I, Maybe I
Just got to get next to you
You're in my head like a song on the radio
All I know is I got to get next to you
Yeah I got to get next to you
Sitting here turning minutes into hours
To find the nerve just to call you on the telephone
'Cause You don't know that I got to get next to you
Maybe we’re friends
Maybe we’re more
Maybe it's just my imagination
But I see you stare just a little too long
And it makes me start to wonder
So baby call me crazy
But I think you feel it too
Maybe I, Maybe I
Just got to get next to you
Saat reffrain, Rangga benar-benar menatap ku lama, seperti yang ia lakukan dulu, saat kami sedang mendengarkan lagu vieratale, di mall dulu. Aku pun menatap matanya dengan berjuta perasaan yang bergejolak di dalam hatiku ini.
I asked around and I heard that you were talking
Told my girl that you thought I was out of your league
What a fool, I got to get next to you, whoa
Yeah it's five in the morning and I can't go to sleep
'Cause I wish, yeah I wish that you knew what you mean to me
Baby let's get together and end this mystery, oh
Maybe we’re friends
Maybe we’re more
Maybe it's just my imagination
But I see you stare just a little too long
And it makes me start to wonder
So baby call me crazy
But I think you feel it too
Maybe I, Maybe I
Just got to get next to you
Whatcha got to say? Whatcha got to do?
How ya get the one you want to want to get next to you?
Whatcha got to say? Whatcha got to do?
How ya get the one you want to want to get next to you?
Whatcha got to say? Whatcha got to do?
How ya get the one you want to want to get next to you?
Whatcha got to say? Whatcha got to do?
How ya get the one you want to want to get next to you?
Yeah, yeah, to want to get next to you
Maybe we’re friends
Maybe we’re more
Maybe it's just my imagination
But I see you stare just a little too long
And it makes me start to wonder
So baby call me crazy
But I think you feel it too
Baby call me crazy
But I know you feel it too
Maybe I, Maybe I
Just got to get next to you
Yeah, yeah, yeah
I got to get next to you
Told my girl that you thought I was out of your league
What a fool, I got to get next to you, whoa
Yeah it's five in the morning and I can't go to sleep
'Cause I wish, yeah I wish that you knew what you mean to me
Baby let's get together and end this mystery, oh
Maybe we’re friends
Maybe we’re more
Maybe it's just my imagination
But I see you stare just a little too long
And it makes me start to wonder
So baby call me crazy
But I think you feel it too
Maybe I, Maybe I
Just got to get next to you
Whatcha got to say? Whatcha got to do?
How ya get the one you want to want to get next to you?
Whatcha got to say? Whatcha got to do?
How ya get the one you want to want to get next to you?
Whatcha got to say? Whatcha got to do?
How ya get the one you want to want to get next to you?
Whatcha got to say? Whatcha got to do?
How ya get the one you want to want to get next to you?
Yeah, yeah, to want to get next to you
Maybe we’re friends
Maybe we’re more
Maybe it's just my imagination
But I see you stare just a little too long
And it makes me start to wonder
So baby call me crazy
But I think you feel it too
Baby call me crazy
But I know you feel it too
Maybe I, Maybe I
Just got to get next to you
Yeah, yeah, yeah
I got to get next to you
Saat lagu nya telah berakhir pun, kami masih terus berdansa sambil saling menatap mata masing-masing. Mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkannya.
“So... Whatcha got to say? Whatcha got to do?” Aku akhirnya yang memulai lagi pembicaraan kepada Rangga. (Jadi...apa yang harus kamu katakan? apa yang harus kamu lakukan?)
Rangga hanya tersenyum kecil mendengar pertanyaanku itu. “What I got to say...about what?” Matanya terlihat jahil saat bertanya balik seperti itu. Ughhh...dasar. Dia pasti lagi memancingku deh. (Apa yang harus aku katakan...mengenai apa ya?)
“You know...like she said in the song...maybe we’re friend, maybe we’re more. So how bout let’s get together and end this mystery?” Tanyaku sambil menunduk, dan rasanya malu sekali. Aku telah mengungkapkan perasaan ku sedemikian rupa kepada Rangga. (Ya itu lah, kaya di lagu itu...mungkin kita berteman, mungkin kita lebih dari sekedar teman. Jadi, bagaimana kalau kita bersama-sama dan mengakhiri misteri ini?)
“Hmm...what d’you mean about let’s get together and end this mystery? I...still don’t get it.” Jawab Rangga sambil tersenyum dengan mimik seperti orang bingung. Ya ampuuunnn, anak ini...uughhh...nyebelin banget deh. Udah tau aku malu banget, masih aja terus dipancing-pancing gitu. (Apa maksudnya kamau kita bersama-sama dan mengakhiri misteri ini?)
“Ihhh..kamu tuh ya...sama aja ama si Cherllyne deh. Suka sok pura-pura ga tau maksudnya.” Ujarku, sementara Rangga hanya terus tersenyum.
“Ayolah, aku gak paham nih. Kamu ngomong lebih jelas dong biar aku paham apa maksud kamu.” Jawab Rangga dengan wajah yang nyebelin.
Aku pun menarik nafasku dulu sebelum menjawabnya. “We’ve been too long being a bestfriend forever. I love you enough to say that we should be together, cause I need you, I wanna get next to you, sharing both our happiness and our sadness, not only as a bestfriend. Because I in love with you.” Jawabku akhirnya benar-benar berterus terang, sambil menatap nya. (Kita sudah terlalu lama menjadi sahabat selamanya, aku cukup mencintaimu untuk bisa mengatakan kita seharusnya bersama, karena aku membutuhkan kamu, aku ingin berada di samping kamu, berbagi bersama baik kesenangan maupun kesedihan, bukan hanya sebagai sahabat. Karena aku jatuh cinta ama kamu.)
Rangga hanya terus tersenyum mendengar pernyataan ku itu. Namun aku melihat matanya justru seperti sedang menerawang di tempat lain.
“So... Whatcha got to say, Ga?” Tanyaku kepada Rangga. Rangga yang tadinya tersenyum, kemudian menundukan kepalanya. Rangga kemudian menarik ku menuju balkon. Udara laut langsung berhembus menerpa wajahku, saat Rangga membuka pintu balkon. Kami berdua berdiri di balkon itu sambil menikmati udara laut. (Jadi apa jawaban kamu?)
Rangga kemudian menggenggam erat tanganku. “Kalo kamu menanyakan hal yang sama sebulan lalu, atau bahkan 2 minggu lalu, aku uda pasti akan menjawab, ‘yes, let’s get together’. Tapi sekarang.....” Rangga hanya menggantung kata-katanya tanpa menyelesaikannya. Tapi kesannya dia sudah...memiliki orang lain di hatinya. Jadi...aku memang terlambat yah. Semangat ku langsung lenyap.
“Owh..sekarang...kamu...uda mencintai orang lain?” Tanya ku dengan perasaan kecewa dan hilang semangat.
“Bukan gitu Ol. Perasaan aku ke kamu...dari dulu sampe sekarang, bahkan entah sampai kapan, ga pernah berubah Ol. Berapa kali pun aku kecewa dengan keadaan, tapi aku tetap saja sayang banget dan cinta banget ama kamu. Dari dulu, yang selalu menjadi sumber semangat aku, itu kehadiran kamu Ol.” Jawab Rangga sambil menatap ke arah laut. “Hanya saja...jujur, aku...merasa gak pantes lagi buat kamu Ol. Aku...kamu itu terlalu baik dan terlalu indah buat orang liar seperti aku.”
Ucapan terakhir Rangga benar-benar membuatku terkejut. “Apa...maksud kamu, kamu merasa gak pantes lagi buat aku? Apa maksud kamu aku terlalu baik dan terlalu indah buat orang liar seperti kamu, Ga?” Tanya ku.
“Boleh aku bertanya sesuatu Ol? Masalah pribadi?” Tanya Rangga tanpa menjawab pertanyaan ku.
“Eh? Hmm...tanya apa?” Jawabku.
“Hmm...apa kamu...hmm...pernah berhubungan badan ama Gery?” Pertanyaan langsung yang benar-benar mengejutkan ku. Apakah Rangga masih menganggap aku sudah tidak perawan lagi dengan Gery?
“Kamu...gak percaya ama aku Ga? Gak percaya, kalo aku ini masih bisa menjaga kesucianku, dari Gery? Apa kamu kira aku serendah itu, dengan gampangnya menyerahkan kesucianku ke Gery?” Jujur, aku sedikit tersinggung dengan pertanyaan Rangga itu.
“Bukan gitu Oli sayang. Justru di situ lah masalahnya Ol. Kamu...masih suci Ol. Dan aku bangga dan sangat menghormati kamu, Ol. Kamu bisa terus menjaga kesucian kamu. Hanya saja...aku...gak seperti yang kamu kira Ol. Banyak hal...yang udah terjadi dalam waktu 2 minggu ini Ol. Dan itu...membuatku menjadi merasa...minder ama kamu sekarang.” Jawab Rangga mencoba menjelaskan maksudnya.
“Aku yakin, kamu masih inget omongan aku dulu, waktu di apartemen Cherllyne, yang kamu ampir aja di perkosa si Dino itu. Saat itu, aku lagi cemburu banget dan kecewa banget ama kamu, Ol. Dulu, aku begitu berharap sekali aku bisa hmm...melanjutkan hubungan kita, bukan hanya sekedar sahabatan aja. Aku...ingin lebih dari sekedar menjadi seorang sahabat buat kamu Ol. Aku...amat sangat jatuh cinta ama pesona kamu. Sampai akhirnya aku harus melihat...yah...gitu lah...”
“Waktu kamu dateng ke rumah aku, ngeliat aku lagi ciuman ama Gery. Kamu beneran dateng kan? Walau kamu terus nyangkal setiap kali aku nanya langsung ke kamu?” Aku memotong ucapan Rangga, setelah melihat ia sepertinya susah untuk mengungkapkannya.
Rangga mengangguk kecil dengan wajah sayu. “Kamu tau Ol? Waktu kita lagi nemenin si Karin nyari celana itu, itu lah untuk pertama kalinya aku ngerasa kita uda bukan lagi sahabatan. Tapi lebih dari itu. Dan itu membuat angan-angan dan harapan ku langsung melambung tinggi. Tapi...harapan hanya tinggal harapan, waktu ngeliat kamu lagi dijamah habis-habisan. Bahkan baju kamu terlihat menerawang gitu, dan gak pake jilbab pula. Aku mengira, hubungan kamu ama dia...uda sejauh itu. Makanya aku mundur, Ol.” Jelas Rangga.
“Aku pake baju itu karena aku lagi nungguin kamu, Ga. Dan aku bener-bener gak ngira yang dateng itu ternyata si Gery itu. Bukan maksud aku kaya gitu kok.” Ujarku menyesali diri sendiri.
“Dan waktu di apartemen Cherllyne itu, aku yang sedang marah dan kecewa, pernah ngomong ama kamu, kalo ga salah aku ngomong kamu tuh jangan suka menclok ke kiri ngomong sayang, trus ngomong cinta ke orang yang satu dengan gampang, lalu menclok kanan cemek-cemekan lagi ama yang laen, kaya burung kakak tua. Ucapan aku itu...ternyata justru berbalik ke aku sendiri. Aku bagaikan sedang mendapatkan sebuah karma yang berharga, yang membuatku sadar, apa yang sedang kamu rasakan juga Ol. Makanya waktu kamu kemaren milih untuk tetap jadian ama Gery, waktu aku dateng malem-malem ama Cherllyne, aku..merasa...apa ya...I know how you feel. I get it. Jadi aku memilih untuk melepaskan harapanku ke kamu. Karena saat itu, aku pun sedang merasakan hal yang sama Ol”. Jelas Rangga lagi, membuat dahi ku sedikit berkernyit.
“Maksud kamu, lagi merasakan hal yang sama? Kamu...lagi berhubungan dengan wanita lain juga saat itu?” Tanya ku untuk memastikan maksud omongan si Rangga.
Rangga pun mengangguk pelan. “Banyak hal yang terjadi Ol, seperti yang aku bilang, selama minggu-minggu belakangan ini. Aku merasa minder ama kamu, yang masih murni di mata ku, karena aku...pernah ngelakuin...itu...Ol.”
“Jadi...kamu...bener-bener ngelakuin itu ama Cherllyne ya? Bukan hanya tidur bersama aja.” Tanyaku dengan perasaan yang campur aduk rasanya. Sedih, kecewa, marah, tapi aku juga tetep gak bisa menghilangkan kasih sayangku ama Rangga.
“Olivia. Aku...minta maaf kalo apa yang aku mao ceritain ini, nyakitin hati ama perasaan kamu. Dan aku yakin, pandangan kamu ke aku akan berubah 180 derajat, setelah kamu mendengar semua cerita ku ini. Aku ga mao bohong dan menyembunyikan fakta dari kamu Ol. Lebih baik, kamu denger dari mulut aku sendiri daripada lewat orang lain.” Ujar Rangga kemudian.
“Iya Ol, aku..pernah ngelakuin itu ama Cherllyne, hmm..beberapa kali. Dan aku gak menyesal Ol, karena aku melakukan itu atas dasar kasih sayang. Aku..juga menyayangi Cherllyne, sama seperti aku menyayangi kamu, Ol. Dan...bukan hanya Cherllyne yang pernah ngelakuin itu ama aku, Ol.” Aku benar-benar terkejut dan...dan...entah apa yang aku rasain. Aku ga bisa ungkapin dengan kata-kata.
“Ha? Kamu...ngelakuin itu ama siapa lagi Ga?” Tanyaku dengan rasa tidak percaya atas apa yang aku dengar ini.
“Aku...juga ngelakuin itu..ama...mba Liana, Ol...trus Indah, istrinya Hari, walau gak sengaja” DUARRR! Bagaikan sebuah bom atom yang meledak di dalam diriku. Aku...benar-benar tidak mempercayai apa yang baru saja aku dengar ini. Rangga melakukan itu...dengan...mba Liana??? Ba-bagaimana bisa, kan mba Liana sudah menikah??? Artinya mba Liana berlaku serong dong dari suaminya?? Lalu istrinya Hari?? Apakah Hari mengetahuinya?? Ya Tuhaannn!
Nafasku terasa sesak sekali. Tubuhku bergetar dengan hebat, hingga sedikit limbung saking shock-nya mendengar pengakuan Rangga. Aku...benar-benar tidak mempercayai pendengaranku ini. Air mataku tanpa sadar menetes jatuh ke pipi ku.
“Tapi satu hal yang perlu lu tau Ol, semua yang uda terjadi itu karena akibat perlakuan lu sendiri ke Rangga” Ucapan Cherllyne waktu itu, kembali terngiang-ngiang di kepala ku ini. Apakah ini semua...bisa terjadi karena...karena akibat sikap ku yang plin-plan terhadap Rangga?? Benarkah ini yang kamu maksud Cher??
“Kalo pun bener Rangga uda ngelakuin itu ama gw, itu semua bisa terjadi karena lu, yang membuatnya berpikir lu uda dimilikin ama Gery, Ol. Lu sendiri yang membuat Rangga berpaling mencari kebahagiaan dan kenyamanan dari wanita lain.” Kata-kata Cherllyne terus terngiang di dalam pikiranku saat ini.
“Dan satu hal lagi gw mao kasih tau lu Ol. Gw, hanya bersama Rangga selama satu malam, tapi gw uda bisa tau lebih banyak tentang Rangga dari pada lu yang uda bersahabat ama dia puluhan tahun. Apa keinginan Rangga, apa harapan Rangga, apa Rangga pernah cerita itu semua ke lu? Gw bukan mao nyombongin diri ato mao bikin lu jealous ama gw, tapi gw mao lu berubah, kalo emang lu beneran cinta ama Rangga. Lu musti kenalin Rangga lebih jauh, lu musti aktif berbagi perasaan ama dia Ol. Rangga adalah orang yang butuh kasih sayang dan perhatian Ol”
Apa...Cherllyne juga mengetahui ini semua?? Aku...benar-benar tidak tau sedikitpun tentang Rangga, ternyata benar seperti kata Cherllyne waktu itu. Aku...memang wanita yang sombong dan bodoh.
“kalo emang lu beneran cinta ama Rangga. Lu musti kenalin Rangga lebih jauh, lu musti aktif berbagi perasaan ama dia Ol. Rangga adalah orang yang butuh kasih sayang dan perhatian Ol” Apa yang harus aku lakukan sekarang?? Ya Allaahhh!...kenapa jadi ruwet begini sih? Tapi...benarkah ruwet? Bukankah Rangga telah mengungkapkan kejujuran, dan ini semua hanya tinggal tergantung kepadaku, apakah aku bisa menerima Rangga dengan semua yang telah dilakukannya atau aku kembali memilih untuk mundur...
“apa lu bakalan nyerah buat ngejar cintanya Rangga?” Pertanyaan Cherllyne waktu itu, benar-benar tepat mengenai ku saat ini. Semua...tergantung kepadaku, apakah aku...akan tetap memperjuangkan cintaku kepada Rangga? Ataukah aku harus melepaskannya?? Aku tidak sanggup rasanya untuk melepaskannya lagi. Rasanya sama saja seperti aku membunuh diriku sendiri.
“Asal lu tau Ol, wanita yang rela menyerahkan hati dan segalanya termasuk jiwa raga nya ke Rangga, itu bukan cuma lu aja Ol. Lu salah besar kalo lu mengira Rangga cuma milik lu doang, karena lu merasa paling lama mengenal Rangga.” Semua ucapan Cherllyne saat itu...memang terbukti menjadi suatu fakta. Suatu kenyataan yang tidak dapat aku hindari.
Ternyata...memang begitu banyak wanita yang benar-benar menyerahkan hati dan segalanya termasuk jiwa raganya kepada Rangga. Dan itu semua...terjadi karena kelalaian ku dalam memberikan kepastian dan kasih sayang kepada Rangga? Seseorang yang telah menjadi sumber kehidupanku, terutama setelah wafatnya mama. Aku begitu membutuhkannya dan mencintainya, tapi aku terlalu sombong dan malu untuk mengatakannya. Dan sebagai akibatnya, setelah aku memperoleh semua keberanian untuk mengatakan langsung, semua telah berubah drastis dan sudah terlambat.
Aku...begitu kecewa kepada diriku sendiri, yang telah membiarkan ini bisa terjadi.
“Aku...minta maaf ya Ol. Mungkin...aku saat ini bukanlah cowo yang pantes, buat kamu. Karena aku uda terlalu kotor buat kamu, Ol. Kamu pantas dan berhak untuk mendapatkan cowo yang jauh lebih baik dari aku.” Ujar Rangga lagi. Aku...melihat sebuah kesedihan yang amat sangat, di mata Rangga.
“Apa kamu...menyayangi...mereka semua, Ga? Ama Cherllyne? Ama Mba Liana? Ato ama Indah?” Tanyaku penuh kehampaan.
“Indah gak Ol, karena seperti yang aku bilang, semua terjadi karena gak sengaja. Aku gak tau itu Indah awalnya. Tapi, untuk Cherllyne dan Liana, hmm...aku minta maaf ke kamu kalo nyakitin perasaan kamu. Tapi ya, aku amat menyayangi mereka juga. Perhatian dan kasih sayang yang mereka berikan buat aku, aku benar-benar menghargai itu. Dan aku pasti akan menjadi pria yang jahat, apabila aku tidak membalas kasih sayang dan cinta mereka.” Jawaban Rangga, membuat hatiku seakan mencelos. Terasa sakit.
“Tapi...mba Liana kan sudah menikah Ga?? Itu artinya kamu dan dia berselingkuh dong dari suaminya?? Kamu kenapa mau sih ngelakuin itu? Kenapa harus mba Liana?” Tanyaku dengan hati yang perih.
“Awalnya saat itu aku hendak membantu dia, urusan rumah tangganya, di saat suaminya serong dan menghina dia habis-habisan di depan selingkuhannya. Aku...berniat membantu dia agar dia hmm...tidak bersikap kolot lagi ama suaminya. Supaya Liana bisa kembali mesra dengan suaminya. Tapi kami berdua tidak menyangka, justru perasaan kami malah terlibat terlalu dalam, hingga akhirnya entah bagaimana, kami malah terlibat hubungan yang...hmm...lebih jauh lagi.” Jawab Rangga. Tapi, aku belum benar-benar paham mengapa itu semua bisa terjadi.
“Jujur Ol, aku juga sempat berharap ke Rani belakangan ini, sama seperti dulu aku sempat berharap ke kamu. Aku sempat terlena akan perhatian dari Rani. Aku...bahkan masih sempat berpikir bahwa aku dan Rani, mungkin akan jadian saat kita berangkat ke Anyer. Karena kami udah sangat dekat dengannya. Dinner bareng, paginya aku jemput dia. Tapi aku pun sadar, bahwa kasih sayang yang diberikan Rani kepadaku, mungkin hanyalah kasih sayang sebagai sahabat dekat aja. Dan tidak lebih. Mungkin aku hanya salah mengartikan perhatiannya itu. Dan aku menyadari itu, saat aku liat, semalam dia begitu mesra berpelukan dengan Hari. Bahkan mungkin mereka semalaman berduaan aja” Ujar Rangga kembali sempat membuatku terkejut. Rani...juga? Tapi aku juga melihatnya sih, cara Rani memeluk Hari itu penuh dengan kasih sayang.
“Iya, aku...juga melihatnya semalam, kejadian itu. Yah aku rasa, mereka memang lagi kasmaran. Lalu, bagaimana juga kamu bisa kamu bilang gak sengaja berhubungan badan juga ama Indah?” Ujarku kemudian masih penasaran dengan beberapa hal.
“Berhubungan dengan Indah, itu kesalahan besar ku. Tapi kesalahan terbesar ku, adalah aku...hmm...sempat mengikuti sebuah pesta liar seks bebas gitu. Aku yang memaksa Cherllyne untuk mengantarku, karena aku saat itu lagi putus harapan ama kamu, waktu kamu akhirnya malah balikan lagi ama Gery. Di acara gila itu, Indah lah wanita pertama yang menjadi pasanganku saat itu. Dan aku tidak mengetahuinya bahwa dia itu Indah, istrinya Hari. Dan saat itu lah, aku sadar, bahwa pesta semacam ini, benar-benar membuatku muak. Aku gak bisa rasanya, ML ama wanita yang gak aku sayang. Yah mungkin buat kamu, itu Cuma alasan klise aku aja, Ol. Tapi itulah faktanya buat aku.”
“Aku langsung menghentikan semua itu bahkan saat aku baru saja setengah jalan. Aku bahkan tidak menyelesaikan hubungan itu dengan Indah, dan langsung pergi ninggalin semuanya. Aku gak sanggup lagi. Dan aku menyesali banget telah maksa-maksa Cherllyne, hanya karena aku merasa kecewa. Padahal aku lah yang mengajarkan kepada Cherllyne, untuk tidak melakukan suatu hubungan intim, hanya karena pelarian atau rasa kecewa.”
“Pesta seks? Masya Allah Rangga...apa sih yang ada di pikiran kamu ampe mau ikutan acara kaya gitu?” Aku benar-benar menangis mendengar semua itu. Dan yang paling menyakitkan ku, adalah ini semua bisa terjadi hanya karena aku plin plan dengan perasaan ku ke Rangga, dengan keputusan ku. Andai saja dulu aku bisa lebih tegas, dengan memutuskan Gery secepatnya, mungkin Rangga gak akan terlibat dengan hal-hal itu semua.
“Kok...Cherllyne bisa tau acara kaya gituan sih?” Tanyaku lagi.
“Hmm...yah dia...punya masa lalu yang sedikit hmm...nakal. Karena dia merasa kesepian, tinggal tanpa orang tua dari kecil. Mirip ama kamu, Ol. Hanya saja, kamu masih memiliki bi Asih di samping kamu. Sedang Cherllyne harus menghadapi itu semua seorang diri.” Jawab Rangga. Rangga...begitu mengenal Cherllyne sampai sejauh itu. Sebenarnya, hubungan mereka sudah sedalam apa kah? Juga dengan mba Liana. Aduh, aku...tidak tau bagaimana harus bersikap menanggapi ini semua. Pikirku kalut.
“Apa...Hari tau masalah kamu ama Indah pernah itu?” Tanya ku.
Rangga kemudian menganggukan kepalanya. “Aku...mengakui itu kemaren Ol. Aku gak mau mengkhianati sahabat aku sendiri. Walau bukan keinginanku, tapi itu terjadi karena kesalahanku juga, yang mau datang ke acara itu.”
“Trus gimana si Hari?” Tanyaku lebih lanjut.
“Marah lah. Siapa sih yang gak marah, sahabatnya sendiri meniduri istrinya kaya gitu. Hari...sempat menonjok aku. Nih masih ada kan bekasnya, agak merah kehitaman.” Jawaban Rangga mengejutkan dan membuat aku kuatir. Aku melihat bekas kehitaman di pipi kiri Rangga.
“Tapi...Hari memang sudah memantau istrinya, ternyata. Dia uda tau si Indah ternyata sering selingkuh di belakang dia. Dia lagi nyiapin sebuah rencana buat ngejebak si Indah. Aku rasa, Hari pasti akan menceraikan si Indah gak lama lagi. Makanya dia bisa langsung jadian ama si Rani gitu. Yah Rani...juga cewe yang baik. Pas lah buat si Hari.” Jelas Rangga kemudian. Tapi...entah mengapa, aku seperti menangkap nada kesedihan, saat Rangga menceritakan Hari yang jadian ama Rani. Apa...Rangga juga menyayangi Rani?
“Yah, itulah kisah aku Ol. Sekarang, kamu tau kan, aku ini seliar apa. Aku juga bisa dibilang cowo yang munafik. Ngelarang kamu untuk menclak sana menclok sini, tapi justru aku sendiri yang melakukannya.” Ujar Rangga lagi.
“Apa kamu masih tetep mau, jadian ama cowo penjahat kelamin seperti aku gini Hm?? Apa...kamu masih bisa bilang kamu cinta ama aku? Setelah tau sifat asli ku ini seperti apa? Apa kamu nyesel sekarang Ol?” Tanya Rangga dengan nada getir, tanpa menatapku.
Untuk sesaat, aku tidak bisa menjawabnya. Dan hanya menatap wajahnya saja.
“Dulu...saat aku mengetahui dari Karin, kalo kamu ga pulang, dan kemudian aku tau kamu ternyata nginep di apartemen Cherllyne, aku pernah menanyakan hal ini langsung ke dia. Pas kejadian aku hampir di perkosa itu, kalo aja kamu ga keburu dateng nolong aku. Aku...ingin tau apa kamu benar-benar nginep di apartemennya, dan hmm...seberapa jauh hubungan kamu ama Cherllyen.” Ujar ku kemudian.
“Saat itu, Cherllyne mengatakan kepadaku, bahwa semua yang uda terjadi itu karena akibat perlakuan aku sendiri ke kamu. Kalo pun bener kamu uda ngelakuin itu ama Cherllyne, itu semua bisa terjadi karena aku sendiri, yang membuat kamu berpikir aku uda dinodain ama Gery, persis seperti yang kamu tanyai ke aku tadi, apakah aku pernah berhubungan badan atau belum dengan Gery.” Jelasku
“Cherllyne mengatakan bahwa aku sendiri yang membuat kamu menjadi berpaling mencari kebahagiaan dan kenyamanan dari wanita lain, karena walau aku bilang aku cinta ama kamu, tapi aku justru sama sekali tidak memberikan perhatian sama sekali ke kamu. Padahal, menurut Cherllyne, kamu itu cowo yang butuh kasih sayang dan perhatian.” Lanjutku dengan getir sekali.
“Ada satu ucapannya yang dengan pahit harus aku akuin kebenarannya. Dia bilang ‘gw hanya bersama Rangga selama satu malam, tapi gw uda bisa tau lebih banyak tentang Rangga dari pada lu yang uda bersahabat ama dia puluhan tahun. Apa keinginan Rangga, apa harapan Rangga.’ Aku saat itu kesal sekali dengan sikap sombongnya itu. Tapi aku sadar, ucapanya memang benar adanya. Bahkan kamu pernah bilang, aku tau apa tentang kamu. Yah. Jadi justru mungkin lebih tepat kalo aku yang musti bertanya, apakah aku yang pantes yah? bilang cinta ama kamu, tapi aku sedikitpun ga tau apapun tentang kamu, Ga.” Ujar ku penuh penyesalan.
“Dan di akhir pembicaraan ku ama Cherllyne, dia mengatakan ini ke aku. ‘apa lu bakalan nyerah buat ngejar cintanya Rangga?’. Saat itu, aku menjawab tidak akan menyerah, walaupun aku tidak benar-benar paham maksud sebenarnya dari pertanyaan itu. Tapi, setelah mendengar cerita kamu tadi. Aku baru benar-benar paham apa maksud pertanyaan Cherllyne waktu itu.” Lanjutku.
“Kamu tau apa yang berubah dari jawaban aku sekarang Ga?” Tanya ku kepada Rangga, sementara Rangga hanya menatapku.
“Gak ada, Ga. Gak ada yang berubah. Aku akan terus mengejar cinta kamu Ga. Apapun yang terjadi, aku gak akan pernah menyerah lagi untuk mengejar cinta kamu Ga. Bagaimanapun masa lalu yang uda kamu lakukan. Aku gak akan ngulangin kesalahan yang sama lagi, seperti yang pernah aku lakukan saat aku menerima Gery, waktu kamu uda jadian ama si Lani waktu itu. Kali ini, aku akan terus mengejar cinta kamu sampai kapan pun, apa pun yang telah terjadi. Karena aku tau, semua bisa terjadi karena sikap menyerahku dulu. Jadi walaupun kamu saat ini sudah bersama wanita lain, aku akan terus menunggu kamu buat menjemput aku. Aku gak mau kehilangan cinta kamu lagi, Ga.” Ujarku penuh keyakinan.
“justru sekarang pertanyaannya adalah, apakah kamu bisa melabuhkan cinta kamu ke aku, dan meninggalkan semua masa lalu, agar kita bisa menata masa depan kita?” Tanya ku dengan penuh kesungguhan. Aku sudah bertekad akan menerima keadaan Rangga seperti apa pun. Karena aku mencintainya, lebih dari siapa pun. Aku berjanji kali ini aku gak akan pernah ngelepasin cintaku dan harapanku ke Rangga lagi. Ever again!.
Rangga terlihat goyah. Bibirnya bergetar, seperti sedang menahan haru dan tangis. Aku gak akan mundur lagi. Walaupun bila Rangga memilih untuk bersama yang lain. Aku akan terus menunggu kali ini. Aku tidak akan pernah lari lagi. Karena aku yakin, seberapa jauh Rangga melangkah, pasti akan kembali kepada ku.
“Kamu bisa aja menghindar dari aku, Ga. Dan bermain cinta dengan banyak wanita. Tapi aku yakin, kamu gak akan pernah bisa ngelepasin aku begitu aja. Karena kita adalah pasangan yang ditakdirkan sejak kita masih kecil, Ga. Jadi, kemanapun kamu akan melangkah, bagaimanapun caranya, dan berapa lama pun waktu yang dibutuhkan, kamu akan selalu kembali kepada ku. Karena aku mencintai kamu, dan kamu juga mencintai aku.” Ujarku sambil berjalan mendekat kepadanya.
“Aku uda berjanji ama diriku sendiri, kali ini, aku gak akan lari lagi, aku gak akan ngelepasin cinta kamu lagi. Aku ingin kita selalu bersama mulai sekarang, Ga.” Aku menyentuh pipinya, dan memajukan wajahku ke wajahnya. Dan untuk kedua kalinya, bibir kami pun saling bertemu. Namun kali ini, bukan hanya bersentuhan saja. Aku langsung mengaitkan bibir kami, sambil melingkarkan tangan ku di lehernya.
I won’t ever let you go, my love.
Kami pun berciuman dengan pelan dan lembut. Aku menumpahkan segala perasaan sayangku, segala kerinduan ku yang sudah aku tahan bertahun-tahun, segala gairah dan hasrat ku. Aku membiarkannya mengalir liar tanpa aku tahan-tahan lagi.
Aku menarik tubuh Rangga, untuk masuk ke dalam kamar, dan menariknya ke tempat tidur. Aku merebahkan tubuhku di tempat tidur, menyerahkan segalanya kepada pria yang paling aku cinta. Aku tau kami belum menikah, dan tidak seharusnya aku melakukan ini, tapi aku tidak mau kehilangan dirinya lagi.
Ciuman kami pun semakin bergairah, dan semakin intens saling melumat. Lidah kami pun saling bergelut, berusaha saling mengaitkan satu sama lain. Aku begitu menikmati ciuman bersama Rangga seperti ini. Memang sangat berbeda saat aku berciuman dengan Gery. Aku tidak merasakan apa pun bersamanya. Tapi bersama Rangga, aku begitu merasakan kelembutan, kehangatan, dan kasih sayang Rangga yang terasa begitu meluap-luap. Membuat ku semakin memasrahkan diriku kepadanya. Aku luruh bersama cintanya.
Aku kemudian membalik tubuh Rangga, hingga aku sekarang berada di atas tubuh Rangga. Aku melepaskan ciumanku, dan duduk tegak di atas tubuh Rangga. Rangga hanya menatapku dengan tatapan lembut, seperti yang pernah ia lakukan saat sedang menatap ku di mall waktu itu. Aku pun membalas tatapannya dengan tatapan penuh cintaku.
Aku mulai melepaskan jarum-jarum yang mengikat jilbabku, hingga jilbabku akhirnya terlepas dari kepalaku. Rambut panjang ku langsung tergerai, saat jilbabku jatuh terlepas. Aku tersenyum lembut sambil menggigit bibir bawahku. Karena jantungku yang berdebar-debar, rasanya akan meledak.
Aku kemudian rebah di dada Rangga, menyembunyikan wajahku yang malu di lehernya. “Tolong bukain resleting belakang ku Ga.” Bisik ku, dengan perasaan yang malu sekali rasanya. Seumur-umur baru kali ini aku meminta seorang pria membukakan bajuku, walau hanya resleting aja.
Sreeeeetttttt! Tangan Rangga awalnya kurasakan ragu-ragu mao membukanya. Namun akhirnya tangan itu pun menarik turun resleting baju gamisku ini. Aku pun segera duduk tegak lagi, setelah Rangga sudah menurunkan resleting baju gamis ku. Aku lalu menarik baju gamis ku, dari bawah ke atas, melewati kepalaku, hingga akhirnya aku hanya tinggal memakai pakaian dalam, berupa BH model bikini berwarna putih hanya terikat dengan menggunakan sebuah tali tipis, dan celana dalam bertali di samping, juga berwarna putih.
Aku melihat Rangga sampai ternganga, melihat ku seperti ini. Wajahku rasanya sudah terasa panas, saking malunya dalam keadaan setengah telanjang di hadapan seorang pria. Saat di depan Cherllyne aja aku uda malu banget, apalagi di depan Rangga seperti sekarang ini. Pakaian dalam ini merupakan pemberian Cherllyne. Aku sebenarnya malu sekali saat ingin memakainya, namun Cherllyne terus saja memaksaku.
But the show must go on. There’s no turning back again. Dengan menahan rasa malu sekuat tenaga, aku berusaha menggerakan tangan ku ke belakang, dan melepaskan kaitan bra ku. Aku membiarkan bra ku itu jatuh dengan sendirinya, hanya dengan menggerakan sedikit bahu ku saja. Kedua payudara putih ku yang cukup bulat dan seksi pun, langsung menjadi santapan mata Rangga.
Saat melihat Rangga menatap ku dengan wajah terpesona seperti itu, malah justru membuat ku senang sekali rasanya, tapi juga malunya hampir tidak tertahankan lagi. Beberapa kali aku menahan keinginan kedua tanganku yang ingin menutupi kedua payudaraku ini.
Pertunjukan ku belum selesai, aku pun juga melepaskan tali yang tersimpul di pinggul sebelah kiri ku. Dan aku pun melepaskan pertahanan terakhirku. Menampakan vagina ku yang kemerahan, mulus tanpa adanya bulu. Karena aku punya kebiasaan selalu mencukur habis rambut kemaluanku itu, karena rasanya gatal sekali bila tumbuh panjang.
Rangga benar-benar terpana melihatku telanjang bulat untuk pertama kalinya. Pun begitu juga untuk ku, pertama kali nya aku memperlihatkan tubuhku yang tanpa pakaian ini di hadapan seorang pria. Dan Rangga adalah pria yang paling pantas bagi ku untuk mendapatkan kehormatan itu.
“O-Olii?..a-aa...aaa...kamu...” Rangga benar-benar tidak mampu berbicara, saat melihatku telanjang seperti ini. Aku kemudian membuka seluruh kancing kemeja Rangga, walau belum melepaskan kemejanya dari tubuh Rangga. Aku pun mulai merebahkan lagi tubuhku di dadanya, menempelkan kedua payudaraku yang tanpa tertutup lagi, berhimpitan dengan dada nya yang juga tanpa tertutup pakaian, dan mencium lagi bibir Rangga, dan mengulumnya lembut.
“Aku mencintai mu, Fadli Rangga Putra. Hanya ama kamu, aku ingin menyerahkan segala yang aku punya buat kamu. Buat aku, hanya kamu yang paling berhak atas tubuhku dan jiwa ku ini Ga. Bercintalah denganku, sayang. Lakukanlah apa pun yang ingin kamu lakukan, sayang ku.” Bisiku ku di telinganya.
Aku menarik tubuh Rangga untuk duduk bersama ku saling berhadapan, dengan aku masih berada di pangkuannya. Kemaluanku hanya terpisahkan oleh celana panjang dan celana dalam Rangga, dari batang kemaluannya.
Aku langsung melumat lagi bibir Rangga. Kami saling melumat penuh gairah birahi. Aku meraih kedua tangan Rangga, dan meletakannya di kedua payudaraku. “Rasakanlah sayang. Aku tidak pernah membiarkan siapa pun menyentuh bagian ini langsung, seperti yang kamu rasain sekarang.” Aku bahkan membantu tangan Rangga, yang masih seperti malu-malu, untuk meremas-remas payudaraku ini. “Ssshhhh...” Aku sedikit mendesis karena rasa geli di kedua payudaraku, saat tangan Rangga, yang dibantu tanganku sendiri, meremas pelan kedua payudaraku ini.
“Ol...” Rangga mendesis pelan, dan aku pun tersenyum lembut ke arahnya.
CHARACTERS
Fadli Rangga Putra
Olivia Khumaira Putri
32 | Love Me Like You Do
Gw...jujur gak tau harus berkata apa, atau bagaimana gw harus bersikap. Gw emang amat sangat mencintai Olivia, sahabat ku dari kecil. Namun, gw juga tau diri, mengingat gw yang hmm...uda kotor, dibandingkan dengan nya yang masih ‘utuh’ dan ‘murni’.
Gw hanya merasa sudah tidak pantas lagi aja, bersanding dengannya. Gw bahkan uda pasrah, saat Oli berbaikan lagi dengan Gery. Gw sempat merasa mungkin ini lah jalan yang terbaik untuk kami berdua.
Gw bahkan menceritakan semua yang telah kulakukan dengan beberapa wanita. Gw gak mau ada kebohongan di saat Oli akhirnya menyatakan perasaannya ke gw. Sesuatu yang gw tunggu-tunggu sepanjang hidup gw, dan saat akhirnya dia melakukan itu, gw uda keburu ‘rusak’ oleh sikap gw sendiri. Gw gak menyesali apa yang telah gw lakukan bersama Cherllyne dan Liana, karena itu merupakan salah satu kebahagiaan gw, bisa berbagi perasaan dan kasih sayang kepada mereka berdua. Gw lebih merasakan bahwa ini adalah sebuah takdir. Semua mengalir bagaikan air, tanpa adanya paksaan. Yah well mungkin perkecualian untuk masalah orgy gila itu.
Namun yang lebih gak gw duga, adalah sikap Oli yang menerima dengan lapang dada, atas semua yang telah gw lakukan. Gw...bener-bener speechless melihat keteguhan hati dan tekad Oli untuk terus melabuhkan harapannya untuk bisa menjalani masa depan bersamanya. Bagaimana aku bisa menolak seorang wanita yang berharga untukku, ‘melamar’ ku dengan tekad yang gak pernah aku liat dari dalam dirinya, sebelum ini.
Oli...memang wanita yang luar biasa bagiku. Gw pun bagaikan menumpahkan segala kerinduan gw, segala hasrat gw, dan cinta gw kepadanya, saat kami saling melumatkan bibir kami satu sama lain.
Gw tidak memiliki pikiran untuk melakukan lebih jauh lagi, sebenarnya. Seperti yang gw biasa lakukan dengan Cherllyne maupun Liana. Tapi malah Oli sendiri yang tampaknya begitu aktif merangsang gw.
Gw semakin terkejut, saat Oli tiba-tiba melepaskan jilbabnya, dan meminta gw untuk menurunkan resleting baju gamisnya. Untuk sesaat, gw sempat ragu-ragu untuk melakukannya. Tapi gw juga gak mau membuatnya merasa rendah diri, karena gw menolak untuk membukakan resleting bajunya itu. Gw gak mau membuatnya berpikir, kalo gw lebih memilih Cherllyne ataupun Liana.
Oli dengan anggunnya melepasi baju gamisnya, hingga memperlihatku tubuhnya yang putih dan mulus, bagaikan sebuah pualam yang bersinar. Oli terlihat begitu seksi dan indah, dengan pakaian dalam bikin bertali yang dipakainya. Ini lah pertama kalinya gw melihat Oli seterbuka ini, seumur hidup gw.
Wajahnya begitu cantik dan seksi, dengan rambut terurai indah, dan bibir kemerahan sedikit terbuka. Sukses membuat gw terpesona sampai tanpa sadar mulut gw terus menganga.
Kejutan buat gw rupanya gak sampai disini aja. Tangan Oli kemudian meraih tali yang mengikat bra nya, di punggungnya, hingga terlepas. Gw pun menyaksikan bagaikan dalam gerakan slow motion, dimana bra nya terjatuh, dan memamerkan kedua bongkah payudara yang terlihat begitu indah di mata gw. Payudaranya begitu kencang dan bulat hampir sempurna. Di hiasi oleh puting susu berwarna sedikit kemerahan, dengan areolah yang tidak terlalu besar. Benar-benar sangat indah. Dan harus gw akuin, payudara Olivia, lebih indah dari milik Cherllyne maupun Liana. Apa mungkin karena Oli masih suci dan belum tersentuh tangan pria manapun.
Kejutan kembali berlanjut, saat Olivia dengan gerakan perlahan melepaskan ikatan di pinggul kirinya, dan dilemparkannya celana dalam yang tadinya menutupi bentuk kemaluannya yang terlihat berkilauan. Vagina Oli mulus tanpa adanya bulu sama sekali, dan bibir vagina yang masih terlihat sangat kencang dan rapat, berwarna sedikit kemerahan. Sungguh kontras dengan kulitnya yang putih bersinar.
“O-Olii?..a-aa...aaa...kamu...” Gw...bener-bener terpesona melihat keindahan ciptaan Allah, di hadapan gw ini, dengan mulut gw yang terus menganga. Ya Allah, Oli...tubuh Oli, benar-benar indah dan seksi sekali. Gairah ku langsung meluap-luap. Jantung gw berdebar gak karuan rasanya.
Oli kemudian membuka seluruh kancing kemeja gw, dan di sibakannya tanpa melepaskan baju gw seluruhnya. Oli lalu mulai merebahkan tubuhnya di dada gw, menempelkan kedua payudara nya, yang tanpa tertutup lagi, berhimpitan dengan dada gw yang juga tanpa tertutup pakaian. Oli kemudian mencium lagi bibir gw, dan mengulumnya dengan lembut dan penuh perasaan.
“Aku mencintai mu, Fadli Rangga Putra. Hanya ama kamu, aku ingin menyerahkan segala yang aku punya buat kamu. Buat aku, hanya kamu yang paling berhak atas tubuhku dan jiwa ku ini Ga. Bercintalah denganku, sayang. Lakukanlah apa pun yang ingin kamu lakukan, sayang ku.” Bisik Oli di telinga gw. Jujur, gw terkejut banget mendengar ucapan Oli. Oli meminta gw...untuk bercinta dengan nya?
Oli kemudian menarik tubuh gw untuk duduk bersama nya, dengan posisi saling berhadapan, dan Oli berada di pangkuangw. Batang junior gw rasanya uda sesak ingin segera keluar. Apalagi vagina Oli berada tepat di atas junior gw, yang sayangnya masih terhalang oleh celana panjang dan celana dalam gw.
Oli langsung melumat lagi bibir gw lagi. Kami saling melumat penuh gairah birahi. Tiba-tiba, Oli meraih kedua tangan gw, dan meletakannya di kedua payudaranya yang terasa sangat kenyal sekali. Jauh lebih kenyal daripada Cherllyne dan Liana.
“Rasakanlah sayang. Aku tidak pernah membiarkan siapa pun menyentuh bagian ini langsung, seperti yang kamu rasain sekarang.” Oli bahkan Menekan dan meremas-remas tangan gw, agar meremasi kedua payudaranya, di saat gw lagi ragu-ragu untuk mulai meremasnya. “Ssshhhh...” Oli pun sedikit mendesis, saat tangan gw, yang dibantu tangannya, meremas pelan kedua payudaranya.
“Ol...” Gw...bener-bener ragu-ragu untuk memulainya. Bagaimanapun, Oli masih suci, dan gw gak ingin merusaknya. Namun Oli hanya tersenyum lembut ke arah gw.
“Aku mau, sayang. Bikin aku melayang ama cumbuan kamu, sayang.” Bisik Oli lagi, yang membuat gairah gw seakan tidak terbendung lagi. Gw segera melumat lagi bibirnya dengan segala gairah gw. Insting liar gw mulai mengambil alih pikiran dan nalar gw.
“Ssshhh...aahhhhhh” Desis Oli saat gw sedang menciumi lehernya. Mengecupi bagian leher, terkadang aku hisap pelan, menimbulkan tanda kemerahan di lehernya. Tangan gw semakin berani meremasi kedua payudara Oli yang kencang sekali. Kali ini gw juga mulai memainkan putingnya, yang mulai mengeras. “Ooohhhhh...sssshhhh...geliihhh sayangghhh....aahhh” Desis Oli sambil memejamkan matanya.
Cumbuan gw mulai turun dari leher, hingga ke area sekitar dadanya. Gw terus mencium dan menghisap bagian payudaranya, tanpa menyentuh putingnya. Tangan Oli mulai mengusap-usap rambut gw. Gw bikin banyak cupangan di bagian payudaranya, hingga banyak tanda merah bermunculan di sekita payudaranya.
Lalu gw jilatin di bagian areolanya, tetap tanpa menyentuh puting susunya. Badan Oli mulai gelisah, dan mata Oli terus terpejam, sambil mendesis-desis. “OOOHHHHH....ssssshhhhh....sayangghh...geliihhh bangett....aaaahhhhhh” Oli langsung memekik keras, saat mulut gw langsung mengulum puting payudaranya, sambil meremas-remas payudara satunya. Tangan Oli sudah bukan lagi mengusap-usap kepala gw, tapi uda lebih meremas-remas dan sedikit menjenggut rambut gw.
Tubuh Oli sampai bergetar, dan menggigil saat gw kulum sedemikian rupa, sambil memainkan puting payudaranya dengan lidah gw. Tangannya malah semakin kuat menekan kepala gw ke payudaranya.
Oli kemudian melepaskan kemeja gw dari badan gw, hingga gw pun bertelanjang dada sekarang. Oli mulai mengusap-usap punggung gw, saat mulut gw masih terus menjelajahi kedua bukit payudaranya itu.
“Ooohhhhh...Ranggaa...gelii bangettt...oooohhhh” Gw menghentikan sementara cumbuan gw, saat badan Oli terlihat begitu menggigil dan bergetar sambil memeluk badan gw erat banget. Sampai beberapa saat kemudian barulah pelukan Oli melemah dengan nafas yang memburu. Mungkin kah Oli mendapatkan orgasme kecil pertamanya? Pikir gw.
“Kegelian banget kah?” Tanya gw, sambil mengusap rambutnya yang mulai basah oleh keringatnya.
Oli membuka matanya, dan langsung menunduk malu-malu. “Emang geli banget sayang? Enak ga?” Gw mengulangi lagi pertanyaan gw.
“Ihhh...nanya nya kok gitu sih? Kan uda keliatan tadi, aku ampe gemeteran gituh” Jawabnya mulai manyun lagi. Gw terus menyibakan rambutnya yang turun menutupi wajah dan matanya. Gw angkat dagunya agar bisa menatap gw. Kami saling menatap satu sama lain.
“Kamu kenapa tetep mao jadian ama aku sih Ol? Aku kan ini cowo nakal, yang uda sering....ya gitu lah...nakal...ama cewe laen, kenapa kamu tetep mao ama aku sih? Kan masih banyak cowo baik-baik yang lebih baik dari aku, Ol?” Tanya gw sambil menatap dan mengusap peluhnya dari dahi nya.
“Iya yah...kamu kan belom kasih keputusan kamu, Ga. Jadi, apa keputusan kamu Ga?” Oli malah bertanya balik.
“Hmm...gimana kalo kamu jawab dulu pertanyaan aku, baru aku jawab pertanyaan kamu?” Gw kembali bertanya kepadanya sambil tersenyum.
“Hmm...Kamu...yang belajar dari si Cherllyne, atau Cherllyne yang belajar dari kamu sih? Mesti deh, kalo aku nanya ke kamu ato Cherllyne, pasti malah nanya balik duluan, baru mao ngejawab pertanyaan aku. Hmm.” Jawab Oli kembali manyun. Hehehe...asli gw beneran suka banget ama manyun nya Oli ini.
Gw langsung mengulum bibirnya yang lagi manyun itu, hingga dia menjadi gelagapan kena serangan mendadak gw. Hahaha.
“Ihhhh...dasar...hahaha. Orang lagi manyun, maen nyosor aja. Huh. Jelek dasar.” Ujarnya sambil tersenyum merajuk. Hadehh..Ol...lu..beneran deh, ngegemesin banget. Tiap hari bisa gw gigitin mulu nih saking gemesnya.
“Ayo...jawab dulu pertanyaan aku.” Ujar gw kemudian sambil tersenyum, sambil menciumi bagian dadanya.
“Hmm...kan aku uda kasih alesannya tadi. Karena aku mencintai kamu, Rangga sayang. Aku uda bertekad gak akan ngelepasin cinta kamu lagi sampai kapan pun. Apa pun yang uda kamu lakuin ama cewe-cewe lain, sebelumnya. Lagian, kalo gak nakal, kan bukan cowo dong. Hehehe.” Jawabnya sambil tersenyum manis.
“Cowo tuh kan baru keliatan macho dan gagah, kalo dia terlihat “nakal” lho. Yah asal nakal nya itu gak ampe kelewatan dan membuat masalah bagi orang lain sih. Dan kamu...terlihat gagah dan macho di mata aku, Ga. Gak ada yang lain lagi di mata aku. Cuma kamu.” Jelasnya lagi sambil mengusap pipi gw dan menatap lembut mata gw. Anjritt...ngeliatnya kaya gini bikin gw jadi...terharu banget.
Gw lalu mengecup lembut bibirnya. Bagaimana gw bisa menolak wanita yang begitu mencintai gw seperti Oli yang sekarang. Tapi di sisi lain, juga membuat gw bingung sendiri. Bagaimana gw harus bersikap kepada Cherllyne dan Liana, apabila gw memutuskan untuk menjalin kasih dengan Oli? Rani...awalnya justru gw mengira Rani lah yang akan menjalin kasih dengan gw, saat kami sudah begitu dekatnya, bahkan seperti uda seperti layaknya sepasang kekasih. Dan hampir saja gw merenggut keperawanan Rani waktu itu, kalau saja gw ampe gak sadar diri.
Tapi, begitu melihat kemesraan dia bersama Hari semalam itu, menjadi membuat gw bertanya-tanya, bagaimana sih perasaan Rani yang sesungguhnya terhadap gw? Kalo emang suka ama gw, kenapa dia bermesraan bersama Hari, seperti semalam itu? Tapi kalo dia emang suka sama Hari, kenapa juga dia mau gw cumbu di kamar kosannya waktu itu, hingga sampai gw ampir aja kebablasan.
Rani...kamu...emang begitu membingungkan diri ini.
“Tuh kan...aku uda jawab, yang kamu tanyain, tapi kamu malah diem aja cuma ngeliatin aku aja.” Ujar Oli merajuk, gw ga menjawab-jawab pertanyaan dia tadi. Membuat gw langsung tersenyum lembut.
“You are the love of my life, Ol. How can I deny such a beautiful and kind woman like you. Apalagi kalo wanita cantiknya ini, lagi telanjang bulat gini, seksi banget.” Jawab gw, yang langsung membuat Oli malu lagi sambil menutupi kedua payudaranya dengan menyilangkan kedua tangannya. (Kamu lah cinta dalam hidupku, Ol. Bagaimana aku bisa menolak wanita yang begitu cantik dan baik hati kaya kamu gini.)
“Ihhh...tuhh kann...ga usah di tegesin kali, aku lagi telanjang gini. Aku kan malu tau. Kamu kan cowo pertama yang ngeliat aku bugil gini.” Jawabnya malu-malu.
Gw lalu membalikan tubuhnya, hingga ia terlentang.
“Kamu tau Ol? Aku gak bangga jadi cowo nakal di hadapan kamu. Gak sama sekali. Tapi aku bisa kasih tau, kalo tubuh telanjang kamu ini, adalah tubuh paling seksi dan paling indah, yang pernah aku liat dari semua cewe-cewe yang pernah telanjang di depan aku. Kamu Ol, dari semuanya. Dan aku bersyukur banget aku memiliki seorang wanita kaya kamu, yang nemenin aku ampe aku tua nanti.” Ujar gw memujinya. Dan ini memang kenyataan. Bukan sekedar rayuan gombal semata.
“Masa sih? Badannya Cherllyne kan juga seksi banget tuh? Aku kan pernah mandi bareng ama dia tau, jadi aku tau badannya kaya gimana. Aku ga tau gimana kalo yang lain. Tapi masa sih aku yang paling seksi menurut kamu?” Tanya Oli.
“He? Kok bisa mandi bareng ama Cherllyne, kamu Ol? Gimana ceritanya tuh?” Gw terkejut juga mendengarnya. Sekaligus bikin gw horny banget, membayangkan mereka berdua telanjang di hadapan gw gitu. Ughh...waktu kemaren threesome ama mandi bertiga bareng Cherllyne dan Liana aja, rasanya bikin gw horny terus. Apalagi kalau Oli ikutan. Wah gak kebayang deh. Hehehe.
“Hihihi...si Cherllyne tuh yang maksa aku. Aku kan malu banget tau, biar sesama cewe juga.” Jawab Oli. Hmm...membuat gw jadi berpikir tentang ucapan Cherllyne waktu itu.
“Tapi yang jelas aku begitu menyayangi kamu dan Oli, Ga. Oli buat aku, uda seperti saudara kandungku sendiri. Aku ingin Oli bahagia. Dan aku tau, yang bisa bahagiain Oli itu bukan Gery, tapi kamu, yang.”
“Saat ini, aku lebih rela ngorbanin perasaan aku sendiri ke kamu, dengan ngelepasin kamu ke Oli, yang. Aku hanya ingin melihat kamu ama Oli jadian, trus hidup bahagia, walaupun aku harus rela mencintai kamu tanpa harus memiliki, tapi aku puas, yang. Walaupun aku ga merasakan langsung kebahagiaan kamu ama Oli nanti, tapi aku uda sangat puas kalo aku bisa nyatuin kamu ama Oli, yang.”
Ucapan Cherllyne waktu itu, yang terucap begitu tulus hingga ia sampai meneteskan air matanya, sungguh membuat gw begitu terharu, dia sampai berkorban sampai segitu nya demi gw dan Oli. Gw seumur-umur gak pernah ketemu cewe yang sepertinya itu.
“Cherllyne...emang seksi banget...dan juga penuh perhatian banget. Dia...sayang banget ama kamu Ol. Dia bilang, kamu uda seperti adiknya sendiri. Jadi dia rela mengorbankan dirinya, hanya agar kita bisa bersama. Seperti sekarang ini.” Ujar gw sambil menerawang.
“Hmm...iyaa...aku tau kok, Ga. Aku denger kok dia waktu itu bilang lebih mengorbankan perasaannya ke kamu, hanya agar kamu bisa bersama aku.” Ujar nya, membuat gw menjadi teringat akan sesuatu.
“Oh...jadi...yang dateng malem-malem ke apartemen Cherllyne itu...emang beneran kamu ya?” Tanya gw, membuat dia langsung terkejut, dan menutup mulutnya.
“Si Cherllyne waktu itu uda curiga sih emang, kalo itu kamu yang dateng. Karena yang pegang kunci apartemen dia, kan cuma kamu, katanya.” Ujar gw.
“Iya...tadinya aku mao curhat aja ama dia. Tapi...taunya dia lagi ama kamu. Jujur aku tadinya marah banget ama kamu ama Cherllyne. Aku bahkan ngerasa seperti di tusuk dari belakang ama si Cherllyne. Dia terus ngeyakinin dan ngebantuin aku buat bisa ama kamu, tapi justru dia yang deketin kamu di belakang aku.” Jawab Oli kemudian.
“Tapi, aku jadi tau sih, gimana rasanya waktu kamu ngeliat aku lagi ciuman ama si Gery waktu itu. Dan juga, saat mendengar ucapan Cherllyne, aku jadi merasa bersalah. Karena Cherllyne keliatannya sayang banget ama kamu sebetulnya.” Lanjut Oli.
“Yah...aku tau itu. Tapi...dia lebih memilih untuk berusaha agar tidak melukai perasaan kamu. Karena kamu ngeliat dia lagi ama aku aja, dia uda nyesel banget. Dia katanya bahkan ampe janji gak mau deket-deket aku lagi ama kamu ya?” Ujar gw. Gw juga jadi teringat saat Cherllyne awalnya menolak untuk bercinta dengan gw kemaren itu, pas ama Liana juga.
“Iya sih, dia emang pernah bilang gitu. Tapi akunya malah ngerasa gak enak juga jadinya. Karena dia buat aku, juga seperti kakak sendiri. Kami sama-sama anak tunggal, sama-sama tinggal tanpa orang tua. Dan...sama-sama mencintai pria yang sama.” Ujarnya sambil menatap gw.
“And I love you too. Olivia Khumaira Putri” Ujar gw sambil mengecup lembut bibirnya. Dari hanya kecupan, berubah dengan kembali saling melumat bibir kami masing-masing. And I lover her also. And Liana too. I’m so sorry for this, Ol. Can’t help it. It just happen. Pikir gw.
Tangan gw terus membelai seluruh tubuhnya yang indah. Terasa sangat licin di tangan gw. Kulitnya begitu halus gw rasakan. Mungkin karena hampir setiap saat selalu tertutup, membuat kulitnya menjadi begitu halus dan indah.
Ciuman gw turun ke leher, sambil sesekali gw jilat dan gw hisap hingga menimbulkan beberapa titik kemerahan di lehernya. Harum tubunya Oli, membuat gairah gw naik dengan cepat.
Lalu gw angkat kedua tangannya ke atas. Bagian ketiaknya mulus tanpa adanya bulu. Membuatnya terlihat begitu sexy. Gw tanpa ragu langsung menyusup dan menciumi bagian ketiaknya, bahkan sesekali gw jilatin. “Aaahhhh...sayang, jangan di situ ahh...kan kotor. Lagian geli banget yang...sssshhhh.” Ujar Oli berusaha menurunkan kedua lengannya. Namun gw tahan kedua tangannya, dan terus saja gw jelajahi kedua ketiaknya.
Setelah gw cukup puas, gw mulai mencium bagian dadanya lagi. Kali ini langsung gw kulum dan gw mainkan puting payudaranya Oli, hingga Oli langsung mengerang dan merintih. “Aaaaahhhhh...mmmmhhhhh....aaaahhhhh....sssshhhhh. ...aaahhhhhh”. Rintihnya sambil badannya terus bergerak tidak bisa diam.
“Aaaahhhh...Ranggaahhh....geliihhh...aaahhhhh” Badan Oli benar-benar gak bisa diam, dan terus bergerak, bahkan sambil melengkung ke belakang sesekali badannya, membuat payudaranya semakin membusung.
Beberapa lama gw bermain dengan kedua payudara Oli, cumbuan gw mulai turun ke perutnya. Gw jilatin bagian pusarnya, membuat gerakan tubuh Oli menjadi semakin menggila.
Hanya sebentar bermain-main di pusar, cumbuan gw kembali menjalar turun. Gw ciumi bagian samping vaginanya. Gw pindah posisi, dan berada di antara kedua pahanya. Gw angkat kedua kaki Oli, dan gw letakan di bahu gw. Vagina Oli yang belum terjamah, masih terlihat rapat, walau pun kedua pahanya gw lebarkan seperti ini.
Gw ciumin betis kanannya dulu, terus hingga ke paha bagian dalam. Begitu juga dengan kaki Oli sebelah kiri. Dan di area pangkal paha gw tetap belum menjamah bagian terindah nya. Gw hanya menciumi bagian pinggiran kemaluannya, tanpa menyentuh bagian utama kemaluannya.
Gw sejenak menatap bibir vagina Oli dari jarak dekat. Sedang mengagumi keindahan yang tersaji di hadapan mata gw. Namun rupannya Oli menyadarinya, dan langsung menutupnya dengan tangannya.
“Ihhh...ngeliatinnya jangan kaya gitu dong. Aku malu tau. Jelek yah punya ku?” Ujar Oli manja.
“Indah banget sayang ku.” Jawabku memujinya sambil tersenyum lembut. Perlahan gw dekatkan wajah gw ke vaginanya Oli. Bau khas vagina, langsung tercium di hidungku. Namun gw suka ama bau kemaluannya Oli. Entah kenapa rasanya...enak aja.
Pertama gw hanya menempelkan hidung gw, di sekitar kemaluannya hingga bibir vaginanya. Pantat Oli pun langsung bergoyang-goyang, walaupun gw belum memberikan rangsangan sesungguhnya. Gw lihat, vagina Oli juga sudah basah sekali.
“AAAAAHHHHHHH....kamuuhhh....apaiinn ituh akuuhhh....aaaahhhhh” Tubuh Oli langsung mengejang, dengan kedua tangannya meremasi seprai tempat tidur, saat lidah gw secara perlahan mulai “berkenalan” dengan bibir vaginanya Oli.
Perlahan gw jilatin dari bawah ke atas secara perlahan dan selembut mungkin. Gw nikmatin cairan pelumas yang mulai meluber keluar dari dalam liang vaginanya. Pantat Oli terus bergerak mengikuti kemana lidah gw bergerak. Ditambah dengan erangan-erangan erotis Oli, menambah sensual pemandangan yang tersaji di depan gw ini.
Jilatan-jilatan gw pun semakin intens, bahkan sesekali gw menghisap pelan bibir vaginanya. Tangan Oli sekarang meremasi dan sedikit menjambak rambut gw. Seiring gairahnya yang semakin memuncak.
Rintihan nya pun berubah menjadi pekikan-pekikan kecil. Gw melihat Oli beberapa kali menutup mulutnya, untuk menahan suara yang keluar dari mulutnya. Walau tidak sepenuhnya berhasil, karena setiap gw menghisap bibir vaginanya, suara Oli pun otomatis langsung memekik. Hingga akhirnya dia menyerah, dan membiarkan suaranya keluar tanpa di tahan-tahan lagi.
“Ranggaahhh...akuuhhh mao pipisss...geli bangettt Gaahhh...udahaann duluuhhh....aaahhh...ga tahann lagiih nih” Dalam rintihannya, Oli mengatakan ingin pipis. Mungkin Oli akan mendapatkan orgasmenya.
“Biarin aja sayang, pipisin aja. Lepasin pipis nya, jangan di tahan-tahan, sayang.” Ujar gw berusaha menenangkannya.
“Gak bisaaaa....aku gak bisaaa...udah dulu yangg...” Oli dengan keringat yang telah membasahai kepala dan tubuhnya, terus menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bisaa....tarik nafas yang dalem. Bikin badan kamu rileks, tenangin diri kamu, pasrahin aja ama gairah kamu. Biar gairah dan tubuh kamu yang ambil kendali, Ol. Lepasin aja. Jangan kepikiran nanti takut kotor kena pipis. Itu bukan pipis, percaya ama aku sayang. Lepasin aja.” Ujar gw lagi. Dan gw semakin cepat merangsang vaginannya Oli. Pantatnya mulai berkejat-kejat sedikit.
“Aduuhhh...sayanggg...aku mao pipiss...aku gak bisa keluarin pipisnyaahh.” Ujar Oli lagi masih takut-takut.
Langsung aja gw hisap dengan kuat klitorisnya sambil gw mainkan dengan lidah gw. Gw ga mao memasukan jari gw untuk membantunya orgasmen, karena Oli masih perawan. Dan hasilnya ternyata mampu membuat Oli langsung menaikkan pantatnya tinggi, dan kemudian...
Sretttt! Sretttt! Sretttt! Sretttt!
“Pipis”-nya Oli langsung memancur beberapa kali, walau tidak banyak. Namun cukup membuat pengalaman petting Oli menjadi sedikit berkesan. Karena tidak semua wanita bisa melakukan squirt. Apalagi yang baru pertama kali merasakannya.
Pantat Oli terus berkejat-kejat hingga beberapa lama, di iringin teriakan-teriakan dari mulutnya, saat ia lepas kendali akan dirinya.
Tubuhnya kemudian mulai melemas, seiring meredanya gelombang orgasmenya. Nafas Oli terengah-engah tidak beraturan. Matanya terpejam, dengan peluh yang membasahi wajahnya. Gw dengan lembut kemudian mengusap keringat yang membanjiri wajah cantiknya.
Batang junior gw rasanya uda sakit banget di dalam celana. Gw masih berusaha menahan celana gw, karena gw takut akan kebablasan memerawani Oli. Yah memang Oli meminta gw untuk melakukan itu, namun entah kenapa, gw merasa sayang untuk melakukannya sekarang.
“Gimana rasanya sayang?” Tanya gw sambil mengusap rambutnya.
“Haahhhh...enak banget sayang. Hihihi. Aduuhhh...rasanya pas pipis tadi tuh...ughh...enaaaak banget.” Jawab Oli sambil tersenyum.
“Kamu kok belum buka celana kamu sih? Sini aku bukain yah, celana kamu. Kamu tiduran deh” Oli kemudian bangun dan lalu menarik tubuh gw, dan mendorong badan gw hingga gw rebahan. Oli lalu segera membuka ikat pinggang gw. Di ikuti dengan membuka kaitan celana gw, menurunkan resletingnya, hingga menurunkan celana panjang gw.
Batang junior gw yang sudah tegak sempurnya, terlihat menonjol di celana dalam gw. Namun junior gw pun langsung meloncat keluar, begitu Oli membuka celana dalam gw juga. Oli sempat menundukan wajahnya, saat melihat batang kemaluan gw.
Dengan malu-malu, Oli mulai menyentuh batang junior gw dengan ujung tangannya. Gw melihat, Oli terlihat malu-malu saat menyentuh batang junior gw, sementara tangan satu lagi menutup mulutnya. Dia malah terlihat imut sekali.
Lalu, Oli menarik celana dalam gw, hingga gw pun sekarang telanjang bulat di hadapannya. Oli lalu rebahan di samping gw. “Hmm...aku mao nyiumin kamu. Tapi...jangan ketawain yah kalo aku kikuk. Hehehe. Mmuuuaahhh” Ujarnya malu-malu, sebelum mengecup bibir gw.
Oli lalu mulai mengecupi pipi gw, kening gw, hingga hidung gw dengan lembut. Kami sempat saling bertatapan mata sesaat. Oli kemudian kembali menciumi wajah gw, sampai di bibir gw, Oli mulai melumat bibir gw. Lidahnya langsung menyeruak masuk ke dalam mulutku, berusaha membelit lidah gw.
Oli kembali melanjutkan menciumi leher gw beberapa saat. Kemudian, cumbuan Oli turun ke dada gw. Oli terus menciumi dada gw, sambil mengelus-elus perut dan paha gw. Cumbuan Oli terus turun hingga di ujung batang junior gw.
Oli mengecup ujung batang junior gw, sementara tanganya mengusap-usap batang junior gw. Yah memang tidak seperti Cherllyne maupun Liana, yang memang sudah mahir dalam memainkan batang junior gw. Namun berhubung yang sedang menyentuh batang gw ini adalah tangannya Olivia, wanita yang selalu ada dalam pikiran gw, jadi rasanya gairah gw, tetap saja langsung meluap-luap penuh kenikmatan saat tangannya menyentuh batang junior gw.
Setelah hanya menciumi batang junior gw, Oli mulai berani menjulurkan lidahnya, dan mengecap batang junior gw. Dengan perlahan Oli pun mulai menjilati seluruh batang junior gw. Tangannya pun sudah merema-remas pelan sambil sesekali mengocok junior gw. Gw langsung mengusap-usap rambut hitamnya yang panjang.
Seumur-umur gw bersahabat dengan Oli, dari kecil hingga sekarang, benar-benar gak kebayang, sekarang Oli, dengan tubuh telanjang bulat sedang menjilati batang kemaluan gw. Rasanya memang sesuatu banget.
Setelah cukup lama menjilati mulai dari ujung batang junior gw, hingga ke pankalnya, dan kembali lagi ke atas, berulang-ulang, Oli mulai berani untuk bertindak lebih jauh lagi. Dia membuka mulutnya, dan secara perlahan mulai memasukan batang gw ke dalam mulutnya.
Awalnya Oli hanya mendiamkan batang gw di dalam mulutnya itu, sebelum secara perlahan mulai menaik turunkan mulutnya, mengocok batang junior gw. Dan asli, rasanya enak banget, walau belum se-ahli Cherllyne ataupun Liana. Tapi untuk ukuran pemula, cara Oli mengulum batang junior gw, rasanya uda luar biasa banget. Oli dengan telaten mengulum batang gw, sambil menjilati ujung kepala junior gw, tanpa mengenai gigi-nya sedikitpun. Bahkan Liana sekalipun, yang sudah menikah, tetap saja masih kena gigi, waktu pertama kali mengulum batang gw.
Gw jadi sedikit bertanya-tanya, apakah ini memang pertama kalinya Oli mengulum batang kemaluan seorang pria? Karena caranya mengulum benar-benar enak.
Namun setelah beberapa lama, Oli menghentikan kulumannya di batangku, sambil senyum-senyum ke arah gw. “Hehehe...pegel rahang aku sayang. Kita..hmm...langsung aja yuk?” Ujarnya sambil menarik tubuh gw, meminta gw untuk bangun.
Oli lalu kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur, dan kali ini menarik gw agar berada di atas tubuhny. Oli langsung melebarkan kedua pahanya. Seolah-olah sudah siap untuk pertarungan yang sesungguhnya.
Dan untuk pertama kalinya selama kami bersahabat puluhan tahun, vagina Oli menempel dan bergesekan dengan batang junior gw. Rasanya hangat dan licin sekali, pikir gw.
“Ayo masukin sayang. Aku...uda siap menyerahkan mahkota aku ke kamu.” Ujar Oli sambil mengusap rambut gw. Namun, justru gw yang gak siap untuk mengambil mahkotanya ini. Pantat Oli bahkan seperti berusaha untuk menggoda batang junior gw, dengan menggesek-gesekan bibir vaginanya dengan batang junior gw.
“Kenapa sayang? Aku...kurang seksi kah? Atau kamu, ga terangsang ya ama aku?” Tanya Oli, setelah melihat gw hanya diam saja.
“Bukan sayang. Bukan itu. Kamu...menggairahkan banget tau. Nafsu aku uda di ubun-ubun nih rasanya. Tapi...entah kenapa, aku merasa ini bukan hal yang benar, sayang. Mengambil mahkota kamu sekarang.” Jawab gw benar-benar merasa ragu.
“Apa...kamu lebih nyaman bercinta ama Cherllyne atau mba Liana? Bahkan dengan Indah? Dibanding bercinta dengan aku?” Tanya Oli yang wajahnya mulai terlihat sedih.
“Bukan gitu Olivia cantik. Aku...nyaman banget kok, kita bercumbu gini. Tapi, aku benar-benar ingin menjaga kesucian kamu sayang. Aku akan ambil, hanya pada saat yang tepat nanti. Yaitu saat aku dan kamu, sama-sama sudah ber-ijab kabul sayang. Tapi bukan sekarang.” Jelas gw sambil mengusap wajahnya.
“Aku..gak akan pernah maafin diri aku sendiri, kalo aku ampe mengambil mahkota kamu, sebelum kita menikah, sayang. Aku akan menjaga kesucian kamu, hingga saatnya tiba. Karena pada saat itu, akan terasa lebih indah, sayang. Dan itu baru bisa terjadi, hanya bila saatnya tiba, saat malam pertama kita sebagai suami-istri.” Lanjut penjelasan gw, yang membuat Oli tersenyum lembut sambil menatap wajah gw. Air matanya terlihat mengembeng di pelupuk matanya.
“Bener ya? Aku akan pegang janji kamu lho sayang. Awas ya kalo kamu ampe gak ngelamar aku lho.” Jawabnya bersikap manja.
“Hehe...iya sayang, aku janji. Ya uda kita tidur sama-sama yuk, aku takut aku lupa diri, kalo ini aku nempel di itu kamu terus nih. Hehehe.” Ujar gw, saat pantat Oli masih menggesek-gesek batang junior gw di bibir vaginanya, perlahan-lahan.
“Eh, tapi kamu kan belum keluar, sayang. Aku bantu keluarin dulu ya?” Ujar Oli seperti teringat sesuatu, sebelum ia bangun dan meminta gw untuk rebahan kembali.
“Gapapa sayang. Aku masih bisa tahan kok” Jawab gw.
“Gak mau. Aku mau kamu lepasin dulu, daripada ketahan-tahan malah jadi gak bener.” Ujar Oli.
Oli mulai mengulum lagi batang junior gw dengan penuh kelembutan, dan penuh penghayatan. Caranya mengulum pelan sekali, tapi di dalam mulutnya, seperti tersedot-sedot vacuum cleaner. Belum lagi lidahnya seolah-olah sedang menyelimuti batang gw. Membuat badan gw terus menggelinjang kegelian. Cara Cherllyne, Liana dan Oli, memiliki ciri khas masing-masing dalam mengulum junior gw, tapi rasa ketiga nya benar-benar nikmat tidak terkira rasanya. Dan gw salut banget ama Oli, untuk ukuran orang yang baru pertama kali mengulum batang kemaluan pria. Ini benar-benar luar biasa sekali.
Tangan Oli membantu mengocok batang gw. Sehingga rasanya batang junior gw benar-benar di urut dengan nikmat sekali. Oli dengan telaten terus mengulum batang junior gw dengan begitu perlahan namun memabukan gw. Gilaa, di sedot-sedot begitu rupa oleh Oli, rasa-rasanya membuat batang junior gw hampir meledak, tidak lama lagi.
“Aduuuhhh...Oll...aku mao keluar nih Ol, keluarin mulut kamu dulu Oll...uushhhh” Ujar gw, saat rasanya sperma gw uda berada di ujung, dan tinggal menyembur saja.
Namun Oli tidak mengindahkan ucapan gw, dan terus saja mengulum dan menghisap dengan kuat batang junior gw. Hingga akhirnya gw gak tahan lagi. Sambil menggenggam erat rambutnya, gw menghentakan pantat gw ke atas, berusaha memasukan batang kemaluan gw sedalam-dalamnya ke mulut Oli.
Batang junior gw berkedut-kedut, dan gw merasakan batang gw menyembur cukup kuat berkali-kali ke dalam mulutnya. Gw melihat Oli sedang berusaha keras untuk menahan agar sperma gw tertampung seluruhnya di dalam mulutnya.
Glekk! Gw mendengar Oli menelan sesuatu. Pasti sperma gw yang di telannya. Dalam hati gw rasanya senang sekali Oli mau menampung dan menelan sperma gw. Oli masih saja terus membersihkan batang junior gw dengan ketelatenannya. Gw...merasa benar-benar di sayang banget, dengan cara Oli memperlakukan dan menyayangi gw seperti ini.
“Udah bersih sayang. Hihihi.” Ujar Oli sambil tertawa geli, saat sudah membersihkan batang junior gw. Oli lalu langsung merebahkan tubuhnya dengan bersandar di bahu gw, sementara sebelah kaki-nya berada di atas tubuh gw, seperti sedang memeluk sebuah guling.
“Kamu gak geli atau jijik sayang? Nelen sperma aku gitu?” Tanya gw sambil mengusap-usap rambutnya.
“Kenapa musti jijik? Itu kan benih dari cowo yang paling aku sayang. Benih yang nantinya akan menjadi anak-anak ku, anak-anak kamu. Lagian, sperma kamu rasanya ada...manis-manisnya gitu. Hihihi.” Jawab Oli terlihat ceria dan bahagia. Yah, keceriaan Oli yang seperti ini, yang selalu membuat gw merasakan kasih sayang yang sangat besar terhadapnya.
“Gimana cara aku hmm...ngemutin itu kamu? Enak ga?” Tanya Oli terlihat memerah wajahnya.
“Justru itu, yang bikin aku bingung nih. Kamu kok kaya udah ahli aja sih? Enak banget, ughh...junior aku kayanya di sedot-sedot vacuum cleaner gitu tau. Enak banget.” Jawaban gw membuat Oli tergelak tertawa.
“Ihhhh....hahahaha...masa mulut aku disamain ama vacuum cleaner sih? Emang kamu pernah yah, masukin itu kamu ke vacuum cleaner juga? Ya ampunn Rangga, masa sih?” Oli benar-benar tertawa mendengar istilah vacuum cleaner itu.
“Hahahaha...ya gak lah. Itu kan cuma perumpamaan aja Oli jelek. Gila apa aku masukin si junor ke vacuum cleaner. Bisa ledes deh. Hahaha.” Jawab gw sambil tertawa.
“Trus...kamu...uda sering latihan ya? Ngemutin itu?” Tanya gw lagi penasaran.
“Ihhh...hehehe...enak aja. Punya kamu tuh yang pertama kali merawanin mulut aku tau. Tapi, aku...hmm...emang uda sering ngebayangin sih, kita ngelakuin itu, yah termasuk aku ngemutin itu kamu juga. Hihihi...ihhh...aku malu ahhh.” Jawabnya sambil menyembunyikan wajahnya di bahu gw.
“Aku kan pernah juga nonton film gituan. Trus aku juga baca-baca, bagaimana cara ngemutin yang baik dan benar. Karena aku pengen nyenengin kamu aja. Awas ketawa ya, aku gigit nih. Hehehe” Lanjut Oli yang benar-benar membuat gw ingin tertawa, sekaligus terharu mendengarnya.
“Makasih ya sayang. I love you so much, Olivia sayang.” Ujar gw sambil memeluk erat tubuhnya, dan mengecup keningnya.
“I love you too, Rangga sayang. Aku seneng banget hari ini sayang. Aku gak akan pernah ngelepasin kamu lagi sampai kapan pun.” Jawabnya sambil mengecup pipi gw.
Kami pun tertidur bersama, dengan saling bertelanjang bulat, dan hanya di tutupi oleh selembar selimut besar, yang menutupi tubuh kami berdua. Sementara di dalam selimut, kami berdua tertidur saling berpelukan erat satu sama lain. Seolah, tidak satu pun di antara kami berdua, yang ingin melepaskan diri.
================================================== ========
CHARACTERS
Prayoga Surya Sasono (Papa Olivia)
“Jadi, apa kendala yang dihadapi untuk proyek itu?” Tanyaku kepada Lukman, Site manager untuk divisi pertembangan batubara yang kumiliki.
“Saat ini kendala terbesar kita, ada di jalur transportasi nya pak. Karena akses keluar masuk ke lokasi mining, semakin lama semakin tidak layak dilewati, bahkan untuk truk-truk besar kita pak. Jadi jangka waktu untuk pengiriman menjadi dua kali lebih lama, pak.” Jelas si Lukman.
“Apa sudah coba kamu bahas dengan pemkot setempat masalah ini? Kalo perlu kita bantu sumbang dana. Jangan sampai karena pengiriman kita menjadi terlambat, jadi berdampak pada kepercayaan klien kita nantinya.” Ujarku mencoba mencari solusi ini.
“Sudah pak, kita sudah mencoba untuk membahas masalah ini. Tapi, seperti biasa, mereka beranggapan dana dari pusat belum turun. Jadi mereka justru lebih mengharapkan kesediaan kita untuk membantu sepenuhnya untuk biaya perbaikan jalan, sepanjang hampir 12 kilometer. Dan 1 lagi permasalahan kita, adalah berurusan dengan pemkot nya sendiri pak. Seperti biasa, mereka sepertinya mengharapkan yah...sebuah imbalan lah, kasarnya, agar izin perbaikan jalan bisa diberikan.” Jelas Lukman.
“Hmm...begitu ya? Trus apa sudah kamu analisis berapa kira-kira biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan jalan?” Tanya ku lagi.
“Sudah pak. Kita juga sudah menganalisis biaya yang dibutuhkan, untuk perbaikan jalan itu pak. Biayanya dengan estimasi terburuk, itu sekitar 5 milyar per kilometer, pak. Jadi total perkiraan biaya itu sekitar 60 sampai 70 milyar, tergantung situasi dan kondisi jalan itu sendiri pak.” Jawab Lukman.
“Hmm...yah mungkin kita akan menderita sedikit kerugian dalam masalah ini untuk bulan ini. Tapi apabila jalan ini tidak dikerjakan, maka akan lebih merugikan lagi dampaknya. Baiklah Lukman, kamu eksekusi proyek perbaikan jalan. Kamu lakukan analisis dulu, apa penyebab akses jalan itu cepat rusak, apa kontur tanah nya yang terlalu lunak, atau sering banjir, yah kamu analisis dulu. Jadi kamu bisa kasih solusi, bagaimana agar jalan yang kita renovasi ini, bisa berfungsi tidak hanya setahun-dua tahun.” Perintah ku ke Lukman.
“Tapi ingat Lukman, saya minta untuk proyek jalan ini terus di audit. Saya tidak mau ada penyimpangan-penyimpangan dana. Saya ingin biaya yang dikeluarkan itu efektif dan efisien. Dan untuk pemkot sendiri, kamu atur lah, kalo bisa kamu kasih entertaint atau nego harga, agar izin perbaikan bisa segera diberikan. Kita tidak punya banyak waktu Lukman.” Ujar ku mengingatkan dan memberi beberapa perintah pengawasan dana.
“Baik pak, akan saya persiapkan semuanya, biar bisa cepat di eksekusi.” Jawab Lukman.
“Bagaimana untuk masalah hasil tambang. Menurut laporan kamu disini, itu ada penurunan hasil tambang sebesar 24 ton. Ada masalah apa?” Tanya ku lagi.
“Curah hujan pak. Saat ini curah hujan sedang tinggi. Jadi kontur tanah menjadi sedikit tidak stabil apabila kita paksakan. Jadi demi keselamatan dan kelangsungan perusahaan, saya sedikit menahan produksinya, pak. Selama kita masih mampu untuk memenuhi kuota kontraknya, pak.” Jelas Lukman lagi.
“Baiklah, nanti laporan kamu akan saya serahkan dulu ke bagian audit. Tapi overall, kerja kamu bagus Lukman. Kamu awasi untuk perbaikan jalan juga ya, Lukman.” Ujar ku memuji hasil kerja bawahan ku ini yang cukup memuaskan. Daya pengamatannya cukup bagus dan akurat. Dan yang paling aku suka dari Lukman, adalah kejujuran dan kesetiaannya kepadaku.
“Sekarang, Andi. Gimana hotel saya nasibnya?” Tanyaku sambil tersenyum ke arah Andi, manager yang saya tunjuk untuk mengurusi hotel yang saya miliki, di daerah pantai si pulau dewata.
“Karena saat ini bukan musim high season, jadi ada penurunan jumlah kamar yang tersewakan pak. Tapi saya yakin pada saat high season di mulai, peningkatannya akan signifikan, seperti biasa pak.” Jawab Andi.
“Kamu sudah buat promo-promo di hotel kita, untuk acara-acara, atau diskon sewa kamar, selama bukan musim high season seperti sekarang?” Tanya ku.
“Kalau untuk diskon sewa kamar, belum pak. Saya baru membuat promo untuk acara-acara pernikahan, atau pun pertemuan-pertemuan perusahaan.” Jawab Andi lagi.
“Buat promo juga untuk sewa kamar. Bikin kerjasama dengan situs-situs travel online atau situs-situs yang suka memberikan voucher-voucher belanja.” Perintah ku kepada Andi.
“Baik pak, akan saya laksanakan” Jawab Andi.
“Wah, sudah jam makan siang ya. Ya sudah, rapat kali ini saya tutup dulu. Terima kasih atas kehadiran kalian semua. Dan lanjutkan kerja baik kalian semua. Seperti biasa, saya mengharapkan yang terbaik dari kalian semua. Sekian dan terima kasih.” Ujar ku menutup rapat kali ini.
“Baik pak” Jawab mereka hampir serempak.
“Kalian pada bawa makan siang?” Tanyaku kepada para bawahanku itu, yang berjumlah sekitar 8 orang manager untuk masing-masing divisi yang aku miliki.
“Loh, bu Shinta gak nemenin bapak makan siang?” Tanya Lukman.
“Dia lagi ada urusan lain” Jawaku.
“Kalo kalian mao, ayo kita makan sama-sama. Sekalian nemenin saya mak........” Aku tidak mampu melanjutkan ucapanku. Jantungku tiba-tiba berdebar-debar kencang sekali. Keringat dingin langsung keluar membasahi dahi ku. Mata ku pun langsung berkunang-kunang.
“PAK YOGA!” Hampir semuanya berteriak secara bersamaan, saat melihat aku jatuh berlutut sambil berpegang ke meja, agar tidak jatuh terlentang. Pandanganku memudar, hingga aku langsung memejamkan mata. Jantung dan ulu hati ku rasanya sakit sekali. Keringat dingin semakin membasahi tubuhku.
Di saat seperti itu, aku masih bisa sedikit berpikir jernih. Aku tidak punya riwayat keturunan jantung. Jadi, apakan ini jantung ku? Ataukah penyakit lain? Atau kah...entah bagaimana caranya, Shinta berhasil meracuniku?
Aku sedikit menganalisa saat aku hampir kehilangan kesadaran. Ini hampir sama dengan yang di alami oleh Erlina saat dulu pertama kali sakit. Dia juga dulu sesak nafas, dengan jantung yang berdebar kencang, serta penglihatan yang memudar. Hampir persis dengan yang sedang aku alamin.
Shinta....bagaimana caranya....sialaannn!
Pandangan mataku tiba-tiba benar-benar gelap dan suasana menjadi sunyi, sebelum aku akhirnya benar-benar kehilangan kesadaranku.
================================================== ========
CHARACTERS
Olivia Khumaira Putri
Fadli Rangga Putra
Mata ku perlahan mulai membuka saat sinar mentari mulai menerangi ku. Namun aku semakin erat memeluk gulingku. Namun aku sedikit terkejut, saat tanganku menggenggam sesuatu yang keras.
Aku langsung membuka mata ku, dan terkejut melihat sebuah wajah di hadapanku, apalagi aku juga menyadari sedang memegang batang kemaluan seorang pria. Sesaat aku seperti hilang ingatan, namun langsung teringat bahwa aku memang sedang tidur berpelukan bersama seorang pria yang paling aku cintai, yang akhirnya aku dapatkan kesempatan untuk bersamanya.
Aku menatap wajah Rangga, yang sedang tertidur. Terlihat begitu damai, dengan seyum tipis di bibirnya. Aku mengecup perlahan-lahan bibirnya itu. Aku benar-benar bahagia banget aku bisa bersama Rangga.
Dan salah satu yang membuatku paling bahagia adalah, Rangga menolak untuk mengambil kesucianku tadi malam, dan berjanji untuk menikahi ku dulu sebelum benar-benar mengambil kesucianku. Aku...amat bangga padanya, yang mampu menahan diri, padahal aku sudah bersikap menyerahkan diri sepenuhnya kepadanya. Aku saat itu rela kesucianku di renggut Rangga, karena aku begitu mencintainya. Namun Rangga mengingatkan ku akan pentingnya sebuah kesucian ini. Makasih ya sayangku. Aku bener-bener cinta banget ama kamu, Ga.
Aku kemudian meraih ponselku untuk melihat beberapa pesan masuk selama kami bercumbu hingga tidur bugil bersama. Bugil? Hehehe...yah...ini pertama kali nya aku bugil di hadapan seorang pria, bahkan hingga tidur bersama. Dan aku senang sekali aku melakukannya dengan Rangga, bukan dengan yang lain.
Aku melihat banyak pesan masuk di ponselku. Terutama si Rika, yang menjadi teman sekamar ku.
“Ol, lu dimana, dari tadi sore gak keliatan. Lu lagi di culik siapa?” Hihihi. Di culik cowo ganteng yang lagi tidur di samping aku nih. Pikirku geli.
“Lu tidur di sini ga? Lu tidur dimana sih? Status lu D mulu dari tadi. Lu beneran lagi di culik gak sih?” Aku cukup terharu juga sih. Memang aku salah gak ngomong-ngomong ada acara sendiri gini.
Bahkan dia sempat nge-ping berkali-kali. Sebelum ada pesan masuk lagi darinya.
“Oh...lu di tempat Cherllyne yah? Dasar...di baca kek BBM gw. Tadi si Cherllyne ketemu gw, dia bilang Oli lagi di tempat dia. Dia nyewa kamar sendiri katanya, buat ngerumpi rame-rame. Dasar luh ngegosip gak ngajak-ngajak. Hehehe.” Aduhh, ngajak-ngajak kamu, yang ada kamu tar ikutan ************an lagi ama aku dan Rangga. Hehehe. Gak deh. Maaf ya Rika sayang.
Ya ampun, si Cherllyne, sampai mengatur semuanya ampe sedetil-detilnya. Aku lalu mengetik sebuah balasan untuknya.
“Hehehe...Rikaaaa...maap ya say, gw lupa bilang. Iya nih semalem gw tiba-tiba di culik si Cherllyne sih. Hehehe.” Balasku.
Lalu ada pesan juga dari si Cherllyne. “Gimana, uda jebol blum gawang lu, Ol? Hehehe...skor nya uda berapa-berapa sekarang?” Dasar si Cherllyne jelek. Gak bosen-bosennya ini anak godain aku mulu. Huh. Hehehe.
“Oya, jangan lupa, awas keenakan tar kebuang di dalem, tar lu tekdung lagi sebelum waktunya. Tampung di mulut lu aja Ol, tapi awas jadi ketagihan. Hahahaha.” Dasaaarrr. Tapi, makasih yah Cher...buat semua yang uda lu lakuin...juga pengorbanan lu. Gw tau lu pasti ada rasa cemburu juga, ngeliat gw lagi ama Rangga, kalo bener lu emang cinta ama Rangga juga. Pikir ku.
“Apaan sih jelek? Dasar usil. Wekkk!” Jawabku kepada Cherllyne.
Aku kemudian kembali ke pelukan Rangga, yang masih tertidur pulas. Aku kembali menatap wajahnya. Gak bosen-bosennya diri ini menatap pria, yang sekian tahun hanya menjadi khayalan, sekarang benar-benar berada di hadapan ku, dan dalam pelukan ku.
Aku mengecup kembali bibirnya, sebelum aku meliat sebuah tonjolan di selimut. Hihihi...itu nya Rangga masih aja terus berdiri. Aku pun membuka selimut yang menutupi tubuh telanjang kami berdua.
Sejak pertama aku “berkenalan” dengan batang kemaluan Rangga, aku sering tersenyum sendiri. Aku senang sekali saat melihat wajah Rangga yang keenakan, saat aku sedang mengulum batang kemaluannya ini. Aku pun lalu mulai menggenggam lagi batang kemaluannya. Aku kocok-kocok dengan lembut dengan jari-jari ku. Sambil sesekali menjilati ujung batang kemaluannya.
Kemudian, saat aku sedang mengocoknya, aku melihat sebuah cairan bening keluar dari ujung kemaluannya. Hmm...saat aku pegang, terasa licin sekali. Apakah ini spermanya? Aku pun kemudian langsung menjilatinya. Hmm...rasanya agak asin. Kayanya ini bukan sperma yang aku rasain semalam deh, di mulutku.
Aku melihat tubuh Rangga sedikit bergerak, saat aku mengelusin ujung kemaluannya dengan cairan licin yang tadi keluar. Hihihi...Rangga ngimpi apaan yah?
Aku kemudian langsung memasukan kembali batang kemaluan Rangga, ke dalam mulutku. Aku gerakan kepala ku semakin turun, hingga hampir mengenai ujung tenggorokan ku. Lalu aku naik kan lagi hingga sampai di ujung kemaluan Rangga, dan menurunkan lagi seperti tadi.
Aku lakukan berulang-ulang, sambil menghisap-hisap pelan batang kemaluannya, dan sesekali menjilatinya menggunakan lidah ku. Tubuh Rangga aku liat semakin gak bisa diam dalam tidurnya. Membuatku menjadi semakin aktif dan semakin bersemangat memberikan kepuasan untuk pria pujaan ku ini.
Setelah beberapa lama, rahangku mulai agak pegal dan kaku sebenarnya, tapi aku terus memaksakan diri, sampai Rangga kembali mengeluarkan spermanya di dalam mulut ku ini. Hisapan ku semakin kuperkuat, dan kocokan mulutku semakin ku percepat.
Dan akhirnya, tanpa peringatan maupun aba-aba, tiba-tiba batang kemaluan Rangga langsung menyemburkan cairan spermanya yang terasa begitu kental di dalam mulutku. Rangga pun terlihat bangun dengan terkejut, sambil memegang kepala ku.
Secara reflek aku langsung merapatkan mulutku, agar tidak ada cairan sperma Rangga yang meleleh keluar dari mulutku. Aku langsung menghisap kuat-kuat, dan menyedot-nyedot sambil menjilati ujung batang kemaluannya hingga tetes terakhir. Rasanya rada asin-asin, kali ini sperma Rangga.
“Oliii??? Aduuhhh...sering-sering dong bangunin aku kaya gini” Ujar Rangga sambil senyum-senyum lebar. Aku pun tersenyum, tapi masih mengatupkan mulut ku, sampai aku menelan semua sperma Rangga, baru aku bisa berbicara.
“Hihihi...suka gak aku giniin sayang? Enak gak?” Tanyaku sambil menjatuhkan diriku di pelukannya lagi.
“Suka banget sayang. Enak banget” Jawab Rangga, tapi terlihat menerawang sambil senyum-senyum sendiri.
“Kenapa sayang? Lagi mikirin apa ampe senyum-senyum sendiri? Hayoo...kamu keinget siapa hayo ngaku??” Tanya ku sambil manyun.
“Eh? Hehehe...gak keinget siapa-siapa kok sayang. Aku cuma kepikiran enak kali yah kalo tiap pagi kamu bangunin aku kaya gini. Pasti gak kesiangan lagi deh. Hehehe.” Jawab Rangga sambil mengecup bibir ku. Masa sih? Tapi kok...aku ngerasanya kamu lagi mikirin yang lain deh, sayang. Pikirku. Tapi yah sudahlah, yang penting aku musti terus memberikan perhatian dan kasih sayang untuk Rangga, mulai sekarang.
“Hehehe...pasti aku bangunin kamu tiap hari kaya gitu sayang, kalo kita lagi tidur bareng kaya gini. Aku suka sayang, tidur bugil sambil pelukan erat gitu.” Jawabku, sambil memeluk erat tubuhnya.
Kami hanya berpelukan erat sambil saling membelai tubuh kami masing-masing, tanpa banyak kata yang terucapkan dari bibir kami. Hanya saling menikmati kebersamaan kami, dan kehangatan tubuh kami masing-masing.
“Yah udah, aku mao mandi dulu yah sayang. Uda mulai siang nih, nanti kita dicariin deh.” Ujarku kemudian, setelah beberapa lama saling berpelukan erat satu sama lain.
“Hehehe..iya sayang.” Jawab Rangga sambil melihat aku yang sedang telanjang bulat, berdiri membelakanginya sambil berjalan ke arah kamar mandi.
“Kamu ikut aku mandi lah sayang, kok malah tiduran aja sih. Ayo ke sini cepetan.” Ujarku sambil menoleh kearahnya, tersenyum memanggil dirinya. Dan Rangga pun sambil tersenyum lebar, langsung bangun dan menyusulku ke kamar mandi. “Siap bos” Ujarnya penuh semangat.
Di dalam kamar mandi, layaknya seorang istri, aku memandikan dan menyabuni tubuh Rangga dengan lembut dan telaten, menyabuni setiap celah di tubuh Rangga. Dan begitu pun sebaliknya. Rangga pun juga menyabuni tubuh ku dengan penuh kesabaran dan kelembutan.
Kami kembali saling berciuman penuh kemesraan dan kasih sayang, setelah saling menyabuni satu sama lain, sebelum kami saling membilas sabun yang membalut tubuh kami berdua.
Begitu juga saat kami memakai Shampo untuk membersihkan rambut kami. Rangga dengan sabar membersihkan rambutku yang panjang, dengan penuh kelembutan. Aku benar-benar merasa gak salah pilih. Seharusnya dari dulu aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku ke Rangga, sesal ku.
Setelah saling ber-shampo-an, baru kami mandi masing-masing untuk menjalankan ibadah mandi junub kami, setelah saling bercumbu penuh gairah satu sama lain, semalam. Kami pun saling menghanduki tubuh kami bergantian. Aku bahagia sekali melewatkan waktu bersama Rangga seperti ini.
Dan karena rambutku yang panjang, maka butuh waktu agak lama untuk mengeringkannya. Aku lalu hanya melilitkan handuk di tubuhku, dan melilitkan handuk juga di kepala ku, untuk mempercepat penyerapan air di rambut panjangku.
Rangga kemudian mengangkat telepon dan menelepon room service, dan memesan sarapan untuk kami berdua. Menurut Rangga, aku lebih baik mengeringkan rambut ku dulu hingga benar-benar kering, sebelum memakai jilbab ku kembali. Aku mengecup keningnya untuk berterima kasih atas perhatiannya itu.
Rangga meminta ku untuk masuk dulu ke dalam kamar mandi, saat dia menerima bellboy yang mengantarkan makanan yang dipesankan oleh Rangga. Rangga gak mau ada orang lain yang melihat ku tanpa mengenakan jilbab ku.
Aku kemudian menyalakan musik melalui ponsel ku untuk menghidupkan suasana agar menjadi lebih romantis lagi.
Dan saat sarapan pun, kami melakukannya dengan sangat romantis, bagaikan pasangan yang sedang honeymoon. Aku yang duduk di pangkuan Rangga, menyuapi makanan ke dalam mulut Rangga. Bahkan saat menyuapkan potongan ayam goreng, aku menggigitnya dulu, lalu menyuapkan makanan yang aku gigit ke dalam mulut Rangga, sambil saling mengecup. Sementara Rangga yang menyuapi aku saat aku ingin minum teh manis hangat. Membuatku makan dengan lahap sekali, karena rasa bahagia yang meluap-luap ini, sambil di temani oleh sebuah lagu yang di nyanyikan oleh Ellie Goulding, yang sesuai yang sedang kurasakan saat ini ke Rangga.
CHARACTERS
Rani Raisya Ramadhani
33 | Foolish Games
Dear diary,
Ya ampuunnn...rasanya aku mao mati aja deh. Kenapa jadi begini sih? Aku benci....aku benci ama Rangga!
Aku uda mencoba segalanya hanya untuk bisa dekat dengannya. Aku bahkan rela menyerahkan tubuhku untuknya malam itu, walau dia menolaknya. Tapi kami saat itu kan uda begitu dekat, layaknya sepasang kekasih.
Aku sungguh mengira, kami itu sudah jadian, tanpa harus menyatakan cinta atau yang lainnya. Aku kesel. Aku benci.
Awalnya pagi itu, berjalan seperti biasa saja. Semalam aku terus menemani Hari, yang lagi sedih dan down banget, karena istrinya, si Indah benar-benar main serong. Hari bahkan merekam semua aktivitas terkutuk Indah, di rumahnya Hari. Di ranjang pengantinnya sendiri. Astaghfirullah.
Aku sampai gak habis pikir, kok bisa sih, Indah yang aku kenal, yang solehah bisa bersikap binal dan liar seperti itu. Kok bisa-bisanya dia mengkhianati Hari, suami yang baik dan bertanggung jawab.
Apa sebenarnya yang dicarinya? Harta kah? Atau kedudukan kah? Atau hanya untuk kesenangan belaka? Aku benar-benar tidak memahami motif si Indah melakukan itu.
Aku merasa kasihan sekali dengan Hari. Karena persahabatan kami yang kuat, aku merasa sangat bersimpati kepadanya. Dan aku pun memutuskan untuk menemaninya malam itu. Karena entah kenapa, aku selalu tidak pernah bertemu Rangga setelah di Anyer ini, selain pas acara perang bantal kemarin siang.
Aku bahkan masih terus menemani Hari pas acara perang bantal itu. Niatku hanya untuk menghibur si Hari yang sedang sedih aja, sebagai seorang sahabat yang baik.
Namun, aku sempat curiga, Rangga mengartikan lain kedekatanku dengan Hari. Saat aku sedang tertawa, karena sedang menertawakan dia yang kalah, dengan cara yang menurut aku sangat lucu. Tiba-tiba Rangga melihat ke arah ku dan menatapku dengan pandangan seperti orang lagi bersedih. Membuat tawa ku langsung berhenti sambil menatapnya.
Dan tiba-tiba si Darto, menghempaskan bantalnya ke wajah Rangga, hingga ia terpental dari atas bambu dan terjatuh terpelanting ke dalam air. Aku bahkan sampai memekik terkejut, dan kuatir banget Rangga akan kenapa-kenapa.
Aku langsung meminta teman-teman untuk membantu Rangga, yang masih belum keluar juga dari dalam air. Kalau saja aku bisa berenang, sudah pasti aku akan terjun sendiri ke dalam kolam.
Aku langsung berlari ke arah Rangga yang baru keluar dari dalam kolam, sambil di bantu Andi dan Ringgo, tanpa memperdulikan apapun, saking kuatirnya aku. Aku langsung berteriak menanyakan keadaan Rangga, namun ternyata yang kuatir terhadap Rangga dan menghampirinya, bukan hanya aku saja. Oli, Cherllyne bahkan mba Liana pun langsung menghampiri Rangga dan menanyakan hal yang sama. Aku terkejut sekali, banyak wanita yang begitu kuatir dan perhatian ama Rangga.
Kalo mba Liana, mungkin kuatir karena dia yang menentukan Rangga untuk ikut berlomba. Tapi Oli dan Cherllyne, benar-benar membuatku cemburu. Aku bahkan rasanya ingin mengatakan kepada mereka bahwa Rangga sudah menjadi kekasihku, hingga aku terkejut saat Cherllyne mengatakan sesuatu kepada Rangga...
“Kamu meleng kenapa sih? Kan tadi kamu uda ampir menang tuh. Emang Spagethie-nya kurang banyak tadi Ga, ampe jadi ga fokus?” Aku bahkan sampai merasa kaku, saat mendengar ucapan Cherllyne itu. Spaghettie? Spaghettie apaan? Pikirku. Kapan Cherllyne memberi spaghettie kepada Rangga?
Namun, pertanyaan di dalam hatiku, rupanya juga di rasakan oleh Oli. “He? Spaghettie apaan Cher?” Tanya Oli terlihat bingung, sama seperti ku.
“Oh..tadi kan gw liat si Rangga gak ikut sarapan bareng kita-kita. Si Edi bilang masih tidur. Jadi gw beliin aja spaghettie buat dia sarapan. Karena gw tau, pasti Rangga ga bakalan kebagian sarapan lagi, pas bangun tidur.” Jawaban Cherllyne kembali membuatku terkejut. Aku...benar-benar tidak kepikiran sampai ke situ, untuk membelikan Rangga sarapan. Karena aku pikir, perusahaan sudah menyiapkan sarapan untuk kita semua.
Tapi...rasa terkejut ku belum lah selesai. “Loh? Berarti, lu makan dua-duanya dong Ga? Sop buntut yang gw beliin ama spaghettie yang Cherllyne beliin?” Tanya Oli terlihat terkejut juga. Namun aku rasa, yang paling terkejut adalah aku. Aku...bahkan merasa sangat minder, karena rupanya Cherllyne dan Oli memiliki pemikiran yang sama, dalam perhatiannya kepada Rangga. Sedangkan aku, yang tadinya hendak mengaku sebagai kekasih resminya Rangga, malah tidak kepikiran sama sekali untuk membelikan Rangga sarapan. Padahal aku juga mengetahui kalau Rangga masih tidur, saat aku menanyakannya ke si Edi, yang menjadi teman sekamarnya. Sehingga membuatku memalingkan wajah ku, saking malu nya.
“Hehehe...2 nasi goreng kiriman Lia..eh...mmba Liana, buat modal gw perang bantal tadinya, plus 1 sop buntut pake nasi, penambah stamina dari Olivia, dan 1 spaghettie pencuci mulut dari Cherllyne. Hehehe” Dan Jawaban Rangga, benar-benar menegaskan wanita macam apa aku ini. Dengan sombongnya mengaku sebagai kekasih Rangga, tapi sama sekali tidak kepikiran untuk membelikan Rangga sarapan, disaat Oli, Cherllyne, bahkan mba Liana sekalipun berpikir demikian. Aku...memang bodoh. Sesalku. Saking kesalnya aku pada diriku sendiri, aku sampai mengepalkan tanganku. Ingin rasanya aku memukul diri ku sendiri, atas kebodohan dan kelalaian ku sendiri.
Aku menjadi teringat kembali akan kata-kata Cherllyne waktu itu, saat aku sedang ngobrol bersama mengenai Rangga.
“Satu hal yang gw pesen buat lu Ran. Kalo emang lu sayang ama Rangga. Lu tunjukin, jangan lu menyangkal di depan dia. Itu sangat melukai harga diri dan perasaannya. Jangan sekali-kali lagi lu bersikap seperti kemaren lagi. Kecuali lu uda nentuin sikap untuk melepaskan Rangga. Itu lebih baik, karena bagi Rangga, walau menyakitkan tapi itu adalah sebuah kepastian. Ga menggantung seperti sekarang. Lu menyangkal, tapi berusaha memberinya perhatian, dan mengharapkan perhatian dari dia.” Ujar Cherllyne saat itu.
Dan saat itu, aku hanya termenung mendengar semua omongan Cherllyne.
“Jadi...gw musti gimana Cher?” Tanyaku penuh kebimbangan dengan langkah yang harus aku ambil, waktu itu.
“Kalo emang lu sayang, lu bilang langsung lu sayang. Kasih ketegasan buat dia. Jadi Rangga bisa ambil sikap.” Jawab Cherllyne.
Apakah yang telah aku lakukan di kamar kos ku itu belum cukup kah, buat penegasan kepada Rangga, bahwa aku mencintainya, dan rela menyerahkan segalanya kepadanya? Pikirku.
Aku memang belum mengucapkan nya secara langsung, dan aku pikir itu akan terjadi dengan sendirinya, disaat kami sudah begitu “intim” walaupun baru hanya berciuman, dan meraba-raba payudaraku saja. Tapi seharusnya itu cukup dong, menegaskan bahwa hanya kepada dia lah aku rela menyerahkan tubuhku. Aku kan bukan wanita nakal dan binal. Aku kesal sekali deh.
“HAHH??? Kamu...makan semuanya Ga?? Gila juga kamu ya. Hahahaha” mba Liana malah menjadi tertawa, saat mendengar jawaban Rangga itu.
"Hmm...yah mumpung ada rejeki mba. Hehehe" Jawab Rangga, sambil tersenyum lebar. Apakah aku pantas mendapatkan senyum itu juga, disaat aku bahkan tidak kepikiran kepadanya. Aku saat itu lebih memikirkan keadaan Hari.
“Hmm...Ol...siap-siap deh” Goda Cherllyne kepada Oli, yang hanya membuat ku semakin bertanya-tanya.
“Hahaha...siap-siap apaan sih?” Elak Oli. Aku tampaknya sudah tidak mampu untuk tersenyum lagi saat ini deh.
"Ngeronda ama Rangga. Hihi." Gurauan Cherllyne benar-benar membuat dada ku semakin sesak, sehingga aku memutuskan untuk menjauh dari sana.
Aku harus bicara kepada Rangga. Aku harus menemuinya. Aku ingin segalanya menjadi jelas. Dan aku ingin menyatakan perasaan ku yang sesungguh nya. Aku akan mengatakan bahwa aku mencintainya, dan aku ingin terus bersamanya. Aku tidak ingin Oli maupun Cherllyne yang akhirnya mendahului ku, mendapatkan perhatian Rangga.
“Hmm...mungkin yah seperti TTM-an. Kalo untuk perasaan gw..yah uda jelas gw ada perasaan khusus ke Rangga. Gw sayang ama Rangga, gw akuin itu. Dengan cara gw sendiri. Kaya gw bilang tadi Ran, gw uda menegaskan sikap gw tentang status gw ama Rangga. Mengenai masalah TTM-an, semua tergantung lu ama Oli, Ran”
“Tergantung seberapa lu ato Oli bisa kasih perhatian ke Rangga. Seperti yang gw bilang tadi. Rangga itu cowo yang rapuh, yang butuh kasih sayang dan perhatian. Kalo dia bisa dapetin itu dari lu ato Oli, artinya gw...mungkin ga diperluin lagi untuk memberikan kasih sayang langsung ke Rangga. Gw dukung banget kalo lu ama Oli bisa jadian ama Rangga, Ran. Karena Rangga sayang banget ama lu berdua.”
Aku kembali teringat akan jawaban Cherllyne waktu itu. Apa...aku gak bisa kasih perhatian dan kasih sayang sesuai yang Rangga butuhkan?
Dan sore itu, setelah aku mandi dan berdandan rapih, aku sudah membulatkan tekad ku untuk menemui Rangga di kamarnya. Kalau aku tidak bisa menemukan Rangga di semua tempat dan pantai, aku harus menjumpainya langsung di kamarnya.
“Dy, gw keluar dulu yah” Ujar ku pamit ke Dyana, yang saat itu lagi duduk memeluki kedua lututnya sendiri, sambil matanya menerawang ke arah laut, dan mulutnya yang sering senyum-senyum sendiri.
Sejak semalam ia balik entah dari mana, dengan rambut dan baju yang kusut, serta wajah yang kelelahan, si Dyana sering melamun sendiri, sambil senyum-senyum bahkan hingga tertawa geli. Membuatku heran, apa yang dilamuninnya sebenarnya.
“Dy?? Wooyyy...gw keluar duluuu” Seru ku memanggilnya, yang langsung terkejut.
“Ehh...hehehe...iya Ran.” Jawabnya sambil tersenyum. Sedangkan aku hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihatnya menjadi sering melamun seperti itu.
TOKK! TOKK! TOKK!
“Eh lu Ran, kenapa Ran?” Tanya Edi saat pintu kamar di buka olehnya.
“Rangganya ada?” Tanyaku.
“Oh..nyari Rangga? Dia gak ada tuh, tadi keluar pake baju rapih banget, ga bilang mao kemana. Eh...lu...kok juga rapih bener. Jangan-jangan lu berdua janjian mao kencan yah? Cieee...hehehe” Jawab Edi sambil menyadari bahwa aku juga berpakaian rapih dan cantik.
“Hehehe...sotoy lu. Ya udah gw coba teleponin aja deh.” Ujarku kemudian, hendak menelepon Rangga.
“Eh tuh HP nya di tinggalin tuh di meja.” Seru si Edi mengejutkan ku. Yahh...kenapa pake di tinggalin sih? Aduuhhh...kamu sebenarnya kemana sih Ga? Selalu aja menghilang gak tau kemana, selama di Anyer. Kamu juga gak pernah nanyain atau nyariin aku sih? Aku mulai kesal dengan sikap Rangga yang terus menghilang gak tau kemana.
Dan akhirnya, seperti biasa, aku tidak menemukan Rangga sama sekali, dimanapun. Bahkan saat acara makan malam bersama seluruh karyawan, Rangga juga tidak kutemukan dimanapun.
Aku sempat menanyakan lagi keberadaan Rangga ke Edi, siapa tau Rangga tidur lagi. Mungkin aku bermaksud untuk melakukan sesuatu, apabila Rangga belum makan karena sesuatu hal, agar aku bisa menebus kesalahanku tadi pagi. Namun Edi menjawab belum bertemu lagi dengan Rangga, dan membuat rasa kecewa ku semakin besar.
Sehingga aku pun akhirnya hanya duduk di lobby saja memandangi laut, selepas makan malam. Ya ampunnn. Rasanya susah banget sih ketemu Rangga di sini. Padahal kami menginap di hotel yang sama. Rangga bahkan tidak pernah menanyakan ku gimana. Sebenarnya dia itu menganggap aku ini apa sih? Aku mau menangis saja rasanya nih.
“Hai Cewe, ndirian aja nih?” Aku menengok melihat siapa yang menegurku itu.
“Oh...gimana lu Har? Kayanya mukanya sedikit ceria dibanding kemaren?” Tanya ku, saat Hari duduk di samping ku.
“Yah mendingan lah. Gw uda nothing to lose deh sekarang. Bodo amat. Gw cuma mao selsain urusan gw ama si Indah secepatnya. Karena gw uda jijik ngeliat mukanya.” Jawab si Hari santai, tapi nadanya memancarkan kebencian.
“Gitu ya? Hmm...semoga lancar semua deh urusan lu.” Jawabku sambil berusaha tersenyum.
“Lu sendiri, kok muka lu mewek gitu sih? Belom ketemu juga si Rangga? Lu gimana sih? Kemarena aja gw ketemu dia. Masa lu gak ketemu-ketemu dua hari di sini. Lu uda samperin blum ke kamarnya? Palingan juga dia molor mulu kali.” Ujar si Hari kemudian.
“Gak tau lah, Har. Hik...hikkss” Aku tak kuasa lagi menahan tangis ku, saat Hari mengungkit masalah Rangga, hingga membuat dia terkejut.
“Eh...lu...kenapa Ran? Kok jadi mewek beneran?” Tanya Hari sambil mendekatiku yang sedang sesenggukan menangis.
“Gw...gak tau, Rangga nganggep gw apa sih sebenernya. Gw bingung ama dia Har. Dulu sempet deket, tapi cuma salah ngomong dikit aja, dia langsung jalan ama si Cherllyne. Sekarang, lu tau Har? Lu inget kan yang kita ketemu Rangga belum pulang, waktu kita lagi ngobrolin si Indah, kan lu nyuruh dia anterin gw pulang. Gw uda seneng banget kita bisa deket lagi. Kita bahkan dinner sambil suap-suapan. Kita bahkan uda mesra-mesraan pas lagi ujan itu, kita juga sempet cipokan di kamar kos gw. Gw waktu itu bahkan ampe ampir ngelakuin itu, kalo aja Rangga keterusan.” Jelas ku sedikit emosi.
“Gw uda ngerasa, gw uda kasih segalanya buat dia. Gw uda kasih segala perhatian ke dia, bahkan waktu perjalanan ke Anyer, lu liat sendiri kan, gw ama dia uda mesra banget. Tapi begitu sampai sini, dia sama sekali gak nyariin gw, menghilang entah kemana, gak bisa gw temuin dimana-mana. Sebenernya dia mao menghindar dari gw atau gimana sih? Apa lagi sih salah gw ke dia, Har?” Tanya ku ke Hari. Walaupun aku tau, Hari juga gak mungkin bisa menjawabnya.
“Gw bingung Har, musti gimana lagi ama dia. Segalanya uda gw kasih, tapi tetep aja dia selalu jauh dari jangkauan gw. Gw ini apa sih, dimata dia?” Ujar ku mempertanyakan arti aku bagi Rangga.
“Tadi gw samperin ke kamarnya. Si Edi bilang Rangga keluar pake baju rapih. Gw ga tau mao kemana, Edi gak tau soalnya. Apa...Rangga punya wanita lain sekarang?” Tanya aku lagi ke Hari.
Aku lihat, Hari hanya terus terdiam saja, sambil mengusap-usap punggungku, untuk menenangkan ku.
“Jujur, gw gak tau dimana Rangga sekarang, atau dia ada cewe laen ato gak. Tapi kalo pun punya, gw rasa uda bukan hal yang aneh lagi, Ran. Kita tau dia deket ama Oli, sekarang juga deket ama si Cherllyne. Kita gak tau lagi, dia lagi deket ama siapa lagi kan. Tapi yang gw tau, Rangga itu cowo yang liar, Ran. Masih untung banget lu gak ampe ngelakuin itu ama dia. Kalo gak, gw pastiin lu yang rugi banget.” Ujar Hari tiba-tiba mengejutkan ku.
“Apa maksud lu rugi banget Har? Apa yang uda terjadi emang?” Tanyaku kepada Hari.
“Rangga itu, gak se-alim yang lu pikir, Ran. Dia itu dengan mudahnya tidur ama cewe-cewe, Ran. Lu tau Ran? Dia ternyata ada hubungannya juga ama masalah si Indah, kalo lu mao tau. Gw tadinya gak mau bilang. Tapi ngeliat lu lagi kecewa gini ama dia, gw pikir lu musti tau juga masalah ini.” Jawab Hari.
“Masalah apa Har? Apa hubungan Rangga dengan Indah?” Tanya ku penasaran.
“Kemaren malem gw cerita kan, si Indah pernah pesta seks gitu. Nah lu tau, di pesta seks itu dia berpasangan ama siapa, untuk pertama kalinya? Dengan Rangga, Ran. Rangga yang kita kenal. Rangga sendiri yang mengakui perbuatannya ke gw kemaren.” Jawaban Hari bagaikan sebuah bom yang meledak di dalam hatiku.
“Astaghfirullah Har! Beneran Har? Lu serius Rangga ngelakuin itu ama Indah??” Ujarku benar-benar terkejut.
Hari hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaanku. “Gw sempet mukul Rangga, waktu dia mengakui itu kemaren.” Jelas Hari. Hari memukul Rangga? Aku...benar-benar tidak percaya apa yang baru aku dengar ini.
“Tapi gw akuin Rangga juga jantan, mau mengakui kesalahan dia ke gw. Lagian, dari rekaman yang gw pasang di Indah, gw juga tau kalo si Rangga dalam posisi gak tau, dia lagi ngelakuin itu ama si Indah. Pas dia tau, Rangga langsung pergi ninggalin tuh pesta. Dan dia bilang, dia menyesal datang ke pesta itu, dan meninggalkan pesta itu jauh sebelum pesta itu usai” Jelas Hari lagi. Astaga. Aku...gak tau harus berkata apa, dan bagaimana harus bersikap.
“Tapi, walaupun dia mau mengakuin kesalahannya, tetap saja dia sudah melakukan kesalahan yang gak perlu. Seharusnya dari awal dia gak perlu dateng ke pesta-pesta kaya gitu.” Ujar Hari lagi.
Kami saling terdiam satu sama lain. Aku sedang memikirkan, bagaimana Rangga bisa ikut pesta-pesta macam itu? Apakah ada yang mengajaknya? Aku benar-benar tidak habis pikir. Apa segitu kesepiannya kah Rangga, sampai perlu datang ke tempat macam itu?
“Bagaimana Rangga bisa ikut pesta itu Har?” Tanya ku kemudian ke Hari.
“Gw..juga ga tau Ran. Dia gak cerita. Dia cuma cerita di ajak ama temennya, tapi gw gak tau siapa.” Jawab Hari. Siapa kah yang telah mengajak Rangga ke pesta itu? Aku tidak bisa menduganya sama sekali.
“Kapan kejadiannya Har?” Tanya ku lagi. Aku ingin memastikan sesuatu.
“Hmm...hari Rabu minggu lalu kalau gak salah.” Jawab Hari. Artinya, beberapa hari sebelum kita pulang bersama waktu itu.
Oh yaaa. Aku ingat sesuatu. Pantas saja sikap Rangga waktu itu terlihat aneh saat sedang bercanda dengan Hari. Jadi itu alasan yang membuat Rangga menjadi salah tingkah bila di dekat Hari. Pikirku.
“Gw gak tau, Rangga sudah berhubungan ama siapa aja Ran, tapi kalo lu bilang lu ampir aja ngelakuin itu ama Rangga, artinya lu masih beruntung. Kalo ampe si Rangga beneran keterusan, dan ngelakuin itu ama lu, artinya semua pengorbanan lu kan sia-sia. Rangga uda bukan lagi seorang perjaka. Gw rada gak rela sih ngeliat lu di sakitin terus ama Rangga, Ran.” Jelas Hari.
Aku benar-benar lemas mendengar penjelasan Hari tentang Rangga. Banyak hal yang tidak aku ketahui tentang Rangga. Aku ingin sebenarnya, tapi entah kenapa Rangga begitu sulit untuk ku raih.
“Rangga itu ga sekuat yang lu kira Ran. Rangga itu sebenernya rapuh, dan butuh kasih sayang dan perhatian orang yang dia sayang. Kasih sayang dan perhatian yang sempat dia sangat harapkan dari lu berdua Ran. Cuma sayangnya, bukan kasih sayang yang dia dapet, tapi sebuah kenyataan pahit dari lu berdua. Jadi kalo ada wanita yang kasih perhatian lebih ke Rangga, yang ga bisa dia dapet dari lu berdua, yah wajar kalo akhirnya dia punya pilihan ke-tiga kan.”
Aku kembali mengingat salah satu ucapan Cherllyne kepada ku waktu itu. Jadi...ini kah pilihan ke-tiga yang Rangga pilih? Dengan berpesta liar gitu? Apa Rangga menjadi seperti itu, karena aku tidak bisa memberikan perhatian dan kasih sayang kepadanya?
Aku bukannya gak ingin, justru aku ingin sekali membuat Rangga bahagia bersama ku. Hanya saja, aku tidak memiliki banyak kesempatan untuk melakukan itu ke Rangga. Mungkin, ini memang bukan takdir ku bersamanya kali. Pikir ku.
Aku pun bersandar di bahu Hari, karena tak kuat lagi menahan batin ku ini. Dan Hari pun cukup mengerti untuk membiarkan ku seperti ini tanpa berbicara. Aku memang butuh keheningan untuk mencerna ini semua.
“Cie...ciee...cieeee...yang lagi pacaran, mesra beneeerr dari semalem nih. Cie...ciee...cieeee” Ujar seseorang di belakang kami, hingga mengejutkan kami berdua.
“Eh...elu Rik...usil aja lo. Siapa juga yang pacaran.” Ujar ku membalas ucapan Rika.
“Hmm...ternyata yah...diem-diem Rani jadian ama Hari toh. Pantesan pulang bareng mulu nih. Ni gak papa mba? Satu divisi pacaran gini? hehehe” Ujar Cherllyne, di belakang Rika. Rupanya bukan hanya Rika saja, tapi juga Cherllyne dan mba Liana. Aduuhh...pasti jadi gosip gak bener nih. Apalagi kalo Rangga ampe tau nih, pikirku.
“Ihhh rese deh lu Cher. Jangan ngegosip deh” Ujar ku ke Cherllyne, sementara mba Liana hanya tersenyum saja.
“Gapapa kok Cher. Kalo bawahan saya pada hepi yah saya ikut hepi kok.” Jawab mba Liana menimpali.
“Hmm...gimana nih mba? Rik? Kayanya rencana kita mao ngegosip disini, malah jadi ngeganggu Rani ama Hari yang lagi asik deh. Mending kita duduk di belakang aja yuk sambil ngintipin. Siapa tau ada adegan khusus dewasa. Hahahaha” Cherllyne kembali usil mulutnya, membuat wajahku memerah.
“Ihhh...Cher...rese banget sih lu. Awas lu ya ngegosip yang ga-ga” Aku berusaha berdiri dan mengejar Cherllyne sambil mengancamnya.
“Cher...lu gak liat sih adegan semalem, ughh...Rani melukin Hari-nya lembut ama mesraaaa banget tau. Hehehe. Itu lho mba, pas mba minta aku nyariin si Edi buat lomba nyanyi, aku ama Oli mergokin mereka lagi cem-ceman disini. Hihihi. Si Rangga juga jadi pengen pasti tuh.” Aku benar-benar terkejut setengah mati, mendengar candaan si Rika. Rangga juga jadi pengen? Jadi...Rangga juga ngeliat dong...aku lagi pelukan ama Hari?
“Rangga? Emang Rangga ngeliat juga Rik?” Tanya mba Liana.
“Iya lah pasti mba. Kan dia jalan di belakang kita, lagi mao ke kamarnya, mao molor itu. Pasti ngeliat lah.” Aku benar-benar bagaikan disambar petir mendengar jawaban Rika itu.
Pantesan Rangga tidak mau menemuiku selama disini. Dia juga mengira aku jadian ama Hari kah? Dan juga...pandangan mata Rangga, tadi siang, sesaat sebelum ia terhantam oleh Darto. Arti pandangan mata sedih itu...apa artinya dia sedih karena melihat aku bersama Hari? Apa arti sedihnya itu...penebusan dosanya terhadap Hari? Aku tidak tau lagi harus bagaimana.
“....ann?...raannn??....RANIII???” Aku langsung terkejut saat melihat Cherllyne sedang memanggilku dengan wajah kuatir. Begitu juga mba Liana dan Rika.
“Eh? Kenapa Cher?” Jawabku keheranan.
“Lu sakit Ran? Lu kok tiba-tiba pucat gitu sih?” Ujar Cherllyne sambil menempelkan telapak tangannya di keningku.
“Eh...ng-ngga kok Cher. G-gw gapapa.” Jawabku kemudian. Cherllyne kemudian saling bertatapan dengan mba Liana. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka, aku tidak perduli lagi. Dunia ku seakan berputar sekarang. Aku merasa pusing sekali rasanya.
“Ran...mending kamu balik dulu deh ke kamar kamu. Kamu kayanya gak enak badan deh Ran.” Ujar mba Liana sambil ikut memegang kening dan leher ku.
“Har, temenin Rani deh balik ke kamarnya, biar dia bisa istirahat.” Ujar mba Liana meminta Hari.
“Gak mba, jangan mba. Uda cukup kesalah pahaman ini di antara kita aja. Jangan ada kesalah pahaman lagi mba. Cukup mba.” Ujar ku langsung menolak usul mba Liana. Niat baik ku kepada Hari, ternyata menjadi bumerang untuk ku sendiri. Aku tidak perduli Rangga seliar dan senakal apa. Aku tetap mencintainya sepenuh hati ku.
“Ya uda, biar gw aja yang nemenin lu Ran.” Ujar Cherllyne yang langsung mengapit lengan ku.
Dia langsung menarik ku untuk berjalan menuju kamarku.
“Lu...takut Rangga salah paham ama lu, Ran? Lu emang beneran gak lagi jadian ama Hari, Ran?” Tanya Cherllyne saat kami sudah jauh dan hampir mencapai kamarku.
“Demi Allah gw gak jadian Cher ama Hari. Justru gw nyariin Rangga mulu. Gw bingung ama sikap dia Cher. Padahal pas sehari sebelum kita berangkat, kita uda deket banget, bahkan aku justru mengira hubungan kita uda lebih dari sekedar sahabatan. Uda ampe...ciuman segala. Tapi entah kenapa pas di Anyer Rangga seolah menghindari gw. Gw ga ngerti apa salah gw.” Jawab ku mulai menangis lagi.
“Apa lu bilang Ran? Uda...ampe ciuman? Kapan?” Cherllyne terlihat begitu terkejut mendengar jawaban ku.
“Malam sebelum kita berangkat Cher. Kenapa emangnya? Apa lu tau sesuatu?” Tanya ku melihat ia begitu terkejut.
“Hmm...kita ke kamar lu dulu deh. Lu ceritain yang jelas deh di kamar.” Ujar Cherllyne.
Dan di dalam kamar, aku kembali menceritakan, seperti yang kuceritakan kepada Hari tadi.
“Jadi...hubungan kalian...uda ampe sejauh itu sebenarnya?” Tanya Cherllyne terlihat gelisah.
“Gw juga tadinya ngira kaya gitu Cher. Tapi gak tau, kenapa Rangga menjauh gitu aja dari aku selama di Anyer. Dia anggap aku apa sih?” Ujar ku menumpahkan segala unek-unek ku kepada Cherllyne.
Cherllyne langsung memeluk diriku. Aku menangis sesenggukan di pelukannya. Dia membiarkan ku menangis di pelukannya. Bahkan memeluk ku semakin erat, dan ikut menangis juga.
“Kenapa lu nangis juga Cher?” Tanya ku. Dan Cherllyne hanya menggelengkan kepalanya, lalu kembali memeluk ku dengan erat.
"Maafin gw ya Ran" Bisiknya kecil, tapi aku masih bisa mendengarnya.
Entah bagaimana, kami berdua akhirnya malah tertidur bersama di ranjang ku. Aku gak tau kapan Cherllyne bangun, tapi aku sudah tidak melihatnya pas pagi menjelang. Aku hanya melihat Dyana yang sedang tidur di tempat tidur satu lagi.
Aku pun menyiapkan segala perlengkapan dan baju-baju ku, untuk persiapan kembali ke Jakarta. Liburan ke Anyer yang awalnya terlihat sangat indah, entah bagaimana berubah menjadi sebuah kesengsaraan. Sampai sekarang pun, aku masih tidak mengerti mengapa Rangga seolah menjauh dari ku. Apa karena melihat ku berpelukan erat dengan Hari? Tapi itukan hanya pelukan antar sahabat, tidak lebih. Pikirku.
Aku mandi dengan air dingin untuk menyegarkan kepalaku dan hatiku. Aku membiarkan air memancur deras menyirami tubuh telanjangku. Aku benar-benar tidak bersemangat lagi. Apakah kali ini aku akan menemui Rangga? Dan bagaimana sikap Rangga terhadapku nanti? Apakah tetap mesra, ataukah menjauh lagi seperti dulu, saat ia salah mengartikan kata-kata ku?
Ternyata saat sarapan pagi pun, aku kembali tidak menemui Rangga sedikitpun. Entah berada dimana sih Rangga itu. Aku sedih sekali rasanya. Dan pagi itu, Cherllyne menanyakan kabarku sambil menemani ku sarapan.
“Hai cewe manis. Gimana kabarnya?” Tanya Cherllyne sambil duduk di sebelah ku.
“Eh..lu bangun jam berapa Cher? Kok gw bangun uda gak ada sih?” Tanyaku kepada Cherllyne.
“Hmm...jam berapa yah? Jam 11an kali yah. Untung juga gw kebangun, gak lama si Dyana dateng tau. Tar yang ada gosip kita lesbongan lagi, tidur bareng sambil pelukan gitu. Hihihi.” Jawab Cherllyne sambil cekikikan.
“Trus gimana perasaan lu sekarang?” Tanya Cherllyne.
“Hmm...masih galau cihhh...lu sihh bikin gw galau nihh” Jawab ku sambil pasang wajah cemberut.
“Hehehe...dasar lu Ran. Maapin gw yah” Ujar Cherllyne tertawa geli melihat tingkah ku. Tapi kemudian kembali meminta maaf seperti kemarin, membuatku bingung.
“Ihh...lu dari kemarin minta maap mulu sih, kaya mpo Indun aja lu? Minta maaf kenapa sih Cher?” Tanyaku penasaran.
“Oh? Yaa...minta maaf aja. Hehehe.” Jawab Cherllyne seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
“Dasar aneh deh luh” Ujar aku lagi.
Tidak lama kemudian, mba Liana, dan Rika ikut bergabung. Sedangkan aku melihat Hari makan bersama anak-anak cowo lain. Hmm...apa karena ucapan ku kemarin yah? Hari jadi menghindar. Biasanya makan bareng mulu. Sedangkan aku liat, Dyana lagi makan bareng ama Edi.
Setelah acara sarapan bersama itu, kami semua diharapkan untuk membereskan barang-barang kami, sebelum kami semua sudah harus berkumpul satu jam lagi di pintu keluar, dimana bis-bis yang akan mengantar kami kembali ke Jakarta, sudah menunggu.
Aku yang sudah membereskan barang-barang ku tadi, hanya duduk di kamar saja sambil menonton TV. Entah kenapa, aku sudah tidak bersemangat lagi mencari keberadaan Rangga. Karena mungkin dia lagi menjauh dari aku, karena melihat aku lagi pelukan ama Hari kemarin malam itu.
Apabila kita sedang menunggu tanpa tujuan, waktu berjalan amat sangat lambat. Dan akhirnya setelah rasanya menunggu se-abad, akhirnya sudah tiba waktunya untuk naik ke dalam bis, setelah ada panggilan dari panitia untuk masuk ke dalam bis.
Saat aku sedang membawa barang dan tas menuju ke tempat parkir bis, aku tidak menyadari bahwa sebuah mimpi buruk sedang menanti ku.
Aku melihat ada sebuah keriuhan di dalam bis, sehingga membuatku penasaran ada apa sebenarnya. Aku menaruh tas ku di bagasi, sebelum naik ke dalam bis. Aku melihat anak-anak cowo pada riuh bersuit-suit, ke arah belakang.
Dan akhirnya aku melihatnya, aku melihat Rangga di belakang sedang di godain oleh anak-anak lain. Membuatku penasaran, Rangga sedang digodain apa sih ampe pada heboh banget?
“Cieeee...penganten baru, dateng aja mesra banget, uda gandengan pake nyium-nyium tangan segala. Waktu lebaran aja lu kaga pernah nyium tangan gw Ga. Hwahahaha.” Ujar salah satu anak HRD. Sementara yang laen pada tertawa.
“Lu siap-siap tar sepanjang perjalanan musti di plonco dulu nih Ga, mumpung masih anget-anget e’e ayam. Hwahahaha” Celetuk yang lain lagi. Apaan sih maksudnya penganten baru? Siapa yang penganten baru?
Aku maju semakin ke depan, dimana yang wanita juga turut ngecengin si Rangga. Aku melihat Rika sedang tertawa, namun aku melihat Dyana dan mba Liana duduk dan tersenyum lemah ke arah mereka. Membuatku menjadi semakin penasaran, sehingga aku terus maju untuk melihat apa yang terjadi. Aku melewati tempat duduk mba Liana.
“Ehh...penganten cewe nya kok mendem aja sih? Biasanya congornya paling bawel kalo uda nyerocos, kok jadi kaya malu-malu monyet sih? Mentang-mentang penganten cowonya emang brewokan kaya mon-mon. Hwahahaha.”
“Ahhh...rese lu pada. Pada sirik aja luh.” Ujar Rangga tapi ikut tertawa bersama mereka. Haahh, Rangga, aku cariin kemana-mana juga. Kamu tuh kemana sih sayang? Ujarku dalam hati. Aku berharap Rangga melihat ke arah ku. Tapi justru Hari yang melihat ke arah ku. Dan tidak seperti biasanya, Hari justru tidak ikut nimbrung mencela Rangga. Dia hanya tersenyum kecil saja. Dan saat melihatku, pandangan matanya berubah, menjadi sayu, seperti sedang bersimpati kepadaku. Simpati untuk apa? pikirku.
“Ayo penganten cewe duduk di sini dong, disamping penganten cowo, masa duduknya jauh-jauhan gitu sih?” Ujar Ringgo menarik seseorang dari bangku yang berada 2 baris dari bangku Rangga.
“Ihhhh...apaan sih lu Go, pake narik-narik gw.” Ujar suara seorang wanita yang ku kenal baik. Aku membeku bagaikan tersiram air es, melihat Oli sedang di tarik oleh Ringgo. Apa maksudnya ini? Apa maksudnya Oli itu pengantin cewe, dan Rangga itu pengantin cowo? Pikian ku begitu kalut.
“Eh..lu berdua kan baru jadian, jadi gak boleh duduk jauh-jauhan, kan biar makin enak gw ngecenginnya lu berdua” Ujar Ringgo lagi. JADIAN??? SIAPA YANG JADIAN??? RANGGA AMA OLIVIA???
Reflek aku melihat ke arah Hari, yang sedang melihat ke arah ku. Dia terlihat kuatir sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Apa maksud gelengan kepala itu? Jantung ku berdebar keras sekali. Bibir ku gemetaran.
“Peluk dong...pelukkk...ciee..ciee...cieee...cium...cium. ..ciumm...” Seru anak-anak pada heboh. Sementara aku, tanpa terasa air mataku langsung jatuh membasahi kedua pipi ku.
Dan akhirnya, aku pun melihat kejadian horor itu, saat Rangga memeluk Oli dari belakang, dan mengecup keningnya, yang disambut teriakan heboh anak-anak. Tapi bagiku, pemandangan itu, bagaikan sebuah pisau tajam, yang menghujam keras di dada ku.
Mungkin rasanya masih jauh lebih sakit, dibandingkan dengan di hujamkan pisau sesungguhnya. Aku tidak sanggup lagi melihatnya, dan langsung berlari keluar. Aku tidak mau melihatnya lagi. Aku tidak mau.
Aku sempat mendengar mba Liana memanggilku, tapi aku sudah tidak perduli lagi dan langsung turun dari bis, dan berlari sekencangnya masuk lagi ke dalam hotel. Saat itu tujuanku hanya satu. Aku ingin menceburkan tubuhku di laut dan hanyut, agar aku tidak lagi merasakan sakit ini.
Dulu dengan mantan ku, rasanya tidak sesakit ini. Padahal aku sudah lebih banyak berkorban untuknya. Namun sakit yang kurasakan sekarang, berpuluh-puluh kali lebih sakit daripada yang aku rasakan saat mantanku mulai tidak perduli kepada ku.
TAB! Tiba-tiba sebuah tangan menangkap tanganku. Dan aku berusaha memberontak sekuat tenaga. “LEPASIN! LEPASIN TANGAN GW!” Aku bahkan sampai berteriak, memintanya agar di lepasin. Namun orang itu tidak juga melepaskan tanganku, dan malah langsung memeluk tubuhku, hingga aku menangis sejadi-jadinya di bahunya.
“Jangan bertindak bodoh, Rani sayang. Plis, jangan buat gw nyesel lebih jauh lagi.” Rupanya Cherllyne yang menangkap tanganku, dan memeluk ku.
Mengetahui yang memelukku adalah Cherllyne, aku malah menangis menggerung-gerung sambil memeluknya erat. Dan Cherllyne pun hanya terus memeluk ku sambil membelai kepala ku. Aku juga melihat mba Liana dan Hari sedang memperhatikan ku, tidak jauh dari ku.
“Aku tau rasanya sayang. Aku tau. Jangan di tahan. Lepasin semuanya.” Ujar Cherllyne lagi.
“Sakit Cher...rasanya sakit di giniin. Gw uda rela ngasih segalanya ke dia, Cher. Tapi inget pun gak ama gw. Gw sakit Cher! Huuuuuuuuu....huuuuu”
“Iya sayang gw tau sakitnya kaya gimana itu.” Jelas Cherllyne berusaha menenangkan ku.
“Apa...lu masih inget apa yang pernah gw tanya ke elu Ran dulu itu?” Tanya Cherllyne tiba-tiba.
“Lu inget, gw pernah nanya, Kalo seandainya Rangga memilih Olivia sebagai pendampingnya? Apa lu marah ama Oli?” Tanya Cherllyne.
“Gw gak tau Cher...huuuu...gw gak tau. Gw cuma tau sekarang ini rasanya sakit banget ngeliat mereka. Padahal gw ama Rangga kan uda lebih deket duluan sebelumnya. Kenapa tiba-tiba gak ada kabar gak ada angin langsung ninggalin gw gitu aja sih. Tiba-tiba malah jadian ama Oli. Gw sakit banget Cher...gw uda kasih segalanya ke Rangga...apa salah gw Cher? Apa salah gw?? Huuuu...huuuu.” Ujarku masih terus menangis.
Mba Liana tadinya berniat untuk maju mendekatiku, namun Cherllyne menahannya, dan bahkan meminta nya dan Hari untuk pergi. Tindakan yang pintar bagiku, karena aku tidak ingin banyak orang melihat keadaanku yang seperti ini.
Akhirnya Cherllyne memutuskan untuk mengajak ku naik bis bersamanya di rombongan marketing, agar dia bisa mengawasiku, dan tidak perlu meilhat Rangga dan Oli lagi. Aku sudah tidak perduli lagi aku duduk dimana. Aku bahkan sudah tidak perduli lagi akan hidupku, dan aku sudah tidak perduli lagi akan segalanya. Dengan segala permainan cinta yang bodoh dan menyakitkan ini. This is really just a foolish games to me.
Olivia Khumaira Putri
Fadli Rangga Putra
Mata ku perlahan mulai membuka saat sinar mentari mulai menerangi ku. Namun aku semakin erat memeluk gulingku. Namun aku sedikit terkejut, saat tanganku menggenggam sesuatu yang keras.
Aku langsung membuka mata ku, dan terkejut melihat sebuah wajah di hadapanku, apalagi aku juga menyadari sedang memegang batang kemaluan seorang pria. Sesaat aku seperti hilang ingatan, namun langsung teringat bahwa aku memang sedang tidur berpelukan bersama seorang pria yang paling aku cintai, yang akhirnya aku dapatkan kesempatan untuk bersamanya.
Aku menatap wajah Rangga, yang sedang tertidur. Terlihat begitu damai, dengan seyum tipis di bibirnya. Aku mengecup perlahan-lahan bibirnya itu. Aku benar-benar bahagia banget aku bisa bersama Rangga.
Dan salah satu yang membuatku paling bahagia adalah, Rangga menolak untuk mengambil kesucianku tadi malam, dan berjanji untuk menikahi ku dulu sebelum benar-benar mengambil kesucianku. Aku...amat bangga padanya, yang mampu menahan diri, padahal aku sudah bersikap menyerahkan diri sepenuhnya kepadanya. Aku saat itu rela kesucianku di renggut Rangga, karena aku begitu mencintainya. Namun Rangga mengingatkan ku akan pentingnya sebuah kesucian ini. Makasih ya sayangku. Aku bener-bener cinta banget ama kamu, Ga.
Aku kemudian meraih ponselku untuk melihat beberapa pesan masuk selama kami bercumbu hingga tidur bugil bersama. Bugil? Hehehe...yah...ini pertama kali nya aku bugil di hadapan seorang pria, bahkan hingga tidur bersama. Dan aku senang sekali aku melakukannya dengan Rangga, bukan dengan yang lain.
Aku melihat banyak pesan masuk di ponselku. Terutama si Rika, yang menjadi teman sekamar ku.
“Ol, lu dimana, dari tadi sore gak keliatan. Lu lagi di culik siapa?” Hihihi. Di culik cowo ganteng yang lagi tidur di samping aku nih. Pikirku geli.
“Lu tidur di sini ga? Lu tidur dimana sih? Status lu D mulu dari tadi. Lu beneran lagi di culik gak sih?” Aku cukup terharu juga sih. Memang aku salah gak ngomong-ngomong ada acara sendiri gini.
Bahkan dia sempat nge-ping berkali-kali. Sebelum ada pesan masuk lagi darinya.
“Oh...lu di tempat Cherllyne yah? Dasar...di baca kek BBM gw. Tadi si Cherllyne ketemu gw, dia bilang Oli lagi di tempat dia. Dia nyewa kamar sendiri katanya, buat ngerumpi rame-rame. Dasar luh ngegosip gak ngajak-ngajak. Hehehe.” Aduhh, ngajak-ngajak kamu, yang ada kamu tar ikutan ************an lagi ama aku dan Rangga. Hehehe. Gak deh. Maaf ya Rika sayang.
Ya ampun, si Cherllyne, sampai mengatur semuanya ampe sedetil-detilnya. Aku lalu mengetik sebuah balasan untuknya.
“Hehehe...Rikaaaa...maap ya say, gw lupa bilang. Iya nih semalem gw tiba-tiba di culik si Cherllyne sih. Hehehe.” Balasku.
Lalu ada pesan juga dari si Cherllyne. “Gimana, uda jebol blum gawang lu, Ol? Hehehe...skor nya uda berapa-berapa sekarang?” Dasar si Cherllyne jelek. Gak bosen-bosennya ini anak godain aku mulu. Huh. Hehehe.
“Oya, jangan lupa, awas keenakan tar kebuang di dalem, tar lu tekdung lagi sebelum waktunya. Tampung di mulut lu aja Ol, tapi awas jadi ketagihan. Hahahaha.” Dasaaarrr. Tapi, makasih yah Cher...buat semua yang uda lu lakuin...juga pengorbanan lu. Gw tau lu pasti ada rasa cemburu juga, ngeliat gw lagi ama Rangga, kalo bener lu emang cinta ama Rangga juga. Pikir ku.
“Apaan sih jelek? Dasar usil. Wekkk!” Jawabku kepada Cherllyne.
Aku kemudian kembali ke pelukan Rangga, yang masih tertidur pulas. Aku kembali menatap wajahnya. Gak bosen-bosennya diri ini menatap pria, yang sekian tahun hanya menjadi khayalan, sekarang benar-benar berada di hadapan ku, dan dalam pelukan ku.
Aku mengecup kembali bibirnya, sebelum aku meliat sebuah tonjolan di selimut. Hihihi...itu nya Rangga masih aja terus berdiri. Aku pun membuka selimut yang menutupi tubuh telanjang kami berdua.
Sejak pertama aku “berkenalan” dengan batang kemaluan Rangga, aku sering tersenyum sendiri. Aku senang sekali saat melihat wajah Rangga yang keenakan, saat aku sedang mengulum batang kemaluannya ini. Aku pun lalu mulai menggenggam lagi batang kemaluannya. Aku kocok-kocok dengan lembut dengan jari-jari ku. Sambil sesekali menjilati ujung batang kemaluannya.
Kemudian, saat aku sedang mengocoknya, aku melihat sebuah cairan bening keluar dari ujung kemaluannya. Hmm...saat aku pegang, terasa licin sekali. Apakah ini spermanya? Aku pun kemudian langsung menjilatinya. Hmm...rasanya agak asin. Kayanya ini bukan sperma yang aku rasain semalam deh, di mulutku.
Aku melihat tubuh Rangga sedikit bergerak, saat aku mengelusin ujung kemaluannya dengan cairan licin yang tadi keluar. Hihihi...Rangga ngimpi apaan yah?
Aku kemudian langsung memasukan kembali batang kemaluan Rangga, ke dalam mulutku. Aku gerakan kepala ku semakin turun, hingga hampir mengenai ujung tenggorokan ku. Lalu aku naik kan lagi hingga sampai di ujung kemaluan Rangga, dan menurunkan lagi seperti tadi.
Aku lakukan berulang-ulang, sambil menghisap-hisap pelan batang kemaluannya, dan sesekali menjilatinya menggunakan lidah ku. Tubuh Rangga aku liat semakin gak bisa diam dalam tidurnya. Membuatku menjadi semakin aktif dan semakin bersemangat memberikan kepuasan untuk pria pujaan ku ini.
Setelah beberapa lama, rahangku mulai agak pegal dan kaku sebenarnya, tapi aku terus memaksakan diri, sampai Rangga kembali mengeluarkan spermanya di dalam mulut ku ini. Hisapan ku semakin kuperkuat, dan kocokan mulutku semakin ku percepat.
Dan akhirnya, tanpa peringatan maupun aba-aba, tiba-tiba batang kemaluan Rangga langsung menyemburkan cairan spermanya yang terasa begitu kental di dalam mulutku. Rangga pun terlihat bangun dengan terkejut, sambil memegang kepala ku.
Secara reflek aku langsung merapatkan mulutku, agar tidak ada cairan sperma Rangga yang meleleh keluar dari mulutku. Aku langsung menghisap kuat-kuat, dan menyedot-nyedot sambil menjilati ujung batang kemaluannya hingga tetes terakhir. Rasanya rada asin-asin, kali ini sperma Rangga.
“Oliii??? Aduuhhh...sering-sering dong bangunin aku kaya gini” Ujar Rangga sambil senyum-senyum lebar. Aku pun tersenyum, tapi masih mengatupkan mulut ku, sampai aku menelan semua sperma Rangga, baru aku bisa berbicara.
“Hihihi...suka gak aku giniin sayang? Enak gak?” Tanyaku sambil menjatuhkan diriku di pelukannya lagi.
“Suka banget sayang. Enak banget” Jawab Rangga, tapi terlihat menerawang sambil senyum-senyum sendiri.
“Kenapa sayang? Lagi mikirin apa ampe senyum-senyum sendiri? Hayoo...kamu keinget siapa hayo ngaku??” Tanya ku sambil manyun.
“Eh? Hehehe...gak keinget siapa-siapa kok sayang. Aku cuma kepikiran enak kali yah kalo tiap pagi kamu bangunin aku kaya gini. Pasti gak kesiangan lagi deh. Hehehe.” Jawab Rangga sambil mengecup bibir ku. Masa sih? Tapi kok...aku ngerasanya kamu lagi mikirin yang lain deh, sayang. Pikirku. Tapi yah sudahlah, yang penting aku musti terus memberikan perhatian dan kasih sayang untuk Rangga, mulai sekarang.
“Hehehe...pasti aku bangunin kamu tiap hari kaya gitu sayang, kalo kita lagi tidur bareng kaya gini. Aku suka sayang, tidur bugil sambil pelukan erat gitu.” Jawabku, sambil memeluk erat tubuhnya.
Kami hanya berpelukan erat sambil saling membelai tubuh kami masing-masing, tanpa banyak kata yang terucapkan dari bibir kami. Hanya saling menikmati kebersamaan kami, dan kehangatan tubuh kami masing-masing.
“Yah udah, aku mao mandi dulu yah sayang. Uda mulai siang nih, nanti kita dicariin deh.” Ujarku kemudian, setelah beberapa lama saling berpelukan erat satu sama lain.
“Hehehe..iya sayang.” Jawab Rangga sambil melihat aku yang sedang telanjang bulat, berdiri membelakanginya sambil berjalan ke arah kamar mandi.
“Kamu ikut aku mandi lah sayang, kok malah tiduran aja sih. Ayo ke sini cepetan.” Ujarku sambil menoleh kearahnya, tersenyum memanggil dirinya. Dan Rangga pun sambil tersenyum lebar, langsung bangun dan menyusulku ke kamar mandi. “Siap bos” Ujarnya penuh semangat.
Di dalam kamar mandi, layaknya seorang istri, aku memandikan dan menyabuni tubuh Rangga dengan lembut dan telaten, menyabuni setiap celah di tubuh Rangga. Dan begitu pun sebaliknya. Rangga pun juga menyabuni tubuh ku dengan penuh kesabaran dan kelembutan.
Kami kembali saling berciuman penuh kemesraan dan kasih sayang, setelah saling menyabuni satu sama lain, sebelum kami saling membilas sabun yang membalut tubuh kami berdua.
Begitu juga saat kami memakai Shampo untuk membersihkan rambut kami. Rangga dengan sabar membersihkan rambutku yang panjang, dengan penuh kelembutan. Aku benar-benar merasa gak salah pilih. Seharusnya dari dulu aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku ke Rangga, sesal ku.
Setelah saling ber-shampo-an, baru kami mandi masing-masing untuk menjalankan ibadah mandi junub kami, setelah saling bercumbu penuh gairah satu sama lain, semalam. Kami pun saling menghanduki tubuh kami bergantian. Aku bahagia sekali melewatkan waktu bersama Rangga seperti ini.
Dan karena rambutku yang panjang, maka butuh waktu agak lama untuk mengeringkannya. Aku lalu hanya melilitkan handuk di tubuhku, dan melilitkan handuk juga di kepala ku, untuk mempercepat penyerapan air di rambut panjangku.
Rangga kemudian mengangkat telepon dan menelepon room service, dan memesan sarapan untuk kami berdua. Menurut Rangga, aku lebih baik mengeringkan rambut ku dulu hingga benar-benar kering, sebelum memakai jilbab ku kembali. Aku mengecup keningnya untuk berterima kasih atas perhatiannya itu.
Rangga meminta ku untuk masuk dulu ke dalam kamar mandi, saat dia menerima bellboy yang mengantarkan makanan yang dipesankan oleh Rangga. Rangga gak mau ada orang lain yang melihat ku tanpa mengenakan jilbab ku.
Aku kemudian menyalakan musik melalui ponsel ku untuk menghidupkan suasana agar menjadi lebih romantis lagi.
Dan saat sarapan pun, kami melakukannya dengan sangat romantis, bagaikan pasangan yang sedang honeymoon. Aku yang duduk di pangkuan Rangga, menyuapi makanan ke dalam mulut Rangga. Bahkan saat menyuapkan potongan ayam goreng, aku menggigitnya dulu, lalu menyuapkan makanan yang aku gigit ke dalam mulut Rangga, sambil saling mengecup. Sementara Rangga yang menyuapi aku saat aku ingin minum teh manis hangat. Membuatku makan dengan lahap sekali, karena rasa bahagia yang meluap-luap ini, sambil di temani oleh sebuah lagu yang di nyanyikan oleh Ellie Goulding, yang sesuai yang sedang kurasakan saat ini ke Rangga.
You're the light, you're the night
You're the color of my blood
You're the cure, you're the pain
You're the only thing I wanna touch
Never knew that it could mean so much, so much
You're the fear, I don't care
'Cause I've never been so high
Follow me through the dark
Let me take you past our satellites
You can see the world you brought to life, to life
So love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
Fading in, fading out
On the edge of paradise
Every inch of your skin is a holy grail I've got to find
Only you can set my heart on fire, on fire
Yeah, I'll let you set the pace
'Cause I'm not thinking straight
My head's spinning around I can't see clear no more
What are you waiting for?
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
I'll let you set the pace
'Cause I'm not thinking straight
My head's spinning around I can't see clear no more
What are you waiting for?
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
You're the color of my blood
You're the cure, you're the pain
You're the only thing I wanna touch
Never knew that it could mean so much, so much
You're the fear, I don't care
'Cause I've never been so high
Follow me through the dark
Let me take you past our satellites
You can see the world you brought to life, to life
So love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
Fading in, fading out
On the edge of paradise
Every inch of your skin is a holy grail I've got to find
Only you can set my heart on fire, on fire
Yeah, I'll let you set the pace
'Cause I'm not thinking straight
My head's spinning around I can't see clear no more
What are you waiting for?
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
I'll let you set the pace
'Cause I'm not thinking straight
My head's spinning around I can't see clear no more
What are you waiting for?
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Love me like you do, lo-lo-love me like you do
Touch me like you do, to-to-touch me like you do
What are you waiting for?
CHARACTERS
Rani Raisya Ramadhani
33 | Foolish Games
Dear diary,
Ya ampuunnn...rasanya aku mao mati aja deh. Kenapa jadi begini sih? Aku benci....aku benci ama Rangga!
Aku uda mencoba segalanya hanya untuk bisa dekat dengannya. Aku bahkan rela menyerahkan tubuhku untuknya malam itu, walau dia menolaknya. Tapi kami saat itu kan uda begitu dekat, layaknya sepasang kekasih.
Aku sungguh mengira, kami itu sudah jadian, tanpa harus menyatakan cinta atau yang lainnya. Aku kesel. Aku benci.
Awalnya pagi itu, berjalan seperti biasa saja. Semalam aku terus menemani Hari, yang lagi sedih dan down banget, karena istrinya, si Indah benar-benar main serong. Hari bahkan merekam semua aktivitas terkutuk Indah, di rumahnya Hari. Di ranjang pengantinnya sendiri. Astaghfirullah.
Aku sampai gak habis pikir, kok bisa sih, Indah yang aku kenal, yang solehah bisa bersikap binal dan liar seperti itu. Kok bisa-bisanya dia mengkhianati Hari, suami yang baik dan bertanggung jawab.
Apa sebenarnya yang dicarinya? Harta kah? Atau kedudukan kah? Atau hanya untuk kesenangan belaka? Aku benar-benar tidak memahami motif si Indah melakukan itu.
Aku merasa kasihan sekali dengan Hari. Karena persahabatan kami yang kuat, aku merasa sangat bersimpati kepadanya. Dan aku pun memutuskan untuk menemaninya malam itu. Karena entah kenapa, aku selalu tidak pernah bertemu Rangga setelah di Anyer ini, selain pas acara perang bantal kemarin siang.
Aku bahkan masih terus menemani Hari pas acara perang bantal itu. Niatku hanya untuk menghibur si Hari yang sedang sedih aja, sebagai seorang sahabat yang baik.
Namun, aku sempat curiga, Rangga mengartikan lain kedekatanku dengan Hari. Saat aku sedang tertawa, karena sedang menertawakan dia yang kalah, dengan cara yang menurut aku sangat lucu. Tiba-tiba Rangga melihat ke arah ku dan menatapku dengan pandangan seperti orang lagi bersedih. Membuat tawa ku langsung berhenti sambil menatapnya.
Dan tiba-tiba si Darto, menghempaskan bantalnya ke wajah Rangga, hingga ia terpental dari atas bambu dan terjatuh terpelanting ke dalam air. Aku bahkan sampai memekik terkejut, dan kuatir banget Rangga akan kenapa-kenapa.
Aku langsung meminta teman-teman untuk membantu Rangga, yang masih belum keluar juga dari dalam air. Kalau saja aku bisa berenang, sudah pasti aku akan terjun sendiri ke dalam kolam.
Aku langsung berlari ke arah Rangga yang baru keluar dari dalam kolam, sambil di bantu Andi dan Ringgo, tanpa memperdulikan apapun, saking kuatirnya aku. Aku langsung berteriak menanyakan keadaan Rangga, namun ternyata yang kuatir terhadap Rangga dan menghampirinya, bukan hanya aku saja. Oli, Cherllyne bahkan mba Liana pun langsung menghampiri Rangga dan menanyakan hal yang sama. Aku terkejut sekali, banyak wanita yang begitu kuatir dan perhatian ama Rangga.
Kalo mba Liana, mungkin kuatir karena dia yang menentukan Rangga untuk ikut berlomba. Tapi Oli dan Cherllyne, benar-benar membuatku cemburu. Aku bahkan rasanya ingin mengatakan kepada mereka bahwa Rangga sudah menjadi kekasihku, hingga aku terkejut saat Cherllyne mengatakan sesuatu kepada Rangga...
“Kamu meleng kenapa sih? Kan tadi kamu uda ampir menang tuh. Emang Spagethie-nya kurang banyak tadi Ga, ampe jadi ga fokus?” Aku bahkan sampai merasa kaku, saat mendengar ucapan Cherllyne itu. Spaghettie? Spaghettie apaan? Pikirku. Kapan Cherllyne memberi spaghettie kepada Rangga?
Namun, pertanyaan di dalam hatiku, rupanya juga di rasakan oleh Oli. “He? Spaghettie apaan Cher?” Tanya Oli terlihat bingung, sama seperti ku.
“Oh..tadi kan gw liat si Rangga gak ikut sarapan bareng kita-kita. Si Edi bilang masih tidur. Jadi gw beliin aja spaghettie buat dia sarapan. Karena gw tau, pasti Rangga ga bakalan kebagian sarapan lagi, pas bangun tidur.” Jawaban Cherllyne kembali membuatku terkejut. Aku...benar-benar tidak kepikiran sampai ke situ, untuk membelikan Rangga sarapan. Karena aku pikir, perusahaan sudah menyiapkan sarapan untuk kita semua.
Tapi...rasa terkejut ku belum lah selesai. “Loh? Berarti, lu makan dua-duanya dong Ga? Sop buntut yang gw beliin ama spaghettie yang Cherllyne beliin?” Tanya Oli terlihat terkejut juga. Namun aku rasa, yang paling terkejut adalah aku. Aku...bahkan merasa sangat minder, karena rupanya Cherllyne dan Oli memiliki pemikiran yang sama, dalam perhatiannya kepada Rangga. Sedangkan aku, yang tadinya hendak mengaku sebagai kekasih resminya Rangga, malah tidak kepikiran sama sekali untuk membelikan Rangga sarapan. Padahal aku juga mengetahui kalau Rangga masih tidur, saat aku menanyakannya ke si Edi, yang menjadi teman sekamarnya. Sehingga membuatku memalingkan wajah ku, saking malu nya.
“Hehehe...2 nasi goreng kiriman Lia..eh...mmba Liana, buat modal gw perang bantal tadinya, plus 1 sop buntut pake nasi, penambah stamina dari Olivia, dan 1 spaghettie pencuci mulut dari Cherllyne. Hehehe” Dan Jawaban Rangga, benar-benar menegaskan wanita macam apa aku ini. Dengan sombongnya mengaku sebagai kekasih Rangga, tapi sama sekali tidak kepikiran untuk membelikan Rangga sarapan, disaat Oli, Cherllyne, bahkan mba Liana sekalipun berpikir demikian. Aku...memang bodoh. Sesalku. Saking kesalnya aku pada diriku sendiri, aku sampai mengepalkan tanganku. Ingin rasanya aku memukul diri ku sendiri, atas kebodohan dan kelalaian ku sendiri.
Aku menjadi teringat kembali akan kata-kata Cherllyne waktu itu, saat aku sedang ngobrol bersama mengenai Rangga.
“Satu hal yang gw pesen buat lu Ran. Kalo emang lu sayang ama Rangga. Lu tunjukin, jangan lu menyangkal di depan dia. Itu sangat melukai harga diri dan perasaannya. Jangan sekali-kali lagi lu bersikap seperti kemaren lagi. Kecuali lu uda nentuin sikap untuk melepaskan Rangga. Itu lebih baik, karena bagi Rangga, walau menyakitkan tapi itu adalah sebuah kepastian. Ga menggantung seperti sekarang. Lu menyangkal, tapi berusaha memberinya perhatian, dan mengharapkan perhatian dari dia.” Ujar Cherllyne saat itu.
Dan saat itu, aku hanya termenung mendengar semua omongan Cherllyne.
“Jadi...gw musti gimana Cher?” Tanyaku penuh kebimbangan dengan langkah yang harus aku ambil, waktu itu.
“Kalo emang lu sayang, lu bilang langsung lu sayang. Kasih ketegasan buat dia. Jadi Rangga bisa ambil sikap.” Jawab Cherllyne.
Apakah yang telah aku lakukan di kamar kos ku itu belum cukup kah, buat penegasan kepada Rangga, bahwa aku mencintainya, dan rela menyerahkan segalanya kepadanya? Pikirku.
Aku memang belum mengucapkan nya secara langsung, dan aku pikir itu akan terjadi dengan sendirinya, disaat kami sudah begitu “intim” walaupun baru hanya berciuman, dan meraba-raba payudaraku saja. Tapi seharusnya itu cukup dong, menegaskan bahwa hanya kepada dia lah aku rela menyerahkan tubuhku. Aku kan bukan wanita nakal dan binal. Aku kesal sekali deh.
“HAHH??? Kamu...makan semuanya Ga?? Gila juga kamu ya. Hahahaha” mba Liana malah menjadi tertawa, saat mendengar jawaban Rangga itu.
"Hmm...yah mumpung ada rejeki mba. Hehehe" Jawab Rangga, sambil tersenyum lebar. Apakah aku pantas mendapatkan senyum itu juga, disaat aku bahkan tidak kepikiran kepadanya. Aku saat itu lebih memikirkan keadaan Hari.
“Hmm...Ol...siap-siap deh” Goda Cherllyne kepada Oli, yang hanya membuat ku semakin bertanya-tanya.
“Hahaha...siap-siap apaan sih?” Elak Oli. Aku tampaknya sudah tidak mampu untuk tersenyum lagi saat ini deh.
"Ngeronda ama Rangga. Hihi." Gurauan Cherllyne benar-benar membuat dada ku semakin sesak, sehingga aku memutuskan untuk menjauh dari sana.
Aku harus bicara kepada Rangga. Aku harus menemuinya. Aku ingin segalanya menjadi jelas. Dan aku ingin menyatakan perasaan ku yang sesungguh nya. Aku akan mengatakan bahwa aku mencintainya, dan aku ingin terus bersamanya. Aku tidak ingin Oli maupun Cherllyne yang akhirnya mendahului ku, mendapatkan perhatian Rangga.
“Hmm...mungkin yah seperti TTM-an. Kalo untuk perasaan gw..yah uda jelas gw ada perasaan khusus ke Rangga. Gw sayang ama Rangga, gw akuin itu. Dengan cara gw sendiri. Kaya gw bilang tadi Ran, gw uda menegaskan sikap gw tentang status gw ama Rangga. Mengenai masalah TTM-an, semua tergantung lu ama Oli, Ran”
“Tergantung seberapa lu ato Oli bisa kasih perhatian ke Rangga. Seperti yang gw bilang tadi. Rangga itu cowo yang rapuh, yang butuh kasih sayang dan perhatian. Kalo dia bisa dapetin itu dari lu ato Oli, artinya gw...mungkin ga diperluin lagi untuk memberikan kasih sayang langsung ke Rangga. Gw dukung banget kalo lu ama Oli bisa jadian ama Rangga, Ran. Karena Rangga sayang banget ama lu berdua.”
Aku kembali teringat akan jawaban Cherllyne waktu itu. Apa...aku gak bisa kasih perhatian dan kasih sayang sesuai yang Rangga butuhkan?
Dan sore itu, setelah aku mandi dan berdandan rapih, aku sudah membulatkan tekad ku untuk menemui Rangga di kamarnya. Kalau aku tidak bisa menemukan Rangga di semua tempat dan pantai, aku harus menjumpainya langsung di kamarnya.
“Dy, gw keluar dulu yah” Ujar ku pamit ke Dyana, yang saat itu lagi duduk memeluki kedua lututnya sendiri, sambil matanya menerawang ke arah laut, dan mulutnya yang sering senyum-senyum sendiri.
Sejak semalam ia balik entah dari mana, dengan rambut dan baju yang kusut, serta wajah yang kelelahan, si Dyana sering melamun sendiri, sambil senyum-senyum bahkan hingga tertawa geli. Membuatku heran, apa yang dilamuninnya sebenarnya.
“Dy?? Wooyyy...gw keluar duluuu” Seru ku memanggilnya, yang langsung terkejut.
“Ehh...hehehe...iya Ran.” Jawabnya sambil tersenyum. Sedangkan aku hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihatnya menjadi sering melamun seperti itu.
TOKK! TOKK! TOKK!
“Eh lu Ran, kenapa Ran?” Tanya Edi saat pintu kamar di buka olehnya.
“Rangganya ada?” Tanyaku.
“Oh..nyari Rangga? Dia gak ada tuh, tadi keluar pake baju rapih banget, ga bilang mao kemana. Eh...lu...kok juga rapih bener. Jangan-jangan lu berdua janjian mao kencan yah? Cieee...hehehe” Jawab Edi sambil menyadari bahwa aku juga berpakaian rapih dan cantik.
“Hehehe...sotoy lu. Ya udah gw coba teleponin aja deh.” Ujarku kemudian, hendak menelepon Rangga.
“Eh tuh HP nya di tinggalin tuh di meja.” Seru si Edi mengejutkan ku. Yahh...kenapa pake di tinggalin sih? Aduuhhh...kamu sebenarnya kemana sih Ga? Selalu aja menghilang gak tau kemana, selama di Anyer. Kamu juga gak pernah nanyain atau nyariin aku sih? Aku mulai kesal dengan sikap Rangga yang terus menghilang gak tau kemana.
Dan akhirnya, seperti biasa, aku tidak menemukan Rangga sama sekali, dimanapun. Bahkan saat acara makan malam bersama seluruh karyawan, Rangga juga tidak kutemukan dimanapun.
Aku sempat menanyakan lagi keberadaan Rangga ke Edi, siapa tau Rangga tidur lagi. Mungkin aku bermaksud untuk melakukan sesuatu, apabila Rangga belum makan karena sesuatu hal, agar aku bisa menebus kesalahanku tadi pagi. Namun Edi menjawab belum bertemu lagi dengan Rangga, dan membuat rasa kecewa ku semakin besar.
Sehingga aku pun akhirnya hanya duduk di lobby saja memandangi laut, selepas makan malam. Ya ampunnn. Rasanya susah banget sih ketemu Rangga di sini. Padahal kami menginap di hotel yang sama. Rangga bahkan tidak pernah menanyakan ku gimana. Sebenarnya dia itu menganggap aku ini apa sih? Aku mau menangis saja rasanya nih.
“Hai Cewe, ndirian aja nih?” Aku menengok melihat siapa yang menegurku itu.
“Oh...gimana lu Har? Kayanya mukanya sedikit ceria dibanding kemaren?” Tanya ku, saat Hari duduk di samping ku.
“Yah mendingan lah. Gw uda nothing to lose deh sekarang. Bodo amat. Gw cuma mao selsain urusan gw ama si Indah secepatnya. Karena gw uda jijik ngeliat mukanya.” Jawab si Hari santai, tapi nadanya memancarkan kebencian.
“Gitu ya? Hmm...semoga lancar semua deh urusan lu.” Jawabku sambil berusaha tersenyum.
“Lu sendiri, kok muka lu mewek gitu sih? Belom ketemu juga si Rangga? Lu gimana sih? Kemarena aja gw ketemu dia. Masa lu gak ketemu-ketemu dua hari di sini. Lu uda samperin blum ke kamarnya? Palingan juga dia molor mulu kali.” Ujar si Hari kemudian.
“Gak tau lah, Har. Hik...hikkss” Aku tak kuasa lagi menahan tangis ku, saat Hari mengungkit masalah Rangga, hingga membuat dia terkejut.
“Eh...lu...kenapa Ran? Kok jadi mewek beneran?” Tanya Hari sambil mendekatiku yang sedang sesenggukan menangis.
“Gw...gak tau, Rangga nganggep gw apa sih sebenernya. Gw bingung ama dia Har. Dulu sempet deket, tapi cuma salah ngomong dikit aja, dia langsung jalan ama si Cherllyne. Sekarang, lu tau Har? Lu inget kan yang kita ketemu Rangga belum pulang, waktu kita lagi ngobrolin si Indah, kan lu nyuruh dia anterin gw pulang. Gw uda seneng banget kita bisa deket lagi. Kita bahkan dinner sambil suap-suapan. Kita bahkan uda mesra-mesraan pas lagi ujan itu, kita juga sempet cipokan di kamar kos gw. Gw waktu itu bahkan ampe ampir ngelakuin itu, kalo aja Rangga keterusan.” Jelas ku sedikit emosi.
“Gw uda ngerasa, gw uda kasih segalanya buat dia. Gw uda kasih segala perhatian ke dia, bahkan waktu perjalanan ke Anyer, lu liat sendiri kan, gw ama dia uda mesra banget. Tapi begitu sampai sini, dia sama sekali gak nyariin gw, menghilang entah kemana, gak bisa gw temuin dimana-mana. Sebenernya dia mao menghindar dari gw atau gimana sih? Apa lagi sih salah gw ke dia, Har?” Tanya ku ke Hari. Walaupun aku tau, Hari juga gak mungkin bisa menjawabnya.
“Gw bingung Har, musti gimana lagi ama dia. Segalanya uda gw kasih, tapi tetep aja dia selalu jauh dari jangkauan gw. Gw ini apa sih, dimata dia?” Ujar ku mempertanyakan arti aku bagi Rangga.
“Tadi gw samperin ke kamarnya. Si Edi bilang Rangga keluar pake baju rapih. Gw ga tau mao kemana, Edi gak tau soalnya. Apa...Rangga punya wanita lain sekarang?” Tanya aku lagi ke Hari.
Aku lihat, Hari hanya terus terdiam saja, sambil mengusap-usap punggungku, untuk menenangkan ku.
“Jujur, gw gak tau dimana Rangga sekarang, atau dia ada cewe laen ato gak. Tapi kalo pun punya, gw rasa uda bukan hal yang aneh lagi, Ran. Kita tau dia deket ama Oli, sekarang juga deket ama si Cherllyne. Kita gak tau lagi, dia lagi deket ama siapa lagi kan. Tapi yang gw tau, Rangga itu cowo yang liar, Ran. Masih untung banget lu gak ampe ngelakuin itu ama dia. Kalo gak, gw pastiin lu yang rugi banget.” Ujar Hari tiba-tiba mengejutkan ku.
“Apa maksud lu rugi banget Har? Apa yang uda terjadi emang?” Tanyaku kepada Hari.
“Rangga itu, gak se-alim yang lu pikir, Ran. Dia itu dengan mudahnya tidur ama cewe-cewe, Ran. Lu tau Ran? Dia ternyata ada hubungannya juga ama masalah si Indah, kalo lu mao tau. Gw tadinya gak mau bilang. Tapi ngeliat lu lagi kecewa gini ama dia, gw pikir lu musti tau juga masalah ini.” Jawab Hari.
“Masalah apa Har? Apa hubungan Rangga dengan Indah?” Tanya ku penasaran.
“Kemaren malem gw cerita kan, si Indah pernah pesta seks gitu. Nah lu tau, di pesta seks itu dia berpasangan ama siapa, untuk pertama kalinya? Dengan Rangga, Ran. Rangga yang kita kenal. Rangga sendiri yang mengakui perbuatannya ke gw kemaren.” Jawaban Hari bagaikan sebuah bom yang meledak di dalam hatiku.
“Astaghfirullah Har! Beneran Har? Lu serius Rangga ngelakuin itu ama Indah??” Ujarku benar-benar terkejut.
Hari hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaanku. “Gw sempet mukul Rangga, waktu dia mengakui itu kemaren.” Jelas Hari. Hari memukul Rangga? Aku...benar-benar tidak percaya apa yang baru aku dengar ini.
“Tapi gw akuin Rangga juga jantan, mau mengakui kesalahan dia ke gw. Lagian, dari rekaman yang gw pasang di Indah, gw juga tau kalo si Rangga dalam posisi gak tau, dia lagi ngelakuin itu ama si Indah. Pas dia tau, Rangga langsung pergi ninggalin tuh pesta. Dan dia bilang, dia menyesal datang ke pesta itu, dan meninggalkan pesta itu jauh sebelum pesta itu usai” Jelas Hari lagi. Astaga. Aku...gak tau harus berkata apa, dan bagaimana harus bersikap.
“Tapi, walaupun dia mau mengakuin kesalahannya, tetap saja dia sudah melakukan kesalahan yang gak perlu. Seharusnya dari awal dia gak perlu dateng ke pesta-pesta kaya gitu.” Ujar Hari lagi.
Kami saling terdiam satu sama lain. Aku sedang memikirkan, bagaimana Rangga bisa ikut pesta-pesta macam itu? Apakah ada yang mengajaknya? Aku benar-benar tidak habis pikir. Apa segitu kesepiannya kah Rangga, sampai perlu datang ke tempat macam itu?
“Bagaimana Rangga bisa ikut pesta itu Har?” Tanya ku kemudian ke Hari.
“Gw..juga ga tau Ran. Dia gak cerita. Dia cuma cerita di ajak ama temennya, tapi gw gak tau siapa.” Jawab Hari. Siapa kah yang telah mengajak Rangga ke pesta itu? Aku tidak bisa menduganya sama sekali.
“Kapan kejadiannya Har?” Tanya ku lagi. Aku ingin memastikan sesuatu.
“Hmm...hari Rabu minggu lalu kalau gak salah.” Jawab Hari. Artinya, beberapa hari sebelum kita pulang bersama waktu itu.
Oh yaaa. Aku ingat sesuatu. Pantas saja sikap Rangga waktu itu terlihat aneh saat sedang bercanda dengan Hari. Jadi itu alasan yang membuat Rangga menjadi salah tingkah bila di dekat Hari. Pikirku.
“Gw gak tau, Rangga sudah berhubungan ama siapa aja Ran, tapi kalo lu bilang lu ampir aja ngelakuin itu ama Rangga, artinya lu masih beruntung. Kalo ampe si Rangga beneran keterusan, dan ngelakuin itu ama lu, artinya semua pengorbanan lu kan sia-sia. Rangga uda bukan lagi seorang perjaka. Gw rada gak rela sih ngeliat lu di sakitin terus ama Rangga, Ran.” Jelas Hari.
Aku benar-benar lemas mendengar penjelasan Hari tentang Rangga. Banyak hal yang tidak aku ketahui tentang Rangga. Aku ingin sebenarnya, tapi entah kenapa Rangga begitu sulit untuk ku raih.
“Rangga itu ga sekuat yang lu kira Ran. Rangga itu sebenernya rapuh, dan butuh kasih sayang dan perhatian orang yang dia sayang. Kasih sayang dan perhatian yang sempat dia sangat harapkan dari lu berdua Ran. Cuma sayangnya, bukan kasih sayang yang dia dapet, tapi sebuah kenyataan pahit dari lu berdua. Jadi kalo ada wanita yang kasih perhatian lebih ke Rangga, yang ga bisa dia dapet dari lu berdua, yah wajar kalo akhirnya dia punya pilihan ke-tiga kan.”
Aku kembali mengingat salah satu ucapan Cherllyne kepada ku waktu itu. Jadi...ini kah pilihan ke-tiga yang Rangga pilih? Dengan berpesta liar gitu? Apa Rangga menjadi seperti itu, karena aku tidak bisa memberikan perhatian dan kasih sayang kepadanya?
Aku bukannya gak ingin, justru aku ingin sekali membuat Rangga bahagia bersama ku. Hanya saja, aku tidak memiliki banyak kesempatan untuk melakukan itu ke Rangga. Mungkin, ini memang bukan takdir ku bersamanya kali. Pikir ku.
Aku pun bersandar di bahu Hari, karena tak kuat lagi menahan batin ku ini. Dan Hari pun cukup mengerti untuk membiarkan ku seperti ini tanpa berbicara. Aku memang butuh keheningan untuk mencerna ini semua.
“Cie...ciee...cieeee...yang lagi pacaran, mesra beneeerr dari semalem nih. Cie...ciee...cieeee” Ujar seseorang di belakang kami, hingga mengejutkan kami berdua.
“Eh...elu Rik...usil aja lo. Siapa juga yang pacaran.” Ujar ku membalas ucapan Rika.
“Hmm...ternyata yah...diem-diem Rani jadian ama Hari toh. Pantesan pulang bareng mulu nih. Ni gak papa mba? Satu divisi pacaran gini? hehehe” Ujar Cherllyne, di belakang Rika. Rupanya bukan hanya Rika saja, tapi juga Cherllyne dan mba Liana. Aduuhh...pasti jadi gosip gak bener nih. Apalagi kalo Rangga ampe tau nih, pikirku.
“Ihhh rese deh lu Cher. Jangan ngegosip deh” Ujar ku ke Cherllyne, sementara mba Liana hanya tersenyum saja.
“Gapapa kok Cher. Kalo bawahan saya pada hepi yah saya ikut hepi kok.” Jawab mba Liana menimpali.
“Hmm...gimana nih mba? Rik? Kayanya rencana kita mao ngegosip disini, malah jadi ngeganggu Rani ama Hari yang lagi asik deh. Mending kita duduk di belakang aja yuk sambil ngintipin. Siapa tau ada adegan khusus dewasa. Hahahaha” Cherllyne kembali usil mulutnya, membuat wajahku memerah.
“Ihhh...Cher...rese banget sih lu. Awas lu ya ngegosip yang ga-ga” Aku berusaha berdiri dan mengejar Cherllyne sambil mengancamnya.
“Cher...lu gak liat sih adegan semalem, ughh...Rani melukin Hari-nya lembut ama mesraaaa banget tau. Hehehe. Itu lho mba, pas mba minta aku nyariin si Edi buat lomba nyanyi, aku ama Oli mergokin mereka lagi cem-ceman disini. Hihihi. Si Rangga juga jadi pengen pasti tuh.” Aku benar-benar terkejut setengah mati, mendengar candaan si Rika. Rangga juga jadi pengen? Jadi...Rangga juga ngeliat dong...aku lagi pelukan ama Hari?
“Rangga? Emang Rangga ngeliat juga Rik?” Tanya mba Liana.
“Iya lah pasti mba. Kan dia jalan di belakang kita, lagi mao ke kamarnya, mao molor itu. Pasti ngeliat lah.” Aku benar-benar bagaikan disambar petir mendengar jawaban Rika itu.
Pantesan Rangga tidak mau menemuiku selama disini. Dia juga mengira aku jadian ama Hari kah? Dan juga...pandangan mata Rangga, tadi siang, sesaat sebelum ia terhantam oleh Darto. Arti pandangan mata sedih itu...apa artinya dia sedih karena melihat aku bersama Hari? Apa arti sedihnya itu...penebusan dosanya terhadap Hari? Aku tidak tau lagi harus bagaimana.
“....ann?...raannn??....RANIII???” Aku langsung terkejut saat melihat Cherllyne sedang memanggilku dengan wajah kuatir. Begitu juga mba Liana dan Rika.
“Eh? Kenapa Cher?” Jawabku keheranan.
“Lu sakit Ran? Lu kok tiba-tiba pucat gitu sih?” Ujar Cherllyne sambil menempelkan telapak tangannya di keningku.
“Eh...ng-ngga kok Cher. G-gw gapapa.” Jawabku kemudian. Cherllyne kemudian saling bertatapan dengan mba Liana. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka, aku tidak perduli lagi. Dunia ku seakan berputar sekarang. Aku merasa pusing sekali rasanya.
“Ran...mending kamu balik dulu deh ke kamar kamu. Kamu kayanya gak enak badan deh Ran.” Ujar mba Liana sambil ikut memegang kening dan leher ku.
“Har, temenin Rani deh balik ke kamarnya, biar dia bisa istirahat.” Ujar mba Liana meminta Hari.
“Gak mba, jangan mba. Uda cukup kesalah pahaman ini di antara kita aja. Jangan ada kesalah pahaman lagi mba. Cukup mba.” Ujar ku langsung menolak usul mba Liana. Niat baik ku kepada Hari, ternyata menjadi bumerang untuk ku sendiri. Aku tidak perduli Rangga seliar dan senakal apa. Aku tetap mencintainya sepenuh hati ku.
“Ya uda, biar gw aja yang nemenin lu Ran.” Ujar Cherllyne yang langsung mengapit lengan ku.
Dia langsung menarik ku untuk berjalan menuju kamarku.
“Lu...takut Rangga salah paham ama lu, Ran? Lu emang beneran gak lagi jadian ama Hari, Ran?” Tanya Cherllyne saat kami sudah jauh dan hampir mencapai kamarku.
“Demi Allah gw gak jadian Cher ama Hari. Justru gw nyariin Rangga mulu. Gw bingung ama sikap dia Cher. Padahal pas sehari sebelum kita berangkat, kita uda deket banget, bahkan aku justru mengira hubungan kita uda lebih dari sekedar sahabatan. Uda ampe...ciuman segala. Tapi entah kenapa pas di Anyer Rangga seolah menghindari gw. Gw ga ngerti apa salah gw.” Jawab ku mulai menangis lagi.
“Apa lu bilang Ran? Uda...ampe ciuman? Kapan?” Cherllyne terlihat begitu terkejut mendengar jawaban ku.
“Malam sebelum kita berangkat Cher. Kenapa emangnya? Apa lu tau sesuatu?” Tanya ku melihat ia begitu terkejut.
“Hmm...kita ke kamar lu dulu deh. Lu ceritain yang jelas deh di kamar.” Ujar Cherllyne.
Dan di dalam kamar, aku kembali menceritakan, seperti yang kuceritakan kepada Hari tadi.
“Jadi...hubungan kalian...uda ampe sejauh itu sebenarnya?” Tanya Cherllyne terlihat gelisah.
“Gw juga tadinya ngira kaya gitu Cher. Tapi gak tau, kenapa Rangga menjauh gitu aja dari aku selama di Anyer. Dia anggap aku apa sih?” Ujar ku menumpahkan segala unek-unek ku kepada Cherllyne.
Cherllyne langsung memeluk diriku. Aku menangis sesenggukan di pelukannya. Dia membiarkan ku menangis di pelukannya. Bahkan memeluk ku semakin erat, dan ikut menangis juga.
“Kenapa lu nangis juga Cher?” Tanya ku. Dan Cherllyne hanya menggelengkan kepalanya, lalu kembali memeluk ku dengan erat.
"Maafin gw ya Ran" Bisiknya kecil, tapi aku masih bisa mendengarnya.
Entah bagaimana, kami berdua akhirnya malah tertidur bersama di ranjang ku. Aku gak tau kapan Cherllyne bangun, tapi aku sudah tidak melihatnya pas pagi menjelang. Aku hanya melihat Dyana yang sedang tidur di tempat tidur satu lagi.
Aku pun menyiapkan segala perlengkapan dan baju-baju ku, untuk persiapan kembali ke Jakarta. Liburan ke Anyer yang awalnya terlihat sangat indah, entah bagaimana berubah menjadi sebuah kesengsaraan. Sampai sekarang pun, aku masih tidak mengerti mengapa Rangga seolah menjauh dari ku. Apa karena melihat ku berpelukan erat dengan Hari? Tapi itukan hanya pelukan antar sahabat, tidak lebih. Pikirku.
Aku mandi dengan air dingin untuk menyegarkan kepalaku dan hatiku. Aku membiarkan air memancur deras menyirami tubuh telanjangku. Aku benar-benar tidak bersemangat lagi. Apakah kali ini aku akan menemui Rangga? Dan bagaimana sikap Rangga terhadapku nanti? Apakah tetap mesra, ataukah menjauh lagi seperti dulu, saat ia salah mengartikan kata-kata ku?
Ternyata saat sarapan pagi pun, aku kembali tidak menemui Rangga sedikitpun. Entah berada dimana sih Rangga itu. Aku sedih sekali rasanya. Dan pagi itu, Cherllyne menanyakan kabarku sambil menemani ku sarapan.
“Hai cewe manis. Gimana kabarnya?” Tanya Cherllyne sambil duduk di sebelah ku.
“Eh..lu bangun jam berapa Cher? Kok gw bangun uda gak ada sih?” Tanyaku kepada Cherllyne.
“Hmm...jam berapa yah? Jam 11an kali yah. Untung juga gw kebangun, gak lama si Dyana dateng tau. Tar yang ada gosip kita lesbongan lagi, tidur bareng sambil pelukan gitu. Hihihi.” Jawab Cherllyne sambil cekikikan.
“Trus gimana perasaan lu sekarang?” Tanya Cherllyne.
“Hmm...masih galau cihhh...lu sihh bikin gw galau nihh” Jawab ku sambil pasang wajah cemberut.
“Hehehe...dasar lu Ran. Maapin gw yah” Ujar Cherllyne tertawa geli melihat tingkah ku. Tapi kemudian kembali meminta maaf seperti kemarin, membuatku bingung.
“Ihh...lu dari kemarin minta maap mulu sih, kaya mpo Indun aja lu? Minta maaf kenapa sih Cher?” Tanyaku penasaran.
“Oh? Yaa...minta maaf aja. Hehehe.” Jawab Cherllyne seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
“Dasar aneh deh luh” Ujar aku lagi.
Tidak lama kemudian, mba Liana, dan Rika ikut bergabung. Sedangkan aku melihat Hari makan bersama anak-anak cowo lain. Hmm...apa karena ucapan ku kemarin yah? Hari jadi menghindar. Biasanya makan bareng mulu. Sedangkan aku liat, Dyana lagi makan bareng ama Edi.
Setelah acara sarapan bersama itu, kami semua diharapkan untuk membereskan barang-barang kami, sebelum kami semua sudah harus berkumpul satu jam lagi di pintu keluar, dimana bis-bis yang akan mengantar kami kembali ke Jakarta, sudah menunggu.
Aku yang sudah membereskan barang-barang ku tadi, hanya duduk di kamar saja sambil menonton TV. Entah kenapa, aku sudah tidak bersemangat lagi mencari keberadaan Rangga. Karena mungkin dia lagi menjauh dari aku, karena melihat aku lagi pelukan ama Hari kemarin malam itu.
Apabila kita sedang menunggu tanpa tujuan, waktu berjalan amat sangat lambat. Dan akhirnya setelah rasanya menunggu se-abad, akhirnya sudah tiba waktunya untuk naik ke dalam bis, setelah ada panggilan dari panitia untuk masuk ke dalam bis.
Saat aku sedang membawa barang dan tas menuju ke tempat parkir bis, aku tidak menyadari bahwa sebuah mimpi buruk sedang menanti ku.
Aku melihat ada sebuah keriuhan di dalam bis, sehingga membuatku penasaran ada apa sebenarnya. Aku menaruh tas ku di bagasi, sebelum naik ke dalam bis. Aku melihat anak-anak cowo pada riuh bersuit-suit, ke arah belakang.
Dan akhirnya aku melihatnya, aku melihat Rangga di belakang sedang di godain oleh anak-anak lain. Membuatku penasaran, Rangga sedang digodain apa sih ampe pada heboh banget?
“Cieeee...penganten baru, dateng aja mesra banget, uda gandengan pake nyium-nyium tangan segala. Waktu lebaran aja lu kaga pernah nyium tangan gw Ga. Hwahahaha.” Ujar salah satu anak HRD. Sementara yang laen pada tertawa.
“Lu siap-siap tar sepanjang perjalanan musti di plonco dulu nih Ga, mumpung masih anget-anget e’e ayam. Hwahahaha” Celetuk yang lain lagi. Apaan sih maksudnya penganten baru? Siapa yang penganten baru?
Aku maju semakin ke depan, dimana yang wanita juga turut ngecengin si Rangga. Aku melihat Rika sedang tertawa, namun aku melihat Dyana dan mba Liana duduk dan tersenyum lemah ke arah mereka. Membuatku menjadi semakin penasaran, sehingga aku terus maju untuk melihat apa yang terjadi. Aku melewati tempat duduk mba Liana.
“Ehh...penganten cewe nya kok mendem aja sih? Biasanya congornya paling bawel kalo uda nyerocos, kok jadi kaya malu-malu monyet sih? Mentang-mentang penganten cowonya emang brewokan kaya mon-mon. Hwahahaha.”
“Ahhh...rese lu pada. Pada sirik aja luh.” Ujar Rangga tapi ikut tertawa bersama mereka. Haahh, Rangga, aku cariin kemana-mana juga. Kamu tuh kemana sih sayang? Ujarku dalam hati. Aku berharap Rangga melihat ke arah ku. Tapi justru Hari yang melihat ke arah ku. Dan tidak seperti biasanya, Hari justru tidak ikut nimbrung mencela Rangga. Dia hanya tersenyum kecil saja. Dan saat melihatku, pandangan matanya berubah, menjadi sayu, seperti sedang bersimpati kepadaku. Simpati untuk apa? pikirku.
“Ayo penganten cewe duduk di sini dong, disamping penganten cowo, masa duduknya jauh-jauhan gitu sih?” Ujar Ringgo menarik seseorang dari bangku yang berada 2 baris dari bangku Rangga.
“Ihhhh...apaan sih lu Go, pake narik-narik gw.” Ujar suara seorang wanita yang ku kenal baik. Aku membeku bagaikan tersiram air es, melihat Oli sedang di tarik oleh Ringgo. Apa maksudnya ini? Apa maksudnya Oli itu pengantin cewe, dan Rangga itu pengantin cowo? Pikian ku begitu kalut.
“Eh..lu berdua kan baru jadian, jadi gak boleh duduk jauh-jauhan, kan biar makin enak gw ngecenginnya lu berdua” Ujar Ringgo lagi. JADIAN??? SIAPA YANG JADIAN??? RANGGA AMA OLIVIA???
Reflek aku melihat ke arah Hari, yang sedang melihat ke arah ku. Dia terlihat kuatir sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Apa maksud gelengan kepala itu? Jantung ku berdebar keras sekali. Bibir ku gemetaran.
“Peluk dong...pelukkk...ciee..ciee...cieee...cium...cium. ..ciumm...” Seru anak-anak pada heboh. Sementara aku, tanpa terasa air mataku langsung jatuh membasahi kedua pipi ku.
Dan akhirnya, aku pun melihat kejadian horor itu, saat Rangga memeluk Oli dari belakang, dan mengecup keningnya, yang disambut teriakan heboh anak-anak. Tapi bagiku, pemandangan itu, bagaikan sebuah pisau tajam, yang menghujam keras di dada ku.
Mungkin rasanya masih jauh lebih sakit, dibandingkan dengan di hujamkan pisau sesungguhnya. Aku tidak sanggup lagi melihatnya, dan langsung berlari keluar. Aku tidak mau melihatnya lagi. Aku tidak mau.
Aku sempat mendengar mba Liana memanggilku, tapi aku sudah tidak perduli lagi dan langsung turun dari bis, dan berlari sekencangnya masuk lagi ke dalam hotel. Saat itu tujuanku hanya satu. Aku ingin menceburkan tubuhku di laut dan hanyut, agar aku tidak lagi merasakan sakit ini.
Dulu dengan mantan ku, rasanya tidak sesakit ini. Padahal aku sudah lebih banyak berkorban untuknya. Namun sakit yang kurasakan sekarang, berpuluh-puluh kali lebih sakit daripada yang aku rasakan saat mantanku mulai tidak perduli kepada ku.
TAB! Tiba-tiba sebuah tangan menangkap tanganku. Dan aku berusaha memberontak sekuat tenaga. “LEPASIN! LEPASIN TANGAN GW!” Aku bahkan sampai berteriak, memintanya agar di lepasin. Namun orang itu tidak juga melepaskan tanganku, dan malah langsung memeluk tubuhku, hingga aku menangis sejadi-jadinya di bahunya.
“Jangan bertindak bodoh, Rani sayang. Plis, jangan buat gw nyesel lebih jauh lagi.” Rupanya Cherllyne yang menangkap tanganku, dan memeluk ku.
Mengetahui yang memelukku adalah Cherllyne, aku malah menangis menggerung-gerung sambil memeluknya erat. Dan Cherllyne pun hanya terus memeluk ku sambil membelai kepala ku. Aku juga melihat mba Liana dan Hari sedang memperhatikan ku, tidak jauh dari ku.
“Aku tau rasanya sayang. Aku tau. Jangan di tahan. Lepasin semuanya.” Ujar Cherllyne lagi.
“Sakit Cher...rasanya sakit di giniin. Gw uda rela ngasih segalanya ke dia, Cher. Tapi inget pun gak ama gw. Gw sakit Cher! Huuuuuuuuu....huuuuu”
“Iya sayang gw tau sakitnya kaya gimana itu.” Jelas Cherllyne berusaha menenangkan ku.
“Apa...lu masih inget apa yang pernah gw tanya ke elu Ran dulu itu?” Tanya Cherllyne tiba-tiba.
“Lu inget, gw pernah nanya, Kalo seandainya Rangga memilih Olivia sebagai pendampingnya? Apa lu marah ama Oli?” Tanya Cherllyne.
“Gw gak tau Cher...huuuu...gw gak tau. Gw cuma tau sekarang ini rasanya sakit banget ngeliat mereka. Padahal gw ama Rangga kan uda lebih deket duluan sebelumnya. Kenapa tiba-tiba gak ada kabar gak ada angin langsung ninggalin gw gitu aja sih. Tiba-tiba malah jadian ama Oli. Gw sakit banget Cher...gw uda kasih segalanya ke Rangga...apa salah gw Cher? Apa salah gw?? Huuuu...huuuu.” Ujarku masih terus menangis.
Mba Liana tadinya berniat untuk maju mendekatiku, namun Cherllyne menahannya, dan bahkan meminta nya dan Hari untuk pergi. Tindakan yang pintar bagiku, karena aku tidak ingin banyak orang melihat keadaanku yang seperti ini.
Akhirnya Cherllyne memutuskan untuk mengajak ku naik bis bersamanya di rombongan marketing, agar dia bisa mengawasiku, dan tidak perlu meilhat Rangga dan Oli lagi. Aku sudah tidak perduli lagi aku duduk dimana. Aku bahkan sudah tidak perduli lagi akan hidupku, dan aku sudah tidak perduli lagi akan segalanya. Dengan segala permainan cinta yang bodoh dan menyakitkan ini. This is really just a foolish games to me.
You took your coat off and stood in the rain,
You're always crazy like that.
And I watched from my window,
Always felt I was outside looking in on you.
You're always the mysterious one with
Dark eyes and careless hair, You were
fashionably sensitive but too cool to care.
You stood in my doorway, with nothing to say
Besides some comment on the weather.
Well in case you failed to notice,
In case you failed to see,
This is my heart bleeding before you,
This is me down on my knees, and...
These foolish games
are tearing me apart,
And your thoughtless words are breaking my heart.
You're breaking my heart.
You're always brilliant in the morning,
You smoking your cigarettes and talking over coffee.
Your philosophies on art, Baroque moved,
You, You loved Mozart and you'd speak of your loved ones
As I clumsily strummed my guitar.
Excuse me, guess I've mistaken you for somebody else,
Somebody who gave a damn,
Somebody more like myself.
And these foolish games are tearing me,
You're tearing me,
You're tearing me apart,
And your thoughtless words are breaking my heart.
You're breaking my heart.
You took your coat off,
Stood in the rain,
You're always crazy like that.
================================================== ========
You're always crazy like that.
And I watched from my window,
Always felt I was outside looking in on you.
You're always the mysterious one with
Dark eyes and careless hair, You were
fashionably sensitive but too cool to care.
You stood in my doorway, with nothing to say
Besides some comment on the weather.
Well in case you failed to notice,
In case you failed to see,
This is my heart bleeding before you,
This is me down on my knees, and...
These foolish games
are tearing me apart,
And your thoughtless words are breaking my heart.
You're breaking my heart.
You're always brilliant in the morning,
You smoking your cigarettes and talking over coffee.
Your philosophies on art, Baroque moved,
You, You loved Mozart and you'd speak of your loved ones
As I clumsily strummed my guitar.
Excuse me, guess I've mistaken you for somebody else,
Somebody who gave a damn,
Somebody more like myself.
And these foolish games are tearing me,
You're tearing me,
You're tearing me apart,
And your thoughtless words are breaking my heart.
You're breaking my heart.
You took your coat off,
Stood in the rain,
You're always crazy like that.
================================================== ========
Tidak ada komentar:
Posting Komentar